Suatu Momen di Pasar Malam

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kakak sudah sampai mana?" Ghea memakai sepatunya sambil menyelipkan ponselnya di antara bahu dan telinganya. Lalu menyambar tas selempangnya dan beranjak keluar. Wajahnya cerah sekali.

"Di pasar malam. Tapi belum memilih kedai untuk kita makan."

"Oke, tunggu aku! Jangan pilih kedai dulu, ya!"

Ada satu kegiatan favorit Ghea yang hanya bisa dilakukan seminggu sekali, di akhir pekan. Itu adalah saat kakak laki-lakinya bisa meluangkan waktu dari pekerjaan dan mereka pergi makan malam bersama.

Ghea hanya tinggal bersama kakaknya. Ketika Geo sibuk, gadis itu selalu kesepian. Itu sebabnya ia selalu ingin mengisi waktu luang Geo bersamanya sebaik mungkin. Salah satunya adalah dengan pergi ke pasar malam.

Langkah pendek Ghea yang cepat berhasil membawanya melewati persimpangan dan sampai di jalan utama pasar malam. Memang tidak terlalu jauh atau dekat dari rumahnya. Karena itu ia selalu menyempatkan diri datang ke sini.

Suasananya ramai sekali. Lautan manusia, hiruk-pikuk, gemerlap lampu, jejeran kedai makanan, dan wahana permainan. Pasar malam ini hampir setara dengan riuh sebuah festival.

"Kak Geo!"

Geo menoleh, mendapati adik perempuannya dengan pakaian kasualnya yang manis. Ghea tersenyum, ia melambai sekilas sebelum menghampiri kakaknya.

"Ayo kita makan!"

Sambil berjalan, Ghea mengamati kakaknya yang tentu jauh lebih tinggi darinya. Tubuhnya masih terbalut seragam kerja, serta ada gurat lelah di wajahnya. Namun sejauh yang Ghea tau, kakaknya selalu tampak bahagia bila mereka pergi ke pasar malam seperti saat ini.

"Ghea mau apa?"

Geo menoleh, agak sedikit menunduk. Nada suaranya lembut dan pengertian. Ghea rasa kakaknya sama sekali tak pernah membentaknya.

"Mhmm, apa, ya ...?" Mereka berhenti lagi untuk melihat-lihat kedai makanan yang ada. "Aku pengen ayam, deh."

Geo manggut-manggut. "Kalau gitu, di kedai yang itu mau?" tanyanya sambil menunjuk sebuah kedai di seberang jalan yang tak jauh dari mereka. Ghea menyetujuinya saja. Kedai pilihan kakaknya selalu enak.

Mereka menunggu beberapa satu-dua kendaraan bermotor untuk lewat terlebih dahulu. Barulah saat jalanan sepi, mereka mulai bergegas. Namun, tanpa sengaja bahu Ghea saling bersenggolan dengan seseorang yang lewat di belakangnya. Ia tersentak karena orang itu sedikit mengaduh. Buru-buru keduanya membalikkan badan untuk meminta maaf.

Rupanya, mereka malah bertemu Niko, kekasih Ghea.

"Eh, Niko?" Ghea menatap bingung.

Bersama seorang perempuan.

Wah, cantik banget, puji Ghea pada perempuan itu dalam hati. Bajunya mirip, ya, pasti ini ibunya. Berarti calon mertua aku, bukan?

Ghea cengengesan sendiri, lalu membungkuk dalam sebagai permintaan maaf, Geo mengikuti sedikit. "Maaf banget, Tante, aku nggak sengaja."

"Kok, tante. Aku belum setua itu, ya." Perempuan itu terkekeh. "Aku—"

"Wah, tante hamil?" Ghea tampak antusias. "Berarti kamu mau punya adik lagi, kan, Niko? Kok kamu nggak bilang, sih?"

Niko tidak tahu harus membalas apa. Sejak ia bertemu Ghea, cowok itu hanya mematung. Bulir-bulir keringat dingin mengalir dari pelipisnya. Sedangkan, Geo di sebelahnya berhasil membaca gelagat Niko dan mendapat kesimpulan tentang apa yang sebetulnya terjadi. Tetapi ia tetap diam sambil mengawasi Niko.

"Ih, bukan adik," balas perempuan itu yang membuat Ghea kembali menoleh padanya. "Ini anaknya Niko."

Terungkap sudah. Dugaan Geo terbukti benar. Ia menatap Niko tajam lalu melirik-lirik khawatir adiknya. Jangan tanya keadaan Ghea, karena gadis itu sekarang tengah syok setengah mati, tetapi ia mengendalikan raut wajahnya habis-habisan. Ia masih tidak percaya, rasanya ingin sekali menangis.

"Oh, iya, aku Mia. Pacarnya Niko." Perempuan itu tersenyum ramah. "Kamu temennya sekolahnya Niko, ya? Niko di sekolah bagaimana, sih?"

Pacarnya Niko.

Ghea rasa, ia menemukan alasan untuk pergi dari sini dan menangis.

Seminggu berlalu, Ghea mengabaikan seluruh panggilan Niko, bahkan menolak bertemu dengan cowok itu. Ghea memang sudah tidak menangis lagi, sejak momen menyedihkan di pasar malam, tetapi hatinya masih sangat terluka setiap kali mengingat segala sesuatu tentang Niko. Bahkan, Ghea membuang barang-barang pemberian Niko selama mereka berpacaran. Ghea benar-benar merasa dikhianati.

Selama seminggu pula, Geo membiarkan Ghea menata hatinya sendirian. Geo memilih untuk tidak berkomentar tentang apa pun dan bertanya hal-hal terkait dengan hubungan Ghea dan Niko, tetapi Geo sepenuhnya tahu apa yang terjadi dengan sang adik. Geo ingin Ghea berpikir jernih, sementara ia sesalu siap menyediakan bahu jika Ghea memerlukan tempat bersandar, seperti biasa. Namun, satu hal yang sebenarnya Geo inginkan, yaitu Ghea berbicara dengan Niko karena sepertinya pemuda itu memiliki sesuatu yang ingin disampaikan kepada Ghea.

"Kamu udah nyakitin Ghea, jadi untuk apa menemuinya lagi," ucap Geo sedikit ketus ketika untuk yang kesepuluh kalinya Niko mengetuk pintu rumah mereka, ingin bertemu Ghea.

Wajah Niko masih setegar ketika pertemuan mereka sebelumnya, tetapi segurat luka menyorot dari sepasang netranya. Niko juga terluka.

"Saya ingin menjelaskan semuanya Kak Geo supaya Ghea nggak salah paham," sahut cowok itu dengan suara bergetar.

"Aku dan Ghea sudah melihat semuanya dengan cukup jelas."

"Tetapi itu nggak seperti yang Ghea atau Kak Geo kira," bantah Niko lirih.

Ini adalah alasan yang sama, yang telah sepuluh kali Geo dengar. Akan tetapi, Ghea sama sekali tak mau bertemu dengan Niko sehingga Geo tidak bisa berbuat apa-apa, selain mengembuskan napas panjang dan lagi-lagi menjawab dengan sama persis untuk yang ke sepuluh kalinya. "Sayang sekali, Ghea nggak mau bertemu dengan kamu lagi."

Sekali lagi, Geo membanting pintu menutup, membiarkan Niko mematung lesu karena tak berkesempatan menjelaskan apa pun. Mungkin seperti inilah seharusnya mereka.

$$$

Sebulan akhirnya perlalu sejak momen di Pasar Malam. Ghea tidak pernah lagi mengajak Geo menghabiskan waktu di Pasar Malam. Pasar Malam seolah telah kehilangan segenap daya tariknya di mata Ghea. Akan tetapi, gadis itu berangsur-angsur membaik dan tidak lagi terpuruk memikirkan pengkhianatan Niko.

Untuk menghibur Ghea, Geo berinisiatif mengajak sang adik menyantap makan malam di sebuah restoran mewah yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya. Mulanya Ghea terlihat enggan, tetapi pada akhirnya Geo berhasil membujuk gadis itu. Dengan interior restoran yang mewah, berkelas, dan sangat indah serta menu makanan yang enak, Ghea dan Geo berhasil mendapat waktu makan malam yang menyenangkan.

Namun, kebahagiaan keduanya seketika runtuh saat bertemu dengan Niko dan pacarnya yang hamil di tempat parkit restoran. Anehnya, Niko sama sekali tak menyapa Ghea dan Geo, sementara pacar Niko hanya menyapa dengan seulas senyum formal seolah tak mengenal keduanya.

Begitu melihat Niko, Ghea refleks membuang muka dan mempercepat langkah. Gadis itu bahkan mengabaikan panggilan Geo yang tertinggal di belakangnya. Beberapa langkah dari mobil, Ghea kembali dikejutkan dengan sosok Niko yang lain, menghadang jalannya.

"Ghea?" sapa Niko dengan ekspresi terkejut yang kentara. "Aku pengen ngomong sama kamu...."

"Nggak ada yang perlu diomongin lagi, Niko. Kita udah selesai," sahut Ghea ketus seraya melanjutkan langkah, tetapi Niko menahan sebelah lengannya.

"Kamu salah paham, Ghea."

Ghea melotot, menantang tatapan sedih Niko. "Semuanya udah jelas banget, Niko. Semuanya udah jelas banget. Kamu dan pacar hamil kamu ...!"

"Dia bukan pacar aku Ghea. Dia pacar saudara kembarku. Dan, waktu itu lagi sakit saat kita ketemu waktu itu."

Ghea bungkam, mencerna kata-kata Niko dalam diam. Tatapan Niko menguncinya dengan kesungguhan. Niko punya saudara kembar yang tak pernah dia ketahui? Mendadak ia teringat Niko lain yang menggandeng cewek hamil di tempat parkir. Cowok itu jelas-jelas terlihat sama persis dengan Niko, tetapi dengan gaya yang sedikit lebih rapi. Mengapa Ghea tidak menyadarinya?

"Maaf, karena belum sempat mengenalkanmu sama kembaranku, Niko Hanggara Putra," tutur Niko dengan suara lembut. "Kamu tahu, Ghea, cuma kamu satu-satunya pacar aku dan akan selalu seperti itu."

Niko Hanggara Putra. Niko Dharma Putra. Kedua nama itu terngiang-ngiang di dalam benak Ghea seperti alarm yang membangunkannya tiap pagi. Kedua saudara kembar itu bahkan memiliki nama yang sama dengan hanya berbeda pada nama tengahnya. Cewek yang digandeng Niko lain di tempat parkir barusan pun terlihat tak mengenali Ghea dan Geo. Apakah cewek itu benar-benar sakit?

Ghea merasakan kepalanya berputar hingga pinjakannya terasa goyah. Ia refleks menggeleng, berharap gerakan itu mampu membuang segenap tanya yang memenuhi kepala. Lalu, perlahan Ghea mundur seraya menarik lengannya dari genggaman Niko. Pandangannya memburam, membuat Niko seolah-olah menghilang ditelan temaram lampu.

Lagi-lagi, Ghea menemukan alasan untuk menangis dan melangkah pergi dari tempat itu. Pengakuan Niko seumpama antiklimaks bagi puncak Kemarahannya yang terpendam sejak momen di Pasar Malam. Di satu sisi, Ghea lega karena Niko ternyata tidak mengkhianatinya, tetapi di sisi lain hati Ghea telah kadung remuk. Ghea hanya ingin berlari menjauh dan sendirian.

***END***
Ditulis oleh fadilairaa & zuraida27thamrin

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro