Bab 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mata Mima nyaris terpejam sebelum akhirnya kembali terbuka karena mendengar suara pertengkaran di luar kamarnya. Perempuan itu bergegas keluar dari kamarnya dan mencari sumber suara yang dia dengar.

Setelah menemukannya, Mima sangat terkejut karena Fiona, anak perempuan Om Raka tengah bertengkar dengan ayahnya.

"Iya, memang aku tuh bukan cewek baik-baik kaya Mima! Papa sendiri tau itu! Sekarang, Fiona mau pergi aja. Fiona nggak mau tinggal di sini. Fiona nggak mau tinggal sama papa!"

Fiona nyaris pergi sebelum akhirnya ditarik masuk oleh ayahnya. Dengan perlawanan yang sangat kuat, tenaga Fiona masih kalah jauh dengan tenaga ayahnya yang sebenarnya mantan atlit judo saat sekolah dulu.

"Aku nggak mau masuk, aku mau pergi!" teriak Fiona lagi dan Om Raka akhirnya mengangkat anak perempuan itu di atas bahunya.

Beliau membawa Fiona naik ke lantai dua rumahnya, di sanalah kamar perempuan itu berada.

Tante Vita terlihat menangis ketika memperhatikan suami juga anaknya bertengkar cukup hebat dan Mima mencoba untuk menenangkan beliau. Mima kemudian mengajak Tante Vita untuk duduk di ruang keluarga dan perlahan mengusap punggung istri dari omnya tersebut.

"Tante yang sabar ya," ucap Mima menenangkan Tante Vita. Namun, beberapa menit kemudian terdengar suara teriakan dari Fiona dan Tante Vita segera berlari ke kamar anak perempuannya itu.

Mima tak berani untuk ikut campur dalam masalah keluarga omnya. Namun, perasaannya menjadi sedikit resah saat mendengar sepupunya itu berteriak.

Walau bukan untuk pertama kalinya dia mendengar suara itu. Namun, Mima tetap saja ketakutan mendengarnya.

Cukup lama Mima menunggu Om dan tantenya itu turun dari lantai dua. Perasaannya benar-benar campur aduk dan rasa kantuknya tiba-tiba hilang begitu saja.

Mata Mima kemudian menangkap sosok omnya yang baru saja turun dari lantai dua. Wajahnya terlihat lusuh dengan keringat yang membasahi bajunya.

Om Raka masih sempat tersenyum ke arah Mima yang langsung berdiri dari duduknya. Tidak ada ucapan yang keluar dari perempuan itu karena dia takut salah bicara dan malah membuat masalah baru.

Om Raka kemudian berjalan mendekat ke arah Mima dan mengusap lembut kepala keponakannya tersebut. "Maaf ya sudah ganggu tidur kamu. Sekarang kamu bisa tidur."

Mima tersenyum canggung dan mengangguk pelan. "Baik, Om. Aku pamit pergi ke kamar ya. Selamat malam, Om."

"Malam."

Sepeninggal Mima, Om Raka menghela nafasnya dengan kasar. Tubuhnya yang besar kemudian dia jatuhkan di atas sofa. Kepalanya terasa berat dan tangan kanannya kemudian memijat pelipis yang sudah mulai basah dengan keringat.

"Kenapa dia harus cemburu dengan Mima?" monolog Om Raka setelah mengingat ucapan yang keluar dari mulut Fiona.

Sudah berkali-kali Fiona cemburu pada Mima padahal perlakuan mereka jelas sama. Namun, Fiona memang gadis yang nakal dan susah diatur. Hal itulah yang membuat dia sering kali bertengkar dengan ayahnya.

Mima kembali mencoba untuk tidur setelah masuk ke dalam kamarnya. Namun, matanya tak kunjung tertutup sehingga dia memutuskan untuk pergi ke dapur.

Mima mengambil sebuah minuman botol dan ingin langsung kembali ke kamarnya. Tetapi, saat berbalik tubuhnya menabrak orang lain dan Mima segera meminta maaf.

"Maaf," ucap Mima pelan yang malah membuat orang di hadapannya bingung.

"Nggak pa-pa, santai aja," ucap orang itu yang ternyata adalah Aska.

Aska berlalu pergi menuju kulkas dan terlihat tengah sibuk memilih minuman. Di sisi lain, Mima terfokus pada punggung sepupunya itu yang umurnya lebih tua dari Mima.

Aska membalikkan tubuhnya setelah mengambil minuman dari kulkas dan sedikit bingung saat melihat Mima masih ada di hadapannya. "Lo kenapa?" tanya Aska yang berhasil membuat Mima salah tingkah.

"Nggak pa-pa kok," ucap Mima sembari berlari kembali ke kamarnya.

Sesampai di kamar, Mima segera naik ke atas kasurnya dan mulai membuka ponselnya. Saat tengah sibuk membuka beberapa halaman di google, pintu kamarnya terbuka.

Mima sangat terkejut saat melihat Aska tiba-tiba masuk ke kamarnya. Perempuan itu segera bangun dari duduknya dan berjalan mendekat ke arah pintu kamarnya.

"Kenapa, Kak?" tanya Mima yang memang biasa memanggil Aska dengan panggilan Kakak.

"Kenapa nggak dikunci pintunya?"

Mima menatap pintu kamarnya dan teringat bahwa dia lupa mengunci pintu tersebut. "Eh, iya, Kak. Maaf. Saya lupa."

"Lain kali, jangan gitu. Di sini bukan cuman kita yang tinggal, tapi ada orang lain. Nanti lo diapa-apain lagi."

Mima mengulum bibirnya karena gugup. Benar kata Aska, bahwa di rumah mereka ada beberapa pekerja yang ikut tinggal dan sebagiannya adalah pria.

"Iya, Kak. Maaf."

"Yaudah, gue mau ke kamar. Jangan lupa kunci kamar lo."

"Iya, Kak."

Aska keluar dari kamar Mima dan perempuan itu segera mengunci kamarnya. Setelah terkunci dengan benar, Mima kembali naik ke atas kasurnya.

Aska memang sangat berbeda dengan Fiona. Walau terlihat cuek. Namun, sepupunya itu sebenarnya sangat perhatian apalagi pada hal-hal kecil yang sering kali terabaikan.

Mima yang mulai ngantuk kemudian tertidur dan saat bangun dia sangat terkejut karena waktu sudah nyaris menunjukkan delapan pagi. Biasanya Mima akan bangun jam enam karena dia sering kali membantu beberapa pekerja untuk mengurus dapur.

Tanpa mandi, Mima segera keluar dari kamarnya dan mendapati semua penghuni rumah sudah duduk di kursi meja makan. Fiona yang melihat Mima baru saja keluar dari kamarnya langsung menatap tajam ke arah perempuan itu.

Di sisi lain, Om Raka malah melambaikan tangannya untuk mengajak Mima sarapan. "Ayuk, sini, Mim. Sarapan dulu," ajak Om Raka yang malah membuat Fiona berdecih kesal.

"Jam segini baru bangun, udah kaya yang punya rumah aja. Eh, bukannya emang yang punya rumah ya," sindir Fiona yang langsung membuat Mima merasa sedih.

"Aku nanti aja sarapannya Om, aku belum mandi soalnya," jelas Mima dengan canggung.

"Nggak pa-pa. Makan dulu bareng kami," ajak Om Raka lagi yang malah membuat Fiona beranjak dari duduknya.

"Fiona pergi kuliah dulu, Mah, Pah."

Fiona beranjak dari tempat duduknya. Namun, saat berjalan keluar dari rumah dia sengaja menabrakkan tubuhnya ke arah Mima dan hal itu berhasil membuat tubuh Mima sedikit oleng.

"Fiona!" panggil Om Raka dengan suara tegasnya. Namun, Fiona tidak mendengar panggilan itu dan tubuhnya sudah tak terlihat lagi di rumah besar tersebut.

Mima dan Fiona hanya berbeda satu tahun. Namun, Fiona masih kuliah dan belum lulus. Berbeda dengan Mima yang sudah lulus setahun yang lalu. Kalau Aska, pria itu sudah bekerja di perusahaan milik ayahnya alias Om Raka.

"Nggak usah didengerin ya, omongan Fiona," ucap Tante Vita menenangkan Mima yang kini masih terpaku menatap kepergian Fiona.

Mima membalik tubuhnya dan tersenyum ke arah keluarga omnya tersebut. "Iya, Tan. Nggak pa-pa kok."

"Ya udah, makan dulu, abis itu kamu mandi, makanannya nggak enak loh kalau dingin."

Mima mengangguk pelan dan kemudian duduk di sisi Aska yang tengah sibuk makan. Perempuan itu kemudian melirik ke arah Aska beberapa kali sehingga membuat pria itu menatap balik ke arahnya.

"Kenapa?" tanya Aska yang langsung dibalas gelengan oleh Mima.

"Nggak pa-pa kok, Kak."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro