26 - KESEKIAN KALINYA

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tidak ada orang yang benar-benar berubah, mereka hanya mulai menunjukkan sifat asli mereka. -Sisterhood/unk-

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hari demi hari berganti. Digantikan dengan sebuah kesenangan, kesedihan, atau yang lainnya. Berbagai macam ingatan tentang masa lalu yang indah berangsur-angsur hilang, digantikan dengan peristiwa penting lainnya.

"Mau kemana, Kak?," Sofi menghampiri Luna yang telah bersiap pergi dan tengah memakai flatshoes nya.

"Ketemu Dion."

Sofi mengusap wajahnya. "Lagi?"

"Iya. Kenapa?"

"Ini udah kesekian kalinya, katanya mau move on, kenapa masih ketemu?"

Luna berdiri menatap Sang Adik.

"Kalo mau move on, gak berarti harus gak ketemu kan? Lagian dia cuma kakak anggep temen kok."

Sofi tetap bersikeras, seakan melarang Sang Kakak untuk pergi. Ada suatu rasa tak enak muncul dari dirinya. Firasatnya mengatakan, pertemuan keempat Luna dengan Dion tidak akan berjalan baik-baik saja.

"Jangan pergi ah. Nanti Kak Luna kenapa-kenapa lagi."

Luna tertawa bingung. "Kenapa apanya? Dia baik kok, tenang aja."

"Yaa, masa iya Kak Luna mau mengulang kesalahan dulu. Sama aja kayak salah untuk yang kedua kalinya, dan Kak Luna juga bakal ngerasa sakit dua kali di akhir."

Luna mengernyit. "Ngomong apa sih kamu? Hahaha, udah ah, kakak mau pergi dulu, jaga rumah ya."

Semenjak Dion datang kembali ke hidup Luna. Ada beberapa hal yang berubah. Awalnya, Luna sempat menolak kedatangan orang tersebut, namun hatinya kembali membuka hubungan sekedar pertemanan diantara mereka. Tetapi, Rascal semakin memiliki jarak dengan Luna—karena gadis itu asyik dengan Dion yang baru. Begitu juga Sofi yang merasa hubungannya dengan Luna mulai merenggang. Luna sering keluar rumah, kadang tanpa izin.

Luna melangkahkan kakinya keluar sambil bernyanyi kecil ditengah teriknya Ibukota. Namun langkahnya terhenti oleh seseorang.

"Mau kemana lagi?"

Cowok dengan hoodie putih polos menunggu di depan gerbang rumah Luna sambil bersandar.

"Lo ngapain disini?"

Rascal membalikkan tubuhnya.

"Nungguin lo, lah."

Namun Luna dengan cueknya buru-buru kembali berjalan meninggalkan Rascal. Membuat cowok itu harus mengerjar Luna.

"Lo mau kemana sih? Jawab gue dulu."

"Gue? Gue cuma mau jalan aja, gak usah ikutin mulu sih." Rascal tersentak kaget dengan perubahan drastis dalam diri Luna.

"Bentar, kayaknya lima hari lalu lo biasa aja sama gue, kenapa tiba-tiba gini? Lo lebih jauh dari gue sekarang, lo sadar gak sih sama apa yang lo lakuin?," Rascal menahan tangan Luna. Suasana hening, sebelum Luna menjawab.

"Ya sadar lah. Udah ya, gue udah ditunggu." Ujar Luna sambil meng-scroll layar ponsel nya dan sedikit memberontak genggaman sahabat baiknya itu.

Rascal geleng-geleng kepala melihat tingkah baru Luna. Baru saja ia mau berlari mengejar Luna yang jauh didepan, seseorang dari arah belakang memanggil.

"Tungguin!"

"Loh Sofi? Mau ngapain?"

"Mau ngejar Kak Luna, kan? Ikut. Kita diem-diem liatin dia."

Rascal tersenyum cerdik dan mengangguk. "Oke. Agen Rahasia?," Rascal mengacungkan ibu jari nya.

"Agen Rahasia." Begitupun Sofi yang ikut-ikutan mengacungkan ibu jari nya. Mulai sekarang rasa cinta sofi terhadap Rascal seperti tak bisa ditutupi lagi, perasaannya bukan main. Namun yang mengkhawatirkan, ia juga sangat sayang terhadap Kakaknya, Luna. Akankah nanti hubungan persaudaraan sekaligus persahabatan mereka jadi renggang karena cinta?

***

"Hai, udah lama?," sapa Luna begitu melihat Dion bersandar di mobilnya. Di parkiran dekat taman. Laki-laki itu menggeleng.

"Lo udah gak mikirin omongan gue kemarin kan?"

Kali ini, berganti Luna yang menggelengkan kepalanya.

Sebuah taman yang sepi menggambarkan hati masing-masing. Mereka duduk bersebelahan. Memandangi burung gereja yang turun untuk meminum air di kolam tengah taman. Salah satu membuka mulutnya dan memulai percakapan.

"Jangan bilang ke gue, kalo lo kasih tau Rascal tentang omongan gue. Lo gak bilang ke dia kan?"

"Gue bilang ke dia, gue juga bilang kalo dia adalah yang terbaik dari yang terbaik."

Dion menepuk dahi nya. "Lo harus tau, alesan gue sama Vanya jadian itu, disuruh sama dia. Dia cinta sama lo dan dia gak suka ngeliat gue deket sama lo. Bukan kemauan gue." Detik itu juga Luna langsung membungkam mulutnya.

Terkadang, bukan benci yang membuat kita menjauh dari orang lain, tapi kecewa lah alasan lain nya.

"Udah lah, mau kemana kita?"

Dion langsung mempersilakan cewek itu menduduki jok mobil sebelah kiri. Mobil mulai melaju perlahan. Meninggalkan taman kota. Juga meninggalkan dua orang yang daritadi diam dibalik semak-semak.

"Duh bisa mati nih! Kemana lagi sih mereka?"

"Gak tau nih, Kak. Sofi juga gak pernah di kasih tau Kak Luna dia pergi kemana aja. Kayak tertutup gitu semenjak beberapa hari lalu."

"Nah kan, firasat gue dari dulu gak pernah enak sama Dion. Pasti Dion bilang sesuatu nih ke dia." Ternyata ada sesuatu dibalik batu, sesuatu yang lebih dari udang, lebih besar, dan buktinya juga mulai terlihat. Luna tak hanya menyembunyikan sesuatu itu dari Rascal, namun ternyata juga dengan adiknya sendiri.

"Terus kita harus ngapain nih?"

***

Motor sport berwarna merah itu melaju dengan kecepatan diatas rata-rata. Sang pengendara mengumpat beberapa kata, namun mau tak mau ia tetap harus menjalaninya. Di tengah jalan, motornya mulai berlaju pelan. Sangat pelan hingga tiba-tiba berhenti.

"Gila! Ini motor kenapa lagi sih? Perasaan kemaren baru balik dari bengkel. Kok tiba-tiba udah gini aja." Keluhnya sambil meminggirkan motor itu di tepi jalan. Iya, kenapa waktu itu Panji ke sekolah pakai mobil? Karena motor nya lagi di bengkel. Kerusakan mesin.

Tanpa melepas helm yang dikenakannya, ia langsung mengecek kesalahan apa yang menimpa motor kesayangannya.

"Ya elah mogok!"

Matanya menjelajah ke seluruh penjuru, tetapi yang ia temukan disana hanyalah pohon, dan rumput. Sekalipun ada hunian, itu hanya rumah. Ia berniat meminta tolong kepada seseorang, tetapi tak ada yang bisa di mintai tolong.

Perlahan, matanya menangkap sebuah mobil Ferrari putih meminggirkan laju nya. Tak jauh dari letak motor Panji berhenti, malah di sebrangnya. Ia masih samar melihat siapa yang ada di dalam mobil tersebut. Karena Panji tak mau dikira menguping atau mengintip, cowok itu berpura-pura membenarkan mesin motornya, dan hasilnya, entah karena ia iseng mengutak-atik sesuatu di motornya, motor itu bisa menyala kembali. Namun niat untuk melaju tertahan dengan rasa penasarannya terhadap mobil yang tadi parkir di sebrang nya. Bukan Panji namanya kalo gak kepo.

"Kok berhenti?," Luna menatap laki-laki di sebelahnya serius.

"Gak tau nih, rusak kali ya."

"Rusak? Ya udah coba cek mesin nya."

"Gak perlu lah." Dion memasang tatapan aneh. Wajah yang sebelumnya tak pernah Luna kenali.

Hening. Jantung Luna berdebar. Sejujurnya, ia belum begitu kenal dengan Dion—maksudnya tidak mengetahui seluk beluk sampai sifat asli nya bagaimana. Luna baru sadar, selama ini yang ia kenal, hanya Dion dari luar.

"Gimana sih? Lo kira bisa jalan kaki gitu buat ke café disana? Ya gila aja, mending benerin deh cepet."

"Santai aja kali, nanti juga nyala sendiri. Btw, badan lo bagus juga, nge-gym berapa kali sehari?" Ujar Dion sambil merangkul Luna tiba-tiba dan memasang pandangan aneh. Luna yang merasa risih langsung mengibaskan rangkulan Dion. Namun cowok itu seperti punya niat jahat atau semacamnya terhadap Luna.

"Gue males nih kalo udah ngawur. Gue pengen keluar aja!" Luna menacoba membuka pintu mobil, namun tidak bisa. Pintu mobilnya terkunci, dan itu di kunci otomatis dari Dion.

Dion tertawa renyah. "Lo harus mau jadi pacar gue kalo lo mau keluar dari sini."

Luna mengernyitkan dahi nya. Seakan tak mengerti akan apa yang baru di dengarnya.

"Please, kita udah pernah omongin ini. Gue gak bisa!" Cewek itu mulai setengah berteriak. Jalan yang sangat sepi di hari itu, seperti mendukung rencana aksi bejad yang mulai mengalir di dalam otak Dion.

"Kenapa gak bisa? Lo gak mau coba buka hati lo lagi buat gue? Udah gue bilang kan, itu masa lalu, lupain aja, Luna. Kita mulai yang baru."

Luna terperanjat.

Di sisi lain, Panji yang berada di luar mulai menyadari ada sesuatu yang aneh dari dalam mobil tersebut. Terdengar suara seseorang yang memaksa membuka pintu mobil, namun tak kunjung terbuka.

"Gue gak bisa jadi pacar lo, gue cuma bisa jadi temen lo. Bukain pintunya!" Luna berteriak.

"Kalo lo gak bisa, terpaksa gue harus ngelakuin sesuatu yang bakal bikin lo nerima gue!" Dion menggenggam lengan Luna. Membuat gadis itu mengaduh. Ia langsung menghadap kearah Luna. Tatapan nya mulai gila. Ya—kau tahu lah. Agresif.

Terlihat laki-laki itu ingin memulainya dengan sebuah kecupan kecil, namun Luna tetap bersikeras menolaknya. Ia memalingkan pandangannya ke kaca mobil, dan mendapati seseorang di luar memandangi mereka. Tangan Luna mengetuk kaca mobil itu, berharap laki-laki di luar sadar akan keberadaannya dan membantunya. Walaupun hanya sekilas, laki-laki di luar tahu bahwa perempuan itu sedang ketakutan. Rona mukanya menampakkan aura suram, tiba-tiba saja ada tangan yang memaksa wajah gadis itu untuk kembali menghadap kearahnya. Luna masih bisa mengontrol dirinya dan mengelakkan sentuhan-demi-sentuhan lelaki itu.

Sepertinya, Panji sadar itu siapa. Matanya membelalak kaget.

Tak perlu menunggu lama, ia langsung mengirim pesan dingkat ke nomor Rascal, ia mengirim alamatnya sekarang dan menyuruh sahabatnya itu untuk menghampiri lokasi dimana ia berada.

***

"Eh, tunggu." Ujar cowok itu merogoh saku celana nya.

"Kenapa, Kak?"

"Ini ada SMS dari—Panji."

"SMS? Dia SMS apa kak?"


Panji


Cal, sini bantuin gue! Luna bahaya!


Jl. Rambutan 5, Jakarta Timur. Tepi jalan raya.

Hanya beberapa bait kata, namun membuat jantung mereka beruda berdegup kencang. Mereka sempat melempar pandang sebelum tiba-tiba Rascal dengan sigap langsung berlari kearah rumahnya yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

Ia sempat nyaris tertabrak beberapa kendaraan, namun tak ada lagi yang dapat menenangkan pikirannya. Semuanya kacau. Diikuti Sofi di belakangnya, ia langsung bergegas mengambil motor miliknya dan membonceng Sofi. Motor itu melaju dengan kecepatan lebih dari normal. Pikiran mereka berdua kalang kabut. Tak tahu apa yang terjadi dengan kakak dan sahabatnya, mereka hanya memikirkan satu hal; menyelamatkan Luna.

***

"LO JANGAN GILA!" Suara Luna menggelegar keluar.

"I'm not crazy, baby! Gue sayang sama lo. Sini dong, jangan kesana kemari terus." Dion membuka tangannya. Memaksa Luna untuk memeluknya. Namun Luna terus menghindari tangan Dion yang mulai tak beraturan.

"Jangan macem-macem! Atau gue teriak."

"Teriak? silahkan. Gue gak macem-macem. Gue cuma mau kasih lo pelajaran kalo lo gak bisa main-main sama gue." Kali ini, Luna lengah. Tangannya keburu dicengkram oleh Dion. Percuma mau ia mengibaskannya berkali-kali, hal itu tak membuatnya berhasil. Suaranya habis untuk mengelak, tak sempat berteriak minta tolong.

PLAK!

Kali ini, tangan Luna benar-benar refleks menampar pipi Dion. Hasilnya, Dion terdiam, pipi nya memerah. Luna bingung harus apa, dan ia masih menatap dengan ketakutan. Sebelum akhirnya Dion makin mencengkram kedua lengan Luna.

"Kurang ajar lo!" Dion mendekatkan wajahnya ke wajah Luna yang sudah ketakutan setengah mati. Matanya hanya bisa mengatup, tak mau melihat tatapan gila Dion.

*PRAAANG!!!*

Tiba-tiba, kaca mobil Dion pecah oleh sesuatu. Sontak membuat mereka berdua menoleh ke asal suara.

"Rascal?"

Kaca itu pecah oleh helm sahabatnya. Luna tidak tahu Rascal datang dari mana dan karena apa, yang jelas, di matanya, kali ini Rascal adalah penyelamat baginya.

"Gue udah bilang dia gak baik. Lo harus bisa bedain mana yang cocok lo jauhin karena pantes dijauhin, sama yang lo baikin karena dia cocok di baikin."

Dion hanya bengong. Sebelum ia tertawa seperti seorang yang sudah tak waras. "Jangan sok jadi pahlawan kesiangan deh lo! Percuma juga dia lo selametin, dia udah gak pantes lo sebut cewek suci." Dion menunjuk kearah perempuan disebelahnya. Sementara Luna menggeleng-gelengkan kepalanya untuk mengkomando agar rascal tidak tertipu oleh Dion. Sepertinya Dion tak sadar, ada orang lain yang mengetahui aksinya terlebih dahulu kebanding Rascal. Rascal, dan Sofi yang berdiri tak jauh dari mobil terhenyak mendengar pernyataan tersebut.

"Enggak. Luna belum kenapa-kenapa. Cepetan bantuin dia! Jangan malah diem!" Panji berseru keras. Hingga mereka sontak menoleh kearahnya. Laki-laki itu sigap membuka helm yang dikenakannya.

*PRAAANG!!!*

Kaca mobil bagian Luna kali ini pecah. Laki-laki ber-helm tadi—yang baru Luna ketahui adalah Panji—memecahkan kaca jendela tersebut. Syukur, Rascal segera tersadar. Ia langsung membuang helm nya dan membuka kunci pintu Luna dan Dion dengan tombol di dalam pintu agar mereka bisa keluar, Panji segera membuka knop pintu mobil bagian kiri sementara Rascal berusaha membuka yang kanan—bagian Dion. Walaupun Dion sempat mencegahnya, namun amarah yang tercipta di pikiran Rascal terlalu besar.

BUGH!

Sebuah pukulan manis langsung mendarat ke rahang Dion begitu Rascal menarik paksa laki-laki itu untuk keluar.

"Sini lo! Jangan main-main sama gue!" Rascal mendorong tubuh Dion sampai terpentuk mobil. Tubuh Dion belum siap terkena serangan dadakan itu.

Hantaman-demi-hantaman terus menampar tubuh Dion yang mulai melemah. Tanpa ada balasan. Dion mencoba untuk gantian melakukan baku hantam kepada Rascal, namun niat laki-laki itu dan rasa kecewa yang besar mampu menutupi rasa sakit fisiknya sehingga ia masih mampu untuk membuat Dion terpental ke jalanan. Dion mencoba bangun, namun tak bisa dan jatuh kembali, hingga akhirnya Rascal membantunya berdiri, namun kembali menghantam tulang pipi nya. Alhasil, luka lebam dimana-mana.

Luna dibantu keluar mobil oleh Sofi dan Panji. Tubuhnya lemas dan tak mampu berdiri. Panji berusaha memeluk Luna tak membiarkan gadis itu melihat sesuatu yang seharusnya tak ia lihat di depan matanya, walaupun pelukan itu masih terasa sangat asing dan tak dibalas oleh Luna. Urusan cowok memang sudah sepantasnya membalas sakit batin dengan fisik. Luna masih sangat shock dengan yang terjadi. Entah karena perlakuan Dion atau karena ia tadi menyaksikan Rascal yang memukul Dion tak henti. Sifat badboy dalam diri Rascal kembali keluar detik ini juga. Sifat yang terkubur menahun, kini muncul ke permukaan.

"Kak, liat aku kak, liat aku." Sofi berusaha mengalihkan perhatian Luna. Walau sejujurnya ia takut juga menghadapi peristiwa tadi. Ia pun agak iri melihat Rascal yang teguh menyelamatkan Luna. Sofi suka aksi heroik Rascal—walaupun bukan untuk dirinya. Namun kali ini, keselamatan Luna adalah prioritas nya.

Luna menoleh perlahan, Panji meredakan dekapannya beberapa saat. "Jangan pernah dengerin apa yang udah dikatakan sama Dion. Dia itu cuma bohongin kakak. Inget, lebih mudah menipu orang daripada meyakinkan seseorang bahwa diri mereka telah ditipu. Jangan pernah percaya setiap omongan yang keluar dari mulutnya." Luna menangis. Kali ini Sofi yang memeluknya, disini Sofi terlihat lebih dewasa dari biasanya.

"Puas lo sekarang?! Makan tuh sakit! Besok-besok, gue gak mau liat lo lagi berkeliaran di hidup gue, Luna, atau siapapun itu!" Rascal menjatuhkan tubuh Dion ke jalan. Melemparnya begitu saja. Luna menoleh, pikirannya tak karuan. Rasa amarah dan kecewa itu tiba-tiba sedikit tergantikan dengan rasa iba.

"Udah! Stop!"

"Kenapa, Lun? Lo kasian sama dia? Orang macem dia gak perlu dikasih rasa kasian! Biarin aja mati sekalian!" Rascal menyinggung Dion.

Tibat-tiba Dion membuka suara. "Maaf. Gue minta maaf banget. Gue janji gak akan ulangi kesalahan ini lagi. Tapi tolong jangan pukul gue lagi."

Rascal tertawa. "Setelah apa yang udah lo lakuin ke dia? Haha. Maaf gue gak bisa nahan. Banci!"

Luna mulai benar-benar merasa iba melihat keadaan Dion. Melihat tubuhnya yang mulai remuk, dan kalau di ibaratkan kayu, hancur.

"Gue maafin."

Wajah Dion seketika berubah sedikit cerah, mencoba menoleh sambil masih memegangi rahang nya. "Lun?," suaranya lirih.

"Lun! Gimana sih?," Panji buka suara.

"Iya, gue kira dia udah berubah, taunya dia cuma menunjukan sifat nya yang asli. Tapi gue gak tega juga kalo ngebiarin dia kayak gini, kondisinya lagi lemah. Gue bisa ampunin dia saat ini. Tapi setelah dia sembuh, udah gak ada lagi kata maaf yang bakal keluar dari mulut gue buat dia." Ujar Luna sambil memberanikan diri menghampiri Dion.

Percayalah, ketika kamu sudah menyakiti seseorang tapi orang itu gak berubah, dia tetap memaafkanmu, dan sifatnya terhadap kamu tetap seperti dia yang awal kau temui, itu artinya orang itu benar-benar tulus buat kenal dan dekat sama kamu.

"Bangun. Jadi cowok jangan lemah." Luna menyodorkan tangannya. Rascal, Panji, dan Sofi bahkan tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Tangan itu disambut lemah oleh seorang yang sudah tak berdaya—Dion. "Makasih banyak, Lun. Bahkan sampe gue pengen bikin lo hancur, lo masih sempet maafin gue." Dion mencoba tersenyum.

"Siapa bilang? Gue cuma maafin kesalahan lo, gue bukan maafin lo. Itu gue lakuin untuk memukul kesalahan-kesalahan lo agar lo gak berbuat yang sama. Tapi itu gak berarti gue mau maafin lo dan tingkah lo." Begitu Dion sudah berdiri, Luna melepas tangannya dengan sebuah kibasan. Lalu meninggalkan cowok itu. Kedua sahabatnya beserta Sofi kini mengerti apa maksud Luna. Akhirnya Luna tak memikirkan ucapan Dion beberapa hari lalu, semua masa lalunya seperti sudah terhapus oleh air mata dan sakit hati.

"Jangan pernah lagi yang namanya lo muncul di hadapan kita." Ancam Rascal sambil mengambil helm nya, begitu juga Panji. Mereka memutuskan pulang dengan meninggalkan Dion yang terpaksa mengendarai 'mobil rusak' nya itu. Menyisakan suatu kengerian di hati Sofi. Dion yang tadi ingin tersenyum namun luntur karena ancaman Rascal—menatap Sofi seperti menyimpan dendam yang tak tahu apa itu. Padahal Sofi tak punya andil dalam peristiwa tadi—yah itu juga tak terlalu dipikirkannya.

Satu hal yang bisa dijadikan pelajaran bagi Luna.

Kini Luna kapok untuk mengulangi kesalahan untuk kesekian kalinya.

***

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ 

Jujur-jujuran aja ya, gue niat sih nge-post ini, cuma yang bikin gue capek, ada website luar yang seenaknya nge-copy cerita ini tanpa sepengetahuan/izin dari gue.

Kok sekarang gue ngomong gini? Gue kemaren nemu aja di google cerita ini, tapi di website Vietnam gitu. Nah, disana bukan cuma cerita ini, tapi banyak banget cerita lain kayak yang dikit lagi otw terbit gitu juga ada, ada yang baru mulai udah dicopas.

Kok bisa sih? Bukannya wattpad udah merubah pengaturannya jadi read only ?  Kenapa masih bisa kecolongan?

Duh gangerti lagi deh ya, buat kalian, readers mau itu siders atau yg suka bantuin vomment, buat menghargai, tolong baca langsung dari wattpadnya ya, jangan buka situs itu. Akutu dikasi vomment aja udah seneng kok:)

Semua author juga kalo tau pasti kesel lah ya, seenaknya di copy gitu:(

Gue udh niat nge-post dari kemaren, jadi mikir-mikir dulu kan...

Hm...segini ajalah ya wkwk, jadi curcol...jangan lupa Vote dan Comment ya!

Dank~~

JAKARTA, 30 MEI 2017

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro