Bab 23 : Ayo Kita Berpisah.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah mengucapkan terima kasih pada pengemudi taksi, Kahiyang menghempaskan pintu mobil dan berjalan cepat menuju lift yang akan membawanya ke lantai lima rumah sakit tempatnya bekerja.

Pagi tadi ia mendapatkan chat di Whatsapp dari salah satu suster yang bertugas di koridor VIP, yang mengatakan jika Arjuna mendapatkan penanganan darurat untuk operasi usus buntu. Suster itu langsung mengkonfirmasi hal tersebut ke Kahiyang, karena nama Nara sebagai wali orang tua yang bertanggung jawab.

Sebagai Ibu, ia merasa kecolongan. Kenapa Bita tak meneleponnya? Kenapa malah justru Nara yang dihubungi putrinya.

Memejamkan mata sesaat, Kahiyang pun menghela napas kemudian memutar kenop pintu dan membukanya. Ada Nara dan Arjuna yang sama-sama menoleh ke arahnya.

"Bunda ...." Arjuna terpekik melihat kehadiran Kahiyang yang berdiri di ambang pintu.

"Iyang." Nara sendiri langsung berdiri melihat ibu dari anak-anaknya sudah berada di Jakarta.

Sedangkan wanita yang hanya memakai celana jin dan kaos oblong itu menatap sejenak bergantian dari Nara ke Arjuna.

"Bun ...." Kahiyang menghampiri Arjuna yang duduk rebahan di ranjang pasien.

"Mas, kamu ...," Memukul bahu Arjuna. "Kenapa nggak bilang Bunda kalo masuk rumah sakit?"

Arjuna meringis pelan akibat pukulan Kahiyang bertubi-tubi menerpa bahunya. "Buuun ... aku lagi sakit, lho, ini. Kok malah dipukulin, sih," rajuk Arjuna.

"Yang ... aku yang—"

"Diem, Mas! Arjuna anakku, jadi aku berhak ngapain aja ke dia." sentak Kahiyang menatap nyalang ke ara Nara, lalu kembali melototi Arjuna.

Tapi Arjuna juga anakku, Yang.

Entah kenapa ucapan Kahiyang barusan, seakan menegaskan jika Nara tak berhak mengakui Arjuna sebagai anaknnya. Rasanya benar-benar menyesakan dada. Ada darahnya yang mengalir di tubuh Arjuna, tapi kenapa ia tak boleh mengakuinya? Ah, mungkin dirinya terlalu mellow untuk hari ini.

"Masih nggak kapok kamu, Mas? Terusin aja makan pedes-pedes, Bunda udah pernah bilang sama kamu, tapi ngeyel. Ngeyel terus aja kamu, Mas."

"Maaf, Bun." Arjuna hanya bisa menunduk pasrah.

Nara hanya bisa menatap intens Kahiyang yang mengomeli Arjuna. Ia terlihat seperti ibu-ibu kebanyakan. Mengomeli anaknya hingga tak berkutik, sedangkan anaknya hanya bisa cengegesan tanpa rasa bersalah.

Ah, perasaan sendu itu kembali datang. Seharusnya ia bisa melihat hal-hal sepele seperti ini setiap harinya, jika kesalahan itu tak dilakukannya. Namun, sayangnya hal itu hanya menjadi angan-angan saja.

Nara benar-benar merindukan kecerewetan Kahiyang.

"Kamu juga, Mas. Kenapa nggak ngasih tahu aku kalo Arjuna di rumah sakit?" Todong Kahiyang sama sengitnya.

Selain geragapan karena ketahuan sedang melamun, Nara hanya bisa meringis bingung, harus seperti apa dia menjawab pertanyaan Kahiyang barusan.

Berdeham pelan, Nara mencoba mengembalikan suaranya yang sempat tersendat akibat kaget akan kehadiran Kahiyang di sini. Padahal Bita sendiri mengatakan kalau bundanya ada di Solo. Begitu melihat Kahiyang di sini baik Nara atau Arjuna juga sama-sama terkejutnya.

"Bita yang telepon aku. Dia kebingungan karena katanya kamu nggak bisa dihubungin kemarin, sedangkan Arjuna butuh penanganan cepat. Jadi ... ya gitulah. Bita juga bilang, kalo kamu lagi ada di Solo. Katanya Akung juga jatuh sakit, makanya aku nyuruh anak-anak ga bilang dulu sama kamu. Biar kamu fokus jagain akung di Solo."

Akhirnya Kahiyang hanya bisa menghela napas pelan. Memang benar apa yang dikatakan Nara. Kabar Arjuna masuk rumah sakit, jelas membuat dirinya kalang kabut dan berakhir kembali ke Jakarta dengan keadaan panik.

.

.

.

Setelah memastikan Arjuna tertidur, Kahiyang memilih duduk di sofa yang sama dengan Nara. Walau posisi duduk mereka agak berjauhan, tetap saja membuat keduanya sama-sama dilanda kecanggungan.

"Arjuna ... dia paling gak tahan sama rasa sakit." Sama sepertiku. "Sekecil apa pun sakitnya, dia pasti ngeluh. Sama ... kayak kamu, Mas."

Nara menoleh ke arah Kahiyang, yang masih menatap lekat ke arah Arjuna yang tertidur setelah makan siang dan meminum obatnya.

Ada perasaan bahagia, kala Kahiyang mengucapkan sepenggal kalimat 'Sama kayak kamu'. Wanita ini ... dia masih mengingat tentang dirinya.

"Dia ... kamu banget, Mas. Mau se-denial apa pun, aku nggak bisa bohong. Kalo Arjuna itu jiplakan kamu. Dia bisa jadi dingin banget, sekaligus sehangat musim semi." Kahiyang mengalihkan pandangannya tepat ke manik mata Nara.

"Arjuna lebih terlihat dewasa dibanding yang lainnya. tapi sedewasa apa pun Juna, dia teteplah anak-anak yang merindukan kehadiran orang tua lengkap di hidupnya. Dia tetaplah remaja labil yang kadang masih berubah-ubah pikirannya.

pernah satu kali aku lihat dia menatap ke arah keluarga lengkap saat kami jalan-jalan di mall. Aku tau dia merindukanmu, Cuma dia nggak mau bilang ke aku." Tuntas Kahiyang kembali menatap Arjuna.

Hari itu, Kahiyang benar-benar merasakan kesakitan yang luar biasa di dadanya. Ia tahu betul jika anak-anaknya menginginkan keluarga yang lengkap. Hanya saja Kahiyang tidak bisa mewujudkan hal tersebut.

Sebagai Ibu dia merasa gagal karena tidak bisa memberikan kebahagiaan yang semestinya di dapatkan anak-anaknya. Mungkin ... jika dulu ia mampu bertahan sedikit lebih lama, bisa saja mereka tak akan kekurangan kasih sayang orang tua lengkap yang diidam-idamkannya. Namun, hati Kahiyang sudah terlanjur sakit.

Ia sudah bertahan semaksimal mungkin, tapi Nara mematahkan usaha yang sudah diperjuangkan. Jadi ... untuk apa dia bertahan, jika perjuangannya tak dihargai. Rumah tangganya memang sudah pincang sedari awal, karena hanya dia sendiri yang mengenggam. Sedangkan Nara mencoba melepaskan.

Sayangnya kebahagiaan yang diinginkan hanya suatu fatamorgana bagi Kahiyang juga anak-anaknya. Jalan cerita mereka sudah berbeda, tidak akan ada lagi yang sama.

"Maaf ..., " ucap Nara memandang lekat Kahiyang yang memperlihatkan sisi wajahnya. Wanita yang sudah ia sakiti sedemikia rupa ini hanya diam tertunduk. Ia tahu kesalahannya sangat fatal.

Hanya sepenggal cerita yang Kahiyang ceritakan, tapi sakitnya benar-benar menusuk hati Nara hingga ke sumsum. Lalu bagaimana dengan cerita-cerita lainnya. Mungkin ia tak akan pernah sanggup mendengarkan, karena hal itu sungguh terasa menyakitkan.

Ia tidak bisa lagi melihat kesedihan di mata anak-anaknya juga Kahiyang.

Nara berdiri dan mendekati Kahiyang. Ia bersimpuh di hadapan Kahiyang, seraya meraih tangan wanita yang ia cintai saat ini. menatap wajah ayu yang terang-terangan sedang menahan tangisannya, membuat hati Nara tersayat sembilu yang berkarat.

"Ampuni aku, Yang. Aku tahu kesalahanku tak termaafkan buatmu juga buat anak-anak. Nggak ada lagi pembelaan untuk semua kesalahan yang pernah aku lakuin ke kamu. Semua jelas kesalahanku. Aku yang salah bukan orang lain. Tolong maafkan aku, Yang." Permintaan tulus Nara membuat pertahanan Kahiyang jebol tak lagi bisa membendung air matanya.

Isakan terdengar dari keduanya, tanpa bicara masing-masing saling menyalurkan kesakitan yang mereka pendam selama ini. Nara membersit hidungnya dengan punggung tangannya dan berdeham kecil. Kembali ia menatap Kahiyang yang sedikit tenang.

Wajah sembab Kahiyang memberikan gambaran kesakitan yang selama ini Nara tak ketahui, dan menyadarkannya.

Ia salah karena berselingkuh dengan Gladis dengan berkedok di balik kata sahabat, lalu menikah siri dengan Gladis dengan posisi ia masih terikat pernikahan dengan Kahiyang. Dan lebih kejam lagi, dengan kejamnya lagi ia berusaha membunuh darah daging yang tengah dikandung Kahiyang saat itu.

Tangisan pilu Kahiyang hari ini, seakan mengulitinya dari semua kesalahan yang ia lakukan dulu. Nara sadar ... ia hanya membutuhkan kata maaf dari wanita di depannya ini.

Kisah mereka sudah usai sebagai pasangan suami istri, tapi tidak sebagai orang tua. "Berjuta-juta maaf dariku nggak akan bisa mengembalikan apa yang sudah aku renggut dari kali, tapi ... ijinin aku memperbaiki kesalahanku sebagai orang tua, Yang. Mungkin kita memang nggak akan pernah sejalan lagi sebagai suami istri, jadi ... ayo kita berpisah."






🍂🍂🍂🍂

Surabaya, 02-01-2023

-Dean Akhmad-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro