BONUS CHAPTER 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Niki memberitahu soal rencana pertemuannya dengan Gusti kepada Ran. Bagaimanapun Ran adalah tunangannya dan untuk menjaga perasaannyan juga.

"Buat apa lagi, Nik? Sudah jelas kan status kalian berbeda sekarang. Apa mungkin dia yang nggak bisa move on dari kamu? Kasihan amat." Ran agak sinis menanggapi niat Gusti yang ingin bertemu Niki. Ran menyayangkan saja Gusti tidak bisa bertindak tegas di hadapan Sarah. Tidak mampu membela gadis yang katanya dia cintai, nyatanya malah menikah sama orang lain. Terang saja Ran yang tidak terima, karena tidak mudah mendapatkan hati Niki saat baru tersakiti oleh Gusti.

"Ran, ini bukan seperti yang kamu duga. Pertemuan ini hanya sebagai perpisahan dan mengesahkan akan status kami masing-masing. Niatku seperti itu, soal dia mau bagaimana itu urusan dia." Niki mempertegas tujuannya.

"Kalau dia ingin bersama kamu lagi, dan berniat menceraikan istrinya, gimana?" Pertanyaan Ran mengejutkan Niki. Tetapi memang mungkin saja hal itu terjadi.

"Oleh karena itu, aku mau ngajak kamu. Kalau kamu nggak mau, aku akan minta tolong Stella buat nemenin."

"Jangan! Sama aku, aja." Ran memotong kalimat Niki cepat. "Kapan rencana ketemuan?" lanjutnya.

"Weekend ini." Niki tidak tahu apakah keputusannya memenuhi keinginan Gusti adalah tepat. Tetapi selama Ran menemaninya semua akan baik-baik saja.

***

Gusti sengaja memilih kafe Pelangi favorit mereka berdua saat masih jadian. Ran tidak keberatan saat tahu lokasi bersejarah itu. Kali ini dia adalah pemilik hatinya Niki. Berbeda dengan beberapa bulan lalu, saat Gusti dan Niki masih bersama.

Niki langsung mengarahkan pandangan ke meja favoritnya. Benar saja Gusti sudah menunggu sambil memainkan ponselnya. Kenapa Gusti sendirian? Mana istrinya? Untung Ran ikut bersamanya. Sejak bertunangan Niki harus menjaga dirinya dan juga nama baik keluarga. Jangan sampai melakukan hal yang mengundang kontroversi dan omongan orang.

"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam." Gusti menjawab dengan tatapan tak berkedip ke arah Niki. Tidak bisa dipungkiri Gusti masih mencintai sepenuh hati perempuan di depannya ini. Namun, seketika binar matanya meredup saat pandangannya bersirobok dengan tatapan tajam Ran.

"Nik, apa kita nggak bisa bicara hanya berdua?"

Ran mendengar itu dan rahangnya mengeras. Tatapannya tidak lepas dari Gusti. Berani-beraninya dia ingin mengajak bicara berdua tunangannya.

Gusti tersenyum pahit, bakalan susah kalau ingin curhat. Suasana jadi canggung, semua terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Niki nggak mau ambil resiko, Kak. Diancam Bu Sarah seperti waktu itu. Lagipula sekarang Kak Gusti sudah menikah. Akan jadi fitnah kalau kita cuma berduaan." Niki menjawab seperlunya.

"Jangan khawatir, aku akan tetap diam selama kalian bicara. Kecuali kalau sampai ada bahasan atau tindakan yang melampaui batas wajar."

Ran tetap duduk bersama Gusti dan Niki. Hanya saja dia langsung mengambil ponsel dan fokus di sana. Seolah-olah tidak peduli dengan pembicaraan dua orang di depannya.

"Nik, aku ingin menanyakan lagi soal perasaan kamu. Benarkah tidak ada lagi kesempatan buat aku?" Gusti menatap jauh ke dalam mata Niki.

Niki mengalihkan wajahnya, melihat ke bawah. Jangan sampai rahasia hatinya terbaca oleh Gusti. Hubungan mereka terjalin selama dua tahun lebih. Tidak mungkin rasa yang pernah dipupuk bersama akan sirna dengan mudah. Pasti ada akar yang masih menancap.

Gusti sepertinya mengambil celah dari kemungkinan itu. Dan dia akan memanfaatkan kesempatan sekecil apa pun untuk kembali bersama Niki. Sayangnya, sejak dia menikah Niki sepenuhnya berbelok haluan. Sepenuhnya Niki sadar, meskipun berat dia harus berpaling dan melupakan Gusti. Tidak mudah, hanya dia sendiri yang tahu bagaimana hatinya sekarang.

"Kak, tolong. Aku udah bisa move on dari kamu. Seharusnya kamu juga bisa. Ada atau tanpa Ran, aku tetap pada pendirianku."

"Kamu yakin kebersamaan kita selama dua tahun lebih sudah tak berarti apa-apa? Tidak ada sisa sedikit pun rasa untukku?" Gusti masih belum puas dengan jawaban Niki.

Obrolan sebenarnya tidak perlu ada. Sudah cukup jelas rasanya semua rentetan peristiwa yang terjadi di antara mereka.

"Kak Gusti, sebaiknya kita bisa saling menghargai satu sama lain. Aku sudah terima keputusan kamu menikah dengan perempuan lain."

"Tetapi itu bukan kemauanku, Nik," potong Gusti.

"Apapun alasannya. Pernikahan itu bukan satu hal yang bisa kamu batalin seenaknya. Kamu tahu pasti soal itu." Niki menghadang kalimat Gusti dengan telak.

Gusti menyandarkan punggungnya. Niki sudah berubah, dugaannya mungkin semua ini karena Ran. Mantan Niki yang memberi pengaruh besar dalam setiap langkahnya. Diliriknya Ran yang masih sok sibuk dengan ponselnya.

"Aku harap kamu nggak menyesal, Nik." Tidak banyak bicara lagi, Gusti beranjak dari kursinya dan melangkah pergi.

"Kak Gusti."
Gusti menghentikan langkahnya.
"Assalamualaikum," ucap Niki perlahan. Dijawab pula oleh Gusti lirih, hampir tak terdengar.

Niki mengatur perasaannya yang tidak keruan. Semua tidak mudah baginya. Melepaskan Gusti adalah hal yang paling ditakutinya dulu. Kini, dia harus melakukan itu. Meskipun hati keduanya akan terluka. Tetapi semua demi kebaikan banyak orang.

Ran sebenarnya tidak pernah fokus dengan layar ponselnya. Semua obrolan dia menyimak semuanya. Cintanya begitu besar untuk Niki. Rasa yang tidak ingin ada paksaan, tetapi berharap tak ditinggalkan.

Niki menutupi sedihnya, Ran tahu senyum itu hanya topeng untuk menutupi luka hati. Ditariknya tangan Niki dan membelainya lembut.

"It's oke. Do you want to cry?"  Ran menggeser kursinya mendekati Niki. Dengan penuh kelembutan Ran membelai rambut Niki. Reflek Niki merebahkan kepalanya ke dada bidang Ran. Sesaat dia tumpahkan segala emosi dan perasaan yang menyesakkan dada.

Gusti yang ternyata masih di kafe, melihat pemandangan itu dari sudut tersembunyi. Ran tampak sangat mencintai Niki. Sepertinya sudah tiba saatnya melepaskan Niki bersama orang lain. Harus bisa dan harus dia lakukan. Takdir Tuhan berbicara mereka tidak mungkin bersama. Jadi, relakan hati seberat apa pun itu. Gusti menghapus tetesan air mata yang lolos meluncur bebas. Lalu beranjak pergi meninggalkan kafe penuh kenangan.

***
Alhamdulilah
Bersyukur akhirnya bisa up juga. Maafkan karena saya juga fokus di event lain.

Jangan lupa mampir di ceritaku Run To You My ALLAH, ya.

Selamat membaca. Makasih.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro