Scandal (2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Morning, wife," senyum lembut Raga menyapaku saat membuka mata pertama kalinya.

"Morning."

Aku menggeliat dan menutup kembali tubuhku dengan selimut.

"___"

"___"

"Kenapa aku bisa ada di kasur?!" Aku langsung membuka selimutku tadi saat tersadar aku kini di ranjang besar berdua dengan Raga.

"Aku yang memindahkanmu semalam," jawab Raga.

"Kamu enggak melakukan hal aneh-aneh kan?"

"Aneh itu seperti apa? Jelaskan."

"Kamu enggak pegang-pegang tubuhku kan?" Aku.

"Kamu kan istri aku, mau aku pegang, mau aku remas, mau aku tiduri juga enggak masalah sebenarnya."

"Kurang ajar!" Aku melempar bantal kearahnya.

Ia terkekeh geli melihatku yang marah.
Entahlah, aku benar-benar membencinya tertawa ringan seperti itu. Bahkan ia tidak pernah mengatakan maaf soal kesalahannya dulu.

Selesai sarapan di hotel, kami berencana kembali ke Jakarta. Sebenarnya ini keinginanku.
Aku benar-benar tidak ingin berada di Bali bersama seseorang yang amat aku benci.

Itu kota romantis, seharusnya aku bersama seseorang yang aku cintai dan melakukan hal-hal romantis disana.

Bukannya terjebak bersamanya!

Setelah penerbangan melelahkan dan membosankan dari Bali, kami menuju rumah kami. Ya, ini rumah yang dibeli oleh Raga untuk pernikahan kami.

Ia benar-benar merencanakan dengan matang sekali. Bahkan rumah ini sangat mewah, besar dan indah.

Kami menuju lantai dua, ia memasuki kamar utama dan aku memasuki kamar sebelahnya. Lalu tak lama ia menghampiriku.

"Apa kita harus pisah kamar?" Raga.

"Iya," jawabku tanpa menoleh dan tetap sibuk merapikan koperku.

"Gia, semua aku turuti kemauanmu. Tapi untuk yang ini, aku tidak bisa menyetujuinya."

"Itu urusanmu! Aku enggak peduli!"

"Aku enggak mau sampai pembantu dirumah ini tahu keadaan kita yang sebenarnya. Bagaimanapun, aku seorang pemimpin di perusahaan dan aku enggak mau kehidupan rumah tanggaku yang aneh ini sampai bocor keluar!" Ia memegang pundakku dengan kencang, ada sorot amarah dimatanya.

Aku menelan salivaku dan akhirnya aku menyetujui keinginannya.

Dan, disinilah aku. Sekamar dengan suami yang amat kubenci.

Tiga bulan tidak terasa kehidupan rumah tangga yang konyol ini berjalan dengan semestinya.

Karirku didunia artis kembali cerah lagi, tentu saja ini semua berkat bantuan Raga. Selesai pesta pernikahan kami, seminggu kemudian ia melakukan konfrensi pers. Dan tujuannya adalah membersihkan namaku.

Aku tidak memintanya, aku juga tidak tahu ia akan melakukan konfrensi pers seperti itu. Aku sempat terpesona dengan rasa peduli dia. Seperti dulu, ia memang peduli. Namun, sekali lagi aku tepiskan perasaan itu.

Aku tidak mau sakit hati untuk kedua kalinya. Aku tidak mau jatuh seperti dulu.

Hari ini, aku akan melakukan syuting film terbaruku. Lawan mainku adalah seorang aktor yang sedang naik daun juga. Mungkin usianya lebih tua dua tahun dariku, ia juga memiliki paras tampan dan senyum yang ramah.

Saat sedang rehat syuting, menunggu scene kami, aku dan Andre---aktor lawan mainku duduk seraya bercengkrama. Terkadang juga ia selalu membuat lelucon yang tak jarang aku selalu tertawa sampai terbahak-bahak.

"Gia, aku senang denganmu, kamu tidak pernah menjaga image didepanku. Bahkan, tertawa terbahak-bahak seperti itu, kamu tidak malu," ucap Andre kala itu.

"Ada apa dengan tertawa terbahak-bahak? Bahkan itu mengasyikkan."

"Ada beberapa artis wanita yang menjaga image untuk tidak melakukan hal itu, mereka takut terlihat 'jelek'," jelas Andre.

"Enggak ada dikamusku untuk jaga image didepan teman."

"Kalau saja kamu belum menikah, mungkin aku akan menjadikanmu kekasihku."

Aku terdiam mendengar ucapannya. Ia menatapku dalam, begitu juga aku.

"Sayang, kamu disini rupanya," sapa sebuah suara yang amat aku benci.

Aku langsung beralih pandangan kearah suamiku, Raga datang ke lokasi syuting.

"Tumben kamu kesini?" Aku bertanya dengan nada manis.

Ia menghampiriku dan mengecup kedua pipiku.

Oooh! Manis sekali, seperti layaknya suami istri yang saling mencinta.

Kurasa, Raga lebih cocok menjadi seorang aktor dan ia pasti akan mendapatkan penghargaan sebagai aktor terbaik menjadi suami idaman.

"Aku kangen," jawabnya.

Menjijikkan!

"Memangnya kamu enggak sibuk?"

"Aku bisa meluangkan waktu untuk menemui istriku," lagi, jawaban penuh kelembutan dan mesra.

"Anda suami idaman para istri, Pak Raga," Andre.

"Terima kasih."

"Saya Andre, lawan main Gia dalam film ini," Andre memperkenalkan dirinya seraya mengulurkan tangannya.

"Ya, saya sudah tahu," jawab Raga dengan penuh senyum, namun ia tak membalas uluran tangan Andre.

Andre canggung karena Raga tidak menjabat tangannya.

"Aku bawain makanan buat kamu makan siang," Raga kembali bicara denganku seraya menunjukkan kantong plastik dari sebuah logo restauran yang terkenal.

•••

"Dengar, Gia! Aku enggak suka kamu terlalu dekat dengan Andre!" Raga.

"Kamu jangan aneh-aneh deh! Andre itu lawan main aku, enggak mungkin aku ngejauhin dia. Justru kami harus dekat, agar ada chemistry-nya!"

"Apa enggak bisa kamu turutin kemauan aku ini? Apa susahnya hanya menjaga jarak? Kenapa kamu sama sekali enggak memikirkan keadaan pernikahan kita?"

"Dengar, ya! Aku bahkan enggak berharap sama pernikahan ini. Kamu tahu kan alasan kita menikah? Bahkan dari awal aku sudah menolak kamu!"

"Kenapa? Bahkan kamu enggak berusaha untuk mempertahankan pernikahan kita?" Raga menatapku dengan tatapan tak percaya.

"Untuk apa? Agar aku jatuh cinta sama kamu, lalu kamu nyakitin aku lagi?"

"Apa maksud kamu?!"

"Bahkan, kejadian beberapa tahun lalu, pengkhianatan kamu, sama sekali enggak berarti buat kamu!" Aku.

"Pengkhianatan apa?! Aku bahkan enggak tahu kesalahan aku apa?"

"Cih! Pura-pura lupa!"

"Aku enggak tahu kesalahan aku apa? Kamu yang tiba-tiba pergi meninggalkan aku tanpa sepatah katapun!" Raga.

"Apa kesalahan kamu? Kamu mengkhianatiku, Raga! Kamu tidur dengan Lana dibelakangku!" Aku mulai berteriak didepan wajahnya.

Raga diam.

Ia sangat terkejut mendengar ucapanku.

"Aku enggak pernah melakukan hal gila sama sahabat kamu itu," Raga menggeleng.

"Kamu pikir aku percaya?! Aku melihat kamu secara langsung ditempat kostnya, saat kamu sedang asyik menggenjotnya dari belakang!"

"Ya, Tuhan! Aku enggak pernah melakukan itu! Itu bukan aku!" Raga menarik rambutnya dengan kasar, menunjukkan wajah frustasinya.

"Kamu pikir aku peduli?!" Aku segera pergi meninggalkannya sendiri di kamar.

Aku turun ke kolam renang di belakang dan duduk dipinggiran kolam dengan memasukkan kakiku kedalam kolam. Menghela napas panjang dan memejamkan kedua mataku.

Lega rasanya, mengeluarkan semua beban selama ini. Semua sudah aku katakan pada Raga. Segala alasan kebencianku padanya, semua sudah ku utarakan.

Sepertinya malam ini aku akan tidur di kamar tamu saja.

Tiga bulan pernikahan ini terasa menyesakkan. Tidak ada kemajuan sama sekali. Walaupun Raga benar-benar tidak pernah menyentuhku, sesuai janjinya, tapi tetap saja rasanya aku masih muak melihat wajahnya.

❤️❤️❤️

Apa yang sebenarnya terjadi sih?

Raga pura-pura lupa atau emang beneran enggak ingat?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro