28. Tension

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'Sugar, I've developed a taste for you now. Do you wanna see how far it goes?

Do you wanna test me now, my love?'

-Sleep Token-

***

Tidak ada suara. Tidak ada kontak mata. Saling terbungkam menyisakan sisa gairah yang enggan sirna. Sementara jejak basah yang ditinggalkan di bibir masih terasa walau pendar rembulan berganti hangatnya dekapan surya.

Selagi menyetir, Ryder mencuri-curi pandang ke arah Alexia yang sedari tadi melihat ke arah luar jendela mobil. Semalam, usai ciuman panas bercampur emosi, akhirnya dia membuka semua akar permasalahan keluarga Nancy.

"Kemarin ... Jhonny sakau lagi untuk ke sekian kalinya. Sewaktu dia mulai pulih, Dad menemuinya untuk meminta maaf tapi Jhonny malah bertindak agresif. Dia mengiris lehernya dengan pecahan vas bunga. Aku hampir kehilangannya lagi, Ryder."

Namun, bukan perkara itu yang menimbulkan ketegangan layaknya dua orang asing yang dipaksa duduk dalam satu mobil, melainkan Alexia mengundang Ryder tidur bersama. Garis bawahi, tidur bersama. Bukan seks seperti yang dibayangkan Pippa, tapi sebatas berpelukan erat tanpa ada ciuman babak kedua. Kenyamanan yang membawa mereka ke dalam buai mimpi indah terpaksa berakhir sekitar pukul empat pagi ketika alarm membangunkan Ryder agar tidak kepergok Nancy.

"Ryder," panggil Alexia sebelum lelaki itu meninggalkannya.

"Iya?"

Uluran jemari Alexia yang lentik mengisi jari-jari Ryder, memberikan kehangatan di antara remang-remang kamar bermandikan sinar rembulan. Gadis itu bangkit, menyentuh rahang Ryder yang agak kasar karena bakal janggut mulai tubuh menghiasi wajah tampannya lalu berbisik, "Terima kasih."

Sesaat kemudian, pandangan mata Ryder naik ke kaca mobil tuk mengamati sejenak lelaki yang merangkul gitar di kursi penumpang. Jhonny memang kelihatan kurus bukan karena diet melainkan kurus akibat pengaruh narkoba yang entah apa dikonsumsinya, kulitnya juga pucat, pandangannya sayu meski bentuk matanya mirip Alexia, belum lagi lingkaran hitam juga tindik-tindik yang menghiasi telinga, alis, dan bibir--siapa pun pasti langsung bisa menilai dia pemakai narkoba. Ditambah ada perban di balik sweter turtleneck yang dikenakan Jhonny sekadar menutupi luka di leher--yang baru disadari Ryder.

Sontak saja Ryder dirundung rasa bersalah manakala mulut kurang ajarnya pernah mengolok Alexia sebagai pecandu. Ya Tuhan... batin lelaki itu tenggelam dalam lautan penuh dosa. Pantas saja, waktu itu Alexia murka bukan main karena alasan adiknyalah ucapan pecandu begitu sensitif.

"Kenapa kau?" tanya Jhonny agak tersinggung karena risi diperhatikan diam-diam.

Ryder berdeham salah tingkah lalu mencerling ke arah Alexia yang menanti jawaban dari mulutnya. Namun, tidak ada satu kata pun yang lolos justru gelengan kepala yang mewakili isi pikirannya.

"Kalian kenapa?" Jhonny memajukan posisi badan, mencermati ekspresi dua manusia yang semalam bertengkar kini berlagak seperti orang tak saling kenal. Dia memicingkan mata menangkap ada sesuatu yang sudah terjadi. Bahkan ada semburat merah timbul di pipi mereka. "Kau tidur dengan kakakku ya?" tebaknya pada Ryder.

"Tidak!" seru Alexia

"Ya!" seru Ryder dan kini menerima tatapan nyalang dari Alexia.

Sebelah tangan Ryder mengusap wajahnya frustrasi sedangkan Alexia memilih membuang muka tuk menyembunyikan betapa tersipu dirinya sekarang.

"Hanya tidur, bukan yang lain," koreksi Ryder agar tidak menimbulkan salah paham.

"Ya ampun... Ck, ck, ck." Jhonny terkekeh, menyandarkan punggung ke kursi mobil serta membelai bodi gitarnya. "Tidur? Mana mungkin, Ryder. Aku yakin kalian pasti berciuman."

Hening.

Tidak ada reaksi di antara mereka berdua. Kontan Jhonny membeliak dan memajukan tubuhnya lagi. "Serius?"

"Jangan bicarakan itu," timpal Alexia bersedekap.

"Tutup mulutmu, Jhonny," sahut Ryder menekan pedal gas.

"Wow. Hebat," puji Jhonny justru kegirangan. "Hebat kalau Mom tidak tahu, aku yakin kepala kalian bakal bocor jika tertangkap basah bercumbu dan tidur bersama di rumah. Itu aturan di rumah kami, Ryder."

"Selama Nancy tak tahu, kurasa aku bisa melakukannya beberapa kali," ujar Ryder dibalas pukulan di lengan oleh Alexia. "Hey! Sakit tahu!"

"Shut up!" omel Alexia salah tingkah. "Dan jangan pernah melakukan itu lagi."

"Tergantung kau mau--"

"Ryder!" potong Alexia meninju lengan lelaki itu lebih beringas.

###

Kembali ke London berarti kembali ke kenyataan bahwa ada sederet tugas yang mesti dikerjakan. Latihan dan ujian pairs senior. Alexia sadar diri bahwa dia harus mengejar ketertinggalannya dalam teknik lompatan lempar sampai death spin. Apalagi dukungan Jhonny membakar semangatnya yang sempat padam.

"Berjanjilah kalau kau harus masuk kualifikasi, Lex, mungkin tawaranmu menyuruhku masuk ke akademi musik bisa kupertimbangkan," tutur Jhonny.

Sesampainya di apartemen untuk menaruh barang-barang milik Jhonny, Alexia menyuguhkan minuman juga memasak banger and mash sebagai hidangan makan malam. Untungnya masih ada persediaan kentang, kacang polong, juga sosis di kulkas. Tidak mungkin kan Alexia menyuruh Ryder pergi begitu saja setelah dua jam perjalanan dari kediamannya di Wiltshire. Apalagi pria itu mau berbagi sandaran ketika dia menangis seperti bayi malang.

"Butuh bantuan?" tawar Ryder menghampiri Alexia sedang mengiris tipis bawang bombai. "Jhonny bilang dia ingin tidur sebentar."

"Ya, biarkan dia istirahat," jawab Alexia melempar senyum tipis nan kaku tanpa menanggapi penawaran Ryder kepadanya.

Lelaki itu melongok ke arah panci berisi kentang terendam dalam air panas yang mendidih sementara di sebelahnya beberapa sosis digoreng di atas wajan. "Mau kubantu?" tanya Ryder lagi. "Daripada kau bertingkah seperti wanita menyambut suaminya pulang kerja."

"Tutup mulutmu!" tegur Alexia sinis.

"Yes, Mam," ucap Ryder mengatupkan bibir lalu meraih spatula dan membolak-balikkan sosis.

Selesai memotong bombai, Alexia mendekati Ryder untuk mengoreksi tekstur kentangnya apakah sudah matang atau belum menggunakan garpu. Begitu yakin, dia mematikan kompor dan meniriskan kentang.

Lagi-lagi tidak ada pembicaraan, hanya suara mendesis dari sosis yang beradu bersama minyak panas. Alexia juga enggan menautkan kontak mata daripada degup jantungnya kembali menggema. Bahkan sebisa mungkin dia menghindari sentuhan fisik Ryder karena satu belaian yang diterima mampu melumpuhkan logika. Seperti ciuman dan pelukan itu.

Kenapa pula aku mengundangnya tidur bersamaku?

Ryder memerhatikan sikap dingin Alexia sembari mengangkat sosis lalu menaruhnya di atas piring yang sudah dilapisi aluminium foil. Sekarang gadis itu tengah menumbuk halus kentang dengan hand masher sembari menuang susu dan mentega.

"Biar aku saja," ucap Ryder merebut alat itu dari tangan Alexia. "Kau buat saja gravy-nya."

Yang disuruh mematung sebab sentuhan itu berhasil mengirim ribuan volt listrik yang melumpuhkan saraf juga kesadaran Alexia. Jantungnya berdentum tak karuan seakan ingin mencuat dan bersembunyi di balik lemari. Kontan saja bibirnya mengumpat pelan, merutuki kebodohannya sendiri kenapa bertingkah seperti ini. Buru-buru dia menjauhi Ryder yang sepertinya tidak terpengaruh oleh kata-kata kasarnya.

Atau mungkin dia berpura-pura tuli.

Akhirnya Alexia memilih menumis bombai lalu menuang tepung. Setelah agak kecokelatan barulah dia menambahkan kaldu sampai mengental. Dia meraih mustard juga krim, menaburkan sejumput garam agar tak hambar. Selagi mengaduk, Alexia mengambil sedikit cairan kental itu dan menaruhnya di punggung tangan tuk dicicipi.

Namun, sebelum lidahnya sempat mencecap, Ryder menyambar tangan Alexia dan menjilat gravy tanpa aba-aba. Dunia membolak-balikkan Alexia sehingga jantungnya kini mengecup permukaan lantai. Tungkainya hampir lumpuh jikalau sebelah tangan Alexia tak bertumpu pada konter.

Sensasi aneh itu muncul lagi mendorong sekaligus menggelitiki perut Alexia seolah-olah akan ada jutaan kupu-kupu bakal menyembur keluar dari kerongkongan. Bulu romanya meremang merasakan bibir Ryder masih betah di punggung tangannya. Lidahnya menjilat sisa-sisa gravy. Manalagi, iris hijau gelap lelaki itu makin kelam namun berkilat penuh makna. Sayangnya, Alexia takut menerka-nerka apakah Ryder tengah menggodanya lagi atau justru melakukan hal lain.

"Enak," puji lelaki itu terdengar parau di telinga Alexia. Dia menundukkan kepala, membisikinya,"seperti bibirmu."

Damn!

Alexia menarik paksa tangannya dari cengkeraman erat Ryder. Buru-buru mematikan kompor sembari berdehem tuk menyembunyikan dentuman dadanya yang makin liar dan bisa jadi didengar olehnya.

Mendapati Alexia salah tingkah Ryder malah terkikik tanpa dosa. Rasa-rasanya menyenangkan menggoda gadis itu sampai merah merona. Alhasil, dia bergerak hendak mendekap si pirang dari belakang, tapi Alexia justru berbalik dengan mata membola.

"What are you fucking doing?" desis Alexia kesal.

Lengan Ryder mengurung gadis itu seraya menaikkan sudut bibir tanpa mengalihkan atensi dari mata biru Alexia. "Lex..."

"Jangan merayuku sekarang, Ryder," protes Alexia mengikuti arah pandang Ryder. Ke bibirnya di mana mereka pernah saling bertukar saliva penuh damba.

"I don't, Little love." Perlahan namun pasti, Ryder mengikis jarak untuk menyapa bibir ranum Alexia atau sekadar menghidu aroma tubuhnya yang sialan memabukkan. "Bagaimana perasaanmu setelah bercerita, hm?"

Sesaat Alexia membisu mendengar pertanyaan Ryder. Sejujurnya bila dijawab pun dia akan bingung, entah lega karena mengeluarkan uneg-uneg yang dipendam bertahun-tahun atau justru sebaliknya akibat cumbuan tak terduga yang diterima. Dia membasahi bibir, berusaha merajut kalimat yang kiranya pas untuk dilontarkan.

"Sekali lagi kau jilat bibirmu, maka lidahku yang akan menggantikannya, Lex," bisik Ryder di depan mulut Alexia, menggesek pelan hidungnya ke puncak hidung Alexia yang bulat menggemaskan.

"Apa yang kau inginkan?" tanya Alexia ikut-ikutan melirihkan suara, seakan-akan tidak ada orang lain yang boleh mencuri pembicaraan mereka.

Sebelum Ryder berucap, Jhonny tiba-tiba muncul sembari menguap lalu tercengang memergoki kakaknya tengah bermesraan di dapur.

"Bloody hell!" seru Jhonny menbuat Alexia refleks mendorong Ryder hingga hampir terjatuh.

"Ck!" decak Ryder kesal.

"Tuhan, sembuhkan mataku dari tontonan menjijikkan itu," sindir Jhonny yang dibalas lemparan terigu oleh Ryder.

"Shut up!"

"Hei!" lerai Alexia meneruskan kembali pekerjaannya. "Pergi sana! Kalian berdua menggangguku!"

###

Sekitar pukul sembilan malam, usai membantu Alexia membereskan dapur juga meja makan, Ryder mencuci tangan lalu menarik tisu. Dia memerhatikan bahwa Alexia tidak banyak bicara sekali pun Ryder berusaha membuka obrolan. Walhasil, saat makan malam tadi, Ryder hanya berbincang bersama Jhonny meski sorot matanya mengarah ke Alexia.

"Pulanglah," kata gadis itu terdengar seperti perintah.

Ryder memiringkan kepala menangkap ada gelagat aneh yang dipancarkan Alexia. Namun, sebesar apa pun dia menguak apa yang disembunyikan gadis itu, Ryder tidak akan paham.

"Kau tak mau melihatku," ketus Ryder. "Kuanggap kau tidak--"

Ucapannya tersendat kala Alexia memelototinya.

"See?"

Mau tak mau Ryder terkekeh seraya geleng-geleng kepala. Dia menyandarkan pantat ke pinggiran konter selagi bersedekap. "Kau ini kenapa?"

"Nothing," jawab Alexia hendak pergi namun lengan kanannya tertahan membuat tubuhnya nyaris menumbuk dada Ryder. "Ini sudah malam, Ryder."

"Siapa bilang ini pagi?" balas lelaki itu memutar balikkan posisi. Dia mengurung Alexia di antara lengannya juga konter dapur si pemilik rumah, merendahkan pandangan agar bisa mengais-ngais apa yang dipikirkan Alexia. "Kau kenapa?"

"Apanya yang kenapa?" Alexia memutar bola mata kesal. "Pergilah! Kau sudah terlalu lama berada di sini, Ryder. Besok kita latihan, oke."

Alis tebal Ryder menukik lalu dia berucap, "Bukan karena kita berciuman dan tidur bersama, kau jadi bersikap berbeda padaku kan? Kau sendiri yang mengundangku ke kamarmu."

"Jangan gila," cibir Alexia mengelak tuduhan Ryder.

"Tatap mataku kalau begitu," perintah Ryder memaksa Alexia melakukan kontak mata. Sebelah tangannya terangkat, membelai pipi tirus gadis itu membuat napasnya terasa berat. Semburat kemerahan perlahan-lahan timbul di permukaan kulit wajah Alexia seakan-akan sentuhan intim yang diberikan Ryder memicu ledakan lain. Dia memiringkan kepala, menghadiahi gadis itu jilatan kecil di daun telinga lantas berbisik, "Aku suka melihatmu merona, Lex."

Ekor matanya turun ke arah Alexia yang sedang menggigit bibir bawahnya kuat-kuat.

"Jangan sampai aku menggigit bibirmu seperti kemarin," imbuhnya begitu parau mendapati tarikan napas Alexia makin cepat. Ryder mengirim kecupan di pelipis gadis itu lalu menegakkan badan. "Aku pulang. Tidurlah yang nyenyak, Little love. Besok kita latihan lebih giat lagi."

Tanpa diketahui Ryder, tungkai Alexia melunglai tanpa bisa dikendalikan lebih lama menerima perlakuan pria gila itu. Dia meremas dada, meredam degup jantungnya di dalam sana, berharap semesta atau siapa pun tidak mendengar bahwa ada sesuatu yang tidak ingin Alexia ungkap kepada dunia. Sesuatu yang bisa mengubah segalanya.

Tidak! Jangan! Kau harus mengontrol dirimu, Lex!

***

Buat nemenin liburan kalian 💓💓💓

Btw, Ryder nih suka banget godain anak orang 😂😂😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro