Anak Yang Malang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Aku menulis ini, terinspirasi dari lagu dangdut, judulnya kaya yg di atas 👆😂


Gadis kecil, yang ada di dalam figura, yang sedang Ku pegang ini, bernama Cahaya. Dia gadis kecil yang cantik, berpipi gempal, Aku dan teman-temanku, sering memanggilnya 'Ndut' karena memang badannya berisi.

Aku juga, pernah memegang rambutnya yang indah, panjang, dan lebat. Pada saat itu, Dia memintaku, untuk mengepangi rambutnya itu. Aku sempat iri, karena Dia punya rambut, yang bagus banget. Tapi Dia malah tertawa, saat Aku bilang iri, padanya.

"Kenapa harus iri sama rambut Aku? Justru rambut Kamu, lebih bagus. Seperti princess-princess, yang sering kita tonton di tivi-tivi itu, kan?

Harusnya yang iri itu Aku, karena rambut Kamu, lebih bagus dari Aku," itu katanya. Emang rambut Aku, bagus ya? Kok, Aku merasa rambutnya yang lebih bagus daripada Aku, deh.

Ah, sudahlah. Lupakan soal rambut, kalian tau gak, berapa usia Cahaya waktu pertama kali Aku mengenalnya? Tidak tau? Mau tau? Nih, Aku kasih tau, ya. Usianya itu 7 tahun. Sekarang Aku dan Cahaya, sangat dekat. Kami sudah seperti seorang adik dan kakak. Tentu saja Aku adiknya. Karena usiaku 3 bulan lebih muda darinya. Cahaya itu anak yang baik. Karena Dia selalu membantu Ibunya bekerja setiap habis pulang sekolah.

                            ***

Cahaya hanya tinggal berdua dengan ibunya, sampai saat ini. Aku gak tau siapa Ayahnya Cahaya, bahkan Cahaya sendiri gak tau. Kalau menurut Aku sifat Ibunya Cahaya dan Cahaya itu berbeda jauh. Cahaya itu baik, kalau Ibunya galak, kenapa Aku tau? Karena Aku melihat sendiri, Ibunya sering marah-marahin Cahaya. Di depan banyak orang pun, Ibunya tanpa malu memaki Cahaya.

Sampai saat ini pun Aku gak suka sama Ibunya Cahaya, bukan cuma gak suka, tapi juga benci, pake banget! Mau tau, kenapa Aku membencinya pake banget? Tunggu sampai Aku selsai bercerita baru akan Ku beritahu.

Aku pernah meminta Cahaya, untuk tinggal sama Aku aja. Tapi Cahaya menolaknya. Dia bilang, Dia gak mau. Katanya kasian kalau Dia tinggal bersamaku Ibunya nanti sendirian. Aku sebel deh, padahalkan Ibunya itu jahat. Sering marahin Dia, sering pukulin Dia, pokoknya jahat banget. Lebih jahat dari Ibu tirinya Cinderella. Tapi lagi-lagi, Cahaya membela Ibunya gini katanya.

"Ibu marahin Aku ituh, bukan karena Dia benci, tapi karena sayang. Aku juga, gak mungkin benci sama Ibu, cuma karena Dia marahin Aku, doang. Karna Ibu adalah, orang yang udah ngelahirin Aku. Makanya Aku harus nurut, sama Ibu. Sebesar apa pun, Ibu marah, Aku gak boleh ngelawan, nanti dosa. Kan, surga ada di telapak kaki Ibu. Jadi kita harus menghormati Ibu kita."

Aku gak tau lagi deh, terbuat dari apa hatinya itu? Emang sih, Dia Ibu kandung yang udah ngelahirinnya. Tapi mana ada Ibu kandung jahatin anaknya sendiri? Ibunya serigala aja sayang sama anaknya. Masa Dia yang manusia engga.

Pernah pada saat pertama kali Aku jadi teman barunya. Waktu itu hari Minggu, kami-Aku dan Cahaya-bermain di teras rumahnya, main princess-princessan gitu. Dan Dia yang jadi princessnya Aku yang mengepang rambutnya. Terus Cahaya pamer gitu ke Ibunya. Tapi tau nggak Ibunya kasih respon apa waktu cahaya kasih liat hasil kepanganku?

"Ibu lihat, rambutku dikepang sama Ilya. Kaya princess," ucap Cahaya memperlihatkan hasil kepanganku. Di depan Ibunya yang sed-entah sedang apa sepertinya sedang membaca kertas, Aku juga gak tau.

Tapi Ibunya itu gak ngomong apa-apa. Cahaya mengucapkannya sekali lagi, masih gak ngedenger juga. Terus yang kelima kalinya, Cahaya sambil megang tangan Ibunya. Kalau Aku gak salah, saat hendak memegang tangan Ibunya, Cahaya gak sengaja, menyenggol cangkir kopi yang ada dimeja. Kopinya tumpah, membasahi kertas-kertas yang berserakan dimeja.

Tiba-tiba Ibunya bangkit dari duduknya. Tangannya yang tadi dipegang Cahaya, kini terlepas akibat sentakan yang disebabkan oleh Ibunya. Pikirku dalam hati pasti tangan Cahaya sakit, akibat sentakan Ibunya. Bukan cuma itu saja, Ibunya juga menarik rambut Cahaya yang sudah kurapihkan. Sampai-sampai Cahaya merintih meminta ampun pada Ibunya itu.

"Dasar anak pembawa sial! Kamu gak tau apa. Berkas ini, berkas penting!" teriak Ibunya sambil terus menarik rambut Cahaya.

Ditariknya ke kiri, ke kanan, ke depan, ke belakang, Cahaya semakin kesakitan, airmatanya mulai berjatuhan, rintihan Cahaya semakin pilu. Aku gak bisa ngomong apa-apa waktu lihat Cahaya disiksa Ibunya. Aku terlalu kaget melihatnya.

"Aku udah bilang, kalau Aku lagi kerja itu, ya jangan diganggu!" teriakannya kali ini lebih keras dari yang pertama. Tarikan dirambutnya Cahaya juga semakin kuat. Sampai-sampai, ada beberapa helai rambut yang berjatuhan.

"Ampun ... Bu, am-ampun sa-saki-kit bu, ampuuun," rintihan Cahaya terdengar memilukan, ia meminta ampun pada sang Ibu agar rambutnya dilepaskan.

Bukannya dilepaskan, tarikannya malah semakin kuat, mungkin kalau Aku hitung-hitung, Ibunya menjambak rambut Cahaya sekitar 10 menit lamanya. Udah gitu bukannya dilepaskan pelan-pelan, Ibunya itu malah mendorong Cahaya ke depan sampai Cahaya terjerembap di lantai. Dan keningnya membentur lantai sangat keras.

Kesan pertama saat Aku melihat sendiri perlakuannya terhadap Cahaya. Aku langsung membenci Ibunya Cahaya. Aku pernah cerita perihal Cahaya tadi ke Mama ku. Namun Mama bilang 'kalau pun Cahaya benar-benar disiksa oleh Ibunya, kita tidak bisa berbuat apa-apa, sayang. Kita ini hanya tetangga baru, kita doakan saja supaya Cahaya baik-baik saja, ya. Nak.'

Kalau Mama saja sudah berkata seperti itu, Aku bisa apa? Benar kata Mama. mungkin Aku harus mendoakan Cahaya agar dia baik-baik aja. Dan Aku pun akhirnya melupakan kejadian itu. Toh, sepertinya kalau dibahas pun Cahaya gak bakalan mau.

                               ***

Satu tahun kemudian lama-lama Aku semakin benci Ibunya Cahaya, karena semakin kesini Cahaya diperlakukan dengan tidak manusiawi, Aku pernah menyaksikan sendiri, Cahaya disiksa Ibunya, bukan pernah tapi sering. Mulai dari siksaan yang masih dibatas wajar, sampai benar-benar kurang ajar. Pernah Aku saksikan. Yang masih dibatas wajar itu, maksudnya cuma dimarahin aja. Tapi kalau yang kurang ajar, pasti kalian tau sendiri, lah?

Aku menyaksikan sendiri, salahsatu siksaan yang kurang ajar itu waktu itu Cahaya disuruh Ibunya memasak. Terus waktu Cahaya mau mengangkat ikan yang sudah matang, ikan yang dimasak Cahaya malah keluar dari wajan. Ibunya marah besar, pada Cahaya. Terus menyuruh Cahaya mengambil ikan itu, dengan tangan kosong. Bayangkan! Tangan kosong!

Cahaya terpekik kaget dan mengibas-ngibaskan tanganya karena kepanasan. Ikan yang tadi sempat dipegang Cahaya jatuh lagi, kini jatuhnya ke lantai, sampai ikannya hancur. Ibunya semakin naik pitam, Dia menyiram tangan Cahaya menggunakan minyak panas, punggung tangan Cahaya yang tersiram sampai melepuh.

Airmataku pada saat itu nggak bisa ditahan lagi tangisku pecah seketika. Aku berlari menuju rumahku menghampiri Mamaku dan melaporkan kejadian yang menimpa Cahaya tadi. Mamaku terkejut saat mendengar berita itu, Dia memintaku mengantarnya ke rumah Cahaya, untuk melihat kondisi sahabatku itu. Saat sampai di sana Aku dan Mamaku terkejut melihat kondisi Cahaya yang tergeletak dilantai dapur, wajahnya pucat pasi dan luka bakar ditangannya semakin terlihat. Mama segera membawanya ke Rumah sakit.

4 jam kemudian Ibunya Cahaya tiba di Rumah sakit dan memaki-maki Mama, Aku nggak tahu apa yang mereka bicarakan yang Aku lihat mereka seperti sedang beradu mulut. Enggak lama setelah itu Ibunya memasuki ruangan tempat Cahaya dirawat. Ibunya menarik paksa lengan Cahaya untuk turun dari ranjang. Mamaku sempat protes dengan sikap Ibunya Cahaya, namun lagi-lagi Mamaku kalah debat dengan Ibunya Cahaya. Aku pun diam nggak berbuat apa-apa cuma bisa liat sahabatku ditarik paksa oleh ibunya, langkahnya terseok-seok mengikuti langkah Ibunya.

Aku gak habis pikir sama Ibunya itu. Kok bisa, ada Ibu yang sejahat itu pada anaknya sendiri? Itu hanya satu dari sekian kejahatan yang dilakukan oleh Ibunya Cahaya. Bukan hanya itu, masih banyak lagi yang lebih parah. Seperti kakinya disetrika. Didorong sampai terjerembap dilantai. Tidak diberi makan selama 5 hari. Rambut panjangnya dipangkas habis setelah itu dikunci di kamar mandi yang gelap dalam keadaan telanjang. Dan masih banyak lagi.

                                ***

Dan yang terakhir Aku nggak tau Ibunya menyiksa Cahaya seperti apa? Yang Aku tau malam itu waktu Cahaya mengetuk pintu rumahku wajah pucat pasinya, dipenuhi lebam, di pipi, di sudut bibir, kening, di bawah mata, matanya juga sayu, badannya bergetar hebat, suhu tubuhnya sangat dingin, keningnya mengeluarkan darah segar. Pokoknya kondisi Cahaya malam itu sangat mengenaskan.

Sepertinya siksaan yang Ibunya berikan kali ini lebih mengerikan, daripada disiram oleh minyak panas. Cahaya nggak cerita kenapa Dia malam itu, gadis berusia 10 tahun itu cuma titipin surat buat Ibunya, sama nanya satu hal 'anak haram itu apa?' hanya itu saja. Tapi kayanya Dia sempat cerita sedikit deh, katanya Ibunya manggil dia anak haram, Ibunya juga bilang nggak sudi punya anak haram kaya Cahaya.

Aku juga nggak tau apa maksudnya mungkin Aku tanya Mama aja kali, ya. Baru saja Aku mau tanya ke Mama. Cahaya udah terjatuh dilantai teras rumahku. Dia pingsan, badannya kaku, Aku memanggil-manggil namanya berkali-kali, bahkan sampai berteriak, Cahaya nggak bangun juga.  Aku panik, Aku nangis, Aku menjerit sekeras-kerasnya, berteriak meminta tolong.

Para warga berdatangan menghampiriku dengan wajah panik, kemudian Mama Papa juga keluar dari dalam rumah. Mereka terkejut, saat melihat kondisi Cahaya. Detik itu juga Papah menggendong Cahaya, dan membawanya ke Rumah sakit menggunakan mobil. Aku duduk di kursi depan dan Mama duduk di kursi penumpang memangku Cahaya.

Aku kira akan ada pelangi setelah badai datang. Namun Aku salah, badai itu malah semakin pekat. Temanku. Kakakku. Sahabatku. Teman terbaikku. Dia sekarang sudah pergi. Pergi bersama badai yang membawanya. Padahal belum sempat Dia melihat pelangi, tapi badai malah sudah membawanya pergi.

Ya, Cahaya pergi. Pergi meninggalkan dunia ini. Pergi meninggalkanku, meninggalkan semuanya. Gadis kecil berambut ikal yang ada di dalam potret, yang sedang ku pegang ini. Sudah pergi. Dia pergi. Tidak ada yang bisa kupanggil 'Ndut' lagi. Tidak ada yang bisa bercanda denganku lagi. Tidak ada yang menjahiliku lagi. Tidak ada lagi lompat tinggi. Tidak ada lagi congklak. Tidak ada lagi bekel. Tidak ada lagi rumah-rumahan. Tidak ada lagi princess-princessan.

Semua tidak akan ada lagi karena Dia sudah pergi, pergi untuk selamanya. Meninggalkan kenangan manis, semasa Dia hidup. Entah Aku harus bersyukur atau bersedih, atas kepergiannya. Aku tidak tau?

Sekarang kalian tau 'kan, kenapa Aku sangat membenci Ibunya Cahaya pake banget? Iya, Dia penyebabnya. Aku sangat membencinya, gara-gara Dia, Aku kehilangan sahabat terbaikku, teman hidupku, kakak kesayanganku. Padahal kami baru 3 tahun bersama, tapi kenapa Dia harus pergi meninggalkanku dan pergi secepat ini kenapa?

Bukan hanya itu saja yang membuat Aku amat sangat membenci Ibunya Cahaya. Tapi karena Ibunya Cahaya yang tidak pernah peduli terhadap Cahaya. Bahkan saat Cahaya dimakamkan pun Dia tidak ada.

                                 ***

Di sana sekitar 20 M dari tempat pemakaman, seorang wanita berkaca mata hitam menyaksikan proses pemakaman dalam diam. Wanita itu terlihat menggenggam sepucuk surat.

Setelah proses pemakaman selsai, para pelayat satu per satu pergi meninggalkan tanah merah itu. Termasuk anak gadis yang tengah menangis sambil memeluk sebuah bingkai foto.

Wanita itu kini berdiri di depan tanah merah. Kakinya berlutut, tangannya mengusap nisan bertuliskan 'Cahaya Anugerah' yang baru saja ditancapkan beberapa jam yang lalu.

Kacamata hitam yang dipakainya tidak mampu menyembunyikan air mata yang mengalir deras. Wanita itu mulai membuka sepucuk surat yang digenggamnya sejak tadi.

Untuk Ibuku tersayang

Ibu maafin Aya, yah. Gara-gara Aya Ibu menderita. Aya janji, setelah Aya pergi nanti, Ibu gak akan menderita lagi. Aku pulang ya bu, Ibu baik-baik di rumah. Jangan sibuk terus, nanti ibu sakit. Kalau Ibu sakit, nanti siapa yang merawat Ibu? Aya kan udah pulang. Aku saayaaaang banget sama Ibu, Aku boleh minta sesuatu,  satuuuu aja bu.

Aku mau dipeluk Ibu sekali aja, Aku mau ngerasain hangatnya pelukan Ibu, Aku mau bandingin pelukan Ibu sama Ibunya Ilya. Aku pernah dipeluk Ibunya Ilya, pelukannya hangat. tapi, pasti pelukan Ibu lebih hangat kan, kasih Aku satu kaliii aja Bu biar Aku gak kedinginan disini ^_^
Terakhir, makasih ya, Bu. Karena Ibu udah lahirin Aku kedunia, makasih karena Ibu udah izinin Aku melihat wajah Ibu yang cantik_^
Aku sayang Ibu ({}) :*

Peluk cium dari Aya

Wanita itu menatap tulisan di nisan yang ada di depannya, tangannya terulur ke depan, badannya membungkuk, merengkuh tanah merah itu. Bahunya bergetar menandakan kalau dia tengah menangis. Isak tangis yang keluar dari mulutnya terdengar memilukan.

"Maafkan Ibu, Nak. Maaf...." Wanita itu berbisik lirih kemudian mencium nisan yang ada di hadapannya. Suaranya tak terdengar karena terbawa angin yang berhembus kencang membelai rambutnya yang terurai.

Peribahasa mengatakan 'Apa boleh buat, sakit menimpa sesal terlambat.' Yang artinya sudah terlanjur tidak dapat diubah lagi. Ya, setiap kejadian yang sudah menimpa manusia tidak dapat diubah lagi, penyesalan pun tiada guna karena yang sudah terjadi ya terjadi, tanpa dapat dicegah bila kita terlambat. Maka dari itu, kita sebagai manusia setidaknya berbuatlah sesuatu yang tidak membuat kita menyesal di kemudian hari.

The end

               ***

2051 words
Ide tibatiba melintas, nyoba nyoba deh dibikin yg short short 😅😂

Minta kritik dan sarannya ya, sekalian 😁😄

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro