Chapter 7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Fasilitas di tempat pelatihan sebenarnya sangat bagus. Banyak terdapat area tembak dan halang rintang. Selain itu, terdapat juga ruangan simulasi pertarungan dan simulasi menghadapi keadaan darurat.

Ditambah, tenaga pengajar profesional.

"Gerakanmu masih lambat begitu! Yang fokus, Nak Soraru!"

Duakk!

Soraru tersungkur. Dia terbatuk beberapa kali. Rasanya badannya saat ini sakit semua.

"Hadeh... Weh Krad, BAPAKMU TUH TITISAN SETAN YA BISA BEGINI??" Mafu mengomel sambil menyeka peluh. Bajunya kotor berantakan dan persendiannya semua nyeri.

"AU AH EMANG GITU ORANGYA! IH, AYAH KOK BISA ADA DI SINI JUGA SIH??" Kradness ikutan ngomel.

"Eh anak ini ngga tau sopan santun! Ayah di sini kan mau ngebantu latihan juga! Ketahanan fisik itu penting. Kalian harus selalu siap sedia menghadapi kalau-kalau musuh menyergap kalian saat tak bersenjata atau senjata kalian sudah dilucuti. Paham?"

"...P-paham, Pak..."

Sementara di geladak tembak...

"Semuanya yang fokus! Konsentrasi penuh! Nqrse, bahu kananmu terbuka! Jangan sampai memperlihatkan kelengahan. Nak Tomohisa! Caramu menggenggam pistolnya masih salah! Perhatikan kuda-kudamu!"

"I-iya, Pak..."

"Baik, Pak!"

"Luz, Bapakmu iblis..." Shima berbisik pada Luz di sebelahnya.

"Nak Shima! Jangan mengobrol dan fokus ke target!"

"Baik, Pak!"

Selain itu di barak utara...

Dor! Dor! Dor!

"Senra, kamu masih tertinggal dari yang lain! Coba lebih lenturkan persendianmu! Amatsuki juga jangan cepat kelelahan begitu! Saya hanya menggunakan kecepatan rendah menembak! Ayo, kalian harus bisa menghindari setiap tembakan saya. Meski cuma peluru karet, anggap ini sungguhan!"

"Agh! Luz, ibumu gak pandang bulu!" gerutu Senra sambil berusaha menghindari peluru-peluru karet yang berusaha menghujamnya. Amatsuki terengah kewalahan sementara Sou teriak-teriak di bagian belakang.

"Ish, apanya yang kecepatan rendah! Dari tadi tembakannya bertubi-tubi gitu!" Eve menggerutu. Dia dan Sou yang emang notabenenya siswa nolep intropert yang kerjaannya mendekam di laboratorium 24 jam nonstop langsung bengek disuruh lari-lari begitu.

Dari atas arena latihan, Shoose menonton dengan khidmat bersama Vip Tenchou. "Saya tidak menyangka orang-orang itu akan membantu pelatihan siswa. Setahu saya orangtua Kuroneko, Nqrse, dan ayah Araki mau ikut dateng juga besok," Vip Tenchou bergumam. "Kakeknya Kashi juga," Shoose menambahi, "wajar saja para wali murid mau berinisiatif secara sukarela begini. Permainan ini menyangkut nyawa anak-anak mereka. Mana mungkin mereka bakalan diam saja, kan?"

Vip Tenchou mengangguk. "Kemampuan mereka dari kecil memang luar biasa. Dan saya lihat juga sudah banyak berkembang saat ini. Tapi, yang kurang dari mereka justru adalah hal yang paling mendasar; ketahanan dan kemampuan fisik. Kalau sudah menguasai itu, mereka bakal tidak terkalahkan."

"Ya, makanya dalam pelatihan kali ini saya lebih berfokus pada pelatihan fisik dasar. Soal kemampuan, mereka semua sudah terspesialisasi. Mereka akan berkembang dengan sendirinya karena latihan rutin. Dalam pelatihan ini, saya juga maunya lebih menekankan pada pengaturan strategi lapangan dan cara bertahan hidup. Lawan kita saat ini ngga main-main. Mereka bisa beneran mati kapanpun."

"... Ilmu seorang 'anjing liar', ya?"

"..."

Tiba-tiba pembicaraan mereka terinterupsi. "A-ano... pak Shoose?"

Kedua guru menoleh. Terlihat Amatsuki mendekat agak ragu-ragu. "Tadi kata Tante Rahwia, saya dipanggil, ya? Ada apa, pak?"

"Oh, iya," Shoose tepuk jidat, "Bapak dapat partner hacker untukmu. Bapak tahu kemampuan kamu sudah sangat hebat, tetapi kadang kalau sudah di lapangan, hacker butuh rekan karena sulit mengatasi semuanya sendiri."

Seketika Amatsuki terlihat sumringah. "Ah, iya betul. Kadang saya memang kerepotan kalau sudah banyak serangan pembobolan sekaligus. Bapak memang paling mengerti, ya, hehe..."

Shoose meminta Amatsuki mengikutinya. Mereka berjalan menuju ruang kendali. Disana, seorang pemuda menanti sambil tersenyum. "Oh, Ama! Hai!"

Mengenali sosok itu, Amatsuki terkejut sekaligus bungah. "Pusu? Wah! Aku baru tahu kau bisa meretas juga!"

Yang bersangkutan terkekeh sambil menggaruk pipi kanannya. "Pusu mulai belajar meretas sejak kelas 5 SD. Kemampuannya memang dibawah kamu, tapi setidaknya dia bisa mengimbangimu ketika sedang meretas," Shoose menjelaskan.

Amatsuki mengangguk. Dengan ceria, ia dan Pusu mulai membicarakan banyak hal setelah itu sementara Shoose meninggalkan mereka berdua untuk mengecek keadaan yang lain.

"Ugh, aku merasa kesal. Kemampuan fisikku payah sekali!" Amatsuki menggerutu sementara mereka duduk di ruang istirahat. Pusu terkekeh. "kamu kan mainan depan komputer melulu. Tapi sepenglihatanku tadi kamu ngga terlalu buruk, kok. Yah... setidaknya ngga seburuk Sou sama Eve..."

"Haha, mereka berdua emang kerjaannya di lab melulu, sih. Jarang banget olahraga. Tapi tetap saja, selain kami bertiga yang lain sudah terbiasa dengan latihan fisik. Jujur saja aku masih merasa agak pesimis..." Amatsuki menimpali.

"Aduh, jangan ngomong begitu, dong. Kemampuan fisikmu sudah lumayan, kok... kamu berlatih juga, kan?"

Amatsuki mengangguk, "Aku datang ke dojo Kashi setiap pagi sejak SMP. Dia melatihku ilmu dasar berpedang supaya setidaknya aku bisa melindungi diri."

"Yang benar? Ih, Kashi ternyata bisa romantis juga, ya?" Pusu berceletuk.

"??, Ap-apaan?!" Amatsuki berkelit. Pusu tertawa puas.

Tak lama, siswa yang lain berdatangan. Mereka semua dalam keadaan morat-marit karena sangat kelelahan. Semuanya langsung tepar begitu memasuki tempat istirahat.

"K-kakiku rasanya kayak mau copot..." Urata mengeluh sambil ndelosor di salah satu kursi.

"HAH?! MAU COPOT??!! MEDIK! MEDIK! JANGAN SAMPAI COPOT, RAT, NTAR GABISA DIPASANG LAGI!!" Sakata heboh sendiri.

Urata pasang palmface. "...Yeu g*blok emang si bambang."

"Biasa, lah, Rat, udah masuk jam insanity-nya dia. Paling ada konslet di otaknya," Shima menanggapi setengah bodo amat.

"Maf... kantong, Maf... plis..." Soraru yang sudah ngga karuan menutupi mulutnya yang di ambang kemuntahan. Tangan kiri memegangi perutnya yang mual. Mafu geleng-geleng. "Udah kaya bumil ngidam aja kau. Nyoh, kresek!"

"EH - WOE! NTU KRESEK MASIH ADA ISINY - "

"Blerrrgghhhhh....."

Perkataan Kain langsung terhenti tatkala Soraru keburu menerima si kresek.

".... tega lu pada, Maf, Sor."

"Halah santhuy la... emang kresek isi apaan, sih?" Araki puk-puk pundak Kain.

"Roti cokelat dua biji punya lu, Ki, sama duit pink dua lembar," Kain menjawab kilat.

"HAH??!!"

Araki baru mau nyleding, Shoose dan yang lain udah pada masuk. Mereka semua langsung diam, memberi kesempatan si guru untuk bicara.

"Kalian sudah berlatih cukup keras hari ini," Shoose membuka pembahasan, "Bapak yakin kalian semua pasti sangat lelah, tapi..."

Sedetik berikutnya dengan tiba-tiba Shoose menyerang Shonen T yang berada di sebelahnya dengan tendangan berputar. Yang bersangkutan dengan cepat langsung secara refleks menangkis dengan sikut kanan, sementara telunjuk dan jari tengah tangan kirinya secepat kilat maju, menekan leher Shoose tepat di titik urat nadi. Hadirin langsung tercengang.

Shoose menyeringai puas, mendapati jari Shonen T di lehernya. "Sudah kuduga perkembangan kalian cepat." Shonen T balas tersenyum. "Makasih, Pak."

Keduanya kembali pada posisi normal. "Jadi begitulah," ujar sang guru, "pelatihan kali ini dimaksudkan agar kalian siap menghadapi situasi tak terduga kapanpun dimanapun. Kalian ngga bisa terus-terusan mengandalkan senjata. Banyak tempat dimana kalian bakalan dilarang membawa senjata dan itu kesempatan emas buat musuh kalian."

Luz mengangkat tangan. "Jadi intinya, Pak, pelatihan ini bertujuan memberikan kami situasi krisis?"

"Ya, kamu benar, Luz," Shoose mengangguk. Setelah itu, ia menyapu ruangan dengan tatapan, menelisik setiap wajah anak didiknya tanpa kecuali. "Kalian sudah paham, kan, inti dari latihan ini? Karena itu untuk kedepannya Bapak harap kalian lebih serius lagi mengikuti rangkaian pelatihan. Bisa dimengerti?"

"Siap, bisa, Pak!" semua menjawab kompak.

"Kalau begitu, latihan hari ini kita cukupkan sampai disini. Sekian, kalian boleh bubar!"

-

-

-

Lampu-lampu jalan mulai dinyalakan, begitu juga lampu-lampu dalam toko. Arus lalu lintas masih lumayan ramai karena sudah masuk jam pulang kerja. Di trotoar, Amatsuki bersama Mafu dan Soraru berjalan bertiga.

"Wuah, hari ini melelahkan banget," Mafu mengeluh sambil memutar-mutar sendi lengan kanan supaya lebih lemas. Soraru di sebelahnya mengangguk setuju.

"Kashi... si b*jingan itu enak-enakan ngga ikut latihan," si raven menambahi dengan makian. Amatsuki sweatdrop sementara Mafu cepat-cepat menutup mulut Soraru.

"Soraru! Bahasanya!" si albino menegur. Amatsuki terkekeh. "Ngga apa-apa. Menurutku tanpa perlu latihan begini pun si Kashi ngga akan kena masalah. Makanya Pak Shoose juga tidak terlalu mempermasalahkan kehadiran Kashi tadi, kan?"

Soraru dan Mafu mengangguk kompak. "Ah, iya, benar juga."

Di persimpangan jalan, mereka berpisah. Amatsuki belok kiri sementara Soraru dan Mafu menyebrang jalan. "Ama-chan, hati-hati di jalan, ya!" seru Mafu sambil melambai. "Iya, kalian juga!" Amatsuki membalas.

Setelahnya si bocah brunette bersenandung sambil meniti jalan menuju apartemen. "Hm, apa aku mampir alf*maret dulu ya? Kalo ga salah sikat giginya Kashi juga harus udah diganti. Udah buluk gitu," ia menggumam sendiri.

Amatsuki kemudian berbelok. Saat itulah, sesuatu yang mengejutkan terjadi.

Set!

Jegrekk!!

"...Eh?"

Amatsuki kaget bukan main. Beberapa tangan membekapnya dari belakang, menarik bocah itu masuk ke dalam sebuah mobil yang langsung tancap gas dengan cepat pergi dari sana.

(itu tangan-tangannya kek tangan setan betewe)

Prang!!

"Aduh... Pon, Mimi! Sudah kubilang jangan berkeliaran di meja dapur!"

Kashi yang sudah sampai di aparetemennya, saat itu tengah memasak untuk makan malam dia dan Amatsuki. Saat itulah kaki Pon menyenggol sebuah gelas, membuatnya jatuh dan pecah.

Kashi dengan cepat membereskan kekacauan itu. Pemuda rubah meringis, mendapati telunjuknya berdarah akibat pecahan gelas.

Pandangan menyipit, ia terdiam sementara guruh mulai terdengar di luar sana, pertanda sebentar lagi hujan turun.

"...Firasatku kok ngga enak, ya..."

***

To be continued...:)
Ciyee yang baru balik langsung ngegantungin readersnya:))))

Ahem, anggap aja ini 'servis spesial' dikarenakan kampus Kafka disegel kurang lebih (rencananya) 2 minggu tapi kayaknya bakalan lebih lama lagi.

Kalian juga lagi mendekam di kamar gegara kelas onlen?

Semua karena corona:v kita dipaksa menjadi hikikomori berkualitas premium.

Kalau kalian mau belajar bagaimana tata cara menjadi hikikomori yang baik, tenang, ada Master Mafumafu dan Master Soraru yang siap mengajari kalian.

Sor: "Buat apa bambang? Mending gua tidur di rumah."

Begitulah chapter kali ini ditutup dengan kegentingan. Nantikan kelanjutannya di chapter selanjutnya. Baibai:DDD

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro