16. Close To You

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'Just like me, they long to be close to you.'

-The Carpenters-

***

Mengenakan setelan kasual; jeans biru klasik yang dipadu sweter putih dan dilapisi long coat krem serta angkel boots hitam, Alexia menerobos pengunjung yang memenuhi area Somerset House. Sesekali dia membalas sapaan orang-orang yang mengenalnya atau membiarkan mereka mengambil foto bersama. Beberapa dari mereka mengagumi kecantikan paripurna gadis itu--terutama iris biru sejernih samudra--seolah-olah dia adalah bintang paling terang di antara gelitanya malam.

Usai melambaikan tangan kepada gerombolan remaja, Alexia kembali mencari-cari sosok Ryder sembari menghubungi ponsel pria itu. Tak berapa lama, dia menangkap si pria moody tengah dikerubungi gadis-gadis yang tampak antusias bersua. Mereka cekikikan bahkan tak segan-segan mendekap Ryder begitu erat nan mesra. Sedangkan lelaki itu terlihat tak keberatan membalas pelukan hangat mereka.

Meski tiga tahun pernah hilang ditelan bumi, pesona Ryder tidak tergerus oleh waktu. Dari tempat Alexia berpijak saja aura Ryder tidak bisa dibilang tidak menggiurkan. Justru memabukkan. Ibarat nektar, dia adalah madu berkualitas tinggi yang menyulut banyak lebah betina menghampirinya. Ditambah senyum lebar Ryder bisa menimbulkan lengkingan para kaum hawa akibat terhipnotis ketampanan juga binar mata hijaunya yang sialan memikat.

Merasa diperhatikan, lelaki itu memutar kepala tepat ke arah Alexia yang berdiri di kejauhan. Kontan, dia melambaikan tangan membuat para gadis yang masih mengelilinginya langsung berkusu-kusu. "Ke marilah!" teriak Ryder menyambut Alexia penuh suka cita.

"Kau kencan?" sahut salah satu gadis berambut ikal.

"Tidak. Astaga..." kilah Ryder terkekeh. "Apa jalan berdua termasuk kencan, hm?"

"Menurut pandangan kami begitu," balas si gadis tergelak sembari menutup mulut dengan tangan lalu berpaling begitu Alexia tiba. "Hei, Lex! Thanks sudah mau menjadi partner Ryder." Dia mengedip-ngedipkan mata cepat seperti mengirim isyarat. "Dan ... semoga berhasil."

Alexia tertegun sejenak sebelum akhirnya menganggukkan kepala. Tak tahu apa arti kedipan itu. Mungkin kemasukan debu? pikirnya. Bibirnya melengkung membentuk senyum simpul kemudian melambaikan tangan sebagai ucapan perpisahan kala anak-anak muda itu pamit pergi.

"Semoga kencanmu berhasil!" teriak salah satu dari mereka diiringi tawa.

Sialan!

"Astaga," gerutu Alexia memutar bola mata. "Ini bukan kencan. Dasar tukang gosip!"

"Sudut pandang mereka beda, biarkan saja," timpal Ryder lalu mengeluarkan dua tiket dari saku mantelnya. "Thanks sudah datang." Diberikan satu lembar kertas berlabel pohon cemara bertulis Somerset House Skating.

"Aku tidak suka digosipkan, Ryder, wartawan suka melebih-lebihkan," tandas Alexia selagi menerima tiket itu. Sesaat kemudian, dia menyorot penampilan modis Ryder dan membenarkan opini semua orang tentang si pangeran es.

Pantas saja remaja-remaja tadi tampak betah berlama-lama di dekatnya. Lelaki ini benar-benar tampan dan entah setan mana yang merasukinya, Alexia paling suka mengamati Ryder mengenakan sweater turtleneck bernuansa earth tone atau putih. Mungkin warna-warna tersebut sangat kontras sehingga menonjolkan iris mata hijaunya.

Jangan lupakan, bahwa salah satu faktor mengapa si moody digandrungi perempuan karena kulit zaitunnya begitu menggoda nan berkilau di bawah penerangan di sekitar mereka. Satu pemikiran liar berkelebat di kepala Alexia, bilamana jemarinya atau lidahnya menyusuri lekuk kulit Ryder yang lembap di bawah sentuhannya?

Jangan gila, Lex! Meski dia godaan akhir tahun, please jangan gila!

Arah pandangnya terpaku pada perbedaan tinggi badan mereka yang lumayan jauh. Jika disandingkan, mungkin Alexia mirip botol sirup anak-anak di samping botol wine. Selain itu ... lagi-lagi aroma parfum Ryder melambai-lambai serta merayu indra penciuman Alexia. Dia menilai kalau jenis wangi leather yang berbaur bersama vanila juga tonka benar-benar sesuai dengan kepribadian Ryder. Penuh rahasia yang ingin sekali dia jamah.

"Aku juga," kata Ryder menyunggingkan senyum miring yang membuat desiran darah Alexia mendadak cepat. "Kau manis sekali," imbuhnya.

Sialan!

"Terima kasih." Alexia memutus kontak mata tuk menyembunyikan rona merah yang mungkin muncul akibat menerima pujian Ryder.

Ryder menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya melalui mulut membentuk kepulan asap putih karena suhu dingin. Dia berjalan beriringan dengan Alexia menuju pintu masuk area skating lalu berkata, "Kau tahu? Sudah lama pula aku tidak menghirup udara seperti ini. Rasanya seperti narapidana yang baru bebas."

"Tidak semestinya kau mengurung diri sampai tiga tahun, Ryder," komentar Alexia. "Tidak selamanya manusia akan berada di atas dan tidak seterusnya berada di titik bawah. Aku paham rasa kehilangan bagimu, tapi ... kau masih punya banyak orang yang lebih sayang padamu, Ryder," terangnya panjang lebar.

"Apa kau pernah kehilangan?" tanya Ryder yang dibalas anggukan.

"Ayahku."

Sontak mulut Ryder bungkam. "Tapi, dia masih hidup."

"Aku sudah menganggapnya mati," jawab Alexia tersenyum hambar.

"Are you okay?"

Yang ditanya melenggut cepat. "Kejadian itu sudah lama. Memang rasanya sakit tapi pada akhirnya kita harus rela bahwa tidak ada yang abadi di dunia. Harta, jiwa, dan cinta."

Harta. Jiwa. Cinta.

Dalam hati Ryder mengulang tiga kata tersebut dan setuju kalau memang tidak ada yang bisa membuatnya bertahan. Segalanya akan kembali ke Tuhan, entah dengan cara yang menyenangkan atau justru mengenaskan. Sialnya, kehilangan tidak pernah membuat manusia bahagia.

"Kau hanya perlu berbagi sedikit kesedihanmu kepada orang lain yang kau percaya. Kalau kau pendam sendiri, lama-lama akan jadi batu yang menyakitkan dadamu." Alexia mengepalkan tangan dan menempatkannya ke dada Ryder. "Kau akan merasakan sesak luar biasa."

Ryder terperangah beberapa detik sebelum menyambar tangan Alexia tuk berbagi kehangatan di antara hawa dingin yang melingkupi sekitar. Dia mendongak mengamati butiran salju perlahan-lahan turun lalu menyingkirkan bulir putih yang menyangkut di rambut Alexia. "Aku tidak akan mengulanginya lagi. I promise. Apa kau mau bersamaku?"

"Apa itu dalam artian partner?" tanya Alexia menarik tangannya salah tingkah. Sialan! Kenapa kalimatnya terdengar rancu?

"Tentu."

Ryder tersenyum lagi mendapati gadis itu tengah tersipu malu. Ya ampun, tidakkah dia sadar kalau wajahnya begitu indah? Mata besar berlapis iris biru terang dan dipayungi bulu mata lentik. Rambut pirang nan bergelombang yang digerai memanjang, hidung mancung dengan ujungnya yang agak bulat menggemaskan, belum lagi bibir penuh Alexia. Pulasan lipstik merah yang hampir sama dengan perona di pipi gadis itu.

Damn! That's fucking perfect!

"Tidak ada yang bakal marah kan?" tanya Ryder menatap Alexia. Sungguh di antara ratusan orang di sekelilingnya, hanya Alexia yang benar-benar ingin diamati lagi dan lagi.

Kontan Alexia terbahak-bahak mendengar pertanyaan Ryder yang terkesan mengorek informasi pribadi. "Bukannya kau sudah stalking?" ledeknya sinis.

"Ingin mendengar secara langsung, aku tidak seberapa percaya rumor di internet," ungkap Ryder tanpa basa-basi sembari meringis. Aku benar kan?

"Kalau aku punya pacar, semestinya dia sudah datang dan mematahkan hidungmu," tukas Alexia berpaling ke arah kompleks Neoklasik berusia lebih dari dua abad. Masih berdiri kokoh meski sekarang dialih fungsikan sebagai pusat kreatif dunia termasuk museum dan pameran budaya alih-alih kantor pemerintahan Inggris layaknya jaman dulu.

Bangunannya menjulang tinggi dengan motif garis datar dan bercat putih kusam--menurut Alexia. Selain itu, terdapat pilar-pilar raksasa juga jendela-jendela memanjang dipahat sederhana dan tidak serumit jaman Renaissance. Bagian atas ada kubah bercat hijau yang ditancap bendera kebanggaan Inggris.

Dia menyaksikan arena seluncur cukup dipadati pengunjung. Di sekelilingnya, tersedia stan-stan menjajakan makanan, minuman, hingga pernak-pernik musim dingin. Di ujung sana sebuah pohon natal berhias bola-bola keemasan menjulang tinggi seakan-akan hendak merangkul jutaan gemintang di langit. Beberapa orang mengabadikan diri mereka di depan pohon besar itu, kadang pula mereka berciuman mesra.

Tidak berhenti di situ saja, layar LED raksasa bertuliskan Somerset House Skating juga menjadi tempat pengunjung mengambil atau merekam momen setahun sekali ini. Lampu-lampu berwarna biru berubah perlahan menjadi ungu terkadang merah muda memancar ke area permukaan es bersamaan instrumen musik yang syahdu.

Mereka berpisah sebentar, mengganti boots dengan sepatu skating sekaligus menyimpan barang-barang di loker yang sudah disediakan penyelenggara. Selesai bersiap-siap, Alexia keluar menuju titik temu di mana Ryder sudah lebih awal berdiri di area seluncur menanti kedatangannya. Gadis itu melaju perlahan di antara orang-orang yang memenuhi arena seraya membuyarkan gerombolan perempuan yang lagi-lagi mengajak Ryder berfoto bersama.

"Penggemarmu benar-benar banyak ya."

Sebelah alis Ryder menukik. "Apa itu pujian atau sindiran?"

Alexia memutar bola mata. "Terserah kau."

"Anggap saja aku baru keluar dari goa dan mereka menanyakan kabarku saja, Little Love," ujar Ryder mengulurkan sebelah tangan. "Ayo," ajaknya antusias.

Jika bukan karena koordinasi badannya yang cepat, mungkin Alexia akan tersentak kaget mendapati sentuhan tak terduga itu. Dia membeliakkan bola mata, tak sempat menolak manakala Ryder mengisi sela-sela jemarinya begitu erat.

Suhu dingin di sekitar tak lagi berarti kala kehangatan seketika muncul hanya dari kontak fisik seperti ini. Sial sungguh sial, jantung Alexia berdegup sangat kencang sampai terasa sakit seolah-olah ingin mencuat dari dalam rusuk. Mungkin ingin berlindung di balik bantal akibat menerima sentuhan seorang pria. Bukan hanya itu saja, seluruh nadinya turut berdenyut-denyut mengalirkan adrenalin sekaligus serotonin bersamaan. Memunculkan milyaran kupu-kupu yang menari-nari menyentuh diafragma juga melumpuhkan sarafnya.

Sialan! Sadarlah!

Alexia berdehem sekadar menyamarkan dentuman dadanya yang makin tak terkendali. Dia menebak kalau jemari Ryder memiliki kekuatan magis sehingga otaknya tidak mampu mengontrol apa yang ingin Alexia lakukan. Apakah karena dia terlalu lama melajang sejak putus dari si bajingan Eliot? Apakah karena setiap lapisan kulit tangannya mengandung sarang laba-laba akibat tidak pernah diajak kencan lagi?

Kencan?

Ekor matanya mengarah kepada Ryder sembari bertanya-tanya dalam hati apakah ajakan lelaki di sampingnya ini bisa dikatakan kencan? Apakah itu yang dilihat para penggemar Ryder?

Bahwa kemungkinan kami tak terlihat seperti partner skater, melainkan pria dan wanita yang ingin merajut Asmara.

"Apa kau sering ke sini?" tanya Alexia membuka obrolan daripada tenggelam dalam pikirannya yang makin awur-awuran.

"No," jawab Ryder. "Kau?"

"Hanya jika diajak teman-temanku." Alexia menggeleng, berpaling ke puluhan orang-orang yang meluncur mengitari arena kemudian tersenyum, "Dulu kami sempat diundang ke pertunjukan ice dancing atas usul Poppy."

"Serius?" Nada bicara Ryder naik satu oktaf, tak menyangka terhadap pengakuan Alexia. "Solo atau berpasangan?" Dia memiringkan kepala dirundung penasaran. "Kapan pertunjukkan itu? Kenapa aku tidak pernah tahu?" cerocosnya bersemangat. "Poppy pemain tunggal seperti dirimu kan?"

Alexia melenggut. "Setahun lalu waktu kau masih betah berada di goa, Ryder. Kebetulan penyelenggara menginginkan duet, jadi--"

"Tunjukkan padaku," sela Ryder menghadang Alexia dan menarik sebelah tangannya lagi. Meremasnya penuh harap. "Aku ingin tahu apa mereka sanggup membangun chemistry dengan si kepala batu? Aku saja hampir menyerah."

"Oh, sekarang kau begitu berani menyindirku kepala batu sementara kau sendiri apa?" Alexia mencebik tak mau kalah.

"Si idiot tak tahu malu," ejek Ryder pada diri sendiri. "I beg you, Sugar," pintanya mengangkat sebelah tangannya agar Alexia berputar di atas sepatu skating. Tak lama musik pengiring berganti lagu The Carpenters. "Siapa partnermu waktu itu?"

"Gabriel. Pemain ice dancing," jawab Alexia memutar badan. "Dia sangat hebat."

"Lebih hebat mana denganku?" goda Ryder. "Hei, kebetulan sekali. Lagu ini pas untukmu, Little love." Dia mendendangkan bait demi bait yang dilantukan Karen Carpenter itu.

"Jangan memanggilku--"

"Aku suka dan tidak menerima penolakan," potong Ryder mengisyaratkan Alexia berputar lagi.

Gadis itu akhirnya menurut, memutar badan seraya bertumpu pada bagian toe pick sepatu disambung dekapan di pinggang oleh Ryder. Jarak mereka begitu dekat sampai bisa merasakan helaan napas menerpa permukaan kulit mereka yang dibelai udara dingin. Ajaibnya, waktu berhenti berdetak menyisakan dua insan saling mengunci tatapan dalam kekaguman yang tersirat. Arena yang dipijak berubah wujud menjadi panggung di mana butiran salju melayang-layang di udara sementara lampu mengerucut memfokuskan mereka sebagai bintang utama.

Bibir penuh Alexia merekah, membentuk seringai menggoda tatkala pipinya dibelai embusan napas Ryder. Mint. Dia menghidu lebih dalam dan menemukan aroma khas lelaki itu lantas merangkainya menjadi kenangan yang tidak perlu orang tahu. Termasuk Ryder.

Dengan luwes Alexia menekuk punggung yang ditahan sebelah tangan Ryder berbarengan lelaki itu menunduk bak mengirim sapuan lembut di leher jenjangnya. Alexia menelan saliva, meredam kegugupan, namun seluruh sel saraf dalam dirinya terlanjur bersimpuh menyambut cumbu rayu Ryder.

Setelahnya, Alexia bangkit, melaju ke depan tanpa melepaskan genggaman hangat Ryder yang kini berpindah posisi di belakangnya. Mendekap mesra, menyesap harum gadis itu banyak-banyak bagai orang rakus tengah kecanduan heroin, merekam setiap detik juga tarikan dada yang seirama desiran darah. Dia menumpukan dagu ke bahu Alexia seraya tersenyum meresapi ketukan lagu juga bait-bait yang dilantunkan begitu merdu.

And decided to create a dream come true, so they sprinkled moon dust in your hair of gold

And star-light in your eyes of blue

That's why all the girls in town follow you all around

Just like me, they long to be close to you

"Close to you," bisik Ryder tepat di daun telinga Alexia menirukan penyanyi tersebut. Kemudian dia berpindag menghadap gadis manis itu selagi tangannya melingkari perut Alexia. Tanpa beban, diangkat tubuh kurus Alexia ke udara lalu berputar-putar membentuk poros kecil. Tanpa memutuskan kontak mata. Kontan Alexia melebarkan kaki, mengangkat tangannya berpose layaknya angsa yang hendak meraih satu bintang di angkasa sebelum diturunkan. Selanjutnya tangan mereka kembali terentang seraya meluncur pelan.

Mereka saling merangkul pinggul bagai sepasang kekasih yang dibakar gairah. Beriringan menggerakkan kaki ke kiri dan kanan seolah-olah permukaan es tak begitu berarti kala saling mengabadikan tiap inci ekspresi yang terpantul dari balik iris mata. Ryder merasakan koneksi dalam batin kian menguat bahwa mungkin inilah sebabnya Thomas memaksanya menerima Alexia. Gadis itu menari penuh penghayatan, meliuk-liuk mengitari Ryder membentuk lingkaran dan dialah pusatnya. Dia menangkap tubuh Alexia dan membawanya ke atas tuk sekali lagi.

She's damn beautiful!

Tanpa disadari keduanya, aksi tersebut mengundang minat pengunjung sehingga mereka menyingkir ke pinggir arena, membiarkan Ryder juga Alexia mempertontonkan tarian skating dadakan tersebut. Puluhan ponsel sibuk merekam sembari memuji betapa luwes dan serasinya mereka.

"Tidak salah jikalau Alexia disandingkan bersama Ryder."

"Aku ingin menangis karena selama tiga tahun Ryder hilang. Inilah nyawanya. Dia benar-benar kembali."

"Mereka benar-benar serasi. Harmonisasinya membuat bulu romaku bangun."

Begitu lagu selesai, Alexia dan Ryder saling menempelkan dahi dengan napas memburu dan enggan melepas tautan jemari mereka. Ada kebahagiaan membuncah dalam diri Ryder yang sudah lama tak dirasakannya seperti sekarang. Dia membenarkan siapa pun yang berkomentar atas pertunjukkannya barusan. Bahwa dia menemukan nyawanya lagi.

Terbawa suasana, Ryder menghadiahi Alexia sebuah kecupan lembut di kening lalu bersenandung pelan,

"Just like me, they long to be close to you."

***

Gimana menurut kalian? 😗 menurutku ini cerita yang paling slow alurnya dibanding ceritaku yang lain. Moga kalian gk bosen yaaa. Maaciwww

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro