Only You

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lagi-lagi...

Han Sara kecewa. Dia belum mencapai puncaknya, tapi laki-laki di atasnya sudah ambruk.

Ingin rasanya ia menangis.

Kenapa? Kenapa selalu seperti ini? Ratapnya dalam hati.

"Thanks Honey," ucap lelaki itu. Dia turun dari tubuh polos Sara, berbaring dan memeluknya, dia tertidur.

Sara meringis.

Tangannya menjelajahi inti kenikmatannya, mengeluar-masukkan tiga jarinya sambil terdiam menikmati.

Satu jam kemudian, dia merasa tanda-tanda datangnya puncak kenikmatan itu. Meski jari-jari tangannya mulai kebas, dia tetap melakukannya demi mendapatkannya.

"Oooh..." Akhirnya. Dia mendapatkannya, meski harus bemain solo.

Sara membalik badannya hingga menatap lelaki yang memeluknya. Pacar yang tiga hari lalu menyatakan cinta padanya. Dia tertidur dalam damai setelah mendapatkan kepuasannya.

Dia sama saja dengan laki-laki lain, gerutunya dalam hati. Sara mulai berhitung, kira-kira kapan waktu yang tepat untuk memutuskan pacar barunya ini? Dia merasa lelah dengan semua akhir yang selalu seperti ini. Mungkin menjomblo selama satu atau dua bulan bisa menenangkan pikirannya.
_______________________________________

"Pinjami aku alat tulis," ucap Sara pada pemuda yang duduk di depannya.

Pemuda yang hanya memakai celana jeans, kaos polos dan tutup kepala itu mengeluarkan pena lain dari dalam tas-nya. Dengan sebuah dengusan, dia mengulurkannya. Mungkin dia tak ikhlas. Tapi Sara tak peduli. Dia mengambil pena itu, lalu menggunakannya untuk mencatat apapun yang dikatakan dosen di depan papan tulis.

"Hei! Pena mu!" Sara memanggil pemuda yang langsung pergi setelah dosen menyatakan selesai, begitu saja.

Pemuda itu terdiam, dengan ragu-ragu, dia membalik badan, kembali untuk mengambilnya.

Sara merasa muka pemuda itu familiar. Tapi dia tak mampu mengingat di mana mereka pernah berjumpa.

"Jun Su!!! Tim kita ditantang lagi minggu depan!"

Sara membelalakkan mata.

"Jun Su?" tanyanya tak percaya. Sara benar-benar mengingat di mana ia pernah, bukan, sering... sangat sering bertemu dengannya. Benar! Dia adalah Jun Su! Tidak salah lagi. Meski sekarang dia sudah berubah.

Pemuda itu bergegas mengambil pena dari tangannya dan menyeret temannya pergi meninggalkan Sara yang masih tertegun.
_____________________________________

"Jun Su! Oper kemari!"

Dengan kaki-kaki panjangnya, Jun Su menggiring bola, dan mengoper ke teman-teman se timnya. Dia terlihat bahagia.

Sara tersenyum memperhatikannya dari kursi di sudut terjauh. Belum cukup, dia juga mengenakan topi hitam dan masker, agar tak ada yang mengenalinya.

Jun Su tertawa menerima tos dari teman-temannya saat dirinya memasukkan bola ke gawang lawan.

Dia sangat berbeda, pikir Sara. Pikirannya berkelana ke masa SMA saat ia dengan bangga mengucurkan air mineralnya di atas kepala Jun Su di depan teman-teman sekelasnya. Saat ia mencelupkan satu persatu buku dan alat tulis Jun Su ke lubang kloset, lalu mengembalikannya dalam keadaan setengah basah. Saat ia mengambil kacamatanyal hingga Jun Su tak bisa melihat apa-apa dan menabrak segala hal yang dilewatinya. Saat-saat dia membully Jun Su.

Entah mengapa, Sara melihat Jun Su yang sekarang sungguh... berbeda. Berkeringat dan tanpa kaca mata tebalnya yang dulu, dia terlihat lebih... tampan? Seksi?

Sara tertegun di tempatnya. Sibuk dengan pemikirannya sendiri. Dia mengabaikan pesan-pesan yang masuk ke ponselnya.

Sara memasuki kelas yang ditunggu-tunggunya. Kelas sastra, satu-satunya kelas ia bisa bertemu Jun Su. Perbedaan jurusan yang mereka ambil membuat Sara kesulitan menemukan sosok Jun Su di kampusnya.

Tatapan mata Sara menyapu ruangan, dia menemukan Jun Su duduk sendirian di ujung belakang. Dengan acuh, Sara mendekatinya.

Jun Su mendongak. Tatapan matanya menyiratkan kebencian dan dendam. Tapi dia mengabaikan kehadiran Sara yang kini sengaja duduk di sampingnya.

"Maafkan aku," ucap Sara pelan.

"What?" tanya Jun Su tak mempercayai pendengarannya.

"Maaf! Apa kau tuli? Aku minta maaf!" bentak Sara.

Jun Su mengangguk. Bibirnya mengerucut. Dia tak habis pikir, perempuan cantik berhati iblis di sampingnya meminta maaf? Tapi dari caranya membentaknya, dia yakin permintaan maaf itu tidak tulus. Dia hampir melupakan mimpi buruk masa SMA-nya setelah tiga tahun kuliah. Tapi sepertinya hari-hari tenangnya akan kembali terusik karena kembali bertemu iblis itu.

"Dengar, Sara, aku bukan Jun Su yang dulu. Dan jangan pernah berpikir untuk mencoba menindasku lagi. Aku akan melawanmu. Sekaya dan secantik apapun dirimu, kau tetap hanya seorang perempuan," ucap Jun Su cepat. Dia tidak ingin kehilangan ketenangan masa kuliahnya seperti masa SMA dulu.

"Kau?" Sara mengerjapkan matanya dua kali. "Apakah tadi kau tidak mendengar ucapanku? Aku meminta maaf! Aku juga sudah berubah! Aku tidak akan mengganggumu lagi!" ucap Sara. Dia geram, dia mengambil buku yang ada di depan mereka lalu merobek-robek kertasnya menjadi serpihan-serpihan kecil.

"See? Beginikah caramu tidak menggangguku lagi?" tanya Jun Su skeptis. Dia mengambil sisa buku itu, lalu pergi meninggalkan kelas. Bolos satu kali tak akan terlalu mempengaruhi nilainya.

Sara tertegun menatap serpihan-serpihan kertas berhamburan dari tangannya. Dia memang belum berubah. Bodoh! Dia merasa bodoh! Mengapa dirinya mengurusi Jun Su? Tapi setelah meminjam pena darinya, Sara memang tak bisa berhenti memikirkannya. Dia masih merasa bersalah padanya. Pasti. Dia harus meminta maaf agar dirinya bisa tenang.
______________________________________

Jun Su mengelap keringatnya. Dia selalu merasa bahagia setelah bermain sepak bola bersama teman-temannya, meski sekarang tim mereka kalah, tapi dia tetap merasa bahagia. Beginilah seharusnya kehidupan. Tenang, bahagia, tanpa beban. Kecuali saat jam kuliah sastra. Dan ngomong-ngomong, berapa kali dirinya bolos mata kuliah itu? Ah, biarlah, demi ketenangan, mengulang mata kuliah tahun depan pun tidak masalah.

"Jun Su." Suara itu merenggut kebahagiaannya. Kini raut mukanya berubah suram.

"Ada apa?" tanyanya ketus.

"Maafkan aku," ucap Sara lembut.

"Ya. Aku memaafkanmu! Menj-"

Jun Su belum selesai mengucapkan kalimatnya saat Sara tiba-tiba menerjangnya hingga punggungnya menabrak loker lalu menciumnya.

Dia benar-benar kaget hingga tak mampu bereaksi apapun dan hanya diam di tempatnya.

Dia merasakan bibir lembut itu di bibirnya. Lidah tajam itu merangsek memasuki mulutnya. Dan embusan napas tak beraturan itu di pipi kirinya.

"Thanks!" ucap Sara dengan napas memburu setelah melepaskan bibirnya. Sara tersenyum manis. Jun Su terfokus pada bibir merah Sara. Bibir itu... baru saja menciumnya.

Jun Su ikut tersenyum, mendekatkan wajahnya dan kembali menempelkan bibir mereka. Kali ini dia tidak diam. Dia menyesap, menikmati kelembutan dan rasa bibir merah itu. Sara membalasnya sesapannnya.

Ciuman itu bertambah dalam, hingga lidah mereka saling melilit saling merasakan keberadaan masing-masing. Mereka bahkan melupakan bahwa mereka masih di tempat istirahat ruang olahraga.

"Jun... ups! Aku tidak melihat, lanjutkan saja...!" Seseorang, entah siapa menginterupsi mereka.

Jun Su kembali ke akal sehatnya. Dia buru-buru melepaskan ciuman mereka. Dia bingung....

"Hmm... kau lapar?" tanyanya basa-basi.

"Ya, mari kita makan bersama," jawab Sara sambil tersenyum. Senyum itu menular, hingga Jun Su ikut tersenyum. "Jun Su," panggil Sara.

"Ya?"

"A... aku menerimamu," ucapnya.

"Hm?" tanyanya tak mengerti.

"Kau lupa? Kau dulu pernah menyatakan cinta padaku saat kelas satu SMA. Itu awal mula aku membully-mu iya kan?"

"Iya. Ternyata kau masih ingat."

"Apakah itu masih berlaku? Aku menerimamu sekarang," ucap Sara.

"Maksudmu?"

"Ya, aku mau menjadi pacarmu. Apakah pernyataan cinta itu masih berlaku?"

"Masih," jawab Jun Su sambil tersenyum lebar. Dia memeluk Sara dan kembali menciumnya.

"Jun Su, aku tidak jadi lapar. Antar aku pulang!" ucapnya di sela-sela ciuman mereka.

Jun Su menaikkan kedua alisnya, bingung. Tapi dia menuruti kemauan Sara.

"Kau tinggal sendirian?" Jun Su mengamati sepenjuru ruangan apartemen Sara.

"Ya, sebenarnya Ibu tidak mengizinkan, tapi aku memaksa," jelasnya. Sara mengunci pintu apartemennya, lalu memeluk Jun Su dari belakang. Tangannya sibuk menjelajah tubuh bagian depan Jun Su hingga Jun Su mengerang.

"Sara... apa yang kau lakukan?" tanyanya dengan suara serak.

Sara tahu dia berhasil memancing gairah Jun Su. Dia berjalan memutari Jun Su, lalu berhenti di depannya, memeluknya. Menempelkan tubuh mereka di mana-mana tanpa ada sedikitpun celah tersisa.

"Sara?"

Sara mendongak, menatap mata Jun Su yang berkobar penuh hasrat. Dia tersenyum, mengangguk lalu menempelkan bibirnya ke rahang Jun Su, mengecupnya pelan hingga Jun Su mengerang. Dia merasakan sesuatu yang keras dan mendesak di bagian bawah tubuh Jun Su.

Jun Su benar-benar menyerah. Dia berusaha menahan dirinya, tapi Sara dengan gencar meruntuhkan segalanya.

Kedua tangannya mengangkat kepala cantik berambut hitam lurus itu, lalu mendaratkan sebuah ciuman lembut yang berubah menjadi ciuman panas seketika saat Sara menggesekkan tubuhnya.

Mereka berdua mengerang dalam ciuman.

Tangan Jun Su turun ke leher Sara, meraba beberapa tempat di sana sebelum kembali turun ke pundak lalu meluncur ke dada. Dia meremas pelan kedua gundukan kenyal itu hingga menghasilkan erangan tertahan dari bibir Sara di bibirnya. Tangannya terus turun, lalu masuk ke kaosnya dan meraba kulit perutnya, melingkari ke punggung, dan terus bergerak ke atas dan ke bawah.

Sara melepaskan ciuman mereka karena kehabisan napas. Tangannya bergerak cepat menarik lepas kaos Jun Su, meraba tubuhnya dan menciuminya hingga meninggalkan beberapa bekas gigitan di sana.

Jun Su terpana melihat kelakuan Sara. Dia juga menarik lepas kaos Sara, melepas bra-nya, lalu mulutnya menyedot pelan putingnya yang sudah mengeras. Sara mengerang keras saat ia menggigit-gigit kecil lalu kembali menghisapnya.

Setelah puas memainkan dua bukit itu, Jun Su beralih ke leher Sara. Bagian tubuh yang sangat dikaguminya sejak ia pertama bertemu dengannya.

Dengan lembut, Jun Su menjilatinya, menyesapnya di beberapa tempat hingga meninggalkan beberapa jejak basah dan bercak merah di sana.

Tangan Sara berkutat di pinggangnya. Dia berusaha melepaskan celana jeans yang dipakainya.

"Jun Su..." panggil Sara dengan suara serak.

"Ya?" jawab Jun Su dengan napas tersengal.

"Jangan tinggalkan aku," pintanya.

Jun Su mengangguk. Dia melihat mata sayu Sara, lalu mencium ujung hidungnya.

Jun Su berjongkok di depannya, melepas penghalang terakhir Sara. Dia mengecup pelan pangkal pahanya, sebelum kembali berdiri, mengangkat tubuh Sara dan menyatukan tubuh mereka.

"Oh..." Sara mengerang nikmat. Dia melingkarkan kedua kakinya ke pinggang Jun Su, mengangkat tubuhnya, lalu menurunkannya kembali dengan sedikit memutar pantatnya hingga terasa nikmat.

"Ah..." Jun Su mengerang. Serangan Sara memberinya kenikmatan aneh.

Jun Su maju hingga punggung Sara menempel di tembok, dia mulai memaju mundurkan tubuhnya, menusuk-nusuk Sara di sana. Mereka mengerang tanpa menahan diri hingga kaki Jun Su merasa kebas.

Dia mengangkat Sara tanpa melepas penyatuan mereka, membawanya ke tempat tidur, lalu melanjutkan memompanya di sana.

"Uh..." erangan Sara terdengar seperti alunan merdu di telinganya.

Jun Su kembali melumat bibir Sara yang membengkak. Entah ini ciuman yang keberapa yang mereka lakukan seharian ini.

Sara merasakan kenikmatan yang dirasakannya meningkat. Kali ini, mungkin dia akan mendapatkannya.

Memuncak, Junsu terus memompanya tanpa tanda-tanda kelelahan atau akan berhenti tiba-tiba.

Semakin memuncak. Tubuh Sara menegang. Kenikmatan yang dirasakannya terkumpul hampir meledak di kepalanya.

"OH! Aaah! Hah! Hah!"
Sara mendapatkannya.

Dan Jun Su, masih memompanya hingga ia merasa kenikmatannya perlahan kembali bangkit.

Sara ikut menggerakkan tubuhnya hingga seirama dengan pergerakan tubuh Jun Su. Kemaluannya kembali berdenyut-denyut. Dia memejamkan mata menerima kenikmatan yang semakin memuncak, berkumpul di kepalanya.

"Sara!"

"Hah... hah... ya?"

"Aku hah... hah... a-kan keluar," ucap Jun Su terbata.

"Ya! Aku juga," jawab Sara.

Sara mengeratkan tubuh mereka. Saat gelombang-demi gelombang kenikmatan menerjangnya. Di antara gelombang itu, dia merasakan cairan menyembur di rahimnya.

Jun Su terengah di atasnya. Dia menjatuhkan kepalanya di ceruk leher Sara, menghisapnya.

"Jun Su," ucap Sara. Sara memiringkan wajahnya, mencari wajah Junsu, mencium rahangnya hingga Jun Su mengangkat wajahnya dan menghadapnya.

"Ya?"

"Terima kasih."

"Untuk apa?"

Sara tersenyum. "Akhirnya, aku merasakan hebatnya perasaan bercinta," jawabnya.

"Kau belum pernah melakukan ini sebelumnya?" tanya Jun Su tak percaya.

Sara menggeleng pelan. "Aku pernah. Sering. Tapi baru kali ini aku mendapatkannya," jelasnya.

"Hm?" tanya Jun Su semakin bingung.

"Semua pacarku sebelum ini selesai sebelum aku puas," jawabnya jujur. "Hanya kau yang membuatku bisa mencapai klimaks. Bahkan aku mendapatkannya dua kali," lanjutnya sambil tertawa.

Jun Su melirik jam kecil di nakas samping kasur Sara. "Kita melakukannya tiga jam," ucapnya sambil tersenyum sebelum memeluk Sara-nya.

Sara menyesali perbuatannya saat SMA dulu, mengapa dulu ia menolak Jun Su? Tapi itu sudah berlalu. Yang terpenting kini Jun Su ada di sampingnya, miliknya.

Sara tersenyum. Tangannya bergerak melingkari perut Jun Su, memeluknya. Dia memejamkan mata bersiap untuk tidur.

"Sara," panggil Jun Su dari sampingnya.

"Ya?" tanya Sara di antara batas kesadarannya menahan kantuk.

"Bertahanlah sebentar lagi... Aku ingin lagi..." ucap Jun Su sambil meringis. Kini dia kembali merangkak ke atas Sara, dan menyerang permukaan tubuh Sara.

"What??? Jun Su! Aah...!"
_____________________________________

Aku butuh es batu... 😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro