🕊Amazing Ar Rahman 🕊

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

~Aku tak keberatan menunggu lama, jika pada akhirnya kamu dipilih Allah di akhir cerita sebagai penyempurna separuh agama~

═════⊰◍●❁  𝒮𝓉𝒶𝓎 𝓌𝒾𝓉𝒽 𝓂𝑒  ❁●◍⊱═════


Heran dari kemarin dikasih Hafiz Quran, ganteng kaya gini masih milih Adit saja. Author itu terbengong-bengong. Apa sih kelebihannya Adit?

Gus Alif Nur Hidayat

Desiran angin yang terasa berembus menerbangkan daun di pepohonan depan pesantren. Semua pasang mata fokus pada satu objek sosok yang baru hadir. Tak terkecuali Alif yang masih duduk di depan penghulu. Masjid yang sebelumnya penuh dengan suara kebahagiaan, kini terpaku menatap sosok pemuda yang berdiri di ambang pintu.

Adit, yang menjadi pusat perhatian, menatap penuh pada keberadaan Alif dan Abah. Dapat dilihat wajah berusia lima puluh tahunan menampilkan guratan pada wajah kala sebuah bulan sabit tercipta dari bibirnya—sebuah senyuman hangat.

Namun, Adit masih sungkan membalas senyuman di depan. Masih dengan wajah pucat, Adit melangkah mendekati keduanya dengan perasaan tegang.

“Santai saja, tidak usah grogi,” ujar Mas Alif menepuk bahu Adit, sayangnya tepukan itu berada di tempat yang salah karena tepat berada di luka jahitan Adit sehingga laki-laki itu mengangkat bibirnya menahan efek sakit.

Alif tersenyum lebar karena ia  sebenarnya merasakan apa yang dirasakan Adit saat ini. Rasa lega di dada Alif ketika berhasil membaca lafaz akad tanpa pengulangan.

Adit duduk di depan meja, melirik ke arah penghulu yang tengah menyiapkan buku nikah untuknya. Tatapan Adit kemudian berganti pada seseorang yang duduk persis di depannya. Jika diamati pria tersebut mirip dengan kekasihnya.

Abah mencoba berdiri berpegangan pada meja untuk izin ke belakang. Namun, lengannya terpaksa di tahan oleh pria paruh baya di sampingnya. “Jangan pergi, Pak Kyai. Kiran juga anak Pak Kyai. Kita sama-sama menyaksikan ijab kabul ini,” pinta bapak kandung Kiran. Mata Abah berkaca-kaca mendapatkan perhatian seperti ini. Tadinya sempat terbersit sedikit rasa sedih, tapi sekarang berganti senyuman penuh kebahagiaan.

“Apa mempelai laki-laki sudah siap?” tanya Penghulu pada Adit yang dibalas anggukan saja karena Adit sudah seperti dihadapkan kembali pada meja operasi beberapa hari yang lalu. Apalagi semua sorot mata sudah mengarah kepada Adit.

“Apa Bapak sudah siap menikahkan putri Bapak?” tanya Penghulu pada Pak Budiarto—bapak kandung Kiran.

“Insyaallah,” sahut pria itu dengan mantap, kemudian menatap Pak Kyai yang dibalas anggukan lemah serta ikut tersenyum.

Semua tamu yang hadir seketika penasaran dengan  orang tua kandung Ning yang sesungguhnya. Bahkan ada yang sampai berdiri agar dapat melihat. Belum keluarga Adit yang masih bertahan di depan pintu masjid juga ikut penasaran dengan besannya.

Tangan Adit yang sudah berkeringat dingin menjabat tangan calon mertuanya yang siap menikahkan dengan putrinya.

“Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka bintii Kirania Rinaran Hidayah alal mahri suuroti  arrahman  hallan.”¹

Suara di belakang Adit seketika langsung senyap padahal tidak ada yang menyuruh untuk diam. Adit menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan kedua mata, tangan menjabat wali nikah dengan sangat erat.

“Qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkur wa radhiitu bihi, wallahu waliyu taufiq haalan.”

Setelah melafalkan akad, Adit meneruskan dengan membaca Ar Rahman.  Mahar tersebut sesuai dengan permintaan Kiran sendiri. Setelah Adit belajar membaca dan mengerti makna yang terkandung dalam Ar Rahman, ia semakin tertantang untuk menghafalkan surah tersebut.

Ayat dari surah Ar Rahman ada yang diulang hingga tiga puluh satu kali karena artinya yang maha dahsyat.
فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ. Fa bi'ayyi ālā'i rabbikumā tukażżibān
Artinya: Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Berikut lima keutamaan dari surah Ar Rahman yang wajib diketahui adalah dapat meningkatkan keimanan, mendapat Ridha Allah, mensyukuri nikmat, matinya orang yang membaca Ar Rahman seperti Syahid serta mendapat syafaat di hari Kiamat.

Abah merasa bangga melihat Adit yang telah merampungkan hafalan Ar Rahman sesuai permintaan Kiran. Ia tak menyangka Adit yang baru memeluk Islam baru beberapa tahun tetapi bisa melafalkan surah tersebut dengan sempurna.

Kata sah menggema di ruangan ini untuk kedua kali. Namun, sekarang terasa luar biasa membuat bulu kuduk berdiri karena merinding. Suara tepuk tangan riuh dari sekelompok pemuda yang tak lain rekan Adit begitu antusias dan bangga pada Adit.

Adit sendiri yang sudah bercucuran keringat hanya bisa mengucapkan hamdalah dalam hati. Perasaan sangat lega seperti beban di pundak yang sudah berpindah tangan. Namun, tugas berikutnya sangat berat karena nantinya ia yang akan membimbing istrinya sampai Surga.

Dari pintu masjid terlihat dua perempuan cantik yang berjalan beriringan memakai gaun pengantin muslimah berwarna putih, kerudung warna senada menjuntai menutupi dada serta mahkota di atas kerudung sebagai penghias di kepala. Dandanan yang sederhana tetapi tak menghilangkan kecantikan dua bidadari tersebut yang berjalan menunduk untuk bertemu dengan laki-laki yang sudah menghalalkannya.

Alif membantu Adit untuk berdiri karena fisik adik iparnya yang belum sembuh total. Mereka berdiri berdampingan menyambut istrinya masing-masing.

Bapak kandung Kiran tampak kaget dan gugup serta salah tingkah.  Ia lebih memilih menyembunyikan wajahnya, padahal semua mata di ruangan ini tertuju pada dua sosok pasangan pengantin.

“Waktu yang tepat untuk pergi,” batin pria itu  sambil menatap pintu masjid yang ada di samping kirinya. Namun, niat itu kandas sudah ketika seseorang sudah mencekal lengan. Orang tersebut tak lain adalah Pak Kyai yang tengah menggeleng memasang wajah tak suka.

“Saya mohon, Pak Kyai. Kewajiban saya sudah selesai, sepertinya keberadaan saya di sini sudah cukup. Biar Pak Kyai saja yang meneruskan acara nanti,” tutur Pak Budiarto sambil memelas.

“Tidak,” balas Abah sambil terus memegang lengan seseorang yang sudah menitipkan bayi perempuan dua puluh tahunan yang lalu.

“Saya mohon Pak Kyai. Jangan sampai anak saya tahu siapa bapaknya. Dia pasti kecewa dengan orang tua seperti saya.”

Abah bisa melihat orang tersebut ketakutan dan panik ketika pertama kali bertemu dengan anak kandungnya nanti. Namun, jika Abah membiarkan pergi begitu saja,  pasti Abah sangat berdosa tak mengenalkan siapa bapak kandung Kiran.

“Dia anak kamu. Kemarin Kiran sudah meminta restu pada saya. Sekarang gantian dia meminta restu sama orang tuanya,” terang Abah. Pak Budiarto hanya mengangguk pasrah, ia sudah siap jika nanti putrinya kecewa atau marah di tempat umum seperti ini.

═════⊰◍●❁  𝒮𝓉𝒶𝓎 𝓌𝒾𝓉𝒽 𝓂𝑒  ❁●◍⊱═════


Alif tampak takjub pada sosok istrinya yang bernama Dewi Novita, seorang santriwati yang tak sengaja mereka bertemu karena  setoran hafalan Al Quran secara mendadak. Saat malam itu juga ketika mengantar sampai depan pintu, Alif langsung melamar Dewi dan  menjanjikan sebuah pernikahan. Untuk Dewi sendiri merasa syok dan terkejut mendapat lamaran secara dadakan, apalagi yang melamar ini adalah Gus di tempat Dewi menimba ilmu. Bahkan Dewi sempat sakit karena ia menyangka Gus hanya main-main saja. Jika bukan Pak Kyai yang menelepon kedua orang tua Dewi mungkin perempuan itu belum percaya jika sampai saat ini bisa  bergabung di keluarga Pesantren.

Bagi Alif sendiri  yang sudah terlalu lama melajang, ingin menyempurnakan separuh agamanya lewat ibadah menikah. Pernah menaruh hati pada perempuan yang tak lain adalah adik tirinya. Namun, cinta bertepuk sebelah tangan karena kekuatan cinta Kiran dan Adit tak dapat dipisahkan.

Kedua pasangan mempelai saling bertemu, Kiran dan Dewi mencium punggung tangan pasangan masing-masing diiringi kilatan cahaya kamera dan ponsel yang mengabadikan momen sakral ini. Tak lupa mempelai laki-laki membaca doa pernikahan sambil memegang ubun-ubun istrinya. Semua yang menjadi saksi merasakan kebahagiaan luar biasa.

Mamah Adit tersenyum, menyaksikan putranya yang memilih pilihan yang awalnya sempat ia tentang. Namun, Adit berhasil menunjukkan dan memilih kebahagiaannya sendiri.

Pasangan pengantin sudah saling berhadapan, sekarang giliran Abah mendoakan kebahagiaan putra-putri mereka. Dalam satu acara ini, Abah telah mendapatkan dua menantu.

Adit sendiri tak berhenti memandang wajah yang sudah halal baginya. Perjuangan untuk mendapatkan dan sejalan dengan Kiran itu bukanlah hal yang mudah. Bertaruh dengan nyawa sudah sering dilakukan Adit, bahkan laki-laki itu sempat menyusul ke Jepang untuk bisa bertemu dengan Kiran. Skenario Allah itu tidak ada yang bisa menebak dan ternyata Allah bisa menyatukan dua insan dengan Kuasa-Nya sendiri.

“Selamat ya, Dek,” ucap Mas Alif kepada adiknya. Sayangnya Kiran membalas dengan tatapan tajam. Lagi-lagi kakaknya keceplosan memanggil dengan panggilan itu. Lengan Adit seketika langsung melingkar dan menarik Kiran untuk lebih dekat.

Alif menyadari kekhilafan karena Adit langsung menatap dengan tatapan tidak suka. Dewi hanya bisa tersenyum, ia harus terbiasa dengan anggota keluarga pesantren yang baru.

“Nduk, bapak kamu ingin bertemu,” tutur Abah dari belakang.

Tubuh Kiran seketika mematung. Saat di layar tadi ia tak bisa menatap pria itu karena kamera menyorot dari belakang. Hanya punggung saja yang terlihat. Sekarang ia tak bisa memungkiri jika pertemuan ini akhirnya tetap terjadi. Kiran berbalik dengan kepala masih menunduk enggan untuk menatap.

“Nduk?” Suara yang tak asing dan pernah ia dengar belum lama terasa menyatu di telinganya. Perlahan Kiran menaikkan pandangan dan sangat terkejut dengan apa yang ia lihat.

“Orang kemarin saat di depan supermarket,” batin Kiran.

Tubuh Kiran seketika mematung, genggaman tangan yang kuat dari Adit sedikit menguatkan pergolakan batinnya.

Catatan kaki:
¹ “Aku nikahkan engkau, dan aku kawinkan engkau dengan pinanganmu, puteriku Kirania Rinaran Hidayah dengan mahar surat Ar Rahman dibayar tunai".

Yuk barangkali yang mau ikutan waiting List Stay with me  ditunggu chat ke nomor 089680710616




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro