25 - KEMBALI

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lagian gue juga udah bisa bedain yang mana tulus karena sayang, dan yang mana cuma mau status tanpa ada rasa sayang. -Aluna Z.A.-

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Mentari pagi kembali tersenyum dengan pesona nya. Cahaya indah itu masuk menyinari dua orang gadis yang tengah terlelap. Bunyi alarm pukul 06.30 terus berdering. Memekakan telinga salah satu diantara mereka. Tangan gadis itu menekan asal tombol apapun yang ada di alarm milik nya hingga bunyi yang dihasilkan berhenti.

Luna mengucek-ucek matanya dan berkedip sesekali tanda kesilauan. Ia menoleh ke bedside table putih di sampingnya.

"Setengah tujuh...hoamm," ucapnya sambil menguap. Matanya mulai terpejam lagi, sebelum ia menyadari sesuatu.

"Set—tujuh?!"

Ia terlonjak dan bangun dari kasurnya.

"Duh bisa mati nih, jam tujuh kan gerbang udah di tutup!"

Luna bergegas mengambil handuk yang tergantung di luar dan segera melangkah ke kamar mandi. Namun, ia menepuk dahi nya.

"Oh iya! Sofi!"

Cepat-cepat Luna berdiri di samping adinya dan menggoncangkan tubuh Sofi. "Sofi, dek! Bangun udah siang! Bangun bangun bangun! Ayooo bangun!"

Usahanya membuahkan hasil. Ada gerakan dari Sofi. "Nah, kakak mandi duluan ya! Bangun jangan tidur lagi!" Luna menepuk kedua pipi adik nya—yang tengah kaget saat menyadari Luna di sisi nya. Lalu Luna beranjak pergi untuk mandi meninggalkan Sofi.

Tak perlu waktu lama, beberapa menit kemudian mereka sudah berada di luar rumah. Luna sibuk meneriaki Sang Adik yang tak henti-henti nya memakai sepatu.

"Sofiiii!!! Cepet dong pake sepatunya, udah telat nih!"

"Sebentar dong, kan susah ini!" Balas Sofi sambil mencoba membenarkan tali sepatu yang terlilit.

"Udah kamu jangan marah-marah gitu sama Sofi, siapa suruh kalian bangun nya kesiangan..."

"Ih bukan gitu. Lagian Mama kok gak bangunin kita?"

"Udah dibangunin tapi kalian gak ada yang mau bangun. Akhirnya karena Papa juga udah takut telat, jadi kalian ditinggal deh."

Luna mendengus kesal. Setelah itu, Sofi yang selesai dengan urusan sepatunya bergegas berdiri di samping Luna dan menarik lengan Kakak nya.

"Ma, kita berangkat!" Pamit Sofi dan Luna bersamaan.

"Iyaa hati-hati!" Balas Mama yang memandangi anak-anaknya makin menjauh. Beliau hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala nya.

Ditengah perjalanan...

"Udah jam berapa ini?"

"Tujuh kurang lima."

"Boong kamu, Sofi jangan bikin panik deh."

"Aku gak bikin kakak panik, liat nih!" Sofi menjulurkan tangan nya. Tangan yang terbalut jam bermerk casio dan berwarna abu-abu itu terlihat benar-benar menunjukkan waktu yang tadi di ucapkannya.

Luna makin mempercepat langkahnya. Lima menit bukanlah waktu yang cukup untuk menempuh jarak dari rumah ke sekolah, apalagi dengan berjalan kaki. Dewi Fortuna sepertinya mulai bersahabat lagi dengan mereka, buktinya, ada sebuah mobil sport berwarna hitam mencegah langkah mereka. Luna yang panik malah jadi marah-marah dengan orang yang berada di mobil tersebut.

"Wooii! Gak usah ngalangin jalan dong! Gak liat orang lagi buru-buru apa?!"

"Sssh kak, hati-hati kalo ngomong." Nasihat Adik nya.

Luna langsung membungkam mulut, namun masih menampakkan ekspresi tak terima. Yang membuatnya kaget adalah ketika kaca mobil itu terbuka, kepala seseorang menyembul dari dalam.

"Luna, masuk sini! Gak bakal sempet sampe kalo lo jalan!"

"Panji? Kok tumben."

"Gak usah basa-basi, sini!" Ternyata ialah Panji. Laki-laki itu langsung memberikan arahan untuk Luna dan Sofi masuk ke dalam mobilnya.

***

Begitu sampai di sekolah, Luna bersyukur masih belum terlambat. Setidaknya ia masuk tepat saat bel berbunyi dan gerbang sedikit lagi ditutup. Ia berpisah dengan Sofi di lapangan, ia harus pergi ke kelasnya sementara Sofi juga ke kelas yang letaknya jauh dari kelas Luna.

Luna agak kaget saat melihat siapa yang ada di kursi sebelahnya. Kursi yang harusnya Panji duduki, kini di tempati oleh Rascal.

"Lo ngapain disini?"

"Gue pengen disini." Balas Rascal sambil mengemut choki-choki nya.

"Tapi kan ini tempatnya Panji. Nanti dia duduk sama siapa?," tunjuk Luna kearah Panji yang berada di sebelahnya. Dengan santai Rascal menjawab.

"Bisa sama Tara, kita tukeran gak apa-apa kan, Ji?," ucap Rascal sambil melihat kearah Panji yang masih kebingungan.

"Ya udah lah, Lun. Biarin aja, toh gue sama dia gak ada bedanya. Gue ke tempat baru gue ya, bye." Ucap Panji sambil berlalu meninggalkan mereka berdua. Luna melengos begitu tahu Rascal langsung terkekeh menatapnya.

Dengan jengkel, ia letakkan tas di atas meja dan langsung meletakkan tagu diatas tas miliknya. Sebenarnya, di pikirannya masih ada Dion yang terus berputar-putar.

"Luna..."

Dion menggenggam tangannya tiba-tiba. Membuat es krim di tangan Luna nyaris terjatuh. Sontak, Luna menoleh kearah Dion. Ditatapnya lekat-lekat cowok itu. Setiap lekuk wajahnya, mengingatkannya akan pertemuan pertama mereka.

"Gue tau waktu itu gue salah. Tapi lo mau gak jadi pacar gue?"

Luna bungkam. Dion yang lama telah kembali. Namun kenapa perasaan nya yang dulu terhadap Dion tidak kembali? Apa karena perasaan itu telah tergantikan rasa benci? Luna sendiri bingung.

"Gue—gak tau harus bilang apa, kak."

"Tinggal jawab iya atau enggak."

Luna menghembuskan nafas nya. "Gak segampang itu."

"Kenapa? Bukan nya dulu lo juga deket sama gue? Masa gak ada rasa apapun yang tersirat sedikitpun di hati lo?"

Luna menggeleng. "Jujur gue dulu sempet suka dan kagum sama lo. Coba lo bayangin, lo baru masuk SMA, baru kenal yang lain, baru dapet sahabat baik, termasuk baru dapet sesuatu yang lo anggep 'first love' lo. Lo jalanin hari-hari lo bahagia banget sampe lo lupa kalo dunia ini bukan cuma milik lo dan orang yang jadi first love lo, lo bahagia sama dia tanpa status. Tapi tiba-tiba dia nembak lo dan bilang bercanda, dan awlanya gue—sebagai lo—kaget, terus enggak lagi. Eh beberapa hari kemudian dia emang nembak beneran, tapi nembak orang lain, bukan lo. Dia jadian sama orang lain, orang yang lo anggep spesial itu jadian sama sahabat lo! Dan peristiwa itu malah bikin lo kehilangan first love lo sekaligus sahabat lo. Apa rasanya? Mati. Lo yang bikin hati gue terasa mati. Sejak saat itu gue sadar, gue cuma sekedar kagum sama lo, bukan suka atau malah cinta. Bukan." Luna mampu membungkam mulut Dion. Cowok itu masih tak percaya dengan apa yang di dengar nya. Uraian panjang dan jelas terpapar begitu langsung dari mulut nya. Dion benar-benar baru tahu hal itu.

"Luna, gue minta maaf banget karena gue udah salah besar waktu itu. Yang dulu lupain aja. Kita buka lembar baru, kita jalanin hari baru. Kalo perlu kita ulang semua kejadian indah dulu. Lagian gue udah single dan gak pacaran sama siapapun. Mau kan?"

Dengan mudah nya Dion berucap seakan tak ada halangan yang membuatnya tidak mengucapkan kata-kata itu. Ia pikir, mudah untuk menghapus semua rasa sakit hati yang pernah timbul karena nya dulu? Itu sulit dan tidak mudah. Apalagi saat ini ia kembali hanya untuk menyatakan perasaan itu.

"Gak bisa. Maaf, gue rasa kita cukup temenan aja kalo lo mau. Lagian gue juga udah bisa bedain yang mana tulus karena sayang, dan yang mana cuma mau status tanpa ada rasa sayang. Gue rasa ada orang baru yang bisa mengisi kekosongan hari gue tanpa lo. Dia baik banget sama gue lebih dari lo, dia selalu ada sama gue saat paapun, dia bisa jagain gue, dia lebih kenal gue dari kecil, dan dia gak pernah nyakitin gue kayak apa yang lo lakuin saat itu." Untuk kali ini, Dion benar-benar membungkam mulutnya.

"Oh gitu," ucap Rascal sambil masih menikmati semangkuk bakso yang ada di depan matanya. Luna mengangguk.

Cowok itu tiba-tiba sadar akan sesuatu. Lalu meletakkan kembali sendok dan garpu yang tadi di pegangnya ke dalam mangkok. "Kalo gue boleh tau, siapa sih orang itu? Yang lo bilang lebih baik dari Dion, dan...kenal sama lo dari kecil?"

***

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~  

Penutup malam ini:)

Don't forget to Vote n Comment to this story!

Dank~~

JAKARTA, 27 MEI 2017

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro