3. Tom and Jerry

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Selamat datang di rumah!" Sambutan hangat itu membuat Ariel--papa Bina dan Bumi--abang dari gadis berambut sepunggung itu terkejut.

Pukul sepuluh malam, keduanya pulang dari Prancis. Jika biasanya Dessy dan Bina akan tidur dan memberikan kejutan di pagi harinya, maka lain dengan malam ini. Berhubung kepulangan ini adalah kepulangan mereka yang terakhir, jadi Bina mengajak mamanya agar memberikan sambutan yang lebih meriah.

Benar, setelah hari ini Ariel dan Bumi tak akan kembali ke Prancis. Mereka sudah berjanji mulai awal tahun akan fokus mengurus bisnis yang pernah mereka tinggalkan di Jakarta dan mengembangkannya lagi menjadi lebih besar. Bisnis yang mereka tinggalkan di Prancis, sudah ada orang yang mengurus. Tentu saja tidak sembarang orang. Setidaknya tangan kanan Ariel yang bisa dipercaya mengelola bisnis mereka.

"Woah, ada apa ini?" Ariel tertawa geli melihat raut Bina dan Dessy yang cemong oleh tepung.

"Papa sama abang tiup lilinnya dulu, dong!" Bina mengingatkan.

Ariel dan Bumi terkekeh dan meniup lilin bersamaan. "Yeay!" pekik Bina dan Dessy bersamaan.

Dessy menyimpan kue di atas meja. Bina pun turut melempar balon-balon di tangannya. Ia langsung berhambur ke pelukan sang papa sama seperti mamanya.

Tak lupa ia pun memeluk Bumi. "Kok, parfum lo beda, sih?"

Bumi memutar bola mata. "Ya, jelas. Ini parfum cewek gue."

Mata Bina membola mendengarnya. "Lo pacaran, Bang?"

"Siapa pacar kamu, Bang?"

"Kenapa nggak ajak ke sini?"

"Jawab, elah! Gue kepo, nih!"

Bumi menghela napas lelah mendengar pertanyaan beruntun dari sang mama dan adiknya. Ia memilih berjalan menuju sofa dan merebahkan tubuhnya. Mengetahui pertanyaannya tak mendapat jawaban, Bina langsung melompat ke punggung Bumi.

Bumi yang tak siap menerima serangan mendadak pun hampir saja oleng. Ia berdecak. Baru beberapa menit sampai di rumah, dirinya sudah disiksa begini.

"Bina, hey. Turun. Abang kamu kasian baru nyampe ," ucap Dessy mengingatkan.

Bina menggeleng keras. "Bang! Jawab dulu lo!"

"Gue pacaran, emang cuma lo doang yang boleh? Gue juga pengen kali kayak anak muda lain."

Bina tertawa dalam gendongan Bumi. "Nggak pantes, Bang! Lo itu pantesnya udah gendong cucu!"

Dessy dan Ariel menggeleng melihat kelakuan anak mereka. Ariel memilih duduk di sofa menonton pertunjukkan di depannya. Berbeda dengan Dessy yang tengah menyiapkan minum untuk mereka, khusunya untuk kedua lelaki yang baru saja pulang dari perantauan.

Kesal mendengar ucapan Bina. Bumi melemparkan gadis itu ke sofa. Ia pun segera duduk dan menyandarkan kepalanya di sofa. Baru saja matanya terpejam, sesuatu yang dingin menyentuh pipinya membuat ia terkejut.

"Jawab dulu!" desak Bina membuat Bumi geram.

"Apa, Bina babi?"

Ariel melotot pada Bumi. Dessy hanya menahan tawa melihat raut Bina yang siap meledak. Benar saja, sedetik kemudian toyoran keras mendarat di kepala Bumi.

"Enak aja lo! Kalo gue babi, Mama sama Papa apa!" kesal Bina.

Bumi hanya mengedikkan bahunya tak acuh. Bina geram dan memilih meninggalkan Bumi sendirian. Ia melompat ke kursi sebelahnya tepat di mana orang tuanya duduk berdua. Bina memangku dagu memerhatikan sang papa yang tengah memuji Dessy.

"Mama cantik ya, Pa? Jelas, dong! Kan itu Bina yang dandanin!"

"Pantes."

Bina mengibaskan rambutnya, pongah. "Pantes cantik ya, Pa?"

"Pantes lipstiknya ketebelan." Ariel menahan tawa sembari mengusap lipstik di bibir Dessy.

"Enak aja. Kalian emang jahat sama Bina!" Gadis itu berjalan menuju dapur dan kembali dengan minuman kaleng bersoda.

"Bina, itu kan Mama udah siapin minum buat kamu," seru Dessy.

"Apa, Ma? Susu? Ah, Bina udah gede!"

"Nurut apa kata Mama, Bina. Jangan minum begituan lagi!" tegur Ariel dan bangkit dari duduknya.

"Mama sama Papa istirahat duluan. Kalian berdua, jangan debat terus. Sana ke kamar masing-masing terus tidur! Kecuali kalau besok mau jadi panda!"

"Siap, Bapake!" seru Bina sembari bangkit dari sofa.

"Woy, jangan tidur di situ lo! Nanti sofa kesayangan gue bau iler!"

Bumi berdecak. Bina hanya terbahak dan berlari ke kamarnya. Saat memasuki kamar, Bina langsung mengunci dan menghela napas lega. Ia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.

Minuman kaleng dengan soda yang cukup tinggi. Bina membuka gorden kamar. Beruntung kamarnya adalah ruangan paling ujung dan satu-satunya ruangan yang balkonnya menghadap ke taman bermain anak-anak.

Tanpa rasa takut, Bina mengeluarkan rokok dan membakar ujung rokok tersebut dengan pematik yang sudah ia dapatkan sebelumnya dari dalam lemari. Sesekali ia menyesap minumannya. Dirasa sudah cukup lega, Bina pun membuang rokok tersebut dan menutup pintu balkon.

'Lo lagi ada masalah apalagi?' batin Bumi yang sudah hapal dengan kebiasaan Bina ketika gadis itu menghadapi masalah.

"Masuk aja, Bang!"

Bumi terkejut. Ragu ia membuka pintu berwarna cokelat itu. Ia duduk di bibir ranjang samping Bina. Beberapa menit keduanya diam dengan pikiran masing-masing.

"Gue sama Agam udahan."

"What?"

Bina menoleh tajam dengan tangan mengelus telinganya. "Biasa aja kali. Lo juga dari dulu tau kan kalau gue nggak cinta sama dia."

"Kurang apa dia sama lo, Bin? Dia cinta banget loh sama lo!" tegas Bumi yang langsung mendapat helaan napas lelah dari Bina.

"Ya, gue juga nggak tahu. Semua orang bilang kayak gitu sama gue. Tapi jujur gue nggak tahan sama sikap dia, Bang."

Bumi bangkit dari duduknya. "Terus sekarang hubungan kalian gimana?"

"Ya udahan lah! Gue sama dia fiks putus! Nggak ada lagi tuh yang namanya pertunangan segala macem!" tegas Bina.

"Ya gue sih terserah kalian. Tapi inget ya, Sabrina. Lo jangan asal bikin cowok patah hati, nanti lo dapet karma."

Bina terdiam. Tak lama ia terbahak. "Gue sempet mikir gitu, sih. Tapi karma emang masih ada ya jaman sekarang? Plis, deh. Sekarang udah jaman apa, dan karma ada di jaman apa."

"Ya terserah kalau lo nggak percaya. But, gue udah kasih tau lo." Bumi berbalik dan menatap Bina yang tengah menatap lurus ke depan.

"Gue bilang gini karena lo adik gue, dan gue sayang sama lo."

Bina tersenyum. "Gue juga sama."

"Tapi boong!" Senyum di bibir Bina seketika memudar tergantikan dengan delikan tajam di mata beriris hitam itu.

***
Diketik dengan : 948 kata (hanya isi).

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro