7. Di Siang Bolong

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Woy, Bin! Ngelamunin apa lo?"

Bina tersentak saat tepukan keras mendarat di bahu kirinya. Ia menatap sangar pada Salma.

"Gue nggak ngelamun!" tandasnya.

Bukannya percaya, Salma malah asyik menggoda Bina yang tampak gugup. "Lo malu ya ketemu Mas Agam?"

Bisikan itu mendapat toyoran keras dari Bina. "Gila lo!" umpatnya sembari berjalan menjauh dari dapur.

"Bina, duduk dulu, Nak." Dessy memanggilnya, mau tak mau ia pun harus menurut dan duduk di sofa bersama dengan yang lainnya.

"Ini ada apa, sih?" tanya Bina dengan risi.

"Itu ada Agam, dia nyariin kamu."

Bina menaikkan alisnya menatap pada lelaki yang kini juga menatap ke arahnya. Agam hanya tersenyum tipis yang sialnya membuat Bina mual. Lelaki tua bangka itu kira Bina akan luluh dengan senyumannya? Tidak akan!

"Mau apa lo, Tua Bangka?" ketus Bina membuat Bumi mencubit lengannya.

"Aduh!" Bina meringis nyeri sembari memegangi tangannya. Dengan cekatan Agam menarik tangan Bina dan memeriksanya.

"Sakit?" tanya Agam cepat.

"Gue nggak sengaja, Gam." Bumi mengaku sembari terkekeh.

Bina menarik tangannya. "Nggak usah cari kesempatan lo!"

"Bina, nggak boleh gitu sama Agam. Dia baik loh bantuin kamu," ucap Ariel memperingatkan.

Bina menghela napas. "Mending lo jujur deh, apa maksud dan tujuan lo dateng ke rumah gue?"

"Kita bisa ngobrol sambil jalan?" tanya Agam.

"Nggak! Di sini aja!" tegas Bina tak terelakkan.

"Tap ...."

"Kalau lo nggak mau, ya udah. Gue mau tidur, bye!" Bina bangkit. Dengan cepat Dessy menahannya.

"Tolong ya, Bina. Kasian loh Agam udah nungguin kamu. Masa kayak gitu? Kamu sayang kan sama Mama?"

***
"Mau apa lagi sih lo nyamperin gue?" kesal Bina yang merasa sangat terganggu dengan kedatangan Agam ke rumahnya. Niat hati kan healing ke Mall, lalu belanja ice cream dan snack untuk teman bermain game dengan Bumi. Eh, malah hancur semua rencana itu. Gara-gara tua bangka satu ini pula. Menyebalkan.

"Kamu suka ice cream?" Pertanyaan konyol yang sangat malas Bina dengar.

Bina mendengkus. "Bukan urusan lo!" ketusnya. "Jawab aja pertanyaan gue, Tua Bangka!" lanjut Bina melipat tangan di dada, arogan.

"Aku mau ketemu kamu, emang salah?" Bina merotasikan matanya.

"Tapi guenya nggak mau! Gimana, sih!"

Bukannya tersinggung, Agam malah senang Bina mau berbincang dengannya lagi. Ia kira gadis itu akan diam dan sulit diajak berkomunikasi, tetapi ternyata tidak. Bina yang dulu, masih tetap yang sekarang.

"Gila kali ya." Bina mengedikkan bahunya. Ngeri sendiri jalan dengan orang yang senyum-senyum sendiri, yang nanti wajahnya datar lagi, begitu saja terus sampai kambing bertelur.

"Gimana kabar kamu sekarang?" tanya Agam membuka topik sesuai dengan tujuan ia datang ke rumah Bina.

"Lo bisa liat gue dan lo nggak perlu tanya harusnya!"

"Aku denger, katanya kamu diterima di kampus lain," ucap Agam mengawali perbincangan.

"Kok, lo tau?" Bina menatap horor.

Agam menaikkan alisnya. "Bukan aku. Ini aja tahu dari Salma," katanya jujur.

Bina menghela napas. "Terus apa urusannya sama lo?"

"Nanti kabarin kalau mau liat-liat ke Bandung. Biar aku antar."

Bina mendengkus. "Ogah!"

Agam tertawa. "Aku maksa, Bina." Benar kan? Agam itu pemaksa dan semua harus sesuai kehendaknya, dan Bina tak suka.

"Serah lu, dah. Tua bangka pemaksa!" Bina bersyukur dulu dirinya meminta putus, jika tidak bisa gila sekarang masih bersama dengan Agam.

"Kamu baik dan semakin emosional," ucap Agam yang dibalas cibiran.

"Gue males jalan sama lo! Jadi gue emosional! Coba kalo jalannya sama Zayn Malik! Beda lagi ceritanya!" sarkas Bina tak peduli pada perasaan Agam.

"Ya, udah. Duduk di sana aja ayo!" Agam menarik tangan Bina.

Gadis itu kembali menarik tangannya dan membuat tubuhnya terjengkang. Untung saja Bina bisa menyeimbangkan tubuh. Sementara itu di belakang sana terdapat sepeda motor yang melaju kencang. Knalpot motor yang berisik membuat Agam yang sudah berjalan lebih dulu menoleh dan terkejut.

Ia berlari dan menarik Bina ke pelukannya. Sedetik saja ia telat, pasti Bina akan menjadi korban dari sikap egois pengendara motor itu. Bina terdiam. Agam menolongnya, lagi? Berbeda dengan Bina, Agam tampak menatap sepeda motor itu dengan tajam.

Degup jantung Agam terdengar begitu keras. Hal itu cukup membuat Bina tersadar, hingga ia mendorong keras dada bidang Agam agar ia bisa keluar dari pelukan lelaki itu.

"Gue bilangin Papa kalau lo modus!" Bina mengancam dan berlari setelahnya.

"Bina!" Agam menghela napas dan menggeleng.

"Woy, Tua Bangka! Gue bilangin Ama juga, biar lo dimarahin Tante Jihan!" Bina memeletkan lidahnya dan berlari sekencang mungkin agar segera sampai di rumah dan melancarkan aksinya.

Agam terkekeh. "Nggak akan aku biarin!"

Agam ikut berlari mengejar Bina. Hal itu membuat Bina was-was karena jika Agam yang berlari, ah sudah pasti dirinya tertangkap. Semua tenaga Bina kerahkan agar bisa lebih dulu sampai di rumah.

Tanpa perlu bersusah payah berlari mengejar Bina, Agam hanya berjalan cepat dan ia sudah berada tepat di belakang gadis itu. Bina berteriak terkejut dan berlari sekencang mungkin.

Lagi, Agam tertawa.

Terjadilah aksi kejar-kejaran antara Bina dan Agam di siang itu.

***
Diketik dengan : 789 kata (hanya isi).

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro