7. Disintegrated (1)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sakit, capek, dan bingung.

Itu yang kurasakan seharian ini. Kejadian di mall membawaku ke kantor polisi dan di sana aku mendapat banyak sekali pertanyaan sebagai korban. Leonard mendampingiku selama pemeriksaan, sedangkan Sagara juga ikut ditanyai sebagai saksi. Setelah itu, Leonard membawaku ke rumah sakit untuk memeriksakan lukaku, yang akhirnya dijahit dan ditutup lagi. Tuhan..., dua kali luka ini diulik, membuatku jeri.

Waktu sudah menunjukkan pukul enam ketika kami sampai di rumah. Orang tua kami, yang ternyata belum tahu kejadian penyerangan itu, terkejut saat melihat lenganku dibebat kain kasa. Karena terlalu lelah dengan kejadian hari ini, aku pamit untuk istirahat di kamar, sedangkan Leonard yang menggantikanku menjelaskan peristiwa yang terjadi tadi. Setelah mandi dan ganti pakaian, rasanya sangat nyaman bisa berbaring di tempat tidur.

Kalau dipikir-pikir, bagaimana Vampir gila darah bisa ada di supermarket ya? Di antara sekian banyak orang, justru aku yang menjadi sasarannya. Apa karena aku membuatnya marah? Tapi..., kenapa juga Vampir gila darah berbelanja wortel? Banyak pertanyaan berputar dalam kepalaku.

Vampir gila darah adalah sebutan untuk para vampir yang tidak bisa mengendalikan nafsunya untuk minum darah. Mereka akan menyerang siapa pun untuk bisa menghapus dahaga mereka. Karena itulah, jenis Vampir ini sangat membahayakan bagi manusia maupun perdamaian antar bangsa. Akal mereka tidak bisa bekerja dengan benar.

"Annie," Suara Jade terdengar dari luar kamar, diiringi ketukan pintu yang lembut. "Boleh Ayah masuk?"

Aku bangkit dari tempat tidur, lalu membuka pintu kamar.

Jade menatapku dengan ekspresi cemas. "Apa kau yakin baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja, Ayah," jawabku, mempersilakan beliau masuk dan Jade lalu duduk di kursi belajar. "Lukaku juga sudah diobati."

"Tapi...," Kecemasan di wajahnya tidak berubah, "Bagaimana perasaanmu?"

Aku tertegun mendengar pertanyaan Jade. Maksudnya, bagaimana perasaanku setelah mengalami kejadian tadi bukan? Kaget sudah pasti. Takut, cemas, sakit. Emosi apalagi yang kurasakan? Sedih. Tapi aku baik-baik saja.

"Nak...," Tahu-tahu Jade sudah duduk di sampingku, di tepi tempat tidur. Satu tangannya mengusap-usap kepalaku, lalu beliau menarikku dalam pelukannya.

Aku tak kuasa lagi menahan beban di hati, hingga air mata berjatuhan ke pipi. "Aku takut," isakku. "Aku takut saat Vampir itu tiba-tiba menyerangku."

Jade tidak mengatakan apa-apa dan hanya menepuk-nepuk punggungku.

"Padahal aku sudah minta maaf, setelah tidak sengaja menabraknya," kataku.

Aku sudah pernah merasakan kematian, di dunia asalku. Namun, mendapatkan dua kali pengalaman yang sama di tempat baru, di dunia asing ini membuatku seperti kehilangan orientasi. Kematian tetap saja menakutkan dan dua kali mengalaminya bukan pengalaman yang menyenangkan.

Ketukan di pintu terdengar lagi. Kali ini Lilia yang berdiri di ambang pintu kamar dengan membawa nampan berisi segelas minuman.

"Hari ini pasti melelahkan sekali untukmu. Ibu membuatkan cokelat hangat." Beliau masuk dan mengangsurkan gelas minuman itu padaku.

"Terima kasih," ucapku sambil menghapus airmata, lalu menerima gelas tersebut dan menyeruput minuman yang dibuat Lilia. Aroma cokelat yang lembut menguar di hidungku. Setelah meminumnya seteguk, aku merasakan kehangatan menyebar ke seluruh tubuh. "Apa yang akan terjadi pada Vampir itu?" tanyaku pada Jade.

"Dia akan dihukum sesuai peraturan," jawabnya. Mata birunya menatapku teduh. "Namun, bila memang terbukti dia Vampir gila darah, ada kemungkinan dia akan diserahkan ke pihak Vampir untuk direhabilitasi atau mungkin dieksekusi."

"Direhabilitasi?" Aku mengernyit. "Memang dia bisa sembuh? Kalau sembuh, apa dia akan dihukum?"

"Ayah akan memastikannya dihukum," jawab Jade.

Aku kembali terdiam. Ada pertanyaan lain yang terlintas dalam benakku saat ini. "Apa Ayah tahu, yang mendorongku ke danau dua bulan lalu bukan Elios?" tanyaku.

Jade terdiam, lalu menjawab, "Ya."

"Ayah tahu yang menyerangku Daisy?"

Beliau mengangguk.

"Apa dia dihukum atas percobaan pembunuhan?"

Jade tidak langsung menjawab. Mungkin ini pertanyaan yang tidak terduga dan aku pun tidak menduga akan menanyakan ini juga. Elios bisa melenggang bebas, walaupun di-skors kampus. Sementara aku sama sekali tidak tahu kabar Daisy.

"Yah?"

"Keluarga Areun memohon supaya Daisy tidak dipenjara," jawabnya.

"Kenapa?"

"Anak itu merupakan anak asuh dalam keluarga Areun. Anggaplah, dia dipandang istimewa di dalam klan Naga. Karena itu, mereka meminta Ayah menutup kasusmu dengannya. Selain itu, mereka juga membawa masalah antara dirimu dan Elios, sehingga Ayah memilih untuk tidak memperpanjang masalahnya."

Aku menundukkan kepala sambil memainkan ujung sweter panjang.

"Apa kau kecewa, Nak?" tanya Jade.

"Aku... hanya merasa bingung," jawabku. Lagi-lagi aku merasa menjadi bukan Annie dan Annie secara bersamaan. Ada kekecewaan, tapi ada juga pemakluman. Ada kesedihan, tapi juga ada kemarahan. Aku tidak bisa memilih salah satu diantaranya, tetapi yang membuatku merasa tidak berdaya adalah... aku mempertanyakan diri sendiri.

Siapa aku? Kenapa aku di sini?

"Ehm, aku lelah dan ingin tidur. Bisakah Ayah dan Ibu keluar?" tanyaku.

Jade dan Lilia saling memandang, kemudian akhirnya mereka beranjak meninggalkan kamar.

Aku butuh waktu untuk memproses diri sendiri.

(Sabtu, 20 Januari 2024)

=====================

Note:

Bagaimana rasanya jadi Annie?

Setelah ini, harap untuk mempersiapkan diri semuanya :'(

Please, enjoy the music. Jangan lupa vote dan komen cerita ini yaaa

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro