53. Second Chance

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'So, tell me why can't this be love?'
-April Jai-
***

Kalau kau tidak mau berkomitmen, setidaknya jangan kasih harapan.

Terkesan sepele tapi menohok Alexia saat menerima pesan dari adiknya. Sudah seminggu lebih, Jhonny rela pulang-pergi membagi waktu antara kuliah, bekerja, dan menemani Ryder yang mengalami patah hati. Bukan karena ingin mencari muka, melainkan balas budinya terhadap apa yang dilakukan Ryder kepada Alexia dulu.

Jhonny tak banyak bicara ketika datang, lebih banyak menyibukkan diri memberi makan atau mengajak bermain Peanut yang kian besar. Namun, ada kalanya dia memberi tahu kondisi Ryder yang benar-benar kehilangan cahaya kehidupan. Benar-benar mengenaskan jika orang sudah terbutakan oleh cinta.

Namun, sebanyak apa pun cerita yang dilontarkan Jhonny, nyatanya Alexia hanya terdiam tanpa memberi tanggapan. Entah berlagak acuh tak acuh atau memang gadis itu benar-benar tidak mencintai Ryder sebagaimana mestinya. Padahal Jhonny kira, perlakuan manis Alexia kepada Ryder sudah cukup membuktikan kalau mereka saling jatuh cinta. Sebaliknya, hati Alexia tidak terjamah sama sekali.

"Aku memang baru datang di kota ini dan pertama kali bisa berbaur bersama kalian. Tapi, memerhatikan sikap Ryder, aku jadi paham kalau dia tidak main-main denganmu," tukas Jhonny saat memberi makan Peanut usai pulang dari kediaman Ryder. Lelaki itu masih sama, menghabiskan banyak waktu dengan meninju samsak sampai lelah atau minum hingga mabuk berat.

Jhonny bergerak menghampiri kakaknya yang tengah duduk di kursi bar pantry, menyambar sebuah gelas lalu mengisinya dengan air. "Sejak awal dia datang ke Wiltshire dan memberiku bingkisan, sorot matanya tidak bisa dibohongi, Lex," dia mendudukkan dirinya di atas kursi, memandang ekspresi Alexia yang enggan menatap dirinya balik.

"Dia hanya bersim-"

"Sampai kapan kau mengelak, Lex?" Jhonny menyela, "Kau mencintainya, tapi kau selalu meragukannya."

"Karena aku takut kalau nasibku akan sama seperti Mom!" Intonasi Alexia meninggi membuat Peanut yang asyik makan tertegun beberapa mendapati dua manusia berseteru di depannya. "Aku takut hal sama terjadi seperti yang dilakukan pria-pria yang dulu pernah bilang mencintaiku, nyatanya omong kosong. Apalagi Ryder, Jo ... Dia ... tato itu ... bahkan diukir untuk kekasihnya."

"Lex ..." Jhonny menggeleng pelan. "Hanya karena mendiang Cherry, kau jadi seperti ini?"

"Kau tidak paham perasaanku." Alexia melipat tangan di dada dan membuang muka, menghalau air mata yang nyaris pecah.

"Oke." Jhonny angkat tangan. "Itu terserah kau. Keputusanmu adalah jalan hidupmu sendiri. Aku hanya memberi saran sesuai apa yang kulihat karena kau adalah kakakku dan Ryder adalah teman baikku." Dia beranjak dari kursi, meninggalkan Alexia seorang diri yang menenggak jus jeruknya dalam diam.

Dia meraih ponsel seraya menggigit bibir bawah, menimang-nimang untuk mengajak Ryder bertemu secara langsung atau memberi jeda lebih lama. Kepala Alexia dibuat pening apalagi ucapan Jhonny memperburuk suasana hatinya.

Bahwa Alexia memang meragu karena Cherry.

Alexia : Hey, girls . Wanna hangout tonight?

Alexia : I've a problem.

Poppy : Di mana? Malam ini aku bisa. Kepalaku pusing :(

Arya : Aku ikut.

Norah : Tolong seret aku dari ruang Mr. Gray!!!!

Sudut bibir Alexia naik membaca kalimat yang ditulis Norah, lantas dia memberi detail tempat mereka berkumpul. Tidak perlu ada hiruk pikuk orang-orang dan musik keras layaknya kelab malam di Soho-yang biasanya merek singgahi setiap kali dilanda dilema.

###

Mengelilingi meja berbahan mahoni ditemani gelas-gelas anggur yang lezat juga makanan tak kalah enak, empat gadis saling menatap tanpa ada yang mau buka suara. Ditambah suasana cukup hening karena bar yang dipilih Alexia memiliki konsep unik, yakni di ruang bawah tanah dan berdinding bata di mana biasanya tong-tong wine disimpan.

"Jadi, ini pertemuan rahasia?" Suara Arya memecah kebisuan. "Kalau kalian merencanakan pembunuhan, aku tidak-"

"Jangan gila," ketus Alexia memutar bola mata.

"Apa masalahnya sekarang?" Norah menggoyangkan kaki gelas sebelum menyesap pelan. "Aku kira kita bakal ke Magic Mike. Aku butuh asupan pria tampan untuk kesehatan mataku."

"Nanti kita ke sana sampai kakimu lemas," cibir Poppy. "Apa ini tentang Ryder?"

Alexia mengangguk cepat.

"Aku tidak akan terkejut. Beberapa waktu lalu, aku bertemu Freddie di tempat latihan. Dia bilang kau mematahkan hati Ryder," ungkap Poppy. "Menilik kisah cintamu selama ini, mungkin aku akan berpikiran sama denganmu, Lex."

"Well ..." Alexia menopang wajahnya dengan dagu dan sorot matanya kini tanpak suram.

"Tapi, setiap orang punya akhir bahagia masing-masing dengan kisah cintanya," sahut Arya yang balas lirikan tajam Alexia. "Sorry, bahagia dalam artian tidak selamanya bersatu dan tidak selamanya tentang cinta."

"Kau sendiri bagaimana menanggapi perasaan Ryder, Lex?" Norah ikut-ikutan menopang dagu, memerhatikan raut Alexia yang dibebani banyak pikiran. "Aku kira selama ini, kau sudah melabuhkan hatimu padanya."

"Kupikir juga begitu." Arya menjentikkan jari. "Apalagi kalian begitu terlihat sama-sama bergairah."

"Arya ..." Poppy menyikut Arya. "Itu hal berbeda. Seks terkadang tidak melibatkan cinta, hanya bongkahan nafsu karena sama-sama ingin mencapai orgasme."

"Jangan campur adukkan cinta dan seks, Babe," Arya membantah. "Jadi, bagaimana Lex?"

"Entahlah, mungkin Poppy benar, tapi kau juga ada benarnya, Arya." Alexia menghela napas panjang lagi. "Maksudku, hubungan kami menyenangkan. Ryder nyaris sempurna untukku, hanya saja ... ketika dia menunjukkan tato."

"Tato?" Norah menaikkan sebelah alis. "Yang pernah dia tunjukkan saat acara ulang tahunmu?" Mendadak pipinya bersemu dan menahan senyum. "Sorry. Go on, Lex."

Alexia mendengus sebal. "Tato itu untuk Cherry," ujarnya.

"Bukan berarti tato itu sebagai bentuk cintanya, Lex," komentar Poppy meneguk minumannya. "Tato punya banyak arti, bisa jadi dia ingin menghormati Cherry sebagai bagian dari masa lalunya."

"Ya ... memang tapi ... entahlah, aku takut." Alexia menarik tisu merasakan kristal bening bergerombol di sudut matanya. "Aku hanya takut dia belum selesai dengan masa lalunya. Aku takut berkomitmen. Aku takut patah hati lagi."

"Tanpa sadar kau sudah mematahkan hati orang lain," timpal Arya.

"Mengingat sepak terjangnya selama ini, Ryder benar-benar serius padamu," sambung Norah. "Aku bukan membela semata-mata aku fans beratnya, Lex, tapi apa yang dikatakan Arya benar. Ketakutanmu pada akhirnya menghancurkan orang lain."

Alexia terdiam cukup lama, meresapi kata demi kata yang meluncur dari bibir teman-temannya. Dipandang satu-persatu iris mata mereka sembari membanting apa yang sebenarnya Alexia inginkan.

"Apa karena Drew, kau jadi goyah?" Kini Poppy melempar pertanyaan. "Sejak dia pindah ke sini, kalian sering bertemu kan?"

"Ya, tapi kami hanya teman. Aku tidak punya perasaan lebih untuknya," jawab Alexia.

"Lain halnya dengan Drew." Poppy melipat tangan di dada lantas bersandar ke kursi. "Pria mana yang rela menemui gadis di ruang tunggu dan muncul tak lama setelah kemenangan diumumkan? Lelaki mana yang selalu menyempatkan datang setiap kali kau bertanding sekali pun itu di ujung dunia? Dan ... lelaki mana yang bersedia pindah ke London hanya-"

"Wait!" Alexia menyela dengan kening mengerut dalam. "Maksudmu, selama ini Drew jatuh cinta padaku?"

"Exactly, Babe!"

Refleks Alexia membungkam mulutnya seiring matanya membola tak percaya, "Bloody hell!"

Sebelum Poppy menanggapi keterkejutan Alexia, ponsel mereka berbunyi menunjukkan notifikasi yang sama. Mereka saling pandang manakala Albert mengirim sebuah link video dan meminta mereka membuka URL tersebut.

"Jangan bilang video porno," desis Norah mengenang di mana Albert pernah berkata cabul.

Link itu tersambung ke saluran YouTube yang baru dibuat dan menampilkan sebuah ruangan yang penerangannya cukup minim. Cahaya kekuningan menampakkan siluet dua orang. salah satu dari mereka memetik senar gitar lalu memberi isyarat kepada temannya.

Bukan suara semerdu penyanyi, namun lirik demi lirik yang dilantunkannya mewakili isi hati yang sedang menggelayuti hati. Bagaimana dia menuntut jawaban atas hubungan yang sudah dilalui selama berbulan-bulan. Tawa. Tangis. Amarah. Bahagia. Sudah mereka rasakan bersama.

Jika memang pertemuan itu berlandas keterpaksaan, dia tidak akan menuntut lebih dari sekadar teman. Namun ... dia tidak pernah menyangka jikalau ada getaran dalam dada yang berubah menjadi cinta. Dia juga tidak pernah berencana menaruh hati namun kebersamaan itu nyatanya membuahkan sesuatu yang diam-diam menelusuk masuk ke dalam sisi gelapnya.

And I can't recall any love at all. Oh, Baby this blows them all away.
It's got what it takes
So, tell me why can't this be love?
Straight from my heart
Tell me, why can't this be love?

"Sialan." Norah menarik tisu tuk menghapus derai air mata yang membasahi pipi mendengar bait yang dinyanyikan.

I tell myself
Hey, only fools rush in
Only time will tell if we stand the test of time

Tell me, why can't this be love?

"Ryder ..." lirih Alexia tak mampu membendung air mata.

Ribuan kenangan menerjang Alexia seperti badai besar memorak-porandakan dirinya tanpa sisa. Kilasan di mana Ryder bertekuk lutut saat mengakui kalau pernah menghina gadis itu, potongan memori saat Ryder begitu antusias mendengar cerita Alexia lalu mengajaknya menari di Somerset House, hingga Ryder yang menemukan dirinya sedang merangsang muntah sampai tekanan batin yang dipendam bertahun-tahun akhirnya terkuak ke media.

Kalimat-kalimat yang pernah dilontarkan Ryder menggaung di telinga Alexia, bagaimana lelaki itu tidak hanya sekali menegaskan tentang perasaannya, melainkan berkali-kali. Termasuk surat-surat yang pernah dituliskan Ryder untuknya.

"I adore you."

"Even the parts you don't like, but i still love you."

"Especially at your worst, Little love. I'll stay."

"Hari ini. Besok. Selamanya. Tato untukmu."

"I'm lost in you. There's no way for me to get out."

"Lex?" Poppy membuyarkan lamunannya dengan derai mata yang sama derasnya. Dia menghapus jejak basah menggunakan tisu dan menarik ingus lantas berkata, "He really really really loves you, Babe. No doubt."

Ada dorongan kuat yang memerintah Alexia beranjak dari kursi. Dikeluarkan beberapa lembar uang dan diletakkannya di atas meja sembari berkata, "Sorry. Aku harus pergi, Babes."

Kenapa aku senaif ini? Kau tolol Alexia!


Kurang satu bab, gas kali yaa~~

Ada secuil audio di Instagramku, cari Reels Tease Me, Baby Part 20 di IG Ry_kambodia.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro