24 - MATA

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mata itu, tidak pernah bisa berbohong. -Author-

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Gitu deh...oh iya, Luna, lo mau cerita apa tadi? Abis ketemu siapa?"

Suara seseorang dari sebrang telepon terdengar lembut namun agak nyaring. Ia menceritakan kisah masa lalunya, bagaimana ia bisa mengakui kesalahannya terhadap Luna. Dan memperbaiki logika Luna yang masih bingung kenapa Fay tiba-tiba datang tanpa rasa bersalah.

"Gue—"

"Gue tadi ketemu lagi sama Dion."

Hening.

"Helawww seriusan? Boong lo boong. Masa iya? Dia bisa ketemu lo dimana?"

"Bukan ketemu, sengaja bertemu. Dia nelfon gue dan minta ketemu gitu aja."

"Terus lo iya-in?"

"Ya...iya"

"Harusnya tuh gak usah lo tanggepin. Udah tau dia mantan Vanya, dan mereka putus gara-gara Dion yang kasar sama Vanya a.k.a. pacarnya sendiri. Apalagi nanti sama lo yang bukan siapa-siapanya?"

Jantung Luna berdegup cepat mendengar kalimat yang mengalir terus dari suara Fay. Benar. Namun ada sedikit sakit menusuk ke hati nya saat mendengar Fay berkata seperti itu.

"Iya lo bener. Tapi mau gimana lagi?"

"Gimana? Ya pasti lo harus—apa Bunda? Oh iya sebentar—Eh Lun gue mau keluar bentar ya, disuruh beli sesuatu sama Bunda. Nanti lanjut lagi deh. Bye."

----TUUT----

Luna menghembuskan nafas nya. Tengkuknya sedikit berkeringat dingin. Sebenarnya, sejak Fay menelepon nya untuk menjelaskan sesuatu secara tiba-tiba, pikirannya masih terus membayangkan kejadian dua tahun lalu. Belum lagi tadi sesaat dia jalan dengan Dion, laki-laki itu pun memaksa otaknya untuk menengok peristiwa lalu.

Untuk sedikit me-refreshing pikiran dan tubuhnya, ia memutuskan pergi ke teras depan rumah untuk sekedar duduk.

Ia langsung mengambil posisi ternyaman di kursi putih yang berada di samping pintu. Mata nya mengedar pandang ke sekeliling rumah. Menatap rerumputan yang terhampar di depan matanya. Lalu kembali hembusan angin keluar dari mulutnya. Masalah lagi nih.

Luna kembali membatin. Sembari membayangkan, pertamakali ia kenal dengan Dion sebelum Vanya, dan pertamakali ia sadar akan perasaannya untuk siapa. Ia tergugah akan setiap kata yag diucapkan Dion. Luna rindu dengan Dion saat itu, namun rindu itu juga menyiksanya di setiap detik kesadarannya. Maka, saat itu pula ia memutuskan untuk membenci seorang Dion. Tabu rasanya, membenci seseorang yang sudah terlanjur hadir. Namun rasa tabu itu perlahan hilang saat Rascal kembali menyadarkan Luna tentang keberadaannya.

Luna memejamkan mata. Ia sangat ingin bernafas lega. Dalam imajinasi nya, ia berada di suatu persimpangan jalan yang sulit untuk dipilih. R or D? Rasanya sangat tulus, ia sendiri jadi bingung sebenarnya rasa tulus itupun untuk siapa? Awal pertama ia mencoba menjauh dari Dion, seperti ada yang hilang dari separuh dirinya. Perlahan, rasa hilang itu kembali dilengkapi oleh seseorang yang masuk begitu saja.

Sayangnya, Luna baru menyadari keberadaan orang itu. Semuanya mulai membaik, menjadi sangat baik. Hidupnya lengkap lagi. Pada dasarnya, Luna dan Rascal sama-sama menyimpan rasa.

Mereka saling membuat satu sama lain jatuh cinta berkali-kali.

Kapan rasa itu terungkap?

Mungkin suatu saat.

Tapi,

Dion kembali.

Ia datang dan memaksa otaknya memutar ulang kejadian dua tahun silam. Memaksa hati nya merasakan nyeri untuk kedua kalinya.

Tak sengaja, ia menatap ke langit-langit, terdapat banyak bintang disana. Tak seperti biasanya. Mungkin hari ini, langit sedang bahagia, entah karena bulan dan bintang kembali bertemu, atau tak ada gemuruh sendu di langit. Sangat bertolak belakang dengan keadaan Luna saat ini. Bimbang.

Sebelum sebuah suara dari arah belakang mengagetkannya, "Kak?"

Tubuhnya terlonjak lalu menoleh. "Kenapa, Sof?"

"Anterin ke fotocopyan dong...mau fotocopy buku temen."

"Sekarang?"

Sofi memutar bola matanya malas. "Iya. Kakak kenapa sih?"

Luna menggeleng. "Enggak." Lalu ia menghampar senyum ke hadapan Sofi. "Ya udah, ayuk." Luna merangkul adiknya menuju ke luar rumah.

Luna memang tidak bisa naik kendaraan pribadi seperti motor atau mobil, Sofi apalagi. Makanya, Sofi minta diantar oleh Luna ke tempat fotocpy yang letaknya lumayan jauh.

Sepanjang perjalanan mereka asik bercerita.

"Kak...mau nanya deh..."

Nada suara Sofi berubah serius.

"Kak Luna itu sebenernya, suka ya sama Kak Rascal?"

Luna sempat terdiam.

Hanya langkah kaki mereka berdua yang terdengar. Di bawah lampu jalan, dan hanya ditemani remang-remang.

"Kenapa nanya gitu?" Luna membalas.

"Nanya aja."

"Kalo iya kenapa?"

Kali ini gantian Sofi yang terdiam. "Gak apa-apa. Cocok kok cocok hehe." Lalu menyunggingkan senyum.

Luna tersenyum kembali. "Terus kenapa mau diajak ketemu sama Dion?"

DHEG!

Luna agak kaget mendengar pertanyaan itu. "Tau dari mana kamu?"

"Tadi aku kan cari kakak siang-siang. Eh kata Mama, Kakak keluar. Ya udah deh, aku cari Kakak dan ketemu Kak Luna lagi sama cowok. Pas malem tadi, aku pengen minta anterin, aku denger Kak Luna lagi telepon seseorang dan cerita tentang cowok tadi tapi pake nama." Jelas Sofi panjang lebar.

Luna malu. Ia merona karena malu. "Ih usil banget ya Adik yang satu ini!" Tangannya menjitak kecil kepala Sofi. Sambil tertawa.

"Ih sakit tau!"

"Haha makanya jangan kepo. Dion cuma mantan kakak kelas waktu Kakak masih kelas sepuluh. Dia dua tahun lebih tua dan lulus duluan."

Sofi mengangguk. Namun ia membatin.

Kirain ada celah buat gue masuk diantara Rascal dan Kakak, taunya Dion cuma mantan kakak kelasnya Kak Luna. Itu artinya Kak Luna masih punya perasaan yang sama ke Rascal. Oh.

"Kalo kamu? Ada yang kamu suka?"

Luna mengagetkan Sofi dengan pertanyaan nya. Mendadak atmosfer terasa panas.

"Eh, tuh tempat fotocpy nya udah deket!" Sofi berlari kecil ke arah tempat fotocopy yang memang sudah tak jauh jaraknya dari tempat mereka berdiri.

Ia niat buru-buru untuk fotocopy buku, atau hanya mengalihkan perhatian?

Dan pilihan kedua adalah yang paling tepat menurut Luna. Mengalihkan perhatian.

***

"Makasih ya kak, udah anterin aku"

"Sama-sama, lagian emang ini tugas untuk kapan, Sof?"

"Besok."

Luna mengangguk. Kakinya melangkah naik keatas tangga mendahului Sofi. Ditengah langkah, Sofi memanggilnya.

"Kak," Luna menoleh.

"Kenapa?"

Sofi diam. Hati nya ingin sekali bertanya sesuatu, dan menyatakan perasaan sebenarnya kepada Rascal. Namun Sofi berpikir dua kali. Ini bukan saat yang tepat. Akhirnya ia hanya tersenyum.

"Ikut."

Aneh, kali ini Sofi malah mengikuti Luna kedalam kamarnya. Membuat Luna sendiri kebingungan.

"Kenapa ngikutin mulu deh kamu?"

"Gak apa-apa. Aku boleh ya nginep semalem aja di kamar Kak Luna? Hehe."

Luna terkekeh geli. "Aneh banget sih tumben, tiba-tiba minta nginep."

"Loh emang gak boleh kalo adiknya sendiri nginep?"

"Bukannya gak boleh sih," Luna menggaruk keningnya yang terasa gatal.

"Tapi yaaaa udah deh. Ayo masuk." Luna mengibaskan tangannya tanda mengajak Sang Adik untuk masuk.

Mereka berdua langsung merebahkan tubuh kearah yang berlawanan—namun kepala mereka berdekatan. Luna mengarahkan kakinya keatas kepala tempat tidur sementara Sofi mengarahkan kakinya menggantung kebawah tempat tidur. Disana mereka memandang lurus keatas plafon kamar. Lampu kamar mati, dan hanya ada cahaya Si Raja Malam yang benderang melelalui jendela kaca memantul ke arah plafon. Plafon yang dihiasi ukiran wallpaper lukis berwarna hitam dan putih itu langsung terlihat indah. Ditambah dengan untaian lampu kecil berwarna oranye yang dirangkai sedemikian rupa.

Luna selalu suka akan hal tersebut. Menurutnya itulah pemandangan sempurna dan elegan, namun sederhana. Gadis penyuka pelangi yang berwarna-warni namun memiliki selera hitam putih itu ternyata memiliki kebahagiaan yang sederhana.

"Kak..."

"Iya?"

"Bagian tubuh yang paling kakak suka itu apa?"

Luna sempat berpikir. "Mata."

Sofi agak menoleh sedikit kearah saudara perempuannya itu. "Kenapa?"

"Karena mata itu jujur. Mata ibaratnya cctv permanen yang tak bisa rusak di hidup kita. Namun mata bisa merekam semua kejadian melalui penglihatan yang nantinya hasil penglihatan itu akan disalurkan menuju otak. Apa yang sudah dilihat di depan mata kita dan terekam akan tetap tersimpan di memory otak kita sampai kapanpun. Mata gak pernah berbohong, ia adalah satu-satunya anggota tubuh yang dapat memperlihatkan ekspresi dan perasaan, bahkan lebih dari wajah."

"Kok gitu, kak?"

"Iya...disaat hati kamu sakit, atau perasaan kamu terluka, wajah kamu masih bisa menampakkan ekspresi gembira dan bibir kamu bisa berbohong juga tersenyum. Biasanya disebut fake face atau fake smile, kan? Nah tapi saat itu juga sorot mata kamu gak bisa dibohongi. Meski wajah menyimpan senyum, mata pasti terlihat menyimpan duka dan kecewa di waktu itu. Mau kamu berbohong kayak apapun saat bicara sama orang, kalau orang yang kamu ajak bicara itu peka akan mata kamu, dia akan tahu kalau kamu gak jujur, itu semua terlihat dari mata."

Udara terasa dingin. Tiba-tiba saja terasa hening diantara keduanya. Luna mulai melanjutkan bicaranya.

"Kamu bisa menyimpan seribu satu topeng di wajahmu untuk menyembunyikan kesedihan, tapi kamu tidak bisa membohongi perasaan kamu saat itu, dan itu semua tampak melalui sorot mata kamu." Luna membuat sebuah bulatan kecil dengan jari tangannya—mengelilingi matanya.

Hingga suasana disana benar-benar senyap.

Tak ada suara sedikitpun.

Hanya angin AC ditambah udara luar yang masuk dari rongga udara di dinding atas kamarnya.

"Kenapa emang, Sof?"

Tak ada jawaban.

"Sofi?," Luna mencoba memanggil namanya lagi.

Luna lantas menengok ke perempuan muda disampingnya.

Sofi telah tertidur.

Luna menghembuskan nafasnya malas. Lalu bangkit untuk menyelimuti Sofi.

"Kakak sayang kamu."

Cup!

Disertai dengan kecupan hangat di kening adiknya, malam itu mereka tidur berdua di kamar Luna—di tempat tidurnya. Saat-saat yang jarang sekali dilakukan oleh kakak beradik itu. Setelah itu barulah Luna membenarkan posisi tidur adiknya dan ikut tidur di sampingnya.

Namun, Sofi tidak benar-benar tertidur.

Mata gadis itu menyipit dan menyadari bahwa Luna telah tertidur di sampingnya.

Selama tadi, Sofi masih mendengar apa yang Luna katakan. Dalam hatinya pun masih berkata sesuatu.

Mata itu gak bisa berbohong, kan?

***

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ 

Hayow!

Buat hari ini ngeborong chapter:D

Makasih banyak untuk yang udah sempetin baca, vote dan comment!

Dank~~

JAKARTA, 27 MEI 2017

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro