39. Behind your smile

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'You lie through your teeth. Tell me, how do you sleep?

Knowing your broke my fucking heart.'

-Lany-

***

Tidak ada sepatah kata pun keluar dari bibir ketika Alexia dan Ryder duduk berhadapan menikmati hidangan makan malam. Tanpa saling melempar pandangan atau rayuan. Hanya suara gonggongan Coco yang sesekali memecah kesenyapan tak mengenakkan tersebut. Anjing menggemaskan itu berlari ke sana ke mari seolah-olah apartemen Alexia menjadi taman bermain baru untuknya.

Sementara itu, Jhonny duduk di sebelah kanan kakaknya mengamati ekspresi Alexia juga Ryder secara bergantian sembari melahap pie pecan. Dia memicingkan mata dan menebak kalau ada sesuatu dalam tanda kutip telah terjadi di apartemen ini. Manalagi dia sempat melihat pakaian Ryder tergantung di ruang laundry, menambah daftar curiga dalam benaknya.

"Apa lagi sekarang?" tanya Jhonny menyambar gelas dan meneguknya pelan.

Tidak ada jawaban.

"Biar kutebak."

Otomatis Ryder mendongak dan membeliakkan matanya salah tingkah, sedangkan Alexia makin menundukkan muka tak ingin bersitatap dengan siapa pun.

"Kalian bertengkar?"

"Tidak. Untuk apa?" Ryder mencerling ke arah Alexia sembari menyenggol kakinya untuk mengirim kode.

Bela aku, Lex! Jangan diam saja!

Alexia membalas senggolan kaki itu lebih kasar mirip tendangan yang agak menyakitkan tulang kering Ryder.

Jhonny mengangkat tangan dan menyiratkan tanda kutip. "Bergulat di atas ranjang. Apa kau ini bodoh atau bagaimana?" ledeknya ke arah Ryder yang dibalas injakan kaki oleh Alexia. "Itu sakit, Lex!"

Alexia berdeham, menetralkan kegugupannya kenapa Jhonny selalu menangkap basah ulahnya bersama Ryder. Padahal sebisa mungkin dia--

Oh damn!

Sontak saja Alexia mengutuk dalam hati karena baru ingat baju Ryder sedang dijemur di kamar cuci. Seharusnya dia bakar saja celana dan atasannya mengingat kemarin Ryder merobek tank top yang dibelinya minggu lalu.

"Itu terjadi begitu saja," aku Ryder tanpa ditutupi. "Bibirku gatal tidak bermain di-- argh!" seru Ryder saat Alexia kembali menendang tulang keringnya.

Tak ingin mendengar percakapan yang menjerumus ke percintaan hebat semalam, Alexia beranjak dari kursi dan membereskan piring. Ryder masih mengaduh sedangkan Jhonny malah terbahak-bahak mengolok lelaki itu.

Sesaat Alexia tertegun melihat konter yang menjadi saksi bisu bagaimana dirinya juga Ryder bercinta begitu liar dan panas. Hingga sekarang, dia masih bisa merasakan lidah Ryder menggoda dan melesak masuk menyapa lembah kewanitaannya, juga pusat tubuh lelaki itu memenuhi liangnya hingga menyemburkan sesuatu yang terasa hangat di dalam sana. Kontan pipi Alexia merona hingga harus menggelengkan kepala menepis imajinasi kotor yang enggan sirna.

"Sampai kapan kau berdiri di sana, Lex?" Suara Ryder membuat Alexia gelagapan setengah mati. Tanpa disadari lelaki itu sudah berada di depan mesin pencuci piring dan meletakkan piring juga gelas kotor disusul Jhonny yang menaruh kembali pie ke dalam kulkas. "Bisa kau tinggalkan kami berdua, Jhonny?"

"Tanpa kau beritahu pun, aku akan pergi ke kamarku," ucap Jhonny melengang begitu saja setelah mengerlingkan mata penuh arti. "Coco! Come here!" teriaknya memanggil Coco untuk memberi ruang kepada manusia dimabuk asmara itu.

"Kau berlagak seperti kakaknya sekarang," cibir Alexia akhirnya buka suara. Dia meletakkan piringnya lalu menutup mesin pencuci dan menekan tombol. "Pulanglah Ryder, waktumu sudah habis di sini," pintanya mengamati lantai. Sungguh dia sudah tak punya kekuatan untuk menatap Ryder.

Setiap kali aku memandangnya, bayanganku tertuju pada bibir juga lidahnya yang menguasaiku.

"Kau berbicara dengan lantai bukan kepadaku," goda Ryder tahu kalau Alexia sedang salah tingkah. Dia menyandarkan pinggul lalu bersedekap di sisi kiri gadis itu, kemudian menelengkan kepala sembari senyum-senyum sendiri. "Lucu juga melihatmu seperti ini."

Alexia memutar bola mata sebal. "Pulanglah dan jangan lupa bawa kembali pakaianmu!" gerutunya hendak meninggalkan Ryder namun lengannya tertahan. Ryder menarik gadis itu dalam dekapan lantas mengangkat dagunya untuk mempertemukan kontak mata. "Apa?"

"Kau malu atas apa yang terjadi kemarin?" tanya Ryder memelankan suaranya.

"Itu tidak ada hubungannya," elak Alexia melirik ke arah lain sebab detak jantungnya kini sudah di luar kendali.

"Kalau begitu tatap aku, Lex," pinta Ryder bagaikan perintah mutlak di telinga Alexia. Seringai tipis terbit di bibir lelaki itu lalu dia memiringkan wajah mendekati bibir Alexia yang sialan ingin disapa. Lagi. "Aku tidak berencana pulang, kau tak lihat Coco betah di sini?"

"Kau pikir aku tak tahu apa yang ada di pikiranmu, Mr. De Verley?" Alexia ikut-ikutan menurunkan nada bicaranya supaya lebih sensual. Sengaja dia menggigit bibir bawah hanya untuk menggoda Ryder, menggesek hidung mancungnya ke hidung lelaki itu selai menyesap aroma tubuh yang menjadi kesukaannya.

Ryder terkekeh, menurunkan tangannya tuk menangkup pantat Alexia. "Coba tebak apa yang kupikirkan, Ms. Ross. Rasa-rasanya aku juga tahu apa yang ada di otakmu." Dia memberi ciuman-ciuman kecil di sepanjang rahang Alexia membuat gadis itu terkikik geli karena bakal janggut Ryder mulai memanjang.

"Ryder, stop ..." Gadis itu menangkap wajah Ryder dan menggigit hidungnya gemas.

"Aku suka kau menggigitku," canda Ryder yang dibalas pukulan di dada. "Hei, mau baca buku bersama?" ajaknya yang langsung disetujui Alexia lalu menggendong tubuhnya tanpa aba-aba. Refleks Alexia menjerit kaget namun malah melingkarkan kaki di pinggul Ryder sembari menghadiahinya kecupan di pipi.

Mereka duduk di sofa dengan posisi kaki Alexia bertumpu di atas paha Ryder. Tangan kanan Ryder memegang buku seri pertama karya Danielle Lori, sementara tangan kirinya sibuk memilin untaian rambut Alexia. Sesekali melirik ke arah gadisnya yang sudah tenggelam dalam seri kedua berjudul The Madness Obsession yang lebih seru sekaligus panas dibandingkan pertama.

Buku di tangan Ryder tak lagi menarik daripada ekspresi Alexia yang merona membaca satu demi satu halaman itu. Beberapa kali dia menangkap gadisnya menahan senyum, menggigit bibir bawah, bahkan menarik napas yang mungkin salah satu reaksi dari paragraf panas di sana.

Menggemaskan sekali mukanya merah.

Lagi pula, Ryder sudah pernah membaca buku ini sampai seri terakhir dan harus diakui kalau selera Alexia cukup bagus. Menurutnya gadis yang menyukai bacaan dark romance lebih seksi di mata dibandingkan mereka yang suka romansa mendayu-dayu sampai berurai air mata. Kehidupan sudah berat, kenapa mereka memilih sesuatu yang menambah beban?

Sorot mata Ryder mengarah ke bibir penuh Alexia yang polos tanpa pulasan lipstik. Mendadak dirinya senyum-senyum sendiri mengenang betapa lihai ciuman gadis itu. Dia suka cara Alexia menyerukan namanya ketika mencapai klimaks. Apalagi nada bicara Alexia selalu datar dan monoton, namun tidak menghilangkan sisi sensual gadis itu di matanya.

Sekarang pandangannya merambat ke bagian mata biru Alexia. Ingatannya kembali pada raut muka gadis itu saat penyatuan mereka terjadi. Tatapan penuh ambisinya berganti begitu sayu berlumur nafsu. Dia lebih menyukai cara pandang Alexia seperti itu daripada melihatnya menangis seperti kemarin. Dia benci iris biru favoritnya dipenuhi air mata akibat kesedihan yang sama sekali belum terjawab.

"Berhentilah menatapku, Ryder," tegur Alexia tanpa berpaling.

"What?" kilah Ryder namun enggan mengalihkan atensi.

Tanpa aba-aba Ryder menutup buku dan menyambar bibir Alexia tuk memberinya ciuman singkat. Gadis itu tertegun seketika sampai bola matanya membesar.

"Sorry, aku hanya tidak tahan melihat bibirmu tanpa mencicipinya," ungkap Ryder tanpa dosa.

Alexia menyeringai seraya memutar bola mata, lantas sengaja menggigit bibir bawah kembali melanjutkan bacaannya.

"Jangan gigit bibirmu, Little Love. Seharusnya aku yang melakukannya."

"Kenapa tidak kau lakukan saja?" tantang Alexia melirik sekilas Ryder dari balik bulu matanya.

"Oh, my little devil," kata Ryder merebut buku itu dan melemparnya sembarangan lalu menarik tubuh Alexia untuk duduk di atas pangkuannya.

Tanpa menunggu persetujuan, dia meraup bibir Alexia seolah-olah hanya itu menjadi pemuas dahaganya. Ryder menekan tengkuk Alexia tak membiarkan gadis itu menciptakan jarak sedikit pun. Lidahnya terus mencecap manis mulut Alexia, merebut seluruh oksigen tanpa sisa. Sebelah tangannya merangak naik di balik sweater yang dikenakan Alexia, tersenyum puas menemukan harta karunnya.

Mengeras di bawah sentuhannya.

Tersulut gairah, Alexia mendorong tubuh Ryder bersandar ke sofa, mengurungnya selagi menggoyangkan pinggul tuk membangunkan sesuatu di balik celana denim lelaki itu. Pagutan berpindah ke leher Ryder, meninggalkan jejak kemerahan di sana untuk menunjukkan kepada dunia bahwa lelaki inilah miliknya.

Hanya miliknya.

"You're such a good kisser," erang Ryder membiarkan Alexia mencumbunya begitu liar. Napasnya pendek-pendek merasakan gelenyar panas membakar pusat tubuhnya. "Damn... What are you doing, Sugar? Are you trying to turn me on?

Tangan kiri Alexia melingkari leher Ryder sembari melumat bibir lelaki itu. Lidahnya mendominasi, tak mau kalah dari permainan kasar Ryder padanya.

"Woah... Guys..." suara Jhonny tiba-tiba membuyarkan aksi mesum kakaknya.

Kontan saja Alexia menampar Ryder dan buru-buru bangkit dari pangkuannya.

"Kenapa kau selalu menamparku?" protes Ryder merasakan sakit di wajah juga di pangkal pahanya. Dia terlanjur terbakar nafsu hingga harus menutupnya dengan bantal sofa. "Aku harus mandi air dingin," gerutunya kesal.

"Kenapa kau keluar?" omel Alexia merapikan sweater juga ikatan rambutnya.

"Aku mengambil camilan," bela Jhonny diikuti Coco di belakangnya. "Kau punya kamar, lakukan di sana, jangan di depan kami. Benar kan, Dude?" Dia berpaling ke arah Coco yang dibalas gonggongan keras penuh semangat. "Lihat, dia mungkin bisa muntah melihat kalian bercumbu."

Terlintas ide gila, Ryder pun membopong Alexia sampai gadis itu memekik kaget. "Ide Bagus, Bung!" serunya kepada Jhonny lalu berjalan ke kamar Alexia.

###

Ryder membuka mata ketika menyadari bahwa dirinya ketiduran selepas pergumulan panasnya semalam. Dia mengerang pelan mencari ponselnya di atas laci untuk melihat pukul berapa sekarang. Sembari mengerjap tuk menyamakan cahaya matahari yang menelusuk masuk melalui jendela kamar Alexia, Ryder menguap mendapati waktu telah bergulir cepat.

6.30 AM

Alexia beringsut mendekat ke dalam pelukan Ryder, masih terpejam seakan-akan terbuai mimpi indah. Mengaitkan kakinya ke pinggul Ryder dan membenamkan wajah ke ceruk leher lelaki itu. Ryder tersenyum lalu memberi kecupan di kening dan menarik selimut untuk menutupi bahu telanjangnya.

"Aku ambil minum dulu," pamit Ryder yang dibalas anggukan Alexia, lalu turun dari kasur dengan bertelanjang dada. Sembari menguap, Ryder bergegas menuju dapur tuk mengambil segelas air sekadar membasahi kerongkongan yang kering. Dia menoleh ke arah Coco dan Jhonny yang sedang duduk di atas sofa sembari menonton siaran berita di televisi. "Hei."

"Sepertinya kau betah di sini," sindir Jhonny terkekeh.

"Diamlah," balas Ryder malu, menyambar sebuah gelas dari rak penyimpanan. "Bagaimana kabarmu, Jo?"

Jhonny melenggut. "Aku baik dan lebih baik jika tinggal di sini. Aku baik karena baru saja melamar pekerjaan ke beberapa tempat, mungkin aku bisa membagi waktu antara kuliah dan bekerja."

Ryder membuka kulkas dan menuang air lantas diteguknya sampai habis. "Wow, rencana bagus. Aku senang mendengarnya."

"Aku juga senang melihat kakakku bersamamu," ucap Jhonny. "Meski dia jarang bilang sayang, kau harus tahu effortnya kalau sudah jatuh cinta, Bung."

"Oh iya?" Ryder menarik laci mencari-cari wadah penyimpanan bubuk kopi. Sesaat dia tertegun mendapati banyak bungkus snack, botol obat yang sudah dicoret-coret, juga bungkus kapsul pancahar. "Apa ini?" gumamnya.

"Ada apa?" tanya Jhonny menoleh ke arah Ryder.

"Nothing," Ryder menggeleng supaya Jhonny tak khawatir walau pikirannya mendadak bercabang-cabang. Lalu dia pun membuka semua lemari penyimpanan dapur Alexia tapi tidak menemukan apa-apa. Selanjutnya dia bergegas ke kamar mandi dan membuka kabinet di mana peralatan mandi juga skin care gadis itu diletakkan di sana.

Matanya membeliak menemukan tiga botol obat yang tersembunyi di balik botol-botol perawatan kulit kekasihnya. Satu di antaranya mirip dengan yang dicoret di dapur.

Tunggu! Apa dia selama ini mengonsumsi obat-obatan ini? Tapi kenapa? Kenapa dia harus diet jikalau tubuhnya baik-baik saja?

"Rahasia apa lagi yang kau sembunyikan, Lex?" gumam Ryder meremas botol itu dengan kornea memerah menahan amarah.

Aku harus cari tahu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro