Bab 23. Sheyana

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tuan Shui pergi bersama rombongannya, meninggalkan rasa terima kasih serta syukur yang tidak ada habisnya di hati kami. Beliau benar-benar orang yang sangat baik dan peduli pada nasib orang lain. Aku heran, mengapa bukan beliau yang menjadi Kaisar Shenouka. Harusnya Kaisar Riyushi mengangkat beliau sebagai Putra Mahkota, bukannya Kaisar Rheiraka. Namun saat aku menanyakan hal itu pada Jun, ekspresi wajahnya berubah muram dan dia menegurku untuk tidak mengatakan hal seperti itu pada siapa pun

"Seumur hidup, Shonja selalu diincar para pembunuh karena masalah tersebut," Jun menjelaskan ketika aku mengerutkan dahi mendengar larangannya. "Orang-orang pun memikirkan hal yang sama sepertimu, kenapa bukan Shonja? Kenapa justru Kaisar Rheiraka yang diangkat? Semua orang pun masih tanda tanya dengan keputusan Kaisar Riyushi. Namun, dari pemahamanku, bila Shonja yang diangkat sebagai Kaisar, akan ada pertumpahan darah yang lebih mengerikan dari pada saat ini. Kekaisaran akan terpecah-belah dan kematian ada di mana-mana."

Akan ada perang saudara bila Tuan Shui yang diangkat sebagai Kaisar. Itu yang coba dikatakan Jun. Dengan kata lain orang-orang golongan atas tidak menyukai Tuan Shui.

"Orang baik memang cobaannya selalu besar, ya," timpalku.

Jun hanya tersenyum, lalu kembali menyirami tanaman di kebun bersamaku. Topik pembicaraan pun berubah menjadi hal-hal ringan, seperti Hessa yang mulai berguru ilmu pengobatan pada Iksook Inarha, Erau yang tertarik untuk melihat latihan para prajurit, atau nasib baik tetangga sebelah yang anaknya dipinang oleh salah satu anak buah Jun.

"Kelihatannya kalian akan terjebak selamanya di Shamasinai," aku tertawa mendengar ceritanya mengenai beberapa anak buahnya yang sedang kasmaran.

"Kami tidak keberatan," Jun tersenyum lebar. "Terutama karena terkena jebakan manis seperti kalian."

Mukaku menghangat mendengar ucapannya. Kadang-kadang Jun membuatku kehilangan kata-kata seperti ini, dengan kalimat-kalimat menggoda yang membuat telinga memanas.

"Tapi sebaiknya kalian hati-hati, karena sekalinya terjebak, pasti tidak akan bisa keluar lagi," Aku buru-buru memalingkan wajah supaya dia tidak melihat reaksiku yang malu-malu. Tidak akan kubiarkan dia mendapat bahan untuk mengolokku!

Jun tertawa ringan. "Selamanya terjebak di sini bersamamu juga tidak apa-apa, Sheya," katanya. "Aku rela, seumur hidupku."

Rasanya wajahku semakin panas. Bagaimana bisa Dewa menciptakan lelaki bermulut manis ini?!

"Bagaimana denganmu, apa kau keberatan bersama selamanya denganku?" Jun balik bertanya.

"Tidak," jawabku pelan. "Aku tidak keberatan bersamamu selamanya."

Aku tidak keberatan, bila harus bersama dengan orang yang kucintai seumur hidup. Jun tertawa senang mendengar jawabanku, lalu kembali menyirami tanaman sambil mengomentari tanaman kami yang tidak menggemuk.

Hari-hariku bersama Junuran berlalu begitu cepat. Jika tidak sedang melatih pasukan atau memeriksa perbatasan, Jun akan menemaniku di kebun atau rumah. Kami akan membersihkan kebun, menyirami tanaman, atau pun bertukar cerita sambil mengisi wadah penampungan air. Jun juga mengajariku membaca serta menulis, dan membantuku dalam berhitung. Ini terasa sangat menyenangkan sekaligus membahagiakan. Bersama dengannya, aku merasakan segalanya.

Lamaran Jun waktu itu dilanjutkan dengan persiapan pernikahan kami. Setelah melamarku secara resmi dan mendapatkan restu ibuku untuk hubungan kami, Jun menyiapkan mahar yang akan diserahkan padaku maupun membeli kebutuhan untuk pernikahan kami. Beberapa kali dia pergi ke Namashi untuk memesan ini-itu. Aku sendiri sama sibuknya dengan dia. Sebagai calon pengantin perempuan, aku harus menjahit gaun pernikahanku sendiri, begitu juga dengan baju pengantinnya. Belum lagi aku harus menyiapkan kain-kain sulaman untuk kebutuhan rumah tangga.

Dalam tradisi kami, biasanya pihak perempuan akan pindah ke rumah yang telah disiapkan oleh calon mempelai laki-laki setelah menikah. Karena itu, kami harus menyiapkan kain-kain hias bersulam yang bermanfaat untuk rumah, seperti kain pelapis tempat tidur, selimut, atau taplak meja dan kain dinding. Namun, keadaanku dan Jun sedikit berbeda. Jun tidak membuatkanku rumah, begitupula aku tidak akan pindah dari rumahku. Keadaan kami justru sebaliknya, Jun yang akan pindah ke rumah kami. Tapi hal itu tidak menyurutkan semangatku untuk membuat setumpuk kain bersulam. Sedikit pamer keahlian pada para tetangga tentang hiasan-hiasan yang kubuat tidak apa-apa, kan?

Mila dan Athila ikut membantuku menyiapkan baju pengantin. Jika benang atau persediaan manik-manik kami habis, aku tinggal mengatakannya pada Jun dan dia yang akan pergi ke kota untuk membelinya. Pernah dia mengajakku ke kota bersama, tetapi aku menolaknya karena merasa kami belum pantas pergi berdua saja.

Shamasinaike Ornuk dan Iksook Inarha membantu kami mempersiapkan pernikahan. Bahkan secara khusus Iksook Inarha memberi Hessa ramuan-ramuan herbal yang bermanfaat untuk kesehatan kami. Ibuku sering menangis ketika melihatku tengah menjahit gaun pengantin. Beliau masih tidak percaya aku akan segera menikah.

Aku pun tidak percaya, bahwa aku akan menjadi istri orang lain. Sebelum bertemu Tuan Shui, aku beranggapan akan selamanya sendirian dan merawat adik-adikku sampai entah kapan. Namun Tadakhua rupanya memberikan kejutan yang tidak ternilai di tengah-tengah keputusasaanku. Jika mengingat kembali kehidupan kami dulu, kondisi kami sekarang masih seperti mimpi. Benar-benar tidak bisa dibayangkan.

"Apa menurutmu kita perlu mengabari Tuan Shui mengenai hari pernikahan kita?" Aku bertanya saat berdua saja dengan Junuran. Kami sedang menghabiskan waktu bersama, di halaman belakang rumah. Aku sedang menyelesaikan sulamanku, sedangkan Jun sibuk mengasah belati maupun pedang.

"Tentu saja, aku akan mengabari Shonja tentang hal ini," jawab Jun tanpa mengalihkan perhatiannya dari pisau yang sedang diasah.

"Apa beliau akan datang?" tanyaku lagi.

Junuran berhenti mengasah, kemudian menatapku. "Mungkin tidak," Dia tersenyum. "Walau aku sangat mengharapkan kehadiran Shonja dalam hari terpenting kita, tetapi Shonja tidak akan bisa datang. Beliau pasti sibuk dengan pekerjaannya."

"Ah, kau benar," Aku mencoba menyembunyikan sedikit kekecewaan yang bercokol di hati. "Tuan Shui seorang Jenderal, pasti beliau sibuk. Lagipula, jarak antara Shamasinai dengan Shasenka cukup jauh. Beliau tidak akan bisa datang ke pernikahan kita tepat waktu. Sayang sekali."

Kata Jun, jarak antara Shasenka dengan Shamasinai sekitar 1,5 sampai 2 bulan perjalanan. Mengingat baru satu bulan beliau meninggalkan Shamasinai, kemungkinan besar beliau juga belum tiba di ibukota.

"Mau kuceritakan tentang kawan-kawanku di ibukota?" Jun mengganti topik pembicaraan, sepertinya tidak ingin melihatku bersedih karena Tuan Shui tidak bisa hadir dalam peristiwa paling berharga dalam hidup kami.

Aku mengangguk sambil tersenyum. Dia mulai menceritakan kawan-kawannya di ibukota, mengenai Ashen yang mengepalai regu macan kumbang dan macan putih yang kemampuannya sangat dibanggakan se-ibukota, Nukila si pemanah jitu, atau pun Murshan si ketua kelompok Irkutt yang menjadi andalan Tuan Shui dalam mengeruk informasi di ibukota. Banyak sekali cerita-cerita yang kudengar darinya, mengenai perjalanannya sebagai prajurit, kebiasaan lucu kawan-kawannya, atau pun keindahan daerah-daerah yang pernah didatanginya.

Sangat menyenangkan bisa mengetahui kehidupan Jun dulu dan sedikit sedih membayangkan bila dia harus menghabiskan sisa hidupnya di desa kecil ini. Jun memiliki karir yang bagus dan aku berharap, meski kami sudah menikah, karirnya akan terus naik. Dia memiliki impian dan harapan dalam pekerjaannya, aku tidak mau semua itu kandas setelah kami menikah.

Aku dan dia memiliki mimpi yang berbeda, tetapi itu bukan berarti mimpi-mimpi kami tidak bisa berjalan beriringan. Aku menginginkan keluarga yang hangat dan harmonis dengan anak-anak yang sehat, sedangkan Jun ingin terus berbakti pada kerajaan. Aku yakin, kami bisa mewujudkannya bersama-sama.

Sayangnya angan-angan tetaplah angan-angan. Tidak ada pernikahanku dengan Jun. Tidak ada keluarga harmonis yang kudambakan bersamanya. Semuanya menjadi mimpi indah ketika orang-orang itu datang.

Mereka mengaku sebagai utusan Perdana Menteri Shenouka dan mengunjungi Shamasinai untuk menjemputku pergi ke Shasenka.

(5 Mei 2018)

--------------------------------

Bagian ini memang pendek, kok. Bukan karena sengaja dipendekkan.

Kenapa?

Karena bab selanjutnya. Ngahahah... *dilempar mendoan*

Akhirnya saya bisa menghela napas lega, karena konfliknya mulai pindah, tidak lagi di Shamasinai. Tapi saya sadar, perpindahan masalah ini akan memunculkan masalah baru yang kemungkinan lebih berat lagi untuk dipikirkan. Saya harap kalian suka bab ini.

Mohon dukungannya dengan memberikan vote, komentar, ataupun kritik-saran. Itu akan sangat membantu saya dalam melihat kelemahan-kelemahan yang perlu diperbaiki. Kelemahan yang sederhana, tentu bisa diperbaiki segera, tetapi bila kelemahannya cukup serius, nah... itu harus ditunda dulu sampai seluruh cerita selesai.

Wakakak... minta krisar malah celoteh ke mana-mana. Tapi itu hanya sedikit gambaran yang ingin saya berikan sih, supaya kalian tahu, apa yang saya lakukan dengan kritik atau saran yang kalian berikan pada saya :D

Akhir kata, selamat berlibur dan silakan menduga apa yang akan terjadi selanjutnya :*


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro