4. Bad

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Jadi kamu nggak lolos lagi?" tanya Ariel membuat Bina mengangguk di sela-sela aktivitasnya memakan nasi goreng buatan sang mama yang selalu nikmat di lidah.

"Padahal gue udah nazar, kalau lo lolos, kita liburan ke Bali," seru Bumi membuat Bina berdecak menyepelekan ucapan Bumi.

"Bali doang mah gue juga bisa," katanya membuat Bumi menoyor kepala Bina.

"Ya kan biar lo berusaha, bege!"

"Eh! Lo denger ya! Gue udah berusaha, tapi kalo emang nggak lolos ya udah nggak lolos!" sentak Bina kelewat kesal, seolah abangnya ini menyalahkan Bina atas semua yang terjadi.

"Iya, Bumi. Kamu nggak usah marah-marah gitu sama Bina. Dia udah berusaha, nggak kayak kamu dulu. Belum apa-apa udah nyerah," sindir Ariel membuat Bina menahan tawanya.

"Mampus lo dibales bapak gue!" desis Bina tepat di samping telinga Bumi.

"Sial*n!" umpatnya.

Bina tertawa. "Tapi liburannya jadi kan?"

"Nggak!"

Bina mencebik. "Ya, udah. Gue mau jalan-jalan aja sendirian aja! Bye!"

"Inget, ya! Jangan ada yang masuk kamar Bina!" seru Bina tak terelakkan.

***
Usai berjalan-jalan di sekitar rumah, Bina kesal karena tak mendapatkan hiburan sama sekali. Ia malah dibuat kesal oleh tukang parkir yang seenaknya meminta uang parkir berwarna ungu. Dasar, mencari kesempatan dalam kesempitan! Mentang-mentang Bina pakai mobil jadi bayar parkir pun mahal.

Bina memandang langit malam yang terasa damai. Malamnya kali ini terasa lebih syahdu dibanding malam-malam sebelumnya. Seperti biasa, Bina menikmati malamnya dengan benda dengan nikotin berbahaya. Kendati begitu, ia tetap menyesapnya dan mengembuskannya dengan tenang.

"Rokok lagi, rokok lagi." Ariel tampak masuk ke kamar sang anak gadis dengan wajah lelah.

Bina tak bergeming. Ia tetap menikmati setiap hisapan rokoknya. Sesekali ia menyisir rambut panjangnya dengan jari-jari tangannya.

"Kapan kamu mau berhenti, Bin?" tanya Ariel.

"Kapan-kapan, mungkin."

"Papa serius, Sabrina. Kamu sadar kalau apa yang kamu lakuin itu ngerusak tubuh kamu sendiri?"

Bina mengangguk, masih dengan tatapannya yang lurus ke arah depan. "Sadar, kok."

Ariel menghela napas. "Bahkan Bang Bumi aja nggak ngerokok."

"Ngerti, Pa. Ngerti!" tandas Bina sembari menoleh pada papanya. "Bina juga punya alasan kenapa lakuin ini semua," lanjutnya.

Ariel tak bisa memaksakan kehendaknya. "Semua sudah berlalu. Kamu jangan terus-terusan kayak gini, Bina. Mama nggak akan seneng lihat kamu kayak sekarang ini."

Bina menghela napas. Matanya terasa memanas saat sang papa meninggalkannya sendirian di kamar. Pantang bagi Bina untuk menangis.

***

Seluruh mahasiswa dibuat terkejut mendengar Bina yang tengah adu jotos di lapangan. Namun, bukan itu yang membuat warga satu kampus heboh, melainkan lawan dari sang badgirl adalah mahasiswi yang terkenal pendiam dan gadis baik-baik.

Mereka semakin mengerumuni lapangan itu. Satu tahun lalu, Bina memasukkan seorang mahasiswa ke UGD akibat ulahnya. Maka dari itu, tak ada yang berani memisahkan mereka karena tentu semua sudah tahu siapa Bina.

"Lo pikir lo cakep apa!" desis Bina sembari menjambak rambut gadis yang kini tengah menangis terisak. Malang sekali nasibnya harus berurusan dengan Bina. Entah apa yang membuat sang badgirl semarah ini, tidak ada yang tahu.

"Denger ya, lo! Nggak usah sok lebih baik dari gue. Lo pikir dengan cara lo ngerendahin gue, lo bakal lebih keren dari gue, huh!"

"Ma ... maaf, Bin. Gue ...."

Brak

"Nggak usah lo sebut nama gue dengan mulut menjijikan lo!" seru Bina dengan tajam setelah sebelumnya mendorong sang gadis ke tembok.

Bagai tak ada ampun, Bina kembali menjambak rambutnya dengan keras. Ia sudah berteriak meminta maaf, tetapi sayang, Bina tak akan bisa dihentikan. Kecuali oleh orang yang satu ini.

"Sabrina Ghassani! Ke ruangan saya sekarang juga!"

***
"Kenapa sih, Bin? Dia cuma bilang kalau baju lo terlalu ketat. Gue rasa itu wajar aja, dia kan anggota osis," ucap Salma menatap ngeri wajah sahabatnya yang memerah.

"Heh! Gue tau mana yang negur, mana yang ngerendahin! Dia itu anj**g asal lo tau! Dia busuk, sok alim di depan, di belakang hobinya ngangkang."

Catra yang mendengarnya hanya menggelengkan kepala. "Tobat, Bin. Dunia udah tua. Lo jangan marah-marah mulu, dosa! Atau nanti lo juga cepet tua!"

"Diem lo, atau gue tonjok lo sekalian!" tandas Bina sekalian.

"Buset, gue nggak habis pikir sama lo. Sabrina, ada-ada aja." Catra geleng-geleng. Beruntungnya ia mendapatkan Salma yang sikapnya seratus delapan puluh derajat berbeda dengan Bina.

"Terus tadi kata tuh dosen apa?" tanya Salma.

"Ya, kayak biasa." Bina menunjukkan selembar surat berisi surat peringatan yang menyatakan bahwa Bina sudah banyak sekali melakukan pelanggaran. Kali ini, hukumannya, adalah skors dua minggu lamanya.

Dengan tak pedulinya, Bina malah merobeknya menjadi bagian-bagian kecil. "Peduli setan. Kalau perlu keluarin gue sekalian."

***
Diketik dengan : 736 kata (hanya isi).

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro