Bab 19. Perubahan Kecil Hari Itu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Happy reading! 💕

.
.
.

Sejak pembicaraannya dengan Raga di toilet, Lily menjadi gugup sekaligus excited. Merasa bahwa tanggung jawabnya akhirnya bisa dilakukan, tetapi dia tidak tahu apakah dia mampu membantu Raga dalam hal pekerjaannya. Apalagi besok pemuda itu membawanya ke kantor.

"Ly?"

Panggilan dari depan pintu kamarnya membuat Lily sadar dari lamunan, dan bangkit dari posisi tidurnya.

"Iya, Abang, ada apa?"

"Abang masuk, ya?" tanya Farrel yang kemudian melongokkan kepalanya di antara celah pintu yang terbuka.

"Kenapa, Bang?"

"Tadi jadi ke rumah Raga?"

"Nggak, soalnya dia pergi sama sepupunya. Tapi tadi ketemu mereka di kafe, pas makan sama Kak Ares."

"Oh, dia pergi ke kafe?" tanya Farrel heran.

"Iya, diajak sepupunya itu. Trus Bang, besok dia ajak Lily ke kantornya."

"Besok? Ke kantor dia kerja?".

"Iya, dan sekarang Lily agak gugup mikirin apa yang akan terjadi besok. Apa Lily bisa membantu, ya?"

Farrel menatap kegelisahan sang adik sebelum akhirnya tersenyum dan mengulurkan tangan kanannya untuk mengusap lembut kepala Lily.

"Lakukan aja semampu dan sebaik yang kamu bisa. Abang yakin, dengan begitu Raga juga pasti bisa merasakan ketulusan kamu."

Lily mengangguk kemudian memeluk lengan sang kakak dengan perasaan penuh syukur.

"Makasih support-nya, Abang. Lily akan berusaha yang terbaik biar nggak merasakan penyesalan lagi."

"Iya, jangan menyalahkan diri lagi untuk semua yang terjadi, ya? Semuanya udah jadi takdir Tuhan. Daripada menyesali lebih baik memulai kembali dengan lebih baik, kan? Jadikan masa yang lalu sebagai pengalaman dan pengajaran dalam hidup kita, ya?"

"Iya."

"Ngomong-ngomong, kamu tahu Ares ke mana? Dari tadi Abang cari kok nggak ada, di kamar juga nggak ada."

Lily melepaskan pelukannya dan menatap Farrel heran. "Abang baru aja pulang, kan?"

"Iya, terus nyari Ares ke kamar nggak ada. Abis itu Abang nyamperin kamu."

"Tadi sih Kak Ares bilang mau tidur setelah nganterin aku beli buku." Lily kemudian beranjak keluar kamar diikuti Farrel di belakangnya.

Mereka menuju kamar Ares yang ternyata memang kosong, ke ruang tamu, bahkan ke kamar Ayah Bunda mereka, tapi Ares tidak ada.

"Harusnya di rumah kan, mobilnya ada di garasi," ucap Farrel.

"Motor juga ada di garasi, jadi nggak mungkin Kak Ares keluar atau balik ke Rumah sakit."

Keduanya bingung sampai akhirnya Farrel memutuskan untuk pergi ke kamarnya sendiri untuk berganti pakaian sebelum mencari sang adik lagi.

"Astaga, dicariin juga," ucap Farrel lega ketika melihat orang yang mereka cari sedang tidur pulas di atas tempat tidurnya.

"Lah, malah tidur di kamar Abang. Kirain pergi ke mana." Lily ikut melongokkan kepalanya dari ambang pintu dan melihat sang kakak sedang menginvasi kamar abangnya.

"Ngapain coba tidur di sini? Nyusahin, nih, dia kan kalau tidur kayak mayat alias susah dibangunin," gerutu Farrel yang berjalan menghampiri adiknya itu.

"Res, bangun, gih. Pindah kamar lo sendiri, ngapain lo di kamar gue?" ucap Farrel sambil menggoyang-goyangkan lengan sang adik.

"Abang tidur di kamar Kak Ares aja, karena percuma, Kak Ares nggak akan bangun," ucap Lily geli karena melihat kelakuan kakak keduanya itu.

Mengingatkannya pada masa kecil ketika keduanya masih menggunakan kamar yang sama, hanya suara keributan yang terdengar sampai Ayah atau Bunda harus datang dan memarahi mereka.

Ah, lagi-lagi kenangan manis itu datang dan menghangatkan hatinya. Membuatnya rindu.

"Nggak mau tidur di kamar Ares, kayak kamar Rumah sakit baunya," gerutu Farrel yang akhirnya menghela pasrah, duduk di pinggiran kasurnya.

"Kamu balik ke kamar trus cepat tidur Ly, udah hampir tengah malam ini. Jangan sampai besok terlambat terus Raga marah lagi sama kamu."

"Terus Abang gimana? Tidur di ruang tamu?"

"Nggak, di sana dingin. Abang tidur di sini aja, biar Abang tendang nih anak jatuh dari kasur."

"Abang ih, kasian Kak Ares!"

Farrel tergelak melihat ekspresi Lily, adiknya itu selalu lucu bila digoda.

"Nggak akan tau! Abang nggak setega itu sama adik sendiri. Abang tahu kok Ares udah capek seharian."

Lily meringis menyadari dirinya yang selalu dipermainkan oleh kedua kakaknya, sebelum akhirnya dia pamit kembali ke kamarnya.

"Bener-bener deh, adik gue udah pada gede, tapi dua-duanya masih kayak bocah," gumam Farrel tersenyum heran kemudian ikut berbaring di sebelah Ares setelah berganti pakaian.

"Gue tau, lo ke kamar gue karena ada yang mau diomongin, kan? Lo pasti nungguin gue sampe lo ketiduran," ucapnya pelan sambil menggeser dan mendorong tubuh Ares agar dia mendapat tempat di atas kasur.

"Besok pagi akan gue ingetin," bisiknya sekali lagi sebelum memejamkan matanya untuk beristirahat.

***

Suara langkah kaki tergesa dan kelotak sibuk di dapur membuat dua orang yang baru bangun tidur itu mengernyit heran.

"Ly?"

Yang dipanggil kemudian menoleh lalu tersenyum lebar.

"Abang sama Kakak udah bangun? Aku sedang bikin sarapan untuk kita."

"Banyak banget, tumben," ucap Ares melihat berbagai lauk yang sudah tersusun rapi dalam kotak makan.

"Iya, aku bawain buat Raga sekalian."

Ares dan Farrel hanya saling melempar pandang mendengar jawaban Lily. Sebenarnya bukan hal yang aneh. Karena Lily memang senang memasak, bahkan dulu sering membawakan Ares bekal untuk di makan bersama rekan-rekannya di Rumah sakit. Hanya saja, waktu dulu Lily selalu melakukannya bersama Bunda, dan sejak Bunda mereka tiada, Lily tak pernah lagi melakukannya. Farrel dan Ares yang bergantian memasak selama ini.

"Adek, kamu nggak apa-apa, kan?" Farrel mendekat dan merangkul sang adik dengan satu lengannya.

"Nggak apa-apa, kenapa, Abang?"

"Nggak, kok, Abang suka liat kamu masak-masak lagi," jawab Farrel tersenyum mengamati sang adik yang menurutnya memang sedikit lebih baik.

"Kalo gini kan Ares nggak perlu capek-capek masak sendirian karena kamu bisa bantuin dia, ya kan, Res?"

"Hah? Eh, iya. Ada yang bantuin biar gue nggak capek, apalagi lo makannya susah," jawab Ares yang masih memproses apa yang terjadi di depan matanya juga berusaha meyakinkan dirinya bahwa adiknya baik-baik saja.

"Kamu mandi gih, biar diterusin sama Ares. Nanti telat ke rumah Raga," ucap Farrel yang kemudian mengambil alih sendok dari tangan Lily dan mendorong adiknya itu menuju kamar mandi.

"Tapi kan—"

"Mandi sana."

Farrel mendorong Lily masuk ke kamar mandi kemudian menutup pintunya. Menghela pelan dengan seulas senyum samar di sudut bibirnya. Dia kembali ke dapur dan mendapati Ares sedang menunggunya dengan spatula di tangan membolak balik nugget di penggorengan.

"Cih, akhirnya gue juga yang kerja. Tapi Rel, kenapa lo sesantai itu sih? Lo nggak ngerasa Lily berubah?"

"Ngerasa."

"Kok lo biasa aja sih? Ini aneh loh. Gue agak nggak nyaman dengan hubungan Lily sama Raga yang tiba-tiba ini."

"Gue ngerti maksud lo, gue paham perasaan lo. Tapi gue menghormati keputusan dan keinginan Lily. Mungkin kita belum terbiasa, tapi kalau hubungannya dengan Raga bisa bikin Lily balik seperti dulu, kenapa tidak?"

Ares hanya diam mendengar penuturan sang kakak, dia masih merasa belum bisa menerima, apalagi mengingat sikap Raga yang menjengkelkan di restoran kemarin. Dia hanya khawatir adiknya dimanfaatkan.

"Lo inget kan, sejak kehilangan Ayah, Bunda, Lily seperti nggak lagi tertarik menjalani hidup. Dia cuma sekadarnya melakukan sesuatu, seperti tanpa nyawa, tanpa keinginan, tanpa perasaan yang berarti dan sikap hangat seperti dulu," jelas Farrel sambil menata piring di atas meja.

"Kita berdua berusaha bikin Lily semangat lagi, itu mungkin sedikit berhasil karena di hadapan kita berdua, Lily akan selalu tersenyum seolah tidak ada apa-apa meskipun gue tahu kalau dia masih sering melamun dan nangis sendirian."

"Gue juga tahu hal itu, gue khawatir tapi gue nggak bisa berbuat apa-apa," jawab Ares yang memilih pura-pura fokus dengan nugget daripada harus menatap mata kakaknya.

"Setelah waktu yang lama, tiba-tiba ada seseorang yang bisa membuat kepribadian Lily yang telah lama mati hidup kembali. Meskipun datang dengan cara yang tragis dan menyakitkan, tapi gue rasa Raga bisa bikin Lily hidup kembali seperti dulu. Buktinya Lily mulai masak-masak lagi meski bukan untuk kita aja, tapi untuk diberikan pada Raga."

"Kemarin juga gue menemani Lily ke toko buku. Dia katanya mau belajar tentang kearsitekan. Aneh, kan?" tanya Ares.

"Oh ya? Hm, itu salah satu perubahan yang gue katakan tadi, Res. Lily memang berubah dan itu karena dia sekarang memiliki tujuan. Hal yang dia usahakan agar dia tidak lagi merasakan penyesalan seperti yang dia rasakan akibat kecelakaan Ayah Bunda."

Ares hanya diam tanpa membalas ucapan sang kakak. Memang benar, apa yang dikatakan Farrel. Namun, entahlah, dia hanya merasa aneh karena tidak siap saja menerima semuanya secara tiba-tiba begini.

Setelah pembicaraan serius mereka, keduanya menyelesaikan tugas dapur sambil menunggu Lily bersiap.

"Kakak, Abang, berangkat dulu, ya," pamit Lily saat tergesa menuruni tangga menghampiri kedua kakaknya di ruang makan.

"Nggak sarapan dulu? Buat apa kamu masak kalau nggak dimakan?"

"Lily bawa bekal kok, nanti di makan barengan Raga aja."

"Nggak mau sarapan bareng kita, nih?"

"Bukan begitu, Kak. Ini udah jam 8 dan Lily takut kena macet dan telat."

"Ya sudah, hati-hati di jalan. Kalau butuh sesuatu, panggil Abang atau Kak Ares. Jangan lupa ngabarin," ucap Farrel saat Lily berpamitan pada mereka.

"Iya, pasti. Abang dan Kakak jangan khawatir."

***

Sesuai dugaan, jalanan kota di jam-jam itu pasti macet. Untung saja Lily sampai tepat waktu di rumah Raga. Disambut oleh Diany yang senang akan kehadirannya.

"Pantesan tadi Raga minta dicarikan kemeja yang biasa dia pakai kerja. Ternyata kalian mau pergi ke kantor?" tanya Diany setelah mempersilakan Lily masuk.

"Iya Tante, Raga bilang mau diantar ke kantor."

"Saya senang melihat Raga kembali mau beraktivitas. Karena sangat menyakitkan melihat dia murung dan mengurung diri di kamar." Diany tersenyum dang mengusap tangan Lily penuh syukur.

Suara bunyi pecah yang cukup keras menginterupsi pembicaraan Lily dan Diany. Keduanya saling berpandangan sebelum bergegas menuju arah suara dengan panik.

Dan benar, Raga berdiri di sana di antara serpihan keramik yang pecah berkeping-keping.

.
.
.

Bersambung.

.

Riexx1323

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro