Chapter 6

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Matahari masih belum muncul sepenuhnya dari balik cakrawala, tetapi dalam dojō itu sudah ada dua manusia yang tengah seru.

Tak! Tak! Tak!

"Hiaat!!"

"Pertahananmu masih terbuka, Ama."

"Eh?!"

Set!

Sebuah bokken (sejenis katana kayu yang biasa dipakai latihan) sudah tinggal satu senti di atas jidatnya. Amatsuki diam, kemudian jatuh terduduk. Di depannya Kashi segera menurunkan bokken yang tadi ia hunuskan.

"Nih, minum dulu," Kashi menyodorkan sebotol air pada Amatsuki yang masih duduk. Pemuda itu menampanya sambil cemberut.

"...Ini tidak adil," sungutnya kesal. Kashi mengernyitkan dahi, "Kenapa begitu?"

"Aku ngga mungkin menang lawan kau. Kau itu sudah terlalu expert!"

"Ngaco kamu. Aku masih harus banyak belajar lagi," Kashi membantah.

"Aku tidak mau dengar itu dari orang yang bahkan terampil membelah peluru yang beterbangan jadi dua."

Kashi terkekeh.

"Ngomong-ngomong," Amatsuki mengeratkan genggamannya pada botol air, "Game-nya dimulai hari ini, ya?"

Kashi yang tengah mengelapi bokken seketika menghentikan kegiatannya, "...Iya, hari ini," matanya menyipit. Amatsuki mengepalkan tangan. "Kita harus jadi lebih kuat lagi," kata dia. Kashi mengangguk, "Iya, kamu benar."
-
-
-

Lima belas menit lagi kelas dimulai. Amatsuki sudah sampai di lobi sekolah ketika ia melihat Pak Shoose, Soraru, Mafu, Luz, Senra, Urata, Shima, dan Sakata muncul dari pintu depan.

"Oh, Ama!" sapa Mafu girang begitu melihatnya. Amatsuki membalas dengan lambaian. Sementara Soraru mengernyitkan dahi. "Lho," katanya, "tumben ngga sama Kashi?"

Amatsuki terkekeh sambil menggaruk pelipisnya. "Iya, dia ngga masuk. kucingnya mau kawin, jadi Kashi jadi penghulunya."

"Lhaa??!!"

Sementara Kashi di rumah...

"...Oke, berarti Kashi bolos," Shoose tahu-tahu mengeluarkan buku absen dan menuliskan sesuatu di sana dengan spidol tinta merah.

Yang lain menenggak ludah. Ternyata guru mereka yang satu ini sudah makin sadis saja. Setelah itu, Shoose berjalan mendahului murid-muridnya. "Eh... Ayo, ayo, sebentar lagi kelas dimulai," kata beliau sembari berlalu.

Homeroom session. Jam seperti ini biasa dipakai walas untuk memberi sepatah dua patah kata nasihat. Tapi rupanya pagi itu agak berbeda.

"Kalian bisa saja mati hari ini," dengan pede Shoose berujar di depan kelas. Bikin semua muridnya auto kicep.

Yak, wejangan kematian.

"Kalian semua pasti tahu, mulai hari ini kita bakal berhadapan dengan apa. Meskipun di dalam lingkungan sekolah, kalian tidak boleh sampai lengah. Mati satu berarti mati semuanya. Bapak tidak mau itu sampai kejadian."

Masih hening.

Tiba-tiba Soraru berdiri. "Anu... semuanya," kata dia sedikit gugup. Sontak semua perhatian langsung terfokus padanya.

"Mungkin ini permintaan yang egois, aku ngga berhak meminta ini dari kalian, tapi..."

Kemudian pemuda itu memandang dengan tatapan tegas. "...Jangan sampai mati. Satupun dari kalian, jangan sampai mati."

Masih hening.

Kemudian Soraru menunduk. Tatapannya jadi sendu. "Kalau sesuatu yang buruk sampai terjadi pada kalian, aku... aku..."

Tep.

"Eh?"

Soraru menatap Mafu yang menggenggam tangannya erat. Senyuman cerah ditunjukkan pemuda itu. "Aduh... dari kemarin kamu terus bicara begitu. Aku jadi tambah deg-degan, nih, hehe..."

"Ya, Soraru. Memang apa yang kamu takutkan?"Kradness menimpali.

"Jangan menyalahkan dirimu terus. Kami begini karena kemauan kami. Kamu ngga perlu merasa bersalah," Reol menambahi.

"Iya lah. Jangan merasa sedih terus, dong," Shima tak mau kalah.

Soraru tersenyum tipis. Matanya berkaca-kaca. "Semuanya..."

"Ahem!" semua kembali hening berkat interupsi dari Shoose. "Aduh, pagi-pagi udah ngedrama gini, dah! Kalian terlalu menye."

"Wey! Pak Shoose ganggu momen aja,nih! Tega banget ngomongnya!"Kradness tidak terima.

Shoose segera memotong, "Karena kalian menye. Paham? Kalian masih banyak kurangnya."

Semua terdiam lagi. Hingga akhirnya Shoose buka suara. "Mulai hari ini, kalian akan Bapak beri pelatihan khusus."

Seringai tersungging. Shoose menatap tenang para siswanya.

"Pelatihan agar kalian bisa bertahan hidup."

***

Bel pulang berbunyi. Semua siswa bersiap kembali ke rumah masing-masing.

Semua, kecuali kelas X-C.

"Baik, semuanya bersiap. Sekarang kita akan berangkat ke tempat latihan," Shoose menepuk-nepuk tangannya di depan kelas. "Lha? Emang tempatnya jauh, Pak?" Sou bertanya heran. Shoose mengangkat bahu, "Yah, lumayan."

"Kupikir kita bakalan latihan di sekolah," Senra berceletuk.

"kamu mau Bapak dimarahi karena ada fasilitas sekolah yang rusak gegara kalian?"

"Kagak, Pak, hehehe..."

Seperti yang dikatakan, mereka berjalan bersama keluar dari area sekolah. Tidak pakai kendaraan. Mereka semua berjalan kaki, rombongan dengan Shoose dan Tenchou di depan.

Jadi kayak anak bebek berbaris di jalanan.

"Aduh, kok, gue ngerasa ngga enak, ya?" Luz tiba-tiba berkomentar sambil mengusap-usap tengkuknya, "tiba-tiba merinding."

"Apaan, sih. Emangnya ada yang ngikutin kita atau semacamnya?" Kain menyikut.

Luz menggeleng. "Bukan," kata dia, "firasatku tentang tempat kita latihan jadi ngga enak."

"...Cuman perasaanmu doang, kali."

Pada akhirnya mereka berhenti di depan sebuah bangunan besar. Shoose dan Tenchou berbalik, menghadap para siswa. "Nah, selamat datang di pusat pelatihan anggota badan intelijen negara, anak-anak."

"EHANJ*R BENERAN DONG!" Luz hampir saja memekik. Bikin yang lain auto kaget. Kogeinu mengernyitkan dahi. "Emangnya kenapa, Luz?"

Keringat dingin menuruni pelipis Luz. "E, yaa.... I-itu..."

"Aduh, aduh... Luz~ akhirnya datang juga~"

Glek!

Luz berbalik menuju sumber suara dengan terbata-bata, gemetaran. "M---Mama... Mama Rahwia.... Ehehehe...."

"Wah, Luz anak Mama~ sepertinya sudah siap mau latihan, nih?"

Luz langsung berlari menuju Shoose. "PAK DEMI APA, PAK?? JANGAN-JANGAN LATIHANNYA SAMA IBU SAYA, PAK?!"

Shoose menaikkan sebelah alis. Wajahnya masih santai. "Lha iya. Mama kamu bakal bantu ngajarin. Beliau, kan,orang kepercayaan Pak Sekihan juga."

"PAK SUER PAK DEMI APAPUN ASAL JANGAN SAMA EMAK SAYA, PAK, PLISSSS!!!"

"Emang napa dah ama emak lu?" Araki bertanya santuy.

"Iya, nih. Luz, kamu ngga sayang Mama, ya..." Rahwia berujar sedih dengan sebelah tangan di pipinya dan memasang wajah melankolis.

Dengan bego dan tanpa pengertian, Mafu menepuk bahu Luz. "Luz, kamu ngga boleh durhaka... kan malah enak latian sama nyokap sendiri?"

"Masalahnya bukan itu bambang... lu ngga tau gimana rasanya dilatih ma ntu nenek sihir satu. Ah, Pak, pokoknya saya ngga latian ama ibu saya, deh, Pak!"

"Terus, kamu maunya latian sama siapa? Saya?"

Mereka menoleh, mendapati Ayah Luz berdiri sambil melipat tangan di depan dada.

"LHA BAPAKE KOK DISINI JUGAK??"

"Ya mau ngelatih kamu, lah. Ngapain lagi?"

Saat itu juga Luz langsung mencair. "Ya gusti..." rengeknya melankolis. Pemuda itu melayangkan tatapan memelas pada Shoose, yang langsung dibalas ketus. "Apaan? Tatapan memelasmu udah ngga ampuh lagi sama Bapak. Udah ngga imut-imut, tapi amit-amit kamu!"

"Ah! Pak Shoose jahat!"

Tak digubris, Shoose melanjutkan bicaranya dengan lantang. "Baiklah. Sekarang, kalian akan dibagi beberapa kelompok dengan instruktur yang berbeda. Untuk hari ini, kalian akan berlatih dasar kemampuan fisik."

Lagi, Shoose tersenyum penuh arti "Sebaiknya kalian bersiap. Neraka baru saja akan dimulai~"

Glek....

Dan para siswa hanya sanggup menelan ludah.

***

Hiyaa....
Kafka apdet dg cerita yg pendek gaes:v maafkan saia.

Itu karena chapter depan udh mulai greget:) jadi Kafka gamau gabungin sm chapter ini wakakak

Biar surprais:))))

Neh sebagai ganti dari alur lambat chapter ini yg emg pendek, kafka kasih beberapa fanart

Gambar-gambar dengan usaha kesabaran menghadapi proses pembuatan tingkat dewa:")))

Entah kenapa lg seneng gaya ngewarna ala kaca patri gitu. Soalnya seru bikinnya wakakakak

Ouch ada lagee

Kafka suka pas di lagu itu soalnya Abang Shoose GANTENG BGT PARAH GATAU LAGIIII!!!

Ehiya betewe.... Ini ada bonus pict Shoose kegerahan pas lg ngajar

Nyahahahah muridnya tambah ganteng" gurunya gamao ketinggalan dungs😂😂😂

Oke semoga fanart" diatas bisa menutupi chapter ini yg pendek. Makasih udh mau baca dan vote. Jan lupa komen juga yakk wakakakak

See you next chapter :DDD

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro