Scandal

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Plaaakkk!

Wajahku sampai berpaling ke kanan terkena tamparan keras dipipiku yang dilayangkan oleh papa.

"Papa kecewa!"

Aku hanya diam seraya menahan air mataku agar tak jatuh didepannya.

"Sejak dulu papa enggak setuju dengan karir yang kamu pilih. Mau tahu kenapa? Karena dunia artis itu, dunia gemerlap yang penuh dosa. Sekarang kamu pun melakukan dosa itu!" jelas papa.

Matanya benar-benar memperlihatkan bahwa beliau sangat kecewa padaku. Aku juga tak sanggup melihat wajah papa. Beliau sangat aku hormati dan aku berniat membuat dirinya bangga dengan karir pilihanku.

Namun, takdir berkata lain.

Aku mengecewakannya. Bahkan sekarang aku telah membuatnya sedih, matanya berkaca-kaca saat menamparku. Aku tahu beliau ingin menangis.

"Tenang dulu, om. Saya akan bertanggung jawab pada Gia dan juga keluarga om." Pria di sampingku, seseorang yang sejak tadi berdiam diri kini mulai bicara.

Pria yang membuat semua ini menjadi rumit.

"Saya bisa apa? Memang seharusnya kalian mempertanggung jawabkan kelakuan kalian!" Papa menatap tajam ke arah pria di sampingku.

"Saya yang akan mengatur pernikahan kami agar terlaksana dengan cepat," lanjut Raga---pria tadi.

Aku menoleh ke arahnya dengan cepat, sungguh bukan ini solusi yang aku inginkan.

"Maksud kamu apa?!" Aku bertanya padanya dengan nada ketus.

"Kita akan menikah, semua aku yang akan mengaturnya. Kamu hanya..."

"Aku enggak mau nikah sama kamu, Raga!" Potongku cepat.

"Lalu, solusi apa yang terbaik buat membersihkan nama keluarga kita? Kamu mau hamil tanpa ada kejelasan ayah dari bayi kamu?!" tanya Papa.

"Tapi aku belum tentu hamil, Pa," sergahku.

"Gia! Kamu sudah tidur sama Raga, para awak media semua sudah mengetahuinya. Kamu masih bisa bilang, kalau belum tentu hamil?!" ujar Papa.

"Pa, bahkan Gia enggak tahu kejadiannya."

"Kamu mabuk berat, sayang. Mana mungkin kamu ingat kejadiannya," Raga berkata dengan lembut.

Aku langsung memicingkan sorot mata tajam kearahnya.

Ia benar-benar akan memperburuk suasana hati papa.

"Raga, saya serahkan semua pada kamu. Om, hanya ingin nama keluarga bersih dan tidak ada lagi skandal yang menyeret nama keluarga ini karena ulah Gia." Papa menatap ke arahku.

Lalu ia pergi begitu saja, naik ke lantai atas menuju kamarnya.

"Puas kamu?!" Aku menyorot tajam ke arah Raga.

Ia hanya tersenyum miring.

Senyum yang sangat kubenci. Aku membencinya.
Tapi kini aku harus terjebak dengannya.

"Tentu saja aku puas, kita akan segera menikah," jawabnya santai.

Ya ampun! Aku ingin sekali menjambak rambutnya.

"Ini pasti semua rencana kamu! Aku enggak pernah minum sampai mabuk!" Aku menunjuknya.

"Rencana apa? Bahkan aku enggak tahu kamu ada di club itu kemarin malam. Justru aku rasa, kamu yang mengikutiku dan sengaja pura-pura mabuk agar bisa tidur denganku? Itu club tempat aku biasa datangi, asal kamu tahu saja." Ia melipat kedua tangannya di depan dada.

"Kenapa jadi memutarbalikkan fakta?! Aku enggak sudi tidur sama kamu, pria brengsek yang menjijikkan!" Aku langsung pergi meninggalkannya setelah mengatakan kalimat itu.

"Gia!" panggilnya, ia mengejarku.

Dan, aku tidak peduli dengan teriakkannya yang terus memanggilku. Aku masuk ke mobil dengan cepat dan meninggalkan pekarangan rumah papa.

Aku tidak peduli dengan si brengsek itu.
Pria brengsek yang sangat aku benci dan aku hindari selama ini.
Tapi sekarang, aku harus kembali berinteraksi dengannya.

Bahkan, sudah lima tahun kami tidak pernah bertemu. Namun sejak seminggu lalu, sejak premiere film ku dirilis, akhirnya kami bertemu.

Aku juga tidak tahu ternyata ia adalah salah satu sponsor dari film yang aku mainkan.

Aku sangat terkejut dengan kehadirannya.

"Dasar brengsek!" Aku mengumpat lagi, entah ini sudah yang keberapa kalinya.

•••

"Gia, kontrak dengan brand X dibatalkan sepihak dari mereka." Itu suara Kinan, manajerku.

Aku memejamkan mata kembali.

Ini sudah lima kontrak kerjaku yang tiba-tiba dibatalkan sepihak oleh berbagai perusahaan, hari ini.

Entah apa lagi hal terburuk yang bisa terjadi hari ini.

"Gia, kita harus bicara!"

"Oh, Tuhan! Kenapa Engkau mengirimkan bencana padaku?" sindirku.

"Oh, ayolah! Kamu tahu, aku ini akan menjadi penyelamatmu," jawabnya tanpa merasa tersindir sama sekali.

Kinan segera meninggalkanku berdua dengan pria itu---Raga.

Ia datang ke rumahku dengan begitu mudahnya. Ini adalah rumahku sendiri, kubeli dari hasil kerja keras. Honor dari beberapa iklan dan film. Inilah hasilnya.

Dan sekarang, Raga datang ke rumahku tanpa permisi.

Ia duduk di sofa berhadapan denganku.

"Gia, besok kita ke butik untuk mengukur gaun pernikahan kita," ucapnya.

"Aku enggak pernah meng-iyakan tentang pernikahan konyol kamu itu!"

"Siapa bilang konyol? Tentu saja ini akan menjadi pernikahan paling megah dan aku akan menjadikanmu ratu paling cantik."

Aku muak mendengarnya. Sungguh, aku tidak sudi menikah dengannya.

Ia memainkan ponselnya setelah aku tak menjawab ucapannya.

"Aku yakin kamu akan setuju dengan pernikahan ini." Ia menyodorkan ponselnya padaku seraya tersenyum.

Aku menerimanya.

"Giani Putri (26 tahun), seorang aktris yang sedang berada pada puncak karirnya, kini sedang terkena gosip tidak mengenakkan. Di malam saat sedang berpesta bersama teman-temannya sesama artis, didapati Giani sedang mabuk berat dan dibawa oleh seorang pria pengusaha muda yang terkenal, Raga Adibrata (31 tahun) ke sebuah kamar hotel. Diduga mereka memang berkencan. Entah kencan sungguhan ataukah hanya kencan satu malam? Bahkan, ada rumor yang mengatakan bahwa, Giani Putri terlibat dalam bisnis prostitusi online. Mungkinkah Raga Adibrata menyewanya untuk sekali main? Berapa kira-kira tarif per malam untuk Giani yang sedang naik daun?"

Aku membaca tagline berita online dari ponsel Raga yang ia sodorkan padaku. Aku memejamkan mataku, menarik napas panjang.

"Menikah denganku, Giani Putri," ucap Raga tanpa ragu.

Aku membuka kedua mataku dan menatapnya dengan dalam.

•••

Raga benar.

Pernikahan kami sangat meriah, mewah dan gemerlap. Ia mewujudkan pesta pernikahan impianku. Padahal selama proses persiapan pernikahan, aku sama sekali tidak memberitahunya apa-apa saja yang aku inginkan di hari pernikahanku.

Seingatku, aku pernah mengatakan pernikahan impianku padanya saat kami masih menjadi sepasang kekasih dan aku masih begitu mencintainya.

Ya, dulu.

Sebelum aku membencinya dengan sangat.

"Nanti kalau aku menikah, aku ingin di outdoor dan pantai. Sepertinya akan sangat romantis. Lalu, bulan madu di pulau Maldives, yang katanya pulau yang sangat cantik dan romantis," ucapku kala itu, saat sedang bersama Raga di halaman kampus.

Aku saat itu masih kuliah dan Raga selalu mengantar jemputku. Saat itu ia sudah bekerja di perusahaan milik ayahnya.

Raga Adibrata, sangat digilai wanita manapun. Ia terlahir begitu sempurna. Wajah tampan, hidupnya juga mapan dan yang terpenting adalah, ia begitu menyayangiku. Itulah yang aku kira.

Dia selalu menjemputku ke kampus, terkadang ia membawa temannya. Dan dikenalkan dengan sahabatku. Jadilah kami sering melakukan kencan ganda.

Sahabatku, Lana berpacaran dengan Roy, teman Raga. Dan aku berpacaran dengan Raga.

Raga sangat perhatian dan peduli padaku. Ia ramah terhadap semua orang, bahkan banyak wanita yang sering salah sangka dengan sikap ramahnya itu.

Aku begitu jatuh cinta pada Raga. Benar-benar jatuh sampai sejatuhnya.

Jatuh sangat dalam.

Hingga pada saat aku sedang ke tempat kost Lana, tanpa sengaja aku melihat Lana sedang menungging dan mendesah karena hentakkan dari pria itu---Raga.

Aku benar-benar tidak menyangka, Raga akan melakukan hal itu. Bahkan, aku tidak percaya Lana juga akan mengkhianatiku.

Raga begitu kencang menghentak tubuh Lana. Walaupun mereka membelakangi pintu yang sedang kubuka, tapi aku tahu, itu Raga. Ia memakai hoodie bergambar Elang dibagian belakangnya, pemberianku.

Aku tidak melabrak mereka. Setelah melihat adegan tidak senonoh itu, aku langsung pergi dari sana. Dan memutuskan hubungan dengan Raga secara sepihak.

Ia terkejut saat aku mengucapkan kata putus. Ia tidak terima dan aku tidak peduli. Sejak itu aku menghindarinya dan pindah kost.

Dan pelan-pelan aku menghilang dari Lana dan Raga. Lalu aku fokus pada karirku di dunia akting. Sejak dulu, aku mencintai dunia akting dan model.

Dan kini, aku harus bertemu kembali dengan Raga. Pria yang mengkhianatiku dengan begitu dalamnya.

Kini ia berdiri disampingku dengan tuksedo berwarna putih. Dia masih tampan.
Bahkan sangat tampan, wajahnya lebih dewasa dan matang.

Ia menoleh kearahku dan tersenyum dengan lembut. Ia mengulurkan tangannya padaku.

"Dance with me," ucapnya lembut.

Aku melihat wajahnya dan aku menerima uluran tangannya.

"Kamu menakjubkan, Gia. Malam ini kamu sangat cantik," pujinya disela-sela kegiatan dansa kami.

Aku tersenyum.

"Kenapa kamu mau menikah denganku?" tanyaku.

"Aku masih mencintaimu, Gia. Sejak dulu, masih sama."

Aku tersenyum mencemooh.

"Itu sangat manis, Raga. Rasanya aku ingin muntah."

"Ada apa denganmu? Kamu begitu membenciku?" tanya Raga heran.

Aku melepaskan diri dari dekapannya, ia berdiri mematung menanti jawaban dariku. Tidak peduli dengan keadaan sekitar yang begitu meriah, para tamu juga sedang berdansa dengan pasangannya masing-masing.

"Ingat saja perjanjian kita, pernikahan kita hanya sebuah kontrak. Tidak lebih dari itu." Aku meninggalkannya setelah mengecup pipi kanannya.

Kecupan itu hanya untuk sajian para awak media. Karena tidak lucu jika pengantinnya tiba-tiba berhenti berdansa dan meninggalkan suaminya di lantai dansa sendirian.

Acaranya benar-benar meriah. Hingga malam menjelang, para tamu masih saja bersenang-senang. Aku sudah masuk ke kamar hotel. Raga menyewa hotel di Bali ini untuk pernikahan kami.

Hotel yang langsung mengarah ke pantai.

Aku sudah mandi dan bersiap untuk tidur.

Raga datang, ia sepertinya baru selesai mengobrol dengan teman-temannya di bawah.

"Malam ini kita sah menjadi suami istri, seharusnya kita bisa melakukan sesuatu yang panas di ranjang besar itu," ujar Raga.

"Tidak akan dan jangan berharap aku akan bersedia tidur satu ranjang denganmu!" Aku membawa selimut tebal ke sofa panjang.

Aku bersiap akan tidur di sana sendirian, tentunya.

"Gia, aku suamimu sekarang. Seharusnya kamu melayaniku malam ini," ucapnya.

"Jangan harap!" Dan aku menutupi tubuhku dengan selimut tadi.

Selanjutnya aku hanya mendengar Raga memasuki kamar mandi dan setelah itu entah apa lagi. Aku langsung terlelap karena lelah seharian menjadi pengantin.

•••




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro