31. Kiss Under The Moon

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'She's out of my league in every single way.'

-Lany-

***

"Bukannya ini milik ayahmu?" Alexia mengedarkan pandang begitu mobil yang dikendarai Ryder berhenti di depan sebuah bangunan besar. Terletak di pusat perbelanjaan London--One New Change--gedung bertingkat dua yang berhias lampu neon di depannya ini bertuliskan F1 Arcade, tempat simulator formula 1 yang sedang digandrungi penggila balap mobil. Bukan hanya itu saja, di sana juga menyediakan rooftop bar yang selalu ramai. "Apa hubungannya dengan sepatu skating yang kubawa?"

"Nanti kau akan tahu, Little love," jawab Ryder mengerlingkan sebelah mata lalu keluar dari mobil dan mengambil tas skating di kursi penumpang. "Ini rahasia antara kau dan aku, Lex."

"Kedengarannya kau ingin membobol sesuatu," tebak Alexia hendak merebut tas skating-nya sendiri namun ditepis halus oleh Ryder. "Terserah kau saja," tukasnya membiarkan lelaki itu bertindak sesuka hati.

"Hei, siapa suruh kau jalan duluan, Little love?" protes Ryder langsung menghentikan langkah Alexia. Dia menarik bahu gadis itu tuk menghadap dirinya. "Kubilang rahasia karena aku ingin memberi kejutan padamu, bukan berarti kau mendahuluiku." Dia mengeluarkan sebuah kain panjang berwarna merah menyala dari saku mantelnya. "Boleh kututup sebentar matamu?"

"Asal kau tidak membunuhku, tidak apa-apa," komentar Alexia memejamkan mata pasrah atas kejutan yang nanti diberikan.

"Apa karena kau sering baca buku dark romance, pemikiranmu jadi agak liar?" Ryder meledek seraya mengikat kain yang menutupi mata cantik Alexia. Sesaat dia terdiam memerhatikan detail wajah gadis itu dan lagi-lagi perhatiannya tertuju pada bibir penuh Alexia.

"Bisa jadi. Bukannya pembunuh terdekat itu orang yang paling kau sayangi?"

Ryder memutar bola matanya. "Dasar psiko gila," ejeknya mencubit pipi tirus Alexia.

Gadis itu tertawa lantas mengayunkan kaki bak orang buta arah manakala Ryder memegang bahu dan memberikan arahan dari belakang. Jikalau seperti ini, seluruh indra Alexia meruncing, menerka-nerka sampai mana jalan setapak yang tertutup tumpukan salju ini dilalui. Apalagi telinganya sempat menangkap dentuman lagu beat down milik Iggy Azalea bersama DJ Steve Aoki juga Angger Dimas di sisi kanan. Dia menoleh sesaat, namun detik berikutnya jantungnya berhenti berdenyut saat merasakan sapuan napas Ryder membelai lembut permukaan kulit pipinya.

Juga parfumnya...

"Lurus terus, Little love, jangan pedulikan yang lain," bisik Ryder terdengar serak sekaligus mengirim rayuan tersirat. Kau harus fokus padaku seorang, batinnya.

Kegugupan mendekap Alexia tanpa aba-aba. "Ki-kita ke mana?" Suaranya terdengar bagai cicitan seekor tikus yang takut tertangkap basah oleh manusia.

Sedangkan aku takut dia tahu betapa cepat jantungku berdebar.

"Nanti kau juga tahu. Stay here," pinta Ryder lalu bergegas membuka sebuah pintu kaca menimbulkan derit yang agak nyaring. Dia menekan saklar lampu utama sehingga ruangan yang gelap tersebut langsung diterangi cahaya ungu yang lembut. "Ayo," ajaknya mendorong bahu Alexia agar masuk ke dalam kemudian melepas ikatan kain di matanya. "Open your eyes, Little love."

Perlahan-lahan Alexia membuka mata, menyesuaikan pendar lampu-lampu yang menyapa retina sebelum dikejutkan tempat seluncur yang sialan indah. Seketika rahangnya serasa menyentuh tanah sebab tercengang mengagumi desain serta hiasannya. Alexia menengadah mengamati atap kaca yang menaunginya dari butiran salju.

Dari sini, dia bisa menangkap banyak taburan gemintang serta rembulan tengah bersemangat memancarkan pesona di gulitanya malam. Perhatian Alexia tertuju pada sekat-sekat atap yang dibalut daun-daun imitasi juga lampu gantung berbentuk butiran salju. Manis sekali. Dia memutar kepala ke segala arah, mengamati tiang-tiang penyangga yang dihias serupa juga lampu-lampu kelap-kelip melambai-lambai mengundang Alexia untuk segera meluncur ke sana.

"Wow." Alexia berdecak kagum.

"Just wow?" Ryder menaikkan sebelah alis meski bibirnya tak berhenti tersenyum. Dia tahu gadis itu terpukau dilihat dari binar mata yang sialan cantik. Dalam hati, dia ingin membangunkan sisi ego supaya momen seperti ini diabadikan untuk dirinya sendiri.

"Maksudku ... Cantik sekali. Ini milik ayahmu atau--"

"Milikku," sela Ryder enggan mengalihkan atensinya dari mata dan bibir Alexia. Ya ampun, she's fucking beautiful. "Aku ingin punya ringku sendiri meski lokasinya jadi satu dengan F1 Arcade."

"Kau hebat," puji Alexia menepuk pundak Ryder begitu bangga. "Jadi, ini berbeda dari Lee Valley?"

Ryder melenggut. "Aku membuatnya sebagai arena hiburan semata bukan gelanggang resmi seperti Lee Valley. Rencananya aku ingin bekerja sama dengan komunitas skater, mereka bisa mengadakan pertunjukan di sini."

"Keren sekali. Selamat, Ice prince."

"Thanks. Kau jadi orang pertama yang ingin kuundang di sini, jadi..." Ryder mengulurkan sebelah tangan dan menyilangkan satu kakinya ke belakang selagi membungkuk rendah. "Mau menari bersamaku, Ms. Ross?"

"Astaga, kau ini." Alexia menyambut uluran tangan Ryder. "Dengan senang hati, Mr. De Verley. Kita perlu ganti sepatu dulu."

Ryder menunjuk bangku-bangku panjang yang kosong di pinggir arena sebab tempat penitipan sepatu juga ruang ganti masih dalam tahap pengecatan. Dia bercerita bahwa arena seluncurnya ini akan menyediakan kursus gratis setiap akhir pekan. Bila memungkinkan, Ryder bakal mengajari mereka secara langsung.

"Kau boleh bergabung nanti," ujar Ryder mengikat kuat tali sepatunya lalu berlutut di depan Alexia dan membantu gadis itu. "Asal kau tak berbelok ke gedung magic mike di ujung sana," imbuhnya yang dibalas cubitan di lengan. "Itu sakit tahu."

"Itu hal berbeda, Ryder."

"Guy kemarin bilang mau mengundangmu melihatnya balapan mobil. Bagaimana?" Ryder berdiri dan menggandeng tangan Alexia masuk arena seluncur. "Aku bisa memesankan kursi VVIP."

"Aku bisa beli sendiri tiketnya, Mr. De Verley. Jangan apa-apa kau yang mengatur," gerutu Alexia sembari berputar di atas satu kaki saat Ryder mengangkat tangannya.

"Baiklah, Miss Independent," ledek Ryder lagi-lagi dibalas cubitan. Kali ini di perutnya yang berotot. Dia mengajak Alexia melaju mengelilingi ice rink sembari bersenandung pelan membayangkan ketukan piano The Carpenters seperti saat mereka menari di Somerset House. Tak peduli suaranya yang serak-serak basah dan tidak enak didengar, Ryder ingin menunjukkan bahwa banyak orang yang begitu mendambakan Alexia diam-diam. Termasuk dirinya.

"Close to you..." sambung Alexia membalikkan badan, membiarkan Ryder merengkuh pinggang dan mengangkatnya ke udara.

Kontan gadis itu merentangkan tangan ke atas, melebarkan kedua kaki selagi mendongak berharap waktu berhenti berdetak sejenak. Merasakan dirinya begitu dekat dengan anggunnya sang dewi malam di atas sana tengah tersenyum ceria walau hanya menjadi saksi bisu semata. Apakah semesta juga ikut menari membersamai Alexia juga Ryder? Atau apakah mereka hanya duduk menikmati pertunjukkan di mana dua insan yang sebelumnya saling melempar kebencian kini menjalin pertemanan yang begitu akrab?

Entahlah.

Ryder menurunkannya pelan-pelan selanjutnya Alexia berputar seirama membentuk poros-poros kecil mengimbangi gerakan lelaki di sampingnya. Lalu dia menerima uluran tangan Ryder lantas direngkuh pinggangnya dari belakang sebelum memposisikan tubuhnya serendah mungkin.

"Rileks, Little love," bisik Ryder di belakang telinga Alexia. "You're safe with me."

Mata Alexia terpejam, membiarkan seluruh otot juga saraf tubuhnya bertekuk lutut atas permintaan Ryder. Bersandar di dada dan pantat bertumpu di kanan kiri lelaki itu, Alexia mengulurkan sebelah tangan menyentuh permukaan es selagi melaju dalam kecepatan konstan.

You're safe with me.

Setelahnya dia menjauh beberapa langkah, memutari tubuh Ryder yang meliuk-liuk begitu Indah. Segenap perasaan Alexia hanyut dalam emosi membayangkan andai kata mereka tampil di depan ribuan pasang mata. Dia mendekat manakala Ryder memegang perutnya tanpa melepaskan tautan mata. Ada desakan kuat yang membuat tangan Alexia menangkup wajah Ryder, merasakan kehangatan pipi lelaki itu kemudian bersenandung lirih, "Just like me, they long to be close to you."

Walau sebatas lirik, entah kenapa dada Ryder dipenuhi ratusan kupu-kupu yang melayang-layang di dalam sana. Dia mencium telapak tangan Alexia kemudian melaju beriringan seakan-akan kekuatan batin mereka terhubung begitu kuat. Bagaikan kembang api yang siap meledak menyemburkan warna-warni di atas cakrawala.

Namun, Ryder tak mau jadi bunga api yang menyala sesaat sebelum akhirnya padam menyisakan kenangan.

Mereka mengitari arena seluncur merasakan dunia tengah berhenti rotasi, menyisakan dua insan yang tanpa disadari saling memantik gairah. Bagaimana tidak, setiap sentuhan, tatapan, juga senyuman itu hanya mereka yang tahu makna di baliknya.

"Wanna try double toe dan triple lutz?" tawar Ryder yang dijawab anggukan cepat.

Sesaat mereka berpisah, merentangkan jarak tuk mengambil ancang-ancang lantas melakukan lompatan double toe disambung triple lutz secara kompak. Alexia menjerit kegirangan.

"Fucking good, Lex!" seru Ryder langsung memeluk pinggang dan membawanya ke atas selagi meminta gadis itu memperagakan lift yang sudah mereka pelajari bersama.

Ryder meluncur cepat di setiap sudut arena, bermimpi tentang sorak-sorai penonton melihat pertunjukkan mereka. Sementara Alexia berpose bintang sebagai akhir tariannya.

"Cantik sekali," puji Ryder yang didengar Alexia sembari menurunkan gadis itu ke permukaan es. "Nice move, Little love." Dia menyinkronkan kakinya bersama Alexia menuju tengah-tengah.

Rona merah seketika menghiasi air muka Alexia. "Kau yang mengajariku, Ice prince."

"Karena kita saling percaya," tambah Ryder ketika menghentikan lajunya tepat di bawah lampu berbentuk butiran salju besar. "Bagaimana menurutmu? Apa kau merasa lega dengan latihan dadakan ini?" Jemarinya terangkat tuk membelai rambut pirang gadis itu.

Malu-malu Alexia mengangguk cepat selagi menggigit bibir bawahnya tak mampu memandang Ryder balik. Dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. "Ya dan ya," jawab Alexia sibuk memandangi sepatu skating mereka.

"Syukurlah."

Alexia mendongak, mengunci tatapannya penuh arti. "Aku memaafkanmu, Ryder."

"Apa?"

"Kau ingat kalau waktu itu aku belum sepenuhnya memberimu maaf bukan?" ujar Alexia membuat pengakuan. "Sekarang, kau pantas mendapatkan ampunan."

Kelegaan langsung menjalari pundak Ryder mengetahui gadis itu benar-benar melepaskan apa yang pernah menjadi perseteruan mereka. Senyum lebar terbentuk di bibir Ryder bersamaan sinar matanya secerah musim semi. Beban di pundaknya makin ringan dan ya... Mungkin ini dampak dari membuka lembaran baru hidupnya.

Semua orang bisa berubah seburuk apa pun masa lalunya. Semua orang berhak mendapat bahagia sesulit apa pun jalan yang dilintasinya.

"Dan ..." Alexia berjinjit memberi satu kecupan di pipi kiri Ryder. "Reward karena kau berhasil mengembalikan kepercayaan dirimu."

Dunia serasa menjungkirbalikkan Ryder kala menerima ciuman yang tidak pernah diduga. Tubuhnya bisa saja melunglai bak cokelat panas jikalau tak ingat bahwa seorang pria harus bersikap tenang bila berhadapan dengan gadis menawan.

"I'm pretty sure this is illegal," kata Alexia sembari terkekeh pelan. Dalam kamus kehidupannya, tidak pernah sekali pun dia mencium teman pria yang jelas-jelas bukan kekasihnya. Tapi, sekarang, Alexia tidak tahu siapa yang merasuki tubuhnya hingga mendaratkan ciuman kepada lelaki itu.

"But you have really pretty lips," puji Ryder berselimut rayu.

"Haha ... do you like it?" Alexia menelengkan kepala menjatuhkan atensinya ke arah bibir Ryder yang tak berhenti mengulum senyum lebar. Dewi batinnya berbisik bagaimana jika Alexia kembali bercumbu seperti di rumahnya kemarin.

Lelaki itu mengangguk antusias. "I love it when you kiss me."

Damn!

"Jangan menggodaku, Ryder!" Alexia memprotes seraya memukul dada pria itu dengan kepalan tangan. Ungkapan seperti ini saja makin membuat dadanya makin tak karuan. Dia takut tiba-tiba pingsan akibat terlalu banyak menerima kalimat semanis madu dari mulut Ryder. "We're in public, you know." Alexia bergerak menjauh menuju pintu keluar arena supaya Ryder tak memergoki dirinya tengah salah tingkah.

"I don't care," ujar Ryder menarik lengan kanan Alexia lalu memberikan ciuman singkat di bibir gadis itu. Tanpa permisi. Dia mengecup lagi, menangkup wajah mungil Alexia membuatnya tertawa geli.

"Stop..." Alexia terkikik tapi Ryder pura-pura tak mendengar hingga mau tak mau digigit bibir lelaki itu.

"Holy shit!" pekik Ryder terkejut. "That was awesome, Lex!" Dia meluncur, memeluk Alexia dari belakang, menggelitiki pinggangnya.

"Ryder!" jerit Alexia terbahak-bahak. "Fuck you!"

"Hei, ayo ke bar! Aku traktir," ajak Ryder tak ingin kebersamaan mereka berakhir begitu saja. Dia masih ingin membawa Alexia ke dalam petualangan lain yang mungkin belum dicoba. Begitulah yang dipikirkan Ryder. "Atau mau main simulasi F1?" tawarnya penuh harap. "Please."

"Baiklah, satu jam saja oke. Setelah itu kita harus pulang. Besok latihan, Ryder."

"Good girl."

Mereka berjalan beriringan saat Ryder bercerita mengenai ajakan Lucas untuk menekuni dunia balap mobil sepertinya dan Guy. Namun, ditolak halus dengan alasan sejak awal dia menjatuhkan pilihan ke ice skating kala pertama kali menonton Olimpiade di televisi. Dia berkelakar kalau orang-orang di sana begitu hebat dan memukau mata, meliuk-liuk di atas es tanpa takut jatuh--meski sebagian pemain ada yang gagal eksekusi.

"Kalau hobi motormu?" tanya Alexia memasuki gedung F1 Arcade.

"Hei, Lexi!"

Suara bariton memaksa kepala Alexia menoleh ke sumber suara di mana ada seorang pria bertubuh tinggi tegap berjaket kulit melambai dan melempar senyum menawan ke arahnya.

"Hei!" Gadis itu membalas sapaan temannya berbarengan si pria mendekat. Mereka berpelukan sebentar seolah-olah melupakan kehadiran Ryder yang mendadak digelayuti banyak pertanyaan. "Apa kabarmu, Drew?"

"Baik, kau? Ya ampun, kau makin cantik saja, Nona," puji lelaki yang disebut sebagai Drew.

Cih! umpat Ryder dalam hati dengan gigi gemeletuk tak terima.

"Tentu, aku baik. Kau juga makin tampan dan makin tinggi. Aku kira kau masih di Spanyol," kata Alexia. "Ah, sorry, aku datang bersama temanku, Ryder." Dia mengenalkan Ryder dan mereka pun berjabat tangan singkat.

Refleks Ryder memicing tak suka manakala kata 'teman' meluncur dari bibir Alexia. Entah kenapa dia begitu kesal Alexia berbicara dengan lelaki di depannya ini dengan pandangan berbinar-binar dan senyum lebar tampak antusias. Apa hebatnya si Drew ini hingga Alexia lupa kalau Ryder ada di sebelahnya?

"Aku senang kau kembali, Ryder," ungkap Drew berlagak sok kenal sok dekat. "Aku akan melihat penampilanmu, Lex," imbuhnya mengerling penuh arti.

What the hell!

"Ya, siapa yang bakal menolak kalau dipasangkan dengan Alexia? Mungkin cuma orang tolol kan?" balas Ryder dingin.

Sesaat ekspresi Drew agak tercengang mendengar jawaban Ryder yang cukup ... tak menyenangkan. "Iya ... kau benar. Hei, aku mau pergi ke bar lantai dua, ada temanku menunggu."

"Ya pergilah daripada mataku sakit," gumam Ryder memalingkan muka.

"Selamat bersenang-senang," ujar Alexia menerima pelukan perpisahan.

"Thanks, akan kukirim pesan nanti malam," bisik Drew yang mampu didengar Ryder begitu jelas. "Jangan lupa balas, oke."

Gadis itu melenggut lalu membiarkan Drew melengang pergi sementara Ryder mencebik kesal. "Kau sepertinya terkenal ya," sindirnya.

"Dia temanku semasa high school, tahun kedua dia harus pindah ke Spanyol dan kami lumayan dekat," terang Alexia tak menangkap gelagat cemburu Ryder. "Ayo."

"Aku sudah tidak mood, kuantar kau pulang," tukasnya membalikkan badan meninggalkan Alexia yang menganga lebar tak memahami suasana hati Ryder.

What's wrong with him?

***
Belum confess udah main cium-cium aja nih mereka berdua 😂😂😂 nggak salah kan kalau Alexia nyebut hubungannya sama Ryder itu cuma teman?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro