30. You Don't Have To Know

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'Will feel even better when you are with me. No, no this isn't love but it's more than infatuation.'

-D'african-

***

Selagi mematut diri di depan cermin dan mengembuskan napas panjang melalui mulut, Alexia mengamati penampilannya. Entah ke berapa kali. Rambut panjangnya dikepang dua dan tidak terlalu erat, menyisakan bagian depan rambut sebagai pemanis. Riasannya pun tak mencolok, hanya menekankan pulasan lip gloss di bibir penuhnya. Sentuhan terakhir adalah parfum beraroma karamel yang berbaur bersama vanila, tembakau, juga wood menyebar ke area leher, belakang telinga, juga pergelangan tangan. Memberikan kesan hangat dan lembut.

Tak lama, bel pintu berbunyi dan buru-buru Alexia menyisir bagian depan rambut lalu menyambar tas selempang hitam yang senada dengan mantel yang dikenakan. Sialnya, jarak yang makin menipis di antara dirinya dan Ryder di depan pintu menimbulkan dentaman hebat dalam dada Alexia. Seakan-akan dia baru disuntik puluhan dosis adrenalin sehingga tak mampu mengendalikan denyut nadi yang begitu liar setiap kali bersamanya. 

Ini bukan kencan, Lex. Sadarlah!

Dia meraup udara sebanyak mungkin lalu menyambut Ryder dalam balutan atasan turtleneck abu-abu yang dilapisi jaket kulit hitam, celana jeans gelap, juga boots. Lelaki itu melempar senyum, menilik penampilan Alexia bagai mengabadikan setiap detik kecantikan yang tidak boleh dilewatkan. Bagaimana mungkin ada pria bodoh yang melepaskan gadis ini? pikir Ryder. 

"Hey, stop looking at me like that," tegur Alexia salah tingkah karena mengamati Ryder tak berkedip atau mengucapkan sepatah kata. 

Lelaki itu terkekeh. "I don't like how pretty you look."

"Shut up, Ryder," omel Alexia tanpa bisa menahan senyumnya mendengar pujian Ryder.

"Aku serius. Oh iya, bawa juga sepatu skatingmu." Ryder mengingatkan. "Kita makan malam sebentar lalu pergi ke tempat yang kujanjikan."

"Apa? Aku sudah--" Alexia hendak menolak penawaran Ryder yang mengajaknya makan malam. Hal yang sangat ingin dihindari Alexia demi mempertahankan berat badannya.

"Jangan menolak, Little love, kau butuh tenaga banyak nanti," sela Ryder mengerlingkan sebelah mata. "Come on."

Tak tahu apa yang direncanakan Ryder, akhirnya Alexia menurut begitu saja, membawa serta tas berisi sepatu skating. Ryder membuka pintu kursi penumpang dan menyiratkan Alexia menaruh barangnya di sana. 

"Besok kita masih ada latihan, Ryder," ujar Alexia membuka pintu kursi depan manakala lelaki itu berlari kecil memasuki kursi pengemudi. 

"Aku tahu," jawab Ryder menyalakan mesin Bentley begitu Alexia duduk di sisi kanannya. "Hanya memberimu ruang agak tidak terlalu tegang."

"Terserah kau saja, Ice prince," kata Alexia memutar bola mata, menyandarkan siku di kaca mobil seraya melirik Ryder yang menyalakan lagu Sleep Token. "Kau sering datang ke konsernya?" tanyanya membuka obrolan ketika Ryder menginjak pedal.

Lelaki itu melenggut. "Tentu sebelum kejadian tiga tahun lalu. Tahun depan, kudengar mereka akan tur album baru. Mau ikut?"

"Ya, boleh." Alexia menganggukkan kepala. "Asal jangan sampai bertabrakan dengan konser Lany. Mereka akan tur Eropa bulan Agustus dan aku sudah booking tiket bersama teman-temanku."

"Bulan April, tenang saja," kata Ryder. "Sepertinya kalian sering hang out."

"Nah ..." Alexia menggeleng. "Norah sedang menyelesaikan tugas akhirnya. Jadi, kami menahan diri untuk tidak terlalu sering bepergian kecuali Poppy tiba-tiba mengajak ke Magic Mike Show."

"Wait? Magic Mike?"Ryder menganga tak percaya sampai tak sadar membungkam mulutnya selagi menyetir. Sungguh tidak disangka bahwa masih saja ada gadis yang suka menonton pertunjukan pria bertelanjang dada menari-nari di atas panggung mengundang hasrat. 

Sudut bibir Alexia naik, dia menoleh ke arah Ryder lalu berkata, "Seperti kau tidak pernah menonton acara serupa saja."

Ryder menghentikan mobil saat berada di perempatan jalan. "Memang. Aku lebih suka melihat pertandingan hockey atau formula 1. Kau tidak meneteskan air liur saat menontonnya kan?"

Semburat merah muncul di pipi Alexia mengenang sewaktu dia diminta naik ke panggung dan duduk di kursi sementara seorang pria menari, meliuk-liukkan tubuhnya begitu lentur seakan-akan mengundang sisi liarnya. Alexia menggigit bibir bawah menahan diri agar tidak terkikik seperti orang gila sebab di sela-sela pria itu menari, merangkul, dan membawanya ke pangkuan, dia berbisik ingin bertukar nomor ponsel. 

"Hell ..." Ryder kembali melajukan kendaraannya menangkap gelagat Alexia yang merona. "Dasar gadis nakal. Aku tidak menyangka di balik sikap tenangmu, kau punya pemikiran liar."

"Itu wajar kan?" ketus Alexia mencebik kesal.

Menangkap gelagat Alexia yang tampak tersinggung, Ryder berkata, "Sorry, Lex ..." Dia menjulurkan sebelah tangan tuk membelai rambut Alexia namun ditepis kasar. "Ya ampun ... kau merajuk ya? Maafkan aku, Little love. Aku hanya berpendapat saja," belanya lalu mengisi jemari Alexia dan menggenggamnya erat seraya menekan pedal lagi. Tanpa diduga gadis itu, Ryder mencium punggung tangannya dan menumpukan dagu di sana. "Maafkan aku oke?"

"Ryder ..." Mendadak suara Alexia jadi begitu serak merasakan getaran di tubuhnya kini berubah menjadi gelombang dahsyat. Ditarik paksa tangan dari genggaman mesra lelaki itu lalu membuang muka ke jendela. "Sudahlah, lupakan saja."

Sialan! Kenapa dia mencium tanganku seperti itu?

###

Kendaraan yang ditumpangi Alexia akhirnya berhenti di sebuah area parkir restoran Le Petit Beefbar yang berada di jantung kota Chelsea. Dia keluar dari mobil, merapatkan mantel dari embusan angin yang menyapu kulitnya. Tak lama, Ryder keluar lalu mengulurkan sebelah tangannya menyiratkan Alexia kembali menautkan jemari mereka. 

Ragu-ragu Alexia menyentuh permukaan tangan Ryder sebelum mengisi sela-sela jemarinya yang terasa kuat dan agak kasar tersebut. Begitu kakinya melangkah masuk ke dalam restoran mewah itu, bola mata Alexia membulat mendapati suasana di sini seperti brasserie Paris--santai, intim, tapi romantis. Ada bar tapal kuda dan lampu yang menyorot redup sehingga kesannya hangat, sementara ada tirai beludru kuning, dinding-dinding berpanel kayu, dan elemen-elemen karya seni yang begitu memanjakan mata.

Ryder membawa Alexia duduk di sudut restoran bersamaan pelayan menghampiri mereka sembari menyodorkan menu. Bak hafal di luar kepala, Ryder langsung memesan kobe beef steak yang disiram saus ala mereka sendiri. Sementara Alexia yang sejujurnya tak nafsu makan, mau tak mau memilih salad kale. Sontak saja Ryder menaikkan sebelah alis lalu dia menyahuti ucapan sang pelayan, 

"Tolong tambahkan wagyu ribeyes juga untuknya."

"Ryder," panggil Alexia. "Jangan--"

"Kau harus makan banyak, Lex," tutur Ryder memotong kalimat Alexia. "Minumannya tolong D'Oro koktail," imbuhnya.

"Dan Anda, Nona?"

"Negroni."

"Baik, akan kami siapkan terlebih dahulu." Pelayan itu undur diri sedangkan Alexia menatap Ryder tak suka karena dianggap terlalu mengatur-atur apa yang harus dia makan. 

"Aku tidak suka diatur," ungkap Alexia melipat kedua tangannya di dada.

"Aku tidak suka ditolak," balas Ryder menirukan gaya Alexia seakan-akan menantang apapun yang dikatakan gadis itu. "Hidup hanya sekali, jangan terlalu membatasi makanan, Lex."

"Tidak ada salahnya dengan salad kale."

"Tidak ada salahnya juga kau makan steak."

Astaga!

Alexia mendengus sebal merasa kalah telak bila berdebat bersama Ryder. "Apa ini tujuanmu mengajakku keluar?"

"Tidak juga," jawab Ryder memajukan posisi badan, sikunya bertumpu di atas meja. "Kenapa kau selalu tidak percaya padaku?"

"I didn't," kilah Alexia. "Hanya saja kau terlalu banyak mencampuri urusan seseorang."

"Kau bukan seseorang bagiku, Alexia. Kau partnerku, temanku. Apakah ada yang salah?" cerocos Ryder.

Bibir gadis itu terbungkam cukup lama selagi berpikir ke mana akhir hubungan mereka sebenarnya. Alexia sadar dirinya memang partner skater yang notabene juga teman, hanya saja perlakuan Ryder akhir-akhir ini bisa saja menimbulkan kerancuan.

Pada hatinya.

Pada orang yang melihat kedekatan mereka.

Tentu saja Alexia tidak mau terombang-ambing dalam ketidakpastian. Hanya saja, lidahny turut membeku setiap kali ingin melempar pertanyaan tersebut.

Ryder enggan memutuskan kontak mata akibat sibuk memilah-milah isi pikiran Alexia. Sungguh gadis di depannya ini tak bisa ditebak. Jikalau memang dia tak suka kenapa Alexia tidak menolak sentuhannya?

Bahkan ciuman itu.

"Baiklah, aku mengalah," ujar Ryder menurunkan ego. "Anggap saja itu rasa terima kasihku karena kau mau jalan bersamaku, Lex."

Tak lama kemudian, pesanan mereka pun datang. Lantas, dalam keheningan selain musik yang memenuhi setiap sudut restoran, mereka makan selagi menyelami pikiran masing-masing meski beberapa kali saling memandang. Sorot mata Ryder terus mengawasi Alexia agar menuntaskan makanannya sampai habis. Bukan karena dia sok perhatian, hanya saja mengamati bentuk badan Alexia yang dirasa di bawah normal itu sungguh memprihatinkan. 

Sedari lama, Ryder paling benci perempuan yang terlalu memikirkan bentuk badan padahal mereka sudah punya kecantikannya masing-masing. Dulu, saat Cherry masih hidup, Ryder-lah yang paling cerewet menyuruh kekasihnya makan apa pun yang diinginkan. Lebih baik dia menggelontorkan banyak uang untuk mengenyangkan perut Cherry daripada dihabiskan untuk hal-hal yang tak berguna. Sekarang, lidah Ryder begitu gatal ingin mengajukan pertanyaan kepada Alexia, apakah  metabolisme gadis itu memang terlampau cepat atau memang ada tuntutan lain.

Siapa tahu bukan?

Bukan rahasia umum bila dunia yang dilakoni Ryder memiliki sisi gelap. Dulu, pernah ada kasus di mana atlet perempuan mengalami anoreksia akibat dipaksa melakukan diet ekstrem dan latihan berulang sampai berjam-jam; mengasah lompatan dan putaran. Hal tersebut menimbulkan kontra terutama sikap pelatih yang merasa tidak bersalah atas keputusannya. Padahal, dari asosiasi skating sendiri sudah ada pedoman tersendiri bagi atlet juga pelatih mengenai kesehatan, nutrisi, dan cedera. Alhasil, sang atlet pun menyatakan mengundurkan diri dari ring walau kariernya tengah naik daun.

Yang ditakutkan Ryder adalah bagaimana bila hal tersebut terjadi pada Alexia? Bagaimana jikalau diam-diam tanpa sepengetahuannya, Alexia menerima tekanan dari Thomas?

"Good girl," puji Ryder manakala Alexia menandaskan salad juga steak sampai tak tersisa. "Aku suka melihatmu makan dengan lahap, Little love."

Gadis itu membisu, memilih meneguk negroni sekadar membilas sisa-sisa makanan dalam mulut. "Aku mau ke toilet dulu."

Ryder melenggut, memerhatikan setiap langkah yang diambil Alexia menuju toilet wanita yang berada di ujung restoran. 

Begitu Alexia sampai di toilet, buru-buru dia mengunci salah satu bilik dan membuka closet. Selanjutnya merangsang mulut menggunakan jari agar semua makanan tadi keluar dari lambung. Kontan salad kale juga daging wagyu yang belum tercerna sempurna langsung meluncur begitu saja. Perutnya seperti diremas-remas dari dalam manakala Alexia terus memuntahkan apa yang ada hingga menyisakan sensasi asam nan pahit di lidah.

Setelahnya ditekan flush tuk menghilangkan jejak sembari meraup udara sebanyak mungkin. Tubuhnya lemas bukan main, matanya berkunang-kunang, kepalanya terasa pening sampai harus bersandar di dinding bilik toilet. Beberapa saat dia mengamati lampu penerangan yang menjadi saksi bisu tindakan gila Alexia. Sudut bibirnya tersenyum kecut lalu dia bergumam pelan,

"I do it because I want."

Namun, ucapan yang baru saja terlontar itu berbanding terbalik dengan hati kecilnya yang memprotes keras. 

Kau seharusnya minum obatmu, Lex!

Dokter bilang bahwa kau yang punya kendali atas tubuhmu kan? Kenapa kau jadi labil begini?

Jika Ryder tahu, aku yakin dia sangat kecewa. Kau tidak menghargai pertemanan kalian!

"I don't fucking care," balasnya pada diri sendiri lantas keluar dari bilik dan mencuci tangan serta memperbaiki kembali riasannya. "Tidak semuanya harus dia ketahui kan?"

***

Buat nemenin malam takbiran kalian. Selamat hari Raya idul Fitri ya gaes, mohon maaf lahir batin kalau ada salah kata yaaa~

Yang mudik hati-hati di jalan, semoga selamat sampai di tujuan. Yang nggak mudik, yuk tos dulu 😂🤣🤣🤣

Mau update lagi nggak? Wkwkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro