15. Old and New

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'And I would turn into a stranger in an instan if I could.'

-Sleep Token-

***

Alexia mengempaskan diri di sofa, meloloskan helaan napas yang terasa begitu berat. Entah kenapa bertemu Elliot--si pemain hockey--yang pernah singgah di hatinya dua tahun lalu langsung merobohkan mood tanpa sisa. Bukan karena ejekan yang dilontarkan pria bermulut besar tersebut, melainkan kilas balik memergoki Elliot tengah bercumbu panas di toilet perempuan selepas latihan.

Setiap kali teringat, ingin rasanya Alexia menendang pangkal paha Elliot dan menginjaknya dengan sepatu skating supaya si adik kecil yang mengeras di balik celana terluka tanpa bisa diselamatkan. Padahal kala itu, Alexia bermaksud menjemputnya untuk makan malam sesuai yang dijanjikan, namun kenyataannya jauh berbanding terbalik.

Manalagi perempuan yang nyaris telanjang di pangkuan Elliot adalah gadis ingusan yang baru menjajal skating di klub lain. Tentu saja, Alexia mengamuk bukan main. Refleks tangannya menyambar ember berisi air bekas pel di sisi kanannya dan melempar tepat ke arah dua manusia gila tersebut.

"Ups, kukira kalian kotoran yang perlu disiram, ternyata bukan," balas Alexia lantas melempar ember kemudian meninggalkan sang mantan beserta selingkuhannya di toilet.

Walau bibirnya saat itu mampu memojokkan Elliot, nyatanya sebagai perempuan yang dimabuk asmara, Alexia menangis berhari-hari hingga menolak semua panggilan dari temannya. Dia juga mengabaikan undangan menemui pria tampan yang bakal bisa mengobati patah hati akibat kelakuan si brengsek.

"Pria seperti Elliot bakal iri kalau melihatmu jalan berdua dengan pria, Lex. Kau ini cantik, pintar, dan berbakat, Darling. Jangan buang energimu menangisi si keparat itu. Come on, Babe, kita minum-minum sampai mabuk biar lupa apa yang terjadi padamu," tandas Poppy mengelus punggung Alexia.

Alexia mengelak dan berdalih bahwa balas dendamnya terhadap sang mantan bukan pamer pria baru, melainkan prestasi. Terbukti setelah putus dari Elliot, Alexia memborong banyak medali di berbagai kejuaraan. Hal itulah yang mampu melenyapkan sakit hati, meski tidak benar-benar menghilangkan kebenciannya terhadap si tukang selingkuh.

Terkutuklah mereka yang suka bermain belakang!

Sesaat kemudian, dia membuka mata, baru ingat bingkisan yang diberi Ryder belum disentuh sama sekali. Buru-buru Alexia beranjak menuju meja makan di mana benda tersebut masih berdiam diri di sana. Iris birunya membulat dibarengi seulas senyum tipis mendapati kotak hitam elegan berlabel keemasan bertuliskan Pierre Marcolini, ada juga buku bersampul pria tampan mengenakan setelan formal serta sebuah kartu ucapan.

'Sorry, I was such an idiot. I didn't mean to hurt you, Sugar.'

"Kau memang idiot, Ryder," lirih Alexia meletakkan kartu itu di atas meja lalu membuka kotak tersebut secara hati-hati. Ternyata di dalamnya berisi dua susun cokelat beraneka bentuk juga motif. "Idiot yang tahu isi kepala wanita," sambungnya mencicipi salah satu produk dari Belgia.

Perasaan Alexia langsung terasa ringan begitu cokelat yang digigit meleleh di mulut, menciptakan suasana menyenangkan apalagi rasa mangue menyebar di lidah cukup lama. Sensasi krim cokelat susu dipadu rasa berry atau mangga yang manis benar-benar pas untuk seseorang yang dilanda badmood. Dia mencoba potongan cokelat lain seraya tersipu malu, mengetahui Ryder paham betul seleranya.

Atau selera wanita secara umum?

Dia mengedikkan bahu tak mau tahu. Yang jelas, sekarang Alexia bisa makan cokelat berbagai rasa dan sensasi yang berbeda. Alexia juga bertekad mengasah kepercayaan diri Ryder sebagai imbal balik memberikan hadiah mewah tersebut. Aneh memang, padahal kemarin-kemarin Alexia sangat muak menghadapi Ryder sampai di titik lelaki itu berlutut di depannya dengan wajah meminta belas kasihan. 

Hati manusia bisa berubah kapan saja kan? kilahnya dalam hati.

Sesaat kemudian, dirogoh ponsel dari saku belakang celana merasakan ada notifikasi pesan masuk yang ternyata dari teman-temannya.

Poppy : Hey, Lex! Bagaimana keadaanmu?

Poppy : Aku kangen! Kau baik-baik saja kan? Sudah lama tidak mendengar kabarmu, Darling!

Arya : Lex, kalau Ryder bersikap yang tidak-tidak, jangan sungkan telepon kami.

Arya : Aku bersedia menendang adik kecilnya.

Alexia terkekeh, menyadari betapa beruntungnya dikelilingi teman-teman baik. Justru dia merasa egois terhadap diri sendiri ketika dilanda masalah malah mengurung selama berhari-hari, membiarkan ponselnya dipenuhi pesan juga telepon, menutup rapat-rapat pintu apartemennya seolah-olah tidak menyilakan orang lain masuk. Padahal, dia tahu kalau teman-temannya itu bersedia menjadi pelipur lara bukan hanya mendampinginya saat bersuka cita.

Akhirnya dia memotret bingkisan dari Ryder lalu mengetik pesan.

Alexia : He gave me these cute things.

Norah : Manis sekali :)

Poppy : Jangan lupakan harganya juga, Babe. Lol!

Arya : Selera Ryder memang tidak pernah main-main. Kau beruntung, Lex :)

Alexia menghela napas membaca pesan Arya. "Yah, beruntung. Beruntung karena kami mengalami pertengkaran hebat."

Alexia : Maaf, aku sudah lama tidak membaca pesan-pesan kalian. But I'm okay girls, hanya ada sedikit masalah but it's done.

Norah : Jangan biarkan kesedihan merenggut kecantikanmu, Darling. Kami ada di sini dan siap menemanimu mabuk di bar. Benar kan Arya?

Arya : Yeah itu benar. Kau punya kami bertiga, Lex.

Alexia : Trims. Aku sayang kalian semua :)

Poppy : Jadi, kapan kita minum bersama? 

Arya : Atur saja, Poppy, kau yang sering punya rekomendasi tempat bagus.

Grup itu kembali hidup dan tentu saja obrolan mereka jadi ke mana-mana. Mulai membahas tempat-tempat menarik untuk dijelajahi, konser Coachella, konser musisi favorit mereka--LANY--yang bakal diadakan di Budapest bulan Agustus tahun depan, disambung bergosip tentang isu seseorang kencan dengan pelatih sendiri, sampai membicarakan sederet kompetisi.

Alexia : Siapa yang atur tiket konser? Aku akan atur penginapannya.

Norah : Aku saja! Arya dan Poppy bisa atur tiket pesawat, wdyt?

Poppy: Cool!

Selanjutnya, ditemani teh chamomile selepas makan malam, Alexia kembali mendudukkan diri di sofa untuk membaca buku pemberian Ryder. Dia mengerutkan kening kala menemukan secarik kertas yang bertuliskan 'Jangan sampai pipimu merah saat baca adegan panas'. Alexia nyaris terbahak-bahak, padahal wajar saja bila perempuan merona membayangkan diri mereka menghabiskan waktu bersama pria yang rela bertaruh nyawa demi cinta, apalagi bila dia jago ranjang.

Bukankah pria sama saja? Justru mereka mencari-cari lubang lain tuk memuaskan kejantanannya tanpa memedulikan perasaan wanita. Munafik sekali.

Hanyut dalam kisah seorang pembunuh berantai dan agen FBI, Alexia dibuat mengalami banyak emosi sampai geleng-geleng kepala bagaimana karakter utama membalaskan dendam atas kejahatan yang pernah diterima di masa lalu. Ya ampun, bagaimana bisa Ryder memberikan hadiah luar biasa ini? Plot, pengembangan tokoh, sampai tempo cerita yang ditulis oleh pengarang benar-benar mendebarkan hati Alexia. Dia jadi penasaran bagaimana sudut pandang Ryder terhadap buku ini.

Ya ampun, dia tahu cara mencari bahan obrolan, batin Alexia.

###

Bagai menemukan setitik cahaya yang menerangi gelapnya dunia, Ryder serasa memperoleh secercah harapan baru. Mungkin awalnya terasa berat kala memutuskan menemui Denny dan menjalani ulang sesi terapi juga mengonsumsi obat. Tapi, sekarang ... segalanya jauh terasa lebih ringan seolah-olah bebatuan sebesar meteor yang menggayuti Ryder hancur lebur menjadi butiran debu tak berarti. Kini dia terlahir kembali menjadi Ryder yang baru. Tidak ada si pecundang yang berlindung di balik tembok apartemen.

Jadwal latihannya pun berjalan mulus tanpa hambatan. Tidak disangka kalau Alexia benar-benar membantunya menemukan asa yang sempat sirna. Tiga minggu bersama gadis itu, perlahan-lahan Ryder mendapatkan tumpuannya lagi. Mimpi yang sempat pupus dan terpendam dalam batin, akhirnya menyembul keluar ketika berulang kali Alexia menyemangatinya.

"Kalau kau berhasil menyempurnakan lompatan dan putaranmu, akan kuberi reward, Ryder," tutur Alexia. 

"Apa itu?" tanya Ryder penasaran.

"Kau akan tahu nanti."

Selepas berlatih mandiri sesuai catatan yang diberikan Alexia, Ryder bergegas menuju basemen. Di samping Bentley yang terparkir manis, ada kendaraan lain yang tertutup kain putih selama tiga tahun tanpa pernah dibuka. Dia ragu apakah roda dua tersebut mengalami kelumpuhan atau turun mesin mengingat hampir tidak pernah dioperasikan.

Begitu kain yang melapisi kendaraan kesayangan Ryder tersingkir, sekelebat memori merayap masuk ke dalam pikiran. Bibirnya tersenyum masam manakala membelai setang motor Honda CB1000R hitam pekat yang sempat menjadi primadona di kalangan biker. Ada rindu menggebu-gebu dalam dada Ryder ingin merasakan kembali menunggangi kendaraan maskulin ini di jalan.

Dulu, sebelum kejadian nahas itu terjadi, Ryder punya satu motor lain. Sayang, body Yamaha R1-nya rusak total selepas membentur pembatas jalan sehingga mau tak mau dirinya merelakan motor itu berakhir di car breakers.

Dia merogoh kunci dari saku celana longgarnya lalu mencoba menyalakan kembali mesin motor sembari harap-harap cemas. Ryder mengumpat pelan mengetahui motornya tak mau menyala dan sudah dipastikan olinya mengendap akibat tidak pernah dihidupkan kembali. Dia agak menyesali keputusannya yang sempat tak mau mengendarai motor lagi.

Penyesalan memang selalu datang terlambat. You're such an idiot, Ryder!

"Hei, Bro, ini Ryder," sapa Ryder begitu mendengar suara Ryan--seorang teman lama yang bekerja di bengkel terdekat.--melalui telepon. Bila seperti ini, jalan satu-satunya adalah membawa ke tempat service motor walau kemungkinan kecil motornya bisa kembali seperti semula.

"Hei, Dude. Ya ampun, aku kira kau sudah melupakanku," canda Ryan seraya terbahak-bahak. "Apa kabar dan ada apa?"

"Good. Sorry, aku tidak pernah menghubungimu, but I need your help, Bro," tukas Ryder memijit tengkuknya seraya berjalan mondar-mandir. "Motorku tidak bisa menyala karena aku tidak pernah menghidupkannya selama tiga tahun. Apa kau bisa memperbaikinya minggu ini?"

"Damn, Man, tiga tahun? Aku yakin banyak bagian yang harus dicek," kata Ryan tanpa menyinggung penyebab kenapa Ryder mendiamkan motornya selama berbulan-bulan. Tidak ada yang tidak tahu berita kecelakaan yang menimpa Ryder. "Perbaikannya pasti butuh banyak biaya, apa tidak sebaiknya kau jual dan beli baru?" tawarnya bersedia membeli motor Ryder asalkan murah.

"No, Bro. Sudah cukup Yamaha-ku berakhir di tempat rongsokan jangan yang ini," keluh Ryder. "Kau bisa kan? Kutunggu nanti sore dan kubawakan serta beberapa botol wine juga piza untuk kalian."

"Got it! Kau selalu tahu cara memanjakan kami, Ryder," ucap Ryan lalu memutuskan sambungan telepon.

Tiba-tiba terlintas sebuah ide yang mendorong Ryder mengirim pesan kepada Alexia sembari meninggalkan basemen. Dia ingin mengajak gadis itu berseluncur santai di salah satu tempat populer di London selama musim dingin. Kebetulan lokasi Somerset House berada di jantung kota dan sama-sama tidak jauh dari hunian Alexia maupun kediamannya sendiri. Setidaknya Ryder hendak membalas budi walau sebatas beberapa gelas bir dan makan malam sebagai ucapan terima kasihnya telah diterima Alexia terlepas pertikaian mereka yang luar biasa melelahkan.

Ryder : Mumpung malam minggu, Sugar. Aku ingin menghabiskan waktu daripada diam di rumah.

Alexia : Ok.

Ryder : Kita bertemu pukul 5 sore di depan area pemesanan tiket.

"Baiklah," gumam Ryder. "Saatnya berbaur bersama orang lain, Ryder. Kau bukan manusia gua lagi."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro