little shush demon

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng







Perlahan kesadaranku hilang di telan oleh kesedihan yang mendominasi emosiku beberapa minggu kebelakang. pikiran pikiran itu terus melayang layang dalam kepalaku, mengambang tampa pernah hilang, seperti kabut yang tidak bisa disingkirkan hanya dengan aku memukulnya, mencekiknya, atau apalah itu, ini susah untuk mengabaikanya.

pekerjaanku sedikit teganggu akibat ketidak fokusan diriku, karena itu aku lebih sering berjalan pada kehidupan normalku, sebagai wanita karier berumur 23 tahun yang seharusnnya sedang menikmati hidup dengan uang hasil kerja kerasnya. seharusnya seperti itu, sebelum akhirnya masalah-masalah terus datang membuat atmosfir di sekitar kami semua mendadak buram, dipenuhi kabar duka.

Aku, Jake dan Jay setuju untuk menyimpan hal ini dari cezka, wanita yang mengalami kabar duka dua kali sudah sedepresi itu mana berani kami menyampaikan berita bahwa jeannette, perempuan yang sudah di anggap kakaknya, menghilang terkena dugaan penculikan. jake memberi tahu semuanya, kepada bagas, daniel, alea, satya, theo, dan rachel. seluruhnya setuju dan menyimpan hal ini rapat-rapat.

Theo kini yang turun tangan dalam asosiasi, pria ini memang memiliki skill setinggi jeannette, mendapat jabatan tinggi di asosiasi. pada awal-awal aku terus meneror theo untuk kabar terbaru pada kasus jeannette, tapi lambat laun aku tidak bertanya lagi, aku mulai pesimis.

selain memikirkan hal jeannette, aku juga memikirkan kapan giliranku selanjutnya, dengan cara apa dan bagaimana. ini yang membuatku semakin was-was dan penuh dalam kecemasaan setiap saat.

terakhir aku datang ke club saat cezka mengamuk mengetahui keberadaan jeannette yang ternyata hilang, penculikan, daniel si sespupunya yang memberi tahunya. sialan. setelah itu aku mengurung diriku dalam rumah dan kantor, tidak ingin kemana mana selain tidur dan menebak apakah ini tidur terakhirku.

aku sangat ingin memberi tahu seluruhnya bahwa seharusnya, aku mati akibat obat pemberhenti jantung sudah tercampur pada jus manggaku, aku adalah sasaran penculikan setelah jeannette. tapi aku tidak bisa melakukan itu, faktor utamanya adalah pesan terakhir jeannette untuk bergerak senyap. aku juga tidak ingin mereka merasakaan kecemasan seperti ku, fokus mereka dalam menemukan jeannnette mungkin akan terpecah belah akibat ini. jadi aku hanya mempush untuk mereka berhati-hati, lebih cerewet untuk mengomeli mereka agar teta dirumah dan selalu membawa senjata.

besok Jay berulang tahun, akibat seluruh duka yang beruntun bagas tidak membuat party atau acaranya. dia hanya mengundang kami untuk makan malam bersama di atas kapal pesiar yang berlaju di perairan jakarta dan sebrang. karena kedengaranya itu ide bagus, maka aku keluar dari kamarku, lagipula aku dan jay sudah kenal dari kecil akibat hubungan bisnis ayah kami, aku berusaha untuk tetap berhubungan baik dengannya karena pemimpin selanjutnya adalah kami, akan runyam jika aku melakukan suatu kesalahan pada jay.

dress indah itu berjejer di dalam lemari, ruang pakaian miliku. rasanya aku harus melakukan totalitas pada penampilanku, tapi aku tidak ingin, aku tidak ada tenaga untuk berfikir dan memakai itu semua. sepertinya hoodie biru laut disana lebih nyaman. tapi tentu saja aku tidak memakai hoodie itu. berakhir kaos panjang bewarna putih dengan renda di lenganya, serta rok panjang berbahan mengkilap, warna sesuai dari dresscode yang sudah jay berikan; hitam. aku memadukanya dengan sepatu keluaran elizabeth dan tas besar jinjing dari charles and keith, rambutku di jepit jeddai seharga kulkas. aku ini tampak seperti ibu-ibu, tapi siapa peduli ini totalitas yang paling bisa aku capai.

aku sampai di dermaga dengan telat, kapar pesiar sudah berlabuh sejak 40 menit lalu. jangan tanya mengapa aku datang terlambat, terlalu lama untuk melamun di kamar pakaian tadi. Malam itu penjaga disana menyiapkan sebuah yacht untuk mengantarkku ke posisi perahu utama, aku segera menaikinya serta Sam yang terus mengikutiku kemana saja, pengasawanku masih dilakukan walau aku tidak menemukan tanda tanda ada penyerangan.

memandangi lautan yang gelap, berisik akibat ombak yang terus berdesir, angin yang sangat kencang menerpa tubuhku, sepertinya baju yang aku pakai terlalu tipis sebab rasa dingin mulai menusuk kulit tubuhku dengan mendadak. tanganku memeluk tubuhku sendiri, berusaha menahan angin jauh lebih dalam menusuk tubuhku.

yacth berlayar dengan kencang, menuju kapal pesiar yang tidak jauh dari mata, kerla kerlip cahayanya seperti kunang kunang di atas laut. tertulis juga di badan kapal pesiar, Lohan, nama keluarga jay sendiri. kapal pesiaranya tidak sebesar itu, ukuranya sedang tapi luas jika hanya diisi 11 orang. biasanya kami melakukan makan malam di atas dek perahu, membiarkan tubuh kami diterpa angin malam. kamar kamar di dalam lambung kapal juga sangat mewah, kolam renang dan sauna yang disediakan. kapal pesiar ini adalah salah satu dari milik keluarga Lohan, Jay gemar mengoleksi transportasi laut dari apapun jenisnya itu. saat itu jake bertanya soal harga dari kapal pesiar ini, jay menjawabnya sekisar 13. tentu saja 13 triliun.

tidak butuh lama, yacth yang aku tumpangi sudah berhenti di belakang kapal pesiar, undak undakanya membuat pintu masuk ke dalam kapal. kapal pesiar ini berhenti setelah pengemudi yacth yang aku tumpangi memberikan info atas kedatanganku, sepertinya jay sudah mengatur ini semua saat tahu aku akan terlambat. disana sudah segerombol pelayan yang menyambutku, mataku tetap mengadah ke atas, melihat suara kacau dari atas, sepertinya sedang berkumpul di atas, suara bagas sangat kencang menusuk telinga.

ketua dari segerombolan pelayan itu menuntunku menuju lantai atas dek, tapi sebelum itu ia bertanya apakah aku membutuhkan kamar atau akan pulang malam ini, karena alea dan lainya akan menginap di atas laut jadi aku sebut akan menginap disini, jadi pelayan itu bisa menyiapkan kamarku. pelayan itu juga bertanya soal menu makan malam apa yang aku inginkan, chef yang berdiri di sebelahnya memandangiku menunggu jawaban.

aku baru ingat bahwa tiga hari ini aku belum memakan sesuatu yang karbo.

"apa saja yang penting hangat" jawabku, "yang berkuah lebih baik" sambungku

chef menganguk dengan paham. kepala pelayan terus mengajukan pertanyaan kepadaku, mungkin ia sadar aku terus memeluk tubuhku kedinginan, menawari sebuah teh hangat yang akan segera ia buatkan, aku tentu saja setuju denganya. sebelum naik ke dek atas, aku masih berada di bawah, menunggu teh hangatku.

ada sebuah ruang tengah di lambung kapal, ada sebuah infocus juga untuk menonton film disana, sofa panjang yang tampak seperti tempat tidur juga di sediakan. dulu kami gemar menonton film keluaran terbaru disini, jeannette paling gemar untuk menonton film, biasanya akan berdebat dengan rachel sejam penuh untuk menentukan pilihan keputusan akhir.

meraba betapa hangatnya sofa, senyumku mengembang.

"WOW! YOURE HERE!" jake berteriak heboh, dirinya yang baru turun dari tangga dek langsung menangkap kehadiranku.

sedikit terkejut, tapi sepertinya jake sudah tidak 100% sadar karena pipinya mulai memuncratkan warna merah muda, tanda jika pria australia ini mulai mabuk. dan entah mengapa ia masih bisa berjalan dengan benar ke arahku.

"baju lo kaya, tante gue" komentarnya sinis, tapi walau begitu dirinya masih tersenyum dan duduk di sebelahku.

aku menunduk melihat pakaianku, biasa saja, si jake memang paling jago untuk menjudge orang. "masih lebih baik pakai, kan?" jawabku

"be naked that's pretty enough" ia menjawab dengan santai, pundaknya terangkat hingga alisnya yang kanan naik satu, ekpresi khas milik jake yang menyebalkan.

menanggapi perkataannya, aku memandang nya jengkel. "mabok lo?"

"lo."

omongan jake semakin rancu, tidak jelas kemana pembicaraan ini, aku seperti orang bodoh juga yang masih meladeninya berbicara padahal sudah paham dirinya sedang mabuk. ku putuskan untuk membuang wajahku dan kembali memandangi layar infokus yang putih, atau ornamen ornamen baru yang ditampilkan di sekitar ruangan ini.

"lo, keliatan sedih banget. padahal deket sama jeannette juga gak terlalu."

ya, tidak ada yang tahu liburan tahun kemarin aku terbang dengan jeannette menuju pulau sumatra untuk menumbangkan politik lawan yang sedang bertransaksi ilegal, ilegalnya tidak masalah tapi hal yang di transaksikan merugikan sekali untuk kami. aku tidak pernah lupa saat aku dan jeannette bermalam di sebuah hutan rimbun, menunggu dua mobil sedan hitam datang dan melakukan transaksi gelalp disana.

mataku kembali memandang wajah jake yang tampak bertanya-tanya kenapaku, bibirnya manyun sedangkan matanya sayu. dirinya menyenderkan pungungnya ke pungung sofa belakang kami, tanganya melinkar di atas pungung sofa, dimana nyaris seperti merangkul pundaku.

"terus? gue gak boleh sedih gitu?" tanyaku, sedikit membentaknya.

jake menghela nafas panjang, "engga, cuman bisa gak lo pura-pura seneng aja? soalnya kan malem ini jay ulang tahun."

angin malam laut itu berhasil masuk melalui celah celah jendela yang di buka, angin masuk menerpa kami berdua, rambut rambut poniku berkibar bersamaan dengan kemeja hitam jake yang ikut berkibar juga. dekatnya kami membuat aroma parfum pria ini langsung masuk dalam hidungku, wanginya khas seperti wangi pria lainya, manly dan tercampur wewangian bunga sedikit, tercampur sedikit bau alkohol disana juga.

"lo bisa cerita ke gue, Ann. semaleman suntuk gue bisa dengerin."

mungkin, ini saatnya kembali mengestafet pesan dari jeannette. aku tidak tahu apakah jake bisa di percaya atau tidak, tapi aku tidak pernah tahu sebelum aku mencobanya bukan?

tanganku mengepal, kepalaku menudnuk untuk mengempulkan keberanian. "gue punya daftar musuh dari keluarga jeannette sama cezka, ada beberapa keluarga yang gue curgai tapi gue takut buat ngelangkah lebih jauh lagi, gimana kalau misal emang jeannette udah--udah gak hidup? selanjutnya itu gue, atau mungkin siapa aja, polanya acak. jake lo harus dengerin ini baik-baik walau lo mabok, kalau misal ada kejadian satu lagi yang neror kita, dan itu ternyata gue atau alea--itu udah di pastikan bahwa itu keluarga--

celotehan ku di bungkam begitu saja olehnya, oleh mulutnya yang tidak tahu adap dan penuh kotoran. aku ingin berteriak marah karena seriusku di anggap main-main olehnya, tanganku yang mengepal ingin meninju pipinya kuat-kuat, atau bahkan aku geret pria ini untuk aku buang ke laut lepas disana, mati tenggelam lalu jadi makanan ikan ikan lucu di laut.

emosiku yang nyaris mencuat itu mendadak menguap ketika tanganya mengusap pundaku lembut, kehangatan dari mulutnya yang aku maki memberikanku kehangatan, tapi semua itu tapi tidak membuat emosiku hilang.

jake melepaskan tautanya, sambil memandangiku dengan dalam ia menghembuskan nafasnya.

"relaxed, Ann. kita gak di kejar apa-apa. bisa bicara pelan-pelan"

tangannya ku tangkis, menatapnya seolah dirinya adalah sampah. semua orang selalu bilang bahwa aku terlalu serius, bagaimana aku tidak serius jika masalahnya memang serumit ini? apa mereka tidak melihat sebesar apa badai yang menanti kita? mereka semua buta?

"lo gila, jauh jauh dari gue" makiku dengan lantang, berdiri bersiap untuk meninggalkanya.

"Ann, kayaknya lo harus ke psikolog"

jake mulai sekarang akan ku coret dari pria yang akan kupercayai. dan sepertinya memang tidak ada yang bisa kupercayai, selain diriku sendiri. ada alasan mengapa jeannette memilih menghampiriku dan menyebutkan kalimat penuh teka-tekinya di bandingkan menghampiri mereka semua di dalam rumah duka saat dirumah cezka. pasti ada, aku yakin.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro