Chapter 8

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Gemuruh terdengar bersahutan, semakin keras. Baru saja beberapa menit yang lalu terjadi pemadaman listrik. Kashi terdiam. Ini sudah sore dan cuaca mendung.

"Duh,sebentar lagi pasti bakalan turun badai. Ama kok belum balik juga, sih?"

-

-

-

"Duh, sudah jam segini. Kashi pasti sudah khawatir. Mana mendung banget gini..."

Sejak tadi Amatsuki tak bisa bergerak maupun bicara. Pemuda brunette itu kini dalam sebuah mobil yang melaju kencang di jalanan sepi. Mulutnya disumpal gumpalan kain sementara tangan dan kakinya diikat. Siapa orang-orang ini? Penculik? Apa mereka orang yang berkaitan dengan perusahaan ayah? Atau...

Orang-orang yang disuruh Culprit Master?

Deg!

Mengingat dia sedang dalam situasi bahaya, tidak ada kemungkinan lain selain game itu. Jantungnya berdegup sangat kencang dan keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya.

"Tidak. Kalau benar ini bagian dari game, orang-orang ini pasti akan membunuhku! Tidak, kalau aku mati sekarang, teman-teman... semua teman yang lain, akan..."

Airmatanya mulai turun membasahi pipi.

"...Lalu, Soraru juga bakalan..."

Trang!

CKIIIIIIIITTTTT!!!!!

BRAKKK!!!

Amatsuki hampir saja terjungkal karena guncangan mendadak dan mobil itu mengerem paksa di tengah kecepatan tinggi. Mereka menabrak pembatas jalan.

"Hoi, apa yang terjadi?" salah seorang penculik, yang berada di sisi kanan Ama berteriak gusar. Si sopir meringis. "Aku tidak tahu, sepertinya ada sesuatu yang menyangkut di ban mobil," ujar si supir.

"Turun dan periksa!"

Dua orang yang duduk di kursi depan - termasuk supir - turun dari mobil. Mereka menelisik semua roda mobil tersebut. Hingga saat mereka mengecek roda belakang sebelah kanan...

"Lho, apa ini?"

Salah seorang dari mereka berlutut, mengambil sesuatu yang tersangkut di roda, kemudian berdiri kembali.

"Sebuah... belati? Tapi kenapa ada di-"

Dhuakk!!

Saat itulah, seseorang menghantam kepalanya.

Si pemuda raven menumpu tangannya ke kap belakang mobil, dengan cekatan memutar arah kaki menendang salah seorang yang lain. Keributan memancing dua orang sisanya keluar dari mobil.

"Hei, apa yang terjadi?!"

Soraru berputar. Dua orang dari dalam mobil bergegas ke arahnya. Mereka menembak Soraru tiga kali. Dengan cekatan Soraru mengeluarkan satu belati dari belakang baju, dan cepat menangkis tiga peluru yang melayang ke arahnya. Setelah itu ia berseru, "Mafu!"

Saat itu juga sebuah tongkat menyabet kaki dua orang tadi, membuat mereka tersungkur. Mafu langsung menancapkan tongkat pisaunya di aspal sebelum dengan cepat menyepak dua penculik sampai tidak sadarkan diri. Pemuda itu menghela napas sambil menyeka peluh.

"Fyuuh... lebih mudah dari yang kubayangkan," gumam si albino sambil berkacak pinggang. Soraru menghampirinya setelah mengikat dua orang yang tadi dia habisi. "He... kemampuanmu ternyata lumayan, ya..."

"Cih, malah meledek!"

Sementara Amatsuki yang tidak tahu apa yang terjadi merasa was-was. Dia mulai panik. Tetapi, ia langsung terkejut ketika seseorang membuka pintu mobil itu dengan raut khawatir. "Ama-chan!"

Amatsuki langsung berkaca-kaca. Orang itu melepaskan ikatannya dan membuang kain yang menyumpal mulutnya. Dengan cepat Amatsuki menerjang, memeluk orang itu sembari gemetaran karena shock.

"Kashi!"

Amatsuki tersedu sementara si rubah mendekap, menenangkan, mengusap kepala si pemuda bintang. "Tenang, tenang... semuanya baik-baik saja, Amachan..."

-

-

-

-flesbek cuyy flesbek kuyy(づ ̄ ³ ̄)づ-

"Hei, Soraru, mendingan malem ini makan ind*mie goreng apa mie sed*ap goreng?" Mafu menedengkan dua bungkus mi instan. Ia dan Soraru memutuskan mampir dulu ke Ind*maret setelah mereka berpisah dengan Amatsuki di persimpangan jalan tadi.

Soraru mengernyit, heran. "...Bukannya rasanya sama aja, ya?"

"Tapi mie sed*ap keliatan lebih banyak deh isinya," Mafu menukas. Soraru ngga mau ambil pusing. "Yaudah mie sed*ap aja."

"Eh, tapi ind*mie lebih enak deh rasanya."

"Yaudahlah ind*mie aja."

"Eh, tapi mie sed*ap lebih murah harganya!"

"..."

Soraru menyisipkan tangan kanan ke balik jas, bersiap mengambil belati.

"Au, ah! Beli dua-duanya, deh. Ntar kucampur biar puas!"

Dan belati kembali dimasukkan. Mafu still safe, minna.

Saat itulah sebuah sedan hitam melintas di depan ind*maret. Mafu yang memang saat itu tengah menghadap jendela terkejut. "Lho? Itu... Ama-chan bukan, ya?"

Soraru ikut menoleh keluar. Tapi sayangnya sedan hitam itu sudah tidak kelihatan. Pemuda raven lantas menoleh ke sahabat albinonya. "Yang bener kamu, Maf?"

"Ih seriusan tadi kek si Mamat di dalem mobil itu, cuyy! Samping kanan-kirinya ada dua orang pake baju item-item. Jangan-jangan, dia diculik??"

Soraru langsung tercekat. Secepat kilat pemuda itu berlari keluar dari ind*maret.

"Tung-Oii, Soraru!"

Mafu bergegas menyusul keluar dari ind*maret. Saat itu, Soraru sudah naik ke sebuah jembatan penyeberangan dekat situ lalu melompat turun tepat saat sebuah truk melintas di bawahnya. Tak berhenti sampai di situ, si pemuda raven terus melompat dari atap kendaraan satu ke kendaraan yang lain, mengejar sedan hitam tersebut.

"Cih, cepat benar dia," Mafu menggerutu. Dengan cepat ia asal mengambil sepeda umum yang berada di pinggir trotoar. Sambil mengayuh dengan kecepatan tinggi serta mengandalkan skill jalan tikus, si albino mengambil ponsel di saku celana. Ia lantas menelpon si rubah.

"Ya, halo-"

"Kashi, Ama-chan udah sampai di apartemen?"

"Eh? Belum. Kenapa?"

"...Oke, dengerin aku, Kashi..."

-

-

-

-flesbek end-

-

-

-

"...Jadi begitu. Di saat aku dapat kesempatan, langsung kulempar satu belati untuk mengganjal roda mobil. Fitur GPS ponsel aku nyalakan, jadi Mafu dan Kashi bisa langsung melacakku," Soraru menutup penuturannya. Saat ini, mereka sudah berada di apartemen Kashi dan Amatsuki.

"Fyuh, aku terselamatkan. Makasih, ya, teman-teman," Amatsuki menghela napas lega. Ia lalu menyeruput cokelat panas. Soraru dan Mafu sendiri merapatkan selimut. Mereka berempat sempat kehujanan saat dalam perjalanan tadi.

Setelah polisi datang dan mengamankan para penculik, mereka berempat memang langsung pulang. Tapi di tengah jalan hujan mulai mengguyur. Karena lokasi apartemen Kashi dan Ama lebih dekat, akhirnya Soraru dan Mafu ikut ke tempat mereka untuk sekalian berteduh dulu.

"Sayang banget, ya, pemadaman listriknya belum selesai. Untung masih ada lampu baterai ini. Penghangat ruangan juga masih bisa dipakai," gumam Kashi lega.

"Ya intinya, sepertinya karena badai ini pemadaman listrik bakalan lama," Mafu menukas. Mereka berempat menghela napas bersamaan. Untuk beberapa saat setelahnya, keadaan hening.

"...Tapi aku benar-benar kaget. Pihak musuh sampai berbuat sejauh itu," Amatsuki mengeluh sambil memainkan bibir gelas. Kashi mengangguk. "Kesempatan kita tipis sekali. Kalau saja mereka tidak melewati ind*maret itu, mungkin Mafu dan Soraru tidak akan melihat Ama. Kalau sampai mereka memakai rute lainnya... habis sudah."

"Ah, soal itu," Soraru menginterupsi, "sepertinya, para penculik itu bukan bagian dari game ini."

"Eh?!"

Ctarrrrr!!!!

Saat itu petir besar menyambar. Cahaya kilatnya sempat membuat ruangan itu terang benderang barang sedetik. Empat pemuda diam. Tiga diantara mereka memasang wajah bingung.

"Soraru... apa maksudnya itu?" Mafu bertanya heran sekaligus penasaran.

Soraru mengangkat bahunya sekali. "Yah, tadi mereka menembakiku tiga kali. Kalau misal mereka bagian dari game ini, mereka ngga akan melakukannya," tandas pemuda itu mantap.

"Kenapa kamu bisa seyakin itu, Sor?" Amatsuki menyergap.

Soraru menjawab cepat, "Masih ingat aturan game-nya?"

"... Kalau kita berhasil membunuh atau menangkap Culprit Master maka kita akan menang. Tapi kalau salah satu dari kita sampai mati, maka sisa yang lainnya akan dibunuh langsung kemudian Culprit Master akan mengambil Sora-??!!"

Soraru menjentikkan jarinya. "Tepat sekali," katanya, "cecunguk-cecunguk utusan b*jingan itu ngga mungkin membawa badanku saja. Dia menginginkanku hidup-hidup. Untuk apa? Untuk 'dinikmati'. Tapi nyatanya para penculik tadi berusaha membunuhku. Iya, kan?"

"Kamu benar juga..." Kashi menanggapi sembari mengusap dagu, "lalu... mereka itu siapa??"

BEEP!! BEEP!! BEEP!! BEEP!!

"Suara apa itu?" Mafu setengah berseru, ia berdiri diikuti tiga teman yang lain.

"Ini alarm tanda bahaya... satu-satunya perangkat keamanan apartemen yang tidak menggunakan tenaga dari listrik. Ini artinya ada penyusup terdeteksi masuk ke apartemen!" Kashi berceletuk.

Sontak tiga temannya yang lain terkejut. Mereka otomatis siaga. Keempatnya sama-sama tegang. Ada sesuatu yang tidak beres terjadi di tempat ini, saat ini, malam hari dimana badai besar mengguyur di luar sementara seluruh apartemen terkena pemadaman listrik yang entah kapan berakhirnya.

***

To be Continued...

Readers: "Emang dasar si Kafka sadis. Kita udah seneng-seneng apdet ceritanya cepet, eh digantungin lagi."

Kafka: "Yeu... Situ baru tau bambang??" /diamuk massa/

Uhhukk uhhukk!!! Mak... Ampun Mak...

Tadinya, nih, niatnya Kafka mau apdet yg "Fake Me" tapi berhubung ini akhir pekan dan ditambah ditengah 'liburan' Kafka jadi males mikir. Jadi... Ya... Err....

Ekhem. So, chapter kali ini pun berakhir genting, gaess. Apa yang bakal mereka lakukan? Di situasi dimana mereka ngga bisa keluar dari apartemen itu ditambah mereka ngga tau siapa yang tengah mengintai mereka??!!!

Nantikan di chapter berikutnya:)))

Byebye...  Eheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheh....

*Peace sign here...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro