Hutan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lagi-lagi, Sam sesekali melirik Farra. Farra belum bergerak dari posisinya duduk sambil mengais-ngais sedikit bara yang tersisa untuk mencari kehangatan. Masih posisi yang sama dengan terakhir kali ia mencuri lirikan ke arahnya sekitar... lima detik yang lalu? Oh sh*t dia terlalu sering melirik gadis itu.

"Mau minuman hangat?" Fredy datang dari arah belakang mengulurkan gelas yang mengepulkan uap panas ke arahnya. Sam mengambilnya tanpa ragu. Dia merapatkan jaket tebalnya, telapak tangannya yang terasa kaku karena angin malam ditempelkannya ke gelas itu.

"Sam," panggil suara selembut lonceng itu.

Sam mendongak, melihat Farra berdiri menunduk tepat di depannya. Dia menatap gelas yang dipegangnya dengan tatapan memuja.

"Hmm, boleh aku minta?" tanyanya sambil mengulurkan tangan.

"Boleh." Sam memberikan gelas itu pada Farra yang bergegas mengambilnya lalu meninggalkan Sam begitu saja. Dia bahkan tidak mengucapkan terima kasih.

Sam menggosok kedua telapak tangannya sebelum memasukkannya ke dalam saku jaket tebal. Lama-lama ia bisa membeku. Dia berdiri, lalu beranjak untuk memasuki tendanya.

Satu lagi malam yang indah berlalu dengan damai.

PRRRRTTT!!!!

Bunyi peluit menandakan pagi telah datang. Semua survivor keluar dari tenda dan berbaris rapi sesuai urutannya masing-masing.

"Survivor! Keluarkan semua bekal kalian! Kumpulkan di depan saya dalam hitungan 20!"

Teriakan sang pelatih membuat mereka sigap bergerak melaksanakan perintah.

Semua perbekalan telah terkumpul saat hitungan mundur di angka dua. Mereka telah kembali ke barisan masing-masing.

***

Sam menggendong ranselnya menyusuri sungai. Dia berusaha mencari sesuatu yang bisa disimpannya untuk makan malam ini. Pelatih mengambil semua perbekalan mereka, dan hanya memberikan lima batang korek api, sebongkah kecil parafin dan sedikit garam untuk bekal mereka bertahan hidup di hutan seorang diri. Untung pelatih tidak mengambil pisau dan alat-alat bertahan hidup lainnya saat mereka dilepas di hutan selama tiga hari ke depan. Pelatihan survive yang dilakukan Mapala memang agak kejam.

Sam memperhatikan seekor ikan terjebak di ceruk tepi sungai. Dia tersenyum. Setidaknya perutnya aman untuk malam ini. Dia hampir menangkap ikan itu saat bunyi suatu benda tercebur disertai pekikan perempuan mengagetkannya.

"Sam! Help!" Seru suara itu.

Sam terbelalak kaget saat melihat Farra beserta kelengkapannya berada di dalam sungai. Tanggannya brhasil menggapai akar sebuah pohon hingga dia tak hanyut ke tengah.

Sam bergegas mengeluarkan tambangnya lalu, melemparkannya ke arah Farra. Farra berhasil menangkapnya, lalu Sam menariknya dan membawanya ke tepi.

"Kau baik-baik saja?" Sam menepuk bahu Farra yang terbatuk-batuk mengeluarkan air sungai yang diteguknya.

"Ya. Terima kasih." Farra mengangguk.

"Kau sudah menentukan tempat menginap malam ini?" tanya Sam basa-basi.

Farra menggeleng. Dia mulai membongkar tasnya dan menggeram melihat seluruh isinya basah kuyup. Sam memperhatikannya dalam diam seperti biasa.

"Kau bisa memakai bajuku dulu," Sam mengulurkan salah satu kaos gantinya. Farra bisa kedinginan jika terus memakai baju basah, apalagi malam akan segera datang.

"Di mana kau bermalam, malam ini, Sam?" tanyanya.

"Mungkin tak jauh dari sini." Sam mengedikkan bahu.

"Boleh aku ikut denganmu?" tanya Farra. Sam hanya mengangguk. "Berbaliklah, aku akan ganti baju," lanjutnya. Sam melakukannya dengan patuh.

Hutan menggelap. Setelah selesai membuat bivak seadanya menggunakan ponco mereka, Sam meninggalkannya untuk mengumpulkan kayu bakar.

Sam kembali ke tempatnya semula dengan kayu bakar dan ranting-ranting kering di tangannya. Sorot matanya menyapu ke sekeliling tempat itu, tapi dia tidak menemukan sosok Farra. Sam meletakkan kayu itu asal ke atas tanah lalu berlari ke bivak dan menemukan Farra meringkuk si sana.

"Syukurlah..." Sam menghela napas.

"S-Sam... A-a-aku..." ucap Farra dengan gigi bergemelutuk, tubuhnya bergetar karena menggigil.

Sam baru ingat, dia hanya meminjami Farra baju, sedangkan jaket dan sleepingbag Farra semuanya basah.

Sam bergegas melepas jaket yang dipakainya, lalu menyampirkannya ke pundak Farra. Tangannya menggenggam tangan Farra berusaha menghangatkannya.

Beberapa menit berlalu, tapi keadaan Farra tak juga membaik, hingga membuatnya khawatir.

Sam mencoba membuatkan api, tapi ia terus gagal karena tangannya juga ikut bergetar kedinginan.

Dia menyerah. Dia mengeluarkan sleepingbag, membukanya lalu meminta Farra masuk ke dalamnya. Tapi Farra tetap di tempatnya.

"Ti-ti-ti-dak b-b-b-bi-sa b-b-b-ber-ge-rak," ucapnya disela-sela gemeletuk giginya.

Sam menghampirinya. Dia memeriksa keadaan Farra yang terlihat sangat menyedihkan, tapi tetap terlihat menarik. Mukanya pucat, bibirnya membiru, badannya bergetar.

Sam mengangkat tubuhnya dan mengumpat keras ketika menemukan bagian bawah tubuh Farra masih basah. Dia hanya meminjamkannya baju. Tidak dengan celana. Farra masih memakai celana yang sama dengan saat ia tercebur ke sungai.

Sam langsung menurunkan Farra kembali ke tanah yang sudah dilapisinya dengan dedaunan. Dia perlahan melucuti pakaian bawah Farra. Dia menemukan suhu tubuh Farra sudah sangat jauh dibawah normal. Jika dibiarkan lebih lama, bisa berbahaya untuk kesehatannya. Jadi dia melucuti semua pakaian Farra, bagian atasnya juga.

Dia berusaha mengabaikan godaan tubuh polos Farra, dengan sibuk memikirkan berapa jumlah komodo yang tersisa di pulau komodo?

Sam memasukkan Farra ke dalam sleeping bag, lalu menutupnya. Dia menunggu perubahan beberapa menit dengan was-was. Sesekali mengecek suhu tubuh Farra dari keningnya. Tidak ada perubahan.

Meski ini adalah pilihan terakhir, tapi Sam tetap melakukannya. Ia melucuti pakaiannya sendiri hingga menyisakan pakaian dalamnya, lalu ikut masuk ke dalam sleepingbag, tubuhnya memeluk tubuh Farra yang menggigil, berusaha menyalurkan panas tubuhnya.

Beberapa menit berlalu. Sam merasakan getaran tubuh Farra berkurang dan kondisinya jauh lebih tenang. Dia menghela napas lega. Sam hendak melepaskan pelukannya, tapi tangan Farra memegang kedua lengan Sam yang melingkupi tubuhnya erat.

"Jangan pergi," ucapnya dengan mata masih terpejam dan napas beraturan.

Sam diam di tempatnya. Tapi menyadari kedekatan mereka, kulit mereka yang menempel di mana-mana tanpa penghalang, membuat pikirannya kalut. Dia berusaha sekuat tenaga menahan napas, dan mengalihkan perhatian pada apapun, tapi gagal.

Tangannya cekatan melepas penghalang terakhirnya, lalu dia membalik tubuh Farra, mengangkat tubuhnya dan mengarahkan miliknya ke dalam milik Farra yang terasa dingin, lalu memasukkannya perlahan. Sleeping bag bukan tempat yang nyaman untuk melakukan itu.

Sam terdiam merasakan penyatuannya. Meski dia merasa bersalah telah memanfaatkan keadaan Farra yang setengah sadar, tapi nafsu mengalahkannya.

Dia menggerakkan tubuhnya perlahan, menikmatinya seorang diri, lalu menyelesaikan kebutuhannya secepat yang ia bisa. Tanpa godaan, ciuman, atau rabaan. Dia merasa seperti penjahat, bangsat, pengecut, dan semua kata sumpah serapah lainnya.

Sam langsung turun, dan kembali memeluk Farra meski suhu tubuh Farra hampir kembali normal. Mereka tertidur pulas.

"Sam." Suara serak Farra membangunkannya.

Sam terkesiap. "Farra, aku bisa menjelaskan ini semua," ucapnya cepat.

Farra menggeleng. Tangannya beegerak ke bawah, hingga menemukan sesuatu yang keras di sana. "Kau bangun?" tanyanya sambil tersenyum manis. "Kau tega menikmatinya sendirian?" tanyanya lagi sambil mengurut keras milik Sam hingga Sam menggeram nikmat. "Saat aku setengah tak sadar? Kau sangat egois Sam!"

Sam tidak tahan dengan godaan tangan Farra di selangkangannya. Dia meraih tengkuk Farra, lalu mendaratkan sebuah ciuman lembut  di bibir Farra. "Maafkan aku," ucapnya.

Farra kembali menempelkan bibir mereka dan menyerang Sam dengan ciuman panas hingga napas mereka tersengal. Tangannya terus meraba, mengurut, mengelus, dan mengocoknya. Hingga Sam mengeluarkan geraman rendah menahan kenikmatan.

Sam berusaha membalas Farra, tangannya tidak diam, dia menjelajah setiap lekuk tubuh Farra, sesekali berhenti di tempat-tempat asing seperti dua gundukan kenyal lalu memerasnya, atau menjelajahi celah basah yang selalu mengeluarkan cairan kental. Napas mereka memburu.

Sam menaikinya, masih di dalam sleepingbag yang sempit, memposisikan miliknya ke arah celah di antara paha Farra, lalu memasukinya.

"Oooh..." mereka mendesah bersama.

Sam mulai menaik turunkan tubuhnya, mengeluar masukkan miliknya. Farra ikut bergerak mengimbangi gerakan Sam, dia kesulitan memposisikan kakinya karena tempatnya yang sempit, jadi dia hanya terlentang pasrah di sana sambil menggoyangkan pinggulnya maju mundur, memutar.

"Aaah..."

Desahan mereka terdengar bersahut-sahutan.

"Sam, lain kali... kita cari tempat yang lebih nyaman," ucap Farra sambil terengah saat mereka melepaskan diri satu sama lain.

"Ya, sleepingbag terlalu sempit dan terbatas," jawab Sam. Dia kembali memeluk Farra yang suhu badannya kini sudah panas, sama seperti diriya. Kekhawatirannya menghilang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro