27 - KENYATAAN

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jika kau mencintai dua orang pada waktu yang sama, pilihlah orang kedua. Karena jika kamu benar-benar mencintai orang pertama, kamu tidak akan jatuh cinta lagi dengan orang kedua. -Johnny Deep-

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Cal, makasih banget ya, untung waktu itu ada lo, gak tau lagi deh gue kalo lo gak dateng." Luna menatap Rascal penuh arti. Kakinya seperti biasa—menjuntai bebas kebawah dari atas rumah pohon.

Rascal menghembuskan nafas. "Sebenernya, waktu itu Panji yang kasih tau gue. Jadi lo juga harus berterimakasih sama dia." Rascal membalas sedikit cuek.

Luna terperanjat. Lalu menatap wajah seseorang di hadapannya dengan serius. Luna mencoba mengingat-ingat sesuatu. Terjadi keheningan sesaat, dan Luna menjentikkan jari nya. "Panji itu cowok yang waktu itu pake helm, bukan?"

"Lo bener. Kenyataannya dia SMS gue, Panji bilang dia liat lo dari dalem mobil ketakutan gitu, terus kasih isyarat minta tolong. Dia gak langsung nolongin lo karena dia tau itu beresiko buat lo juga, jadi dia manggil gue."

Luna mengangguk-angguk mengerti. Ternyata permasalahannya ada disana. "Tapi, awalnya juga gue udah curiga. Jadi gue sama Sofi ngikutin lo di belakang lo. Diem-diem. Eh kita malah ketinggalan jejak." Rascal melanjutkan bicaranya sambil terkekeh. Untuk kedua kalinya Luna kaget.

Luna memasang senyum mesem-mesem. "Lo sama siapa? Sofi? Haha. Taunya lo ikutin gue juga. Kenapa sih lagian kalo gue pergi-pergian gitu?," Luna mendorong tubuh Rascal. Membuat laki-laki itu makin tertawa.

"Ya enggak apa-apa. Cuma lo tau kan? Khawatir. Satu lagi, gue udah tau sifat asli Dion, dia itu bandel, jadi gue ya takut lo diapa-apain lah. Soalnya gue juga sempet ngira lo dipengaruhin sesuatu sama dia sampe lo jutek sama gue."

"Segitu takutnya ya? Haha."

"Tapi akhirnya kebukti kan?"

"Iya."

Lalu suasana berubah sepi. Hanya angin pagi yang menerbangkan helaian rambut mereka. Yap, hari ini adalah hari Sabtu, anak-anak sekolah menengah negri rata-rata di liburkan. Rascal asik bersiul untuk memecahkan kesunyian diantara mereka. Sementara Luna memejamkan matanya. Tiba-tiba ia teringat akan sesuatu.

"Eh, gue mau nanya, bukan bermaksud flashback or yang lain ya, tapi emang bener lo yang dulu nyuruh Dion jadian sama Vanya?"

Siulan Rascal yang tadinya nyaring mulai pelan dan hilang. "Enggak. Kata siapa?"

"Kata dia."

"Boong itu. Gak usah dengerin dia. Sesat sesat."

Luna mengangguk lagi.

"Lun,"

"Hah?"

"Gue kasih tau ya, lo itu jangan percaya banget, jangan berharap banget, jangan sayang banget, jangan cinta banget, dan jangan terlalu bersandar di seorang cowok. Inget, semua yang berlebihan itu bisa bikin 'sakit banget'."

Luna tersenyum "Gue ngerti maksud lo. Tenang, gue gak akan kayak gitu."

"Good girl." Rascal mengusap kepala Luna. Wajah gadis itu pun merah merona.

Luna mendadak teringat akan sesuatu. "Gue harus pergi."

"Kemana?," tanya Rascal.

"Gue mau ngucapin makasih sama Panji."

***

Seorang cowok terlihat sedang membersihkan motor di halaman rumahnya. Busa-busa dari dalam baskom berisi air sabun itu berterbangan.

"Eh, Jack, lo jangan sakit-sakitan kaya kemaren, entar gue juga yang ribet." Panji menepuk tangki bensin motornya. Lalu kembali mengambil air sabun dan dibalurkan ke jok motornya.

Panji bersiul ramah, hari ini jadwalnya untuk mencuci motor kesayangannya, Jack. Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan mengenai nama motornya. Ia terus membalurkan busa dan air sabun itu ke motornya. Setelah dirasa motornya cukup wangi karena terbalut busa, ia menyalakan selang air dan menyemprotkan ke sisi kanan motor.

"Panji!"

Sebuah suara memanggilnya dari arah belakang.

Cuurr!

Alhasil, air keran mengenai seseorang yang tadi memanggilnya.

Panji menoleh. Ia sadar itu siapa. Panji terlonjak dan mengaduh. Lalu segera beranjak dari tempatnya berdiri untuk mematikan kran air yang erhubung ke selang.

"Luna! Maaf maaf! Waduh gue gak liat! Maaf ya?" Panji berusaha mengeringkan air yang tadi ia semprotkan ke arah Luna—dengan tangan. Yah, air itu mengenai wajah dan setengah tubuh nya.

"Lo nyemprot gue? Ih gue baru mandi! Gue kan gak mau mandi dua kali!" Luna berseru namun dengan suara cempreng nya.

"Maaf Lunaa! Hehe, gue gak liat sih tadi." Panji menggaruk kepala belakangnya yang sebenarnya tak terasa gatal.

Luna cemberut. Namun ia teringat akan tujuannya ketempat Panji. "Ya udah lah. Oh iya, gue kesini mau ngucapin makasih karena waktu itu lo udah bilangin ke Rascal kalo gue lagi dalam kondisi gak aman."

Panji tertawa. "Iya-iya. Udah lupain aja, yang penting lo udah gak apa-apa."

Luna tersenyum. Begitupun Panji yang melemparkan senyum berarti kearah Luna.

"Panji, gue masih penasaran deh sama masalah doi lo. Itu gimana nih jadinya?"

Panji tersentak. Ia tak mengira Luna akan bertanya mengenai itu. Secara, kisah hubungannya dengan cewek yang tak kunjung terungkap siapa itu telah lama terkubur. "Masih inget aja lo. Gue sama dia baik-baik aja kok, kita temenan layaknya temen deket. Malah kemaren gue sempet seneng karena dia selamat dari bahaya."

Luna mengernyit. "Selamat dari bahaya? Kemaren bukannya lo nolongin gue? Kapan lo ke dia nya?"

"Oh iya! Mati mati gue..." Panji mengumpat kecil.

Luna melipat tangannya di depan dada. Masih menunggu jawaban dari Panji.

"Maksud gue—gue bantuin dia lewat SMS. Iya, SMS. Dia nyaris ditipu orang gitu. Biasa lah, modus penipuan, untungnya dia nanya dulu ke gue, jadi gue kasih tau kalo itu bohongan. Iya gitu hahah." Setelah itu, Panji yang sedari tadi menahan nafasnya bisa menghembuskan dengan lega. Disertai tawa garing di belakang kalimat nya.

Luna tertawa sambil mengangguk. "Ooooh. Iya gue ngerti. Kirain gue apaan."

Panji mengusap-usap dada nya. Duh gusti.

"Eh gue kepo dong, siapa sih nama doi lo. Kasih tau gue dong!"

Panji kembali terperanjat. Luna dari tadi membuatnya spot jantung. Pertanyaan-pertanyaan dadakan yang bahkan belum disiapkan jawabannya oleh Panji. "Kepo banget sih, kenapa? Haha."

"Lagian lo cerita gak niat. Orang mah kalo mau cerita, langsung aja semuanya kasih tau, gak usah ada yang di umpetin." Luna jengkel terhadap sikap Panji yang seperti ini.

"Namanya—um—siapa ya. Namanya itu...AZA! Iya, Aza!"

"Aza?"

"Iya, Aza. Hehehe. Eh lo kesini cuma buat bilang makasih kan? Gue pengen lanjutin nyuci motor dulu nih. Kalo mau bantuin sih gak apa-apa."

Panji terdengar seperti mengalihkan topik pembicaraan, ia berharap Luna segera pulang karena Panji mulai gugup. Oh iya, apakah kau tahu, siapa itu Aza?

"Boleh boleh, gue udah terlanjur basah gini, sini selang nya!"

Luna mengambil alih selang yang ada di genggaman tangan Panji. Selang itu masih belum memancurkan air. Tiba-tiba...

Cuuur!

Air kembali keluar dari dalam selang—dan tambah membasahi wajah serta tubuh Luna. Membuat Luna kaget dan mengalihkan perhatiannya kearah Panji—yang terkekeh di samping putaran kran air.

"Awas lo ya!" Luna menyemprotkan air dari dalam selang tersebut kearah Panji. Membuat laki-laki itu juga basah kuyup. Bukannya malah menyelesaikan mencuci motor, Luna malah menggunakan busa di air sabun untuk ditiup kearah Panji, begitu juga sebaliknya. Lalu mereka kembali bermain air. Begitu saja seterusnya, malah bermain dan akhirnya tugas terlalaikan.

***

Luna pulang dengan keadaan kuyup. Takut-takut ketahuan, ia berjinjit untuk masuk ke dalam rumahnya. Berusaha agar tak membuat kegaduhan yang bisa menarik perhatian seisi rumah. Ia masuk lewat pintu belakang, dan yap! Akhirnya ia sampai di kamar dengan selamat. Luna langsung mengganti bajunya dengan jumpsuit hitam tanpa tangan, disertai cardigan putih panjang dan melangkahkan kakinya ke windowseat untuk bersandar.

Baru saja duduk, ia melihat dua orang di halaman depan rumah sedang terlihat senang bercakap-cakap di kursi kecil. Ya, itu Sofi dan Rascal. Entah kenapa, ada rasa sakit yang menusuk hatinya begitu melihat mereka berdua berbicara sedekat itu. Walau ia tahu, Rascal tak mungkin memiliki rasa terhadap Sofi, dan Sofi pun pernah berjanji tak akan menyukai Rascal.

Karena tak mau terus dihantui rasa penasaran, Luna turun kebawah untuk menemui mereka berdua. Di bawah, ternyata keinginannya dicegah oleh seseorang.

"Beliin Papa tiga kue coklat di toko kue deket sini ya, nanti kembaliannya buat kamu, terserah mau beli apa aja." Ujar Papa sambil menyodorkan selembar uang seratus ribu dan selembar lima puluh ribu.

"Pa, tapi—"

"Papa minta tolong dong, sayang. Mama kan lagi keluar. Ya?," Papa mencubit pipi Luna sambil tertawa kecil. Kenapa? Karena saat Luna sedang ngambek atau jengkel, wajahnya terlihat lucu.

Karena Luna tak terbiasa melawan, ia meng-iya kan permintaan beliau. Walau masih dengan rasa yang tertahan.

Dengan berat hati, Luna berjalan keluar. Disana, ia berharap Rascal dan Sofi tidak menyadari keberadaannya, namun ternyata dugaan dan harapan itu meleset.

"Luna! Mau kemana?," Rascal melambaikan tangan nya kearah Luna sambil berlari kecil kearah perempuan itu. Sementara Sofi hanya menoleh.

"Mau beli kue buat papa."

"Gue ikut dong!"

"Aku juga!"

Luna mendesah pelan. "Gak usah ah, ribet."

"Udah lah, Lun. Masih nahan aja. Naik mobil gue aja biar cepet. Ayo!" Rascal langsung menarik lengan Luna begitu saja. Diikuti Sofi yang berlari kecil di belakang mereka.

***

Saat sudah sampai di toko kue, Sofi yang terlebih dahulu masuk. Anak itu memang selalu antusias dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kue, roti, dan krim.

Sementara Luna dan Rascal menyusul di belakang. Mereka melihat-lihat dan memilah-milah apa saja yang ingin dibeli. Luna memutuskan untuk mendahului pesanan Sang Ayah daripada keinginannya sendiri. Maka dari itu, ia mangajak Rascal untuk membantunya mengambil kue coklat di rak paling atas toko kue. Suasana monochrome terlihat disana. Suasana yang sangat disukai Luna.

Baru saja mereka menghampiri rak kue coklat, tangan Rascal di tarik oleh seseorang. "Bantuin ambilin cupcake mint itu dong kak!" Sofi menunjuk ke arah rak cupcake yang letaknya sama-sama ada di bagian atas.

"Gue mau bantuin Lun—"

"Ayoo kak!" Sofi menarik paksa tangan Rascal hingga cowok itu nyaris terseret kalau ia tak menahan berat tubuhnya.

"Lun ini gimana?"

"Udah sana! Haha, nanti gue minta tolong mas-mas nya aja."

Rascal mengangguk dan tersenyum. "Iya sebentar, Sofi."

Luna tertawa kecil. Namun tawa nya tak dapat menutupi rasa sakit yang sedari tadi muncul. Entah karena apa, ia merasa ada sesuatu mengerikan yang akan menimpa hidupnya. Hingga sesuatu itu memisahkan hubungan eratnya dengan Rascal. Sesuatu itu adalah tak lain adiknya sendiri. Namun Luna segera menepiskan pikiran buruk tersebut. Luna selesai dengan urusan kue coklatnya, namun aneh, begitu ia ingin mencoba mendekati Rascal, sepertinya Sofi selalu menjauhkan keduanya. Luna berharap tak akan terjadi apa-apa kedepannya dan itu hanya sikap kebetulan Sofi.

Terkadang, kau harus bisa menerima sebuah kenyataan walau itu terasa pahit.

Love is about bitter and sweet, yea?

***

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~  

Siapa yang kangen Luna? 

Siapa yang kangen gue? Gadeng...

Siapa yang masih bangun?

Vote dan Comment dari kalian berharga banget kok buat lanjutnya cerita ini.

Please, appreciate my story and don't copy this story yash!

Much Love,

Icha Anzhara

Dank~~

JAKARTA, 1 JUNI 2017

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro