Bagian 12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Kala seperti sedang menunggu keputusan dosen seperti beberapa tahun lalu saat dia menjalani sidang skripsi. Kenapa Zyan terlihat seperti dosen killer? Apalagi tatapan matanya yang begitu tajam mengarah ke Kala. Membuat Kala menjadi gugup. Padahal sebenarnya, kalau pun dinyatakan tidak layak untuk menjadi guru les Aleta, tidak masalah baginya.

"Kapan Mbak Kala bisa mulai ngajarin, Aleta?" Ucapan Zyan itu membuat Kala mengembuskan napas lega. 

"Saya diterima?" tanya Kala.

Kali ini Zyan tertawa dan tawa itu membuat dirinya semakin tampan. "Kamu nggak yakin dengan jawaban di kertas ini?" tanyanya.

"Yakin, sih. Walau soalnya banyak matematika teknik sipil ketimbang untuk anak SMA. Mas Zyan anak teknik sipil?"

Zyan mengangguk.

"Oh, pantesan," gumamnya. "Saya bisa mulai ngajarin Aleta minggu depan, kok," ucapnya.

"Oke bagus kalau gitu. Oh ya, sama mau Mbak bener-bener memperhatikan dia, ya. Nilai matematikanya nyaris di bawah rata-rata. Dan dia memang paling malas belajar matematika. Sebenarnya saya kecewa karena dia nggak masuk IPA. Tetapi dipaksakan juga tidak mungkin, itu kenapa saya ingin setidaknya nilai matematika dia lebih baik dari sebelumnya."

"Saya usahakan."

Zyan memandangnya lagi, Kala jadi salah tingkah dipandangi oleh laki-laki itu, mata Zyan tajam seperti elang, Kala jadi semakin gugup, padahal dia sudah melewati testnya dan dinyatakan berhasil. 

"Kita membahas soal pembayaran kamu, ya," ucap Zyan akhirnya. Kala mengangguk, lalu mendesah lega.

Setelah itu keduanya membahas masalah pembayaran Kala, saat Zyan menyebutkan nominalnya, Kala langsung menyetujuinya. Jelas Zyan orang yang tahu cara menghargai orang lain, dia mengajukan harga yang layak, malah di atas rata-rata. Kala juga diminta untuk menandatangani perjanjian, kalau kata Zyan biar sama-sama enak dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kala tidak menyangka kalau Zyan sudah menyiapkan semuanya sedetail ini.

Setelah semuanya selesai, Zyan memanggil Aleta. Adiknya itu langsung tersenyum semringah saat Zyan mengatakan kalau Kala akan mulai mengajarnya minggu depan. "Kan aku udah bilang, Bu Kala ini keren. Mas sih, nggak percayaan."

Kala tersenyum mendengarnya, karena semua urusannya di sini sudah selesai, Kala berpamitan pulang pada Aleta dan Zyan. Tadinya Aleta menawarkan agar Kala diantar oleh Pak Joko, namun Kala menolak, lagi pula rumahnya tidak terlalu jauh dari sini. Jadi, dia lebih memilih naik ojek online saja.

Sepanjang perjalanan Kala memikirkan Satria. Apa laki-laki itu masih menunggunya? Pertanyaan Kala terjawab saat tiba di kosannya. Satria tidak ada di sana, tidak juga panggilan pesan dan telepon dari laki-laki itu. Kala mengembuskan napas, bukankah ini yang dia inginkan?

******

Hari Senin pagi seperti biasa murid-murid dan para guru Harapan Bangsa berkumpul di lapangan untuk melakukan upacara. Di upacara kali ini juga kepala sekolah mereka mengumumkan tentang kemenangan Paduan Suara Harapan Bangsa, semua anak bersorak gembira karenanya, kemudian Aleta sebagai perwakilan anak padus diminta untuk maju ke depan, untuk menyerahkan tropi kepada kepala sekolah.

Aleta sangat senang, walaupun memang bukan juara pertama, tetapi dia dan teman-temannya yang lain membuktikan hasil latihan mereka sampai suara mereka serak bahkan habis membuahkan hasil. Lebih dari itu, hal ini juga membuat Aleta semakin semangat untuk mengejar mimpinya menjadi seorang penyanyi.

Saat kembali ke kelas dan duduk di bangkunya, Adrian mendekati Aleta, dia mengulurkan tangan untuk mengucapkan selamat pada gadis itu. "Selamat ya, Al."

Aleta menyambut uluran tangan Adrian. "Iya, makasih." Setelah aksi jabat tangan itu, Adrian sepertinya masih ingin mengatakan sesuatu pada Aleta, tetapi guru mereka sudah memasuki kelas, terpaksa Adrian kembali ke bangkunya sendiri. Kiki dan Nina yang memperhatikan keduanya, lalu saling berpandangan penuh arti.

"Sshttt..."

Aleta menoleh pada Nina. "Apa?" tanyanya sambil sibuk mengerjakan tugas Bahasa Inggris.

"Adrian kayaknya mau ngomong suka sama lo, deh," tebak Nina.

Aleta berdecak. "Gosip aja, lo."

"Nina kamu sudah selesai?" Nina langsung mengalihkan tatapannya ke depan, saat mendengar teguran itu. "Belum, Pak,"

"Kerjakan. Jangan ngobrol."

"Baik, Pak," katanya kemudian kembali berkonsentrasi mengerjakan tugasnya sendiri.

Saat jam istirahat tiba, lagi-lagi Aleta diberondong pertanyaan oleh Kiky dan Nina yang ternyata keduanya memiliki pemikiran yang sama. "Gue yakin seratus sepuluh persen kalau si Adrian tadi mau nembak, lo," kata Kiky yakin. Dia menusuk pentol baksonya dan memasukkanya ke dalam mulut.

"Setuju," sahut Nina yang juga sedang menghabiskan baksonya.

Aleta menggelengkan kepala, hari ini dia hanya memesan es jeruk saja. Dia sedang tidak terlalu ingin menyantap bakso atau makanan lainnya. "Kalian tuh seneng banget ngegosip deh." Aleta mengeluarkan ponselnya dari saku saat merasakan ponselnya bergetar. Ternyata dia mendapat pesan dari Mia, pelatihnya.

Mia : Al, lagi istirahat kan? Bisa temuin Kakak di ruang seni?"

Aleta langsung menatap Kiky dan Nina kemudia berkata, "Eh, gue duluan ya."

"Mau ketemu Adrian, ya?" sambar Kiky.

Aleta berdecak, lalu menunjukkan pesan yang dikirimkan oleh Mia. "Nih, dari Kak Mia," katanya sewot. Sepertinya kedua temannya itu terlihat kecewa, namun Aleta mengabaikannya. Dia segera berdiri dan berjalan menuju ruang seni. Sesampai di ruang seni, Aleta mengetuk pintu dan terdengar suara Mia yang menyuruhnya masuk.

Aleta memperhatikan wajah Mia yang terlihat berseri, Aleta menebak dalam hati kalau pelatihnya ini membawa berita bagus untuknya. "Ada apa, Kak?" tanyanya.

Mia menyuruh Aleta duduk. "Coba kamu baca ini." Mia menyerahkan ponselnya pada Aleta. Aleta membaca email di ponsel Mia itu, seketika senyum di bibirnya mengembang. "Bulan depan audisinya?"

Mia mengangguk. "Kamu siapin datanya dari sekarang, ya. Nanti Kak Mia bantu untuk kirim ke sini."

"Ya ampun, makasih banget ya, Kak Mia." Aleta senang sekali, ini adalah kesempatannya untuk menjadi penyanyi. Dia akan mengikuti audisi Voice 3 yang akan diadakan bulan depan.

"Ya udah, kamu masuk kelas gih, bentar lagi bel bunyi."

Aleta mengangguk dan kembali mengucapkan terima kasih pada Mia. Walaupun belum tentu lolos pada audisi ini, setidaknya jalan terang Aleta meraih apa yang dia impikan sudah benar-benar di depan mata.

*****

"Masih galau?" tanya Ayumi yang menarik kursinya ke meja Kala.

Kala memandangnya sekilas lalu kembali menekuni kertas-kertas dihadapannya. "Siapa yang galau?"

"Lo lah. Kadang gue mikir ya, lebih enak jomlo nggak, sih? Perasaan pacaran malah banyak masalahnya."

Kala mencibir mendengarnya. "Tapi lo ngeluh terus karena kelamaan jomlo."

"Ya kadang kan gue juga pengin ngerasain keuwowan kayak orang yang punya pacar. Tapi ragu juga kalau ternyata dapetnya malah yang nggak beres."

Kala mengembuskan napas. "Kemarin Satria ke kosan gue."

Ayumi langsung tertarik dengan bahasan ini. "Terus?" tanyanya penasaran.

"Gue lagi mau ke rumah Aleta, jadi gue tinggalin dia. Kayaknya sih dia mau minta maaf, tapi gue bingung. Dia udah sering kan kayak gini, terus minta maaf dan terulang lagi. Gue jadi takut kalau kami nikah terus masalahnya ini lagi, ini lagi. Ah, iya, gue juga nggak bakal nikah sama dia kalau gue belum jadi PNS."

Ayumi mendesah pelan. "Hubungan kalian tuh gimana, ya. Gue juga bingung sih dengan jalan pikiran si Satria ini."

"Semalam gue berpikir, apa sebaiknya emang kami putus aja," ucap Kala.

Ayumi memandang sahabatnya itu. Ini kali pertama Kala berpikir untuk putus dari Satria, padahal selama ini Ayumi yang gemas melihat Kala yang bertahan menghadapi laki-laki banyak mau seperti Satria itu. "Ya kalau itu bisa bikin lo lebih baik sih, nggak papa."

Kala mendesah. "Dia juga tidak mau terus menghindari Satria seperti ini. Apalagi sudah berlarut-larut. Kalau memang hubungan ini harus berakhir, setidaknya Kala tidak akan banyak menghabiskan waktu sendiri dengan menangis di kosannya, karena mulai minggu ini dia sudah punya kegiatan lain. Ya, dia harus tegas pada dirinya sendiri, tidak ada gunanya menunda sedih terlalu lama."

***** 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro