38. Kembar Lainnya

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Megan baru saja selesai membersihkan dirinya ketika Kiano membuka pintu kamar dan melangkah masuk. Senyum semringah segera menghiasi wajahku mungil putranya begitu menemukan dirinya. Menghambur ke arahnya dengan lengan terbuka lebar. "Mama?"

"Hai, jagoan." Megan membungkuk dan mengusap ujung kepala sangat putra sebelum membalas pelukan lengan mungil tersebut di pinggangnya.

"Di mama papa?" tanya Kiano setelah mengedarkan pandangan dan tak menemukan sosok Mikail di mana pun.

"Papamu sedang ada sedikit pekerjaan di ruangannya. Ada apa?" tanya Megan merangkum wajah mungil tersebut dengan telapak tangannya.

"Ada om Marcel di bawah."

Wajah Megan seketika memucat dan seluruh tubuhnya membeku. "Apa?"

Kiano mengangguk, tangan Megan yang mendadak bergetar di wajahnya dan raut wajah sang mama yang tampak terpaku membuatnya terheran. "Ada apa, Ma?"

Megan mengerjap cepat dua kali dan menguasai raut wajahnya dengan cepat ketika kembali menatap kedua mata bulat sang putra. Terutama dengan Kiano yang mengetahui nama pria itu, tentu saja Kiano mengenal pria itu.

"Kiano tahu om Marcel?" Megan memastikan suaranya tak sampai bergetar.

Kiano menggeleng sekali lalu menjawab dengan polos. "Wajahnya mirip dengan papa. Dan meminta Kiano memanggilnya dengan sebutan om karena om Marcel adalah saudaranya papa."

Megan mencerna lebih dalam arti kalimat sang putra sambil mengangguk tipis.

"Wajahnya sangat mirip dengan papa. Tapi... om Marcel terlihat berantakan. Memanggil pelayan dan menyuruh mereka semua segera menyiapkan meja makan."

Megan mengangguk mengerti, kemudian bertanya lagi, "Apakah om Marcel tahu ada mama di sini?"

Kiano menggeleng. "Om menyuruh Kiano memanggil Papa. Sekarang om sedang makan di ruang makan."

Megan mengerjap sekali lagi dan berusaha menahan gejolak emosi di dadanya. Marcel Matteo, saudara kembar Mikail yang begitu membenci dirinya di hidup Mikail. Dan satu-satunya hal yang paling diinginkan oleh pria itu adalah menghancurkan dirinya. Lalu, dengan kembalinya dirinya di hidup Mikail, tentu saja akan membawa seluruh perhatian pria itu kepada dirinya. Untuk kedua kalinya.

Megan yakin, pria itu tak akan menyukai pernikahan keduanya dan Mikail. Dan...

"Mama?" panggil Kiano dengan tangan menepuk pundak Megan.

Megan tersadar dan bergegas bangkit berdiri. Kemudian menggandeng tangan Kiano dan berjalan keluar. Wanita itu memanggil pengasuh Kiano dan meminta pengasuh putranya tersebut menjaganya ssejenak

Megan melangkah besar-besar ke ruangan kerja Mikail. Menerobos membuka pintu ruangan tersebut dan langsung menemukan Mikail yang duduk di balik meja. Menyibukkan diri dengan berkas di hadapan pria itu.

Wajah Mikail tetangkat, keningnya berkerut akan kedatangan Megan yang menerobos pintu ruang kerjanya tanpa satu ketukan pun. Dan kerutannya semakin dalam ketika pria itu memutar kunci. Mengurung mereka berdua di dalam ruangan yang tertutup. Dan dengan pikiran prianya yang normal, membawa pandangannya dari atas kepala hingga...

Pengamatan Mikail terhenti ketika wanita itu sudah berdiri di depan mejanya dengan wajah pucat yang baru disadarinya.

"Mikail?" Napas Megan tersengal. "Apa kau masih berhubungan baik dengan Marcel akhir-akhir ini?"

Pertanyaan Megan seketika membekukan raut wajah Mikail dalam hitungan sepersekian detik. "Apa yang kau katakan, Megan?"

Megan menelan ludahnya sekali lagi. Berusaha keras menenangkan kembali degup jantungnya yang di penuhi adrenalin. "Terakhir aku bertemu dengannya lima tahun yang lalu, Mikail. Dan itu bukan pertemuan yang baik. Apakah kalian masih berhubungan baik?"

Wajah Mikail seketika membeku. Tak menjawab pertanyaan Megan. "Kenapa kau tiba-tiba membahas tentangnya, Megan?"

"Apakah itu artinya ya, Mikail?" tandas Megan dengan suara yang lebih kuat. "Kau masih berhubungan dengannya."

"Itu urusan keluargaku, Megan. Kau tak perlu ikut campur permasalahan kami," peringatan Mikail dengan tatapan nya yang seketika berubah dingin dan desisan tajamnya.

"Kalau begitu, jangan biarkan dia tahu aku kembali ke hidupmu, Mikail. Pastikan itu sekarang juga."

Kerutan di kening Mikail semakin menukik tajam. "Apa maksudmu, Megan?"

"Sekarang dia ada di bawah. Menyuruh Kiano memanggilmu untuknya. Aku benar-benar tak habis pikir kau membiarkan Kiano mengetahui tentangnya."

"Apa?!" Kedua mata Mikail membelalak dan tubuhnya langsung melompat berdiri dengan gerakan yang kasar. Geraman bergemuruh di dada dan kedua tangan menggedor meja.

"Aku seharusnya menyembunyikan keberadaan Kiano darinya, Mikail. Kenapa kau... "

"Diamlah, Megan. Kau tak perlu medikteku apa yang benar dan tidak untuk anakku."

"Dan seharusnya kau tidak seceroboh ini, Mikail." Suara Megan lebih kuat dari Mikail, dengan dagu sedikit terangkat. Sama sekali tak terganggu dengan amarah dan peringatan Mikail kepadanya.

"Apa kau mencoba mengatakan bahwa aku tidak becus menjaga putraku sendiri."

"Bukan aku yang mengatakannya," sambar Megan.

Mikail menggeram, tatapannya dipenuhi amarah yang meluap lurus ke arah Megan. Beraninya wanita itu mengomentari sikapnya terhadap Kiano. "Lihatlah dirimu sendiri, Megan. Apa yang sudah kau lakukan untuk anakmu selain mencampakkan dirinya, hah?"

Kata-kata Mikail berhasil mengena di dada Megan. Raut wajah wanita itu yang pucat, tak bisa pucat lagi. Genangan tercipta di kedua kelopak matanya.

Mikail seketika menyesali kata-kata kasarnya tersebut tetapi terlalu angkuh untuk memperbaiki kalimatnya sendiri.

Keduanya saling pandang, hingga Mikail berkata, "Tetaplah di sini sampai aku selesai dengannya di bawah." kemudian meninggalkan Megan seorang diri di ruangannya.

Mikail mengunci pintu ruangannya, memastikan pengasuh Kiano tidak membawa putranya turun sampai dirinya naik. Sebelum kemudian turun ke lantai bawah. Langkahnya sempat terhenti ketika sampai di pintu kamar Alicia yang tertutup rapat. Lalu melanjutkan menyeberangi ruang keluarga yang luas dan langsung ke ruang makan.

Dengan wajah merah padam dipenuhi amarah yang begitu kuat, Mikail langsung menemukan sang adik kembarnya yang duduk di kepala meja. Dengan meja makan yang memenuhi permukaan meja. Seakan sedang berpesta untuk diri pria itu sebdiri.

Mungkin wajah mereka memiliki keidentikan yang nyaris menyentuh angka 100 persen. Tetapi penampilan mereka memiliki perbedaan 180 derajat.

Marcel Matteo, dengan rambutnya yang kusut dan tak pernah di shampo, pakaian yang kumul dan kotor, dan cara pria itu memakan isi makanan di piring hingga meninggalkan makanan berantakan di sekitar meja. Jelas keduanya hidup di lingkungan yang jauh berbeda.

"Aku sudah mengatakan padamu untuk tidak mendatangi rumahku jika kau membutuhkan uang, Marcel," desis Mikail yang masih mencoba menekan kuat-kuat amarah di dadanya kepada sang adik kembaranya tersebut.

Marcel hanya tersenyum, dengan sisa nasi yang masih menempel di ujung pipinya. "Dan akhirnya aku mengerti kenapa kau melarangku datang kemari," balas Marcel dengan nada suaranya yang dibuat bercanda.

Seluruh tubuh Mikail terkejut. Mencoba mendalami maksud yang tersirat dalam kalimat pria itu.

"Rupanya aku memiliki keponakan yang sangat manis. Siapa namanya?" Marcel tampak berusaha mengingat untuk sesaat. "Ah, Kiano."

Raut wajah Mikail membeku.

"Ah, aku juga mendengar tentang desas desus mantan istrimu yang kembali ke negara ini. Apakah Kiano anakmu dan Megan?"

Pertanyaan tersebut semakin membekukan wajah Mikail yang pucat.

***

Hufttt, makin seru ga nih?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro