Nasihat di Pasar Malam

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Day 2

***

Suatu ketika, aku sedang berada di sebuah pasar malam. Kurasa. Suasananya memang seperti pada umumnya pasar malam. Ramai dengan pengunjung dari berbagai umur, lapak-lapak penjual dari makanan hingga pakaian, biang lala, odong-odong, dan segala hiruk pikuknya.

Aku mengabaikan kabut-kabut tipis yang mengelilingi sekitar. Kulihat langit hitam gelap, tapi karena lampu-lampu pasar malam sangat terang, suasana jadi meriah. Aku berjalan mengelilingi lapak-lapak penjual dan mataku terpaku pada lapak yang menawarkan jasa membaca kartu tarot.

Aku memasuki lapak itu dan disambut oleh seorang wanita berkerudung hitam dengan bola kristal berpendar di depannya.

"Silakan duduk, Mas."

Wanita itu mempersilakanku duduk, lalu menyuruhku mengambil satu kartu tarot. Ketika dibuka, kartu yang kuambil itu bergambar seperti seorang lelaki besayap yang meniup terompet. Lelaki itu melayang di atas awan, sedangkan di bawahnya ada manusia--manusia yang seakan bangkit dari peti mati, menengadah sambil merentangkan tangan, seolah menyambut tiupan terompet sang lelaki bersayap.

Keningku mengerut, 'Apakah artinya?'

"Buang dan tinggalkan segala hal yang dapat membuatmu kehilangan segalanya."

Perkataan sang wanita membuatku semakin tidak mengerti.

"Anak istrimu sangat membutuhkanmu. Apakah kau selalu ada waktu untuk keluargamu?"

Seperti tertohok sesuatu, setelah kuingat-ingat, aku sangat jarang meluangkan waktu untuk keluargaku. Lebih-lebih selalu menikmati kesenanganku sendiri mendaki gunung.

"Jarang, Bu."

"Paling tidak, luangkan waktumu untuk mereka sebelum kau kehilangan waktumu."

'Wah, hebat sekali dia. Bisa pas dengan keadaanku sekarang. Namun, apakah salah jika aku melakukan hal kesenanganku?' batinku.

"Kau haru tahu mana yang harus menjadi prioritas, mana yang harus dilakukan sebisanya. Kalau tetap membandel, kau tidak akan bisa pulang. Apa kau sanggup melakukannya?"

Aku mengangguk, "Sanggup, Bu."

Wanita itu menggebrak meja sekali, anehnya, detik itu juga lingkungan sekitarku mengabut hingga aku tidak kelihatan apa-apa. Begitu kabut berangsur-angsur menghilang, sayup-sayup kudengar suara teriakan beberapa orang.

"Di sini! Cepat ambil peralatan!"

Ketika sadar, aku terkejut karena tubuhnya terduduk di tepi jurang. Badanku tidak bisa digerakkan. Di mana aku? Kemudian semua menggelap lagi.

Ketika membuka mata kembali, aku merasakan pelukan anak istriku yang menangis keras.

"Syukurlah Mas bisa ditemukan. Aku sudah hampir putus asa karena selama seminggu Mas hilang di gunung waktu mendaki."

Mataku terbelalak, hilang di gunung? Aku?

Apakah ini berarti nasihat si wanita misterius itu benar? Apakah jiwaku memasuki pasar setan dan mereka semua adalah jin?

Entahlah.

Namun, mulai sekarang, aku akan lebih memperhatikan keluargaku daripada kesenanganku sendiri.

Aku memeluk erat istri dan anakku, tanpa sadar air mataku menetes.

"Maafkan aku," bisikku.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro