23 - DUA TAHUN LALU (SPIN OFF LAST)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Siapa juga yang tahan dan mau musuhan lama-lama dengan sahabat sendiri? -Fayla Putri-

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Luna melangkah perlahan masuk ke kelas. Masih sepi, hanya ada sebuah tas di bangku seseorang. Sepertinya itu bangku milik Panji. Sementara kursi di sampingnya tempat Oliv—teman sebangkunya duduk—masih kosong. Begitu juga depannya yang biasa diisi oleh Vanya dan Fay masih tampak tak berpenghuni.

DUK!

Luna yang baru melangkah beberapa meter dari pintu agak terlonjak mendengar bunyi tersebut. Sepertinya berasal dari bawah sebuah meja. Diberanikannya diri untuk melangkah ke meja tersebut. Itu meja Panji.

Sebuah kepala menyembul dari bawah. "Eh? Lo Luna kan? Gue gak sadar ada orang." Katanya sambil bangun dan tersenyum malu begitu tahu ada orang yang melihat aksinya. Ia mengusap kepalanya dan meringis kesakitan.

"Lo ngapain?"

Panji celingak celinguk.

"Enggak, ini, pulpen gue jatuh ke bawah. Terus gak tau kemana." Katanya sambil masih menengok ke arah bagian bawah meja.

"Mau gue bantuin?" Luna menawarkan diri. Tanpa aba-aba ataupun jawaban, cewek itu langsung menaruh tas nya asal dan menunduk. Ikut mencari dibawah meja.

"Gak usah eh."

"Udah gue bantuin...tunggu...mana ya..." Tangannya meraba-raba.

Sekitar 2 menit ia mencari pulpen itu. Dari meja Panji ke meja depannya yang masih kosong.

"Ketemu! Ini kan? Pulpen minyak ini?" tubuhnya terangkat bangkit sambil membawa sebuah pulpen. Panji lalu tersenyum dan mengangguk.

"Thanks"

Luna menyimbolkan 'ok' dengan ibu jari. Lalu ia kembali mengambil tas nya dan pergi ke meja biasa nya ia belajar. Sementara Panji tersenyum memandangi Luna yang menjauh dari tempatnya berdiri.

Tangannya merogoh tas perlahan. Mengambil sesuatu. Sebuah coklat yang dihiasi pita berwarna merah. Dipandanginya lekat-lekat coklat itu. Silverqueen Chunky Bar Almond merah yang dibeli nya semalam masih terasa dingin karena ia masukan freezer.

Semoga Fay gak marah deh.

Lalu ia menulis sesuatu di kertas kecil, dan meletakkannya di kolong meja milik Fay.

Beberapa menit berlalu, kelas makin ramai, satu persatu anak datang silih berganti. Tak membiarkan pintu beristirahat dari buka tutup. Tak lama setelah itu, Fay dan Vanya datang. Mereka menaruh tas di meja dan langsung menghadap ke arah Luna yang tengah asyik membaca novel yang dibawanya.

"Luna! Gimana Rascal kemaren dapet SMS dari gue? Seneng gak dia?" dengan pede nya Fay menutup novel bacaan Luna begitu saja. Membuat gadis itu nyaris kaget. Luna hanya tertawa.

"Ih kok ketawa? Gimana dia? Apa reaksinya?" Fay tancap gas. Seperti Rascal telah membutakan matanya, ia tak mau ada yang merebut Rascal darinya.

"Udah Fay, Rascal nya gak suka kali sama lo. Mending dengerin cerita gue, waktu kemaren gue itu dikasih coklat looooh sama Dioooon ih dia romantis banget gak sih?"

DEG!

Jantung Luna terasa seperti di pompa begitu cepat. Aliran darahnya menegang. Lagi-lagi Dion. Tidak bisakah ada orang lain selain Dion?

"Eh, Fay..." Luna memberanikan diri untuk membuka mulut.

Lalu mereka terpaku kepada Luna.

"Kenapa, Lun?"

"Fay maafin gue ya..."

Fay mengangkat sebelah alisnya. "Maaf? Kenapa?"

"G—gue harus berhentiin perjodoh-jodohan lo sama Rascal. Gue harus berhenti jadi mak comblang lo."

Mata Fay membelalak kaget. Seolah tak terima apa yang baru saja dikatakan Luna. "Kenapa? Lo gak suka gue deket sama sahabat lo? Lo takut gue ngerebut dia, ya?"

"Bukan gitu—"

"Lo munafik banget, Lun! Lo yang bilang mau bantuin gue sama dia biar jadian. Lo juga yang janji mau bikin dia naksir sama gue dengan segala cara, kenapa sekarang lo malah menjilat ludah lo sendiri?!" Fay membentak Luna sambil memblokade jalan keluar dari bangkunya. Otomatis mereka menjadi pusat perhatian seluruh anak-anak dikelas. Termasuk Rascal yang baru saja sampai di pintu kelas.

Luna menelan saliva nya, "oke gak apa lo bilang gue munafik atau yang lainnya, tapi jujur, gue gak bisa bohong sama diri gue sendiri, gue gak bisa terusin ini. Gue tanya sekarang, apa bisa dua hati yang tak saling mencintai disatukan? Enggak kan?"

Fay diam. Lalu membuka mulut kembali, "gue ngerti, tapi gue gak suka, lo harusnya kalo udah ada janji dipegang dong! Konsisten sama janji lo sendiri! Jangan main kabur gitu aja. Kalo emang gak bisa harusnya lo bilang enggak, kan? Bukannya malah PHP gini!" Fay menunjuk-nunjuk wajah Luna. Luna agak sedikit sakit hati, namun ia tahu ini salahnya dan harus ia pertanggungjawabkan.

Vanya mulai mencoba melerai mereka berdua, "udah sih woi! Inget kita itu sahabat! Jangan gara-gara cowok kalian malah—"

"Diem! Lo bahkan gak tau apapun." Fay beralih ke wajah Vanya. Nyali Vanya ciut seketika. Ia berusaha tutup mulut.

"Iya gue minta maaf banget, beribu maaf buat lo. Gue salah besar sama lo. Gue nyanggupin, tapi cuma setengah hati. Sekarang gue sadar, Fay, perasaan orang itu bukan mainan, percuma gue comblangin lo sampe gue muntah darah juga kalaupun Rascal nya gak ada rasa sama lo kalian gak bakal bisa satu. Yang ada dia malah ilfeel setiap kali liat lo."

Fay tetap bersikeras. "Tetep aja gue gak terima kalo—"

"Maaf, keputusan gue udah bulat, silakan lo cari 'mak comblang' lain kalo lo tetep mau pertahanin dia. Minggir." Luna yang termakan emosi hanya bisa berucap pendek lalu menabrak bahu Fay untuk memberinya jalan keluar.

Ia berpapasan dengan Rascal di pintu kelas. Rascal yang masih tak percaya dengan apa yang di dengarnya. Masih menatap lurus kedepan padahal orang tadi sudah berpapasan tepat di sampingnya.

***

Persahabatan yang dibangun selama sebulan kini telah retak begitu saja. Menyisakan serpihan masa lalu yang patut dikenang. Ini sudah dua bulan sejak Fay dan Luna tak pernah tegur sapa, tiga bulan kemudian tiba-tiba saja Vanya mengabarkan bahwa persahabatan mereka cukup sampai detik itu. Ia akan pergi ke Amsterdam ikut orangtuanya, mereka mungkin akan jarang sekali bertemu, atau bahkan tidak akan pernah lagi bertemu. Apalagi saat mereka tahu, bahwa saat kenaikan kelas, akan diacak lagi kelas dan penghuninya. Akses mereka bersahabat lagi seperti nya sangat jauh dari mata. Atau mungkin mereka memang tidak ditakdirkan untuk bersahabat terus?

Vanya pergi mendadak, Fay menjauh. Kini, siapa lagi sahabat perempuannya?

Oh ada, Sofi.

***

"Ayo dong, Fay. Lo gak boleh emosi gitu. Bener kata Vanya. Masa cuma gara-gara cowok gue sama Luna berantem? Kan gak lucu." Fay memotivasi dirinya sendiri di kamar. Memikirkan hal yang beberapa waktu lalu terjadi.

"Tapi kan dia yang salah. Kenapa harus gue yang nyesel?" kali ini evil nya yang maju.

"It's alright. Semua orang bisa punya salah, kalo yang Maha Kuasa aja bisa maafin kesalahan umat nya, kenapa yang manusia ciptaannya sombong dan malah gak mau maafin kesalahan sesama? Lagian hello, siapa juga yang mau dan tahan musuhan lama-lama sama sahabat?"

Kali ini Fay memutuskan, ia tak lagi dendam dengan Luna. Tapi bagaimana cara menyampaikannya? Kapan? Saat apa?

***

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hehe, gimana Spin Off nya?

Vote n Comment ya!

Terutama kritik dan saran!

Dank~~

JAKARTA, 27 MEI 2017

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro