Mirror, Mirror On The Wall

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Annyeonggg   :)



Keringat mengucur deras di sepanjang wajah dan tubuh Jihoon. Ia berlari ke atas seperti orang gila. Sementara tawa gila sang banshee mengikutinya, bergema di sepanjang dinding. Ia benar – benar dalam bahaya sekarang, tidak hanya sang banshee yang mengejarnya, ia juga tahu Vernon mengincarnya meskipun ia tak terlihat dimanapun. Tangga batu itu berbentuk melingkar sampai ke lantai paling atas, sehingga Jihoon bisa melirik ke lantai paling bawah. Beberapa kali ia melirik ke bawah tapi ia tidak melihat atau mendengar apapun dari bawah sana. Apa yang sebenarnya terjadi di lantai bawah? Apakah Guanlin baik – baik saja di sana?

Beberapa kali Jihoon tergoda untuk berlari turun ke bawah, namun mengingat ada banshee dan Vernon di belakangnya, tampaknya itu bukan pilihan yang bagus. Sehingga Jihoon terus berlari ke atas, yakin bahwa entah bagaimana caranya, Guanlin dan kawan – kawannya pasti akan menyusulnya ke atas.

Namun tangga batu ini seperti tak berakhir. Tak peduli seberapa banyak Jihoon berlari, tangga ini seperti tak berakhir. Karena kelelahan, Jihoon jatuh tersandung kakinya sendiri, dan jatuh di tangga. Saat ia merasa benar – benar tak kuat, entah bagaimana Vernon muncul di depannya, berjongkok sambil tersenyum dan berkata,

"Untuk ukuran manusia biasa, tenagamu luar biasa juga, kau bahkan hampir mencapai lantai atas."

Vernon memainkan rambut Jihoon dengan penasaran sementara Jihoon terengah – engah. Ia kehabisan tenaga, dan benar – benar tidak bisa berbuat apa – apa. Sang banshee, Jeon Soyeon, muncul dari belakang Vernon dan mengendus Jihoon dengan penasaran. Kemudian ia memilih memperhatikan Jihoon yang berbaring dengan ekspresi penasaran. Sambil bertopang dagu Vernon berkata dengan santai,

"Bersikap baiklah, maka aku tidak akan membunuhmu, oke?"

Dan Jihoon hanya bisa mengangguk pasrah sementara Vernon mengusak rambut Jihoon sambil tertawa,

"Baguslah, aku suka orang penurut."



--- TDW ---



Di tempat lain Guanlin membuka mata dengan kepala cukup pusing. Awalnya semua terasa buram dan ia merasa bingung kenapa atap langit begitu dekat dengan kepalanya. Sampai ia melihat sepatu hak tinggi berwarna hitam lewat di depannya, menempel dengan atap itu.

"Sudah sadar rupanya."

Terdengar suara wanita dan Guanlin baru sadar bahwa ia digantung terbalik. Ia dibungkus dalam kepompong jaring laba – laba dan apa yang ia sangka atap ternyata adalah lantai. Ia melihat sekelilingnya dan ternyata teman – temannya sudah dibungkus dalam kepompong yang sama di kiri dan kanannya. Mereka tampak masih belum sadarkan diri. Wanita berpakaian serba hitam itu duduk dengan anggun sambil membelai seekor laba – laba raksasa dengan warna hitam kebiruan di sebelahnya. Ia membelai laba – laba itu dengan penuh kasih sayang.

"Setelah ratusan tahun, baru kali ini ada peserta vampire di turnamen ini, dan bahkan untuk pertama kalinya para peserta banyak membunuh anak – anakku. Biasanya hanya sedikit yang bertahan sampai sini."

Wanita itu mendengus dan Guanlin berkata,

"Mungkin karena kami ingin mengubah dunia, aku dan The East Casyllum berniat menghentikan peperangan panjang ini."

Wanita itu tertawa dan berkata,

"Kau terlalu percaya diri vampire kecil, meskipun aku pernah mendengar rumor tentang kehebatanmu dalam peperangan, nyatanya kau masih terjebak dalam kepompongku."

"Sebentar lagi aku akan melarikan diri."

"Kau masih saja bisa melucu, jangan meremehkan benangku, jaring laba – labaku bukan benang biasa. Seelastis karet dan setajam benang besi. Kalau aku mau, aku sudah memotong – motong kalian dari tadi."

"Lalu kenapa kau tidak melakukannya dari tadi?"

"Karena aku ingin memastikan sesuatu."

Guanlin mengerutkan dahi

"Kalau kau dan teman – temanku cukup kuat untuk sampai ke sini hidup – hidup, dan jika rumor mengenai kehebatanmu memang benar, aku ingin menawarkan kesepakatan."

Guanlin seketika merasa muak karena orang – orang di sekitarnya selalu menawarkan kesepakatan hanya karena melihat posisinya, namun ia bertanya balik,

"Kesepakatan apa?"

"Aku akan membantumu keluar dari sini, dan juga dari turnamen ini, tapi sebagai gantinya, bawa aku dan anak – anakku keluar dari sini."

Guanlin mengernyitkan dahinya, oke ini terdengar baru untuknya.

"Bagaimana aku tahu bahwa ini bukan jebakan? Bahwa kau tidak akan membunuhku dan teman – temanku?"

Wanita itu tidak mengatakan sepatah katapun, ia hanya mendekati kepompong Guanlin, berdiri persis di depannya dan hanya dengan satu sentuhan, kepompong yang membelit Guanlin dan teman – temannya terlepas. Jeong In, Hyunjin, dan Mark mengaduh kesakitan, sementara yang lain berusaha meraih kesadarannya.

Kemudian wanita itu membisikkan sesuatu kepada laba – laba berwarna hitam kebiruan yang kemudian berjalan pergi. Tidak lama, laba – laba itu kembali bersama seseorang dan Hyunjin langsung berteriak,

"FELIX!"

Seseorang itu tampak kaget ketika Hyunjin berlari ke arahnya dan memeluknya. Tangannya gemetar, tidak percaya ketika Hyunjin memeluknya dengan sangat erat,

"Kukira.. kukira.. kau sudah meninggal.."

Hyunjin menyembunyikan air matanya di kepala Felix sementara Felix tersenyum dan memejamkan mata, membiarkan satu air matanya jatuh dan berbisik,

"Aku senang kau menemukanku.. Hyunjin.."

Wanita itu berbalik kepada Guanlin,

"Aku berikan laki – laki itu padamu, dia peserta turnamen sebelumnya yang dicari temanmu bukan? Aku membiarkannya hidup karena dia terus mengatakan bahwa saudaranya akan menjemputnya, dan aku rasa itu bisa menjadi kunci supaya aku bisa keluar dari sini. Aku akan membantumu sampai ke arena berikutnya sekaligus memenangkan turnamen ini dan membawa manusia itu bersamamu, apapun itu asalkan aku bisa keluar dari sendiri."

Wanita itu mengulurkan tangan dan berkata,

"Namaku Chungha, permaisuri klan laba – laba, dan aku bersumpah dengan nyawaku untuk membantumu keluar dari sini, bagaimana, apa kau setuju dengan kesepakatan ini wahai pangeran vampire?"

Guanlin mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan wanita cantik itu dan berkata dengan tegas,

"Aku setuju."

Sunmi menghela napas, ia mulai merasa tenang karena setidaknya mereka mempunyai aliansi yang cukup kuat. Kini mereka hanya perlu memikirkan cara menyelamatkan Jihoon dari Vernon.

"Anu, noona, apakah sudah ada peserta yang sampai ke arena keempat? Selain kami?"

Mark muncul dan bertanya dari sebelah Guanlin. Chungha mengangguk,

"Ada dua peserta bernama Ten dan Dino yang sudah melewati gerbang dan sampai ke arena terakhir. Harus kuakui mereka cukup cerdas untuk mencapai arena terakhir tanpa diketahui siapapun dan juga tanpa membunuh siapapun, bahkan kudengar mereka juga berhasil mencuri beberapa kunci yang dipegang Vernon. Harus kuakui mereka kandidat kuat untuk menang selain dirimu. Vernon masih dalam perjalanan menuju lantai paling atas, tampaknya ia menunggu kalian entah untuk alasan apa, meskipun mereka hampir sampai."

"Benar juga, kita bahkan tidak bertemu dengan mereka di arena sebelumnya."

"Menarik sekali, berarti semua peserta akan bertemu dan bertempur habis – habisan di arena terakhir."

Sunmi, Hyunjin, maupun Guanlin saling berpandangan satu sama lain. Betul, segala kemungkinan itu ada, dan bisa jadi mereka akan berusaha saling membunuh di arena terakhir. Tidak ada hal yang tidak mungkin, bahkan di dalam turnamen ini sekalipun.

Chungha lantas mengeluarkan sebuah batu permata berwarna hijau dari sakunya. Ia memejamkan mata dan bibirnya membacakan sesuatu. Auranya lantas semakin menguat sampai Guanlin menyuruh teman – temannya untuk mundur. Tiba – tiba para laba – laba muncul dari sekeliling mereka dan Mark berteriak ketakutan,

"Sebenarnya apa yang wanita itu lakukan?!"

Namun sebelum sempat menghindar, kerumunan laba – laba itu hanya melewati Guanlin dan kawan – kawannya, berbaris dengan rapi dan entah bagaimana terhisap satu demi satu ke dalam batu permata itu. Seolah batu permata itu menyedot seluruh laba – laba yang berada di kastil. Peristiwa itu berlangsung selama 10 menit sampai laba – laba terakhir masuk ke dalam batu permata itu. Lantas Chungha menyimpan batu permata itu ke sakunya dan berkata,

"Jangan pedulikan aku, aku hanya membawa seluruh anak – anakku, dan akan lebih mudah membawa mereka menggunakan permata ini."

Seketika Guanlin berpikir apakah membawa Chungha kembali ke dunia nyata adalah hal yang baik dimana dia juga akan melepaskan ribuan laba – labanya? Apakah justru akan terjadi perang?

"Hei, laba – laba ini ketinggalan."

Jaehyun menunjuk laba – laba hitam kebiruan di sebelahnya dan Chungha menggeleng,

"Dia istimewa, permataku tidak cukup kuat untuk menyimpannya, jadi dia akan tetap bersamaku."

Dan selagi mereka berjalan bersama – sama ke atas, Guanlin berjalan di paling belakang, bertanya kepada Chungha yang berada di sebelahnya,

"Jadi kau berada di kastil ini bukan atas keinginanmu?"

"Tidak, Leeteuk menjebakku sehingga aku berada di turnamen ini dan di dalam kastil ini. Aku tidak punya pilihan selain mengikuti apa kemauannya. Aku butuh orang yang benar – benar kuat untuk membantuku keluar dari sini."

"Kenapa tidak sejak ratusan tahun lalu? Kau bahkan bertemu ratusan peserta bukan? Kenapa harus diriku?"

"Aku bisa melihat apakah seseorang cukup kuat, tidak, dia harus benar – benar kuat untuk bisa mengimbangiku. Dan kau, bersama dengan Vernon, auramu paling kuat dari seluruh peserta yang pernah kutemui. Tapi Vernon terlalu egois dan arogan, aku yakin dia akan menolak permintaanku."

"Bagaimana jika aku menolak permintaanmu?"

"Gampang saja, aku tinggal membunuhmu."

Guanlin mendengus mendengarnya, dan Chungha berbalik bertanya,

"Manusia itu, pengganti Cyclops itu, ada sesuatu yang aneh padanya."

"Maksudmu Jihoon?"

"Apa benar dia hanya manusia biasa?"

"Tentu saja, kenapa kau bertanya begitu?"

"Karena aku merasakan aura lain darinya, aura yang sangat aneh, aku sudah hidup ratusan tahun dan tidak pernah melihat hal seperti ini sebelumnya."

Guanlin mengernyitkan dahi dan berkata,

"Mungkin kau bingung karena Jihoon memang manusia yang dibesarkan oleh vampire, dan ia juga sering bertemu dengan makhluk lainnya. Bukankah kau bilang sudah lama sekali sejak kau tidak berada di dunia luar?"

Chungha hanya terdiam menatap Guanlin dengan curiga. Tidak terlalu yakin dengan perkataan Guanlin tapi ia memilih diam.

"Aku juga ingin bertanya, apa kau tahu sesuatu tentang The Black Azure?"

"Saat aku masih berada di dunia luar tentu saja aku mengetahuinya, aku bahkan sempat mengincarnya, senjata legendaris yang luar biasa, tapi kenapa kau menanyakannya?"

"Aku mendengar rumor yang mengatakan bahwa LeeTeuk memiliki senjata itu dan sengaja menyimpannya di dalam arena turnamen ini."

Chungha tertawa dan berkata,

"Yang benar saja, kau bahkan percaya pada rumor yang tak berdasar seperti itu? Tidak ada senjata seperti itu di dalam turnamen ini."

Guanlin hanya memandang Chungha dan mengangguk, namun ia melirik tangan Chungha yang seketika menggenggam erat gaunnya.



--- TDW ---



Di tempat lain, Jihoon sudah pingsan saat mencapai lantai paling atas. Ia terlalu kelelahan sementara sang banshee malah menggendongnya di punggung. Entah bagaimana si banshee, Jeon Soyeon malah benar – benar menyukai Jihoon. Ia seperti menganggap Jihoon adalah mainan barunya.

Vernon menggeleng melihat Jihoon yang pingsan karena kelelahan,

"Stamina manusia ini benar – benar lemah."

Beberapa menit kemudian mereka akhirnya sampai di lantai paling atas dan di depan mereka terlihat sebuah pintu kayu sederhana, iya pintu menuju arena terakhir. Vernon menarik Jihoon bangun dari Jeon Soyeon dan berkata,

"Setidaknya kau harus melihat pemandangan ini manusia lemah, bahwa aku berhasil membawamu menuju arena keempat."

Walau kelelahan parah, Jihoon memaksakan diri melihat pintu kayu sederhana di depannya. Pintu itu berada di lantai paling atas, dan bentuknya sederhana. Begitu sederhana sampai tidak akan ada yang mencurigainya. Seolah itu hanya pintu gudang biasa.

"Vernon, manusia itu butuh istirahat, dia benar – benar kelelahan."

Jeon Soyeon berbisik dan Vernon menggerutu, ia menyeret Jihoon ke pinggir dan membiarkannya duduk. Jeon Soyeon dengan cepat duduk di sebelah Jihoon yang segera memejamkan mata sambil terengah – engah, sementara Vernon jongkok di hadapan Jihoon sambil mengulurkan sesuatu kepada Jihoon,

"Makan ini."

Jihoon membuka mata dan melihat sebuah biji hitam di tangan Vernon,

"Ini adalah ramuan istimewa kebanggan Suku Direwolf, biji ini akan memulihkan kesehatan, menyembuhkan luka, dan mengobati kelelahanmu. Tampaknya kau benar – benar membutuhkan ini manusia lemah."

Jihoon menatap Vernon dan berkata,

"Kau.. tidak akan membunuhku kan?"

"Kalau aku mau membunuhmu sudah kulakukan sejak tadi, tidak perlu aku membawamu sampai sini."

Jihoon mengambil biji itu dan menelannya, namun beberapa detik kemudian ia malah merasa mengantuk dan jatuh tertidur di bahu sang banshee. 15 menit kemudian Jihoon membuka mata dan merasakan bahwa semua lelahnya betul – betul hilang. Ia bahkan melihat beberapa luka goresan di lengannya sembuh. Ia benar – benar merasa segar dan seperti terlahir kembali.

Vernon tertawa melihat ekspresi kagum Jihoon, dan Jihoon berkata dengan kagum,

"Obat ini benar – benar luar biasa, wow kau bahkan tidak butuh waktu lama untuk merasakan manfaatnya."

"Tentu saja, obat ini adalah ramuan berharga Suku Direwolf, kami berhasil menjualnya dengan harga yang cukup tinggi, atau ditukar dengan informasi penting lainnya. Baiklah, karena kau sudah baik – baik saja ayo menuju arena keempat."

Namun tepat sebelum Vernon membuka pintu, Jihoon menarik pelan jubah Vernon sampai pria itu menoleh ke arah Jihoon yang tersenyum tulus,

"Terima kasih banyak Vernon."

Vernon terdiam, ia tertegun karena sepanjang hidupnya tidak banyak orang mengucapkan terima kasih dengan senyuman seperti itu padanya. Lantas Vernon menyentil dahi Jihoon dengan jarinya dan membuat Jihoon berteriak kesakitan,

"Aku hanya tidak ingin sanderaku mati konyol, aku masih membutuhkanmu untuk memancing Lai Guanlin."

Jihoon mengusap dahinya dengan jengkel, namun entah kenapa, ia merasa bahwa Vernon tidak seburuk apa yang dikatakan orang – orang.

Pintu terbuka dan muncul cahaya kuat yang membuat mereka semua memejamkan mata. Beberapa detik kemudian cahaya itu menghilang, dan ketika Jihoon membuka mata, apa yang ada di hadapannya adalah cermin. Ia melihat ke bawah kaki, ke sekeliling kanan dan kiri, ke atas langit. Semuanya terbuat dari cermin.

"Ini.. tempat apa ini.."

Vernon tersenyum muram dan menjelaskan dengan nada enggan,

"Selamat datang di arena keempat, Crimassus, labirin cermin dimana hanya Cyclops yang bisa menemukan pintu keluarnya. Tampaknya kita masih harus menunggu Lai Guanlin karena dia membawa Cyclops itu bersamanya. Oh iya, jangan jauh – jauh dariku manusia lemah, karena kau bisa tersesat selamanya di sini."

Jihoon buru – buru menarik jubah Vernon dan membuat Vernon tertawa sementara si banshee sudah berjalan mendahului mereka, seolah mencari sesuatu. Vernon tiba – tiba berhenti dan menoleh ke arah Jihoon, membuat Jihoon juga menatap ke arahnya,

"Kemungkinan besar setelah Guanlin sampai ke sini, kami akan mulai saling membunuh, salah satu dari kami pasti akan mati dan aku tahu itu bukan aku, jadi lebih baik persiapkan dirimu, oke?"

"Kenapa.. kenapa kalian harus saling membunuh satu sama lain? Tidak bisakah kita keluar dari sini bersama – sama?"

Vernon mengerutkan dahi, pertanyaan konyol macam apa ini?

"Kau.. apa kau benar – benar tahu yang kau bicarakan? Hanya satu orang bersama cyclops yang bisa keluar dari sini, itu adalah aturannya, tapi karena kali ini ada kau, aku bisa membawa kau dan cyclops itu keluar."

"Tapi bagaimana jika semua peserta juga ingin keluar bersama – sama?"

"Itu ide yang benar – benar gila."

"Tapi bagaimana jika ada kemungkinan kita bisa ke.."

Belum selesai Jihoon berbicara, Vernon mendorong dan memerangkap Jihoon ke cermin dengan pedangnya. Tangan kirinya menekan tubuh Jihoon dengan pedang ke dinding dan tangan kanannya diletakkan pada dinding,

"Peraturan adalah peraturan.. hanya ada satu orang yang bisa keluar dari sini, dan aku akan keluar dari sini sekali lagi, bahkan jika harus membunuh orang lain."

Jihoon melihat kelebatan emosi di mata Vernon. Tidak hanya ada amarah di sana, tapi untuk pertama kalinya ia melihat ada luka juga di sana. Jihoon berbisik dengan penasaran,

"Jadi rumor itu benar? Bahwa kau membunuh kakakmu sendiri yang juga peserta turnamen ini, supaya kau bisa memenangkan turnamen ini?"

Mata Vernon tampak terkejut untuk beberapa saat namun dengan cepat ia mengendalikan diri, ia tersenyum dan berkata,

"Ya betul sekali, ternyata rumor itu cepat sekali menyebar."

Vernon tertawa terbahak – bahak,

"Tapi kenapa.. matamu menunjukkan bahwa kau terluka? Bibirmu bisa tertawa Vernon, tapi, matamu tidak.."

Tawa Vernon berhenti mendengar kata – kata Jihoon. Jihoon berjalan mendekat dan berkata dengan hati – hati,

"Vernon.. turnamen ini bisa memiliki akhir yang berbeda kau tahu.. mungkin ada cara dimana kita tidak perlu membunuh satu sama lain, mungkin ada cara dimana kita bisa keluar bersama – sama.."

Vernon tersenyum pahit dan memegang kepala Jihoon,

"Kalau memang ada cara seperti itu, aku tidak perlu membunuh kakakku Jihoon.."

Jihoon terdiam, ia seperti tidak bisa menjawabnya. Mereka saling terdiam sampai si banshee memanggil,

"Vernon, aku menemukannya."

Dan secepat kilat Vernon berlari ke arah Jeon Soyeon, diikuti Jihoon yang mengejarnya dengan refleks. Jeon Soyeon menunjuk sebuah cermin, dan menunjuk ke arah bawah, dengan cepat Vernon melihat ke sana dan melihat ukiran nama 'Juro' di pojok cermin. Vernon berlutut dan menyentuh cermin itu dengan ekspresi yang tidak pernah dilihat Jihoon sebelumnya. Vernon meletakkan dahinya di cermin itu, memejamkan mata dan berbisik pelan dengan senyuman penuh kepedihan,

"Akhirnya... aku menemukanmu hyung.."

Jihoon terdiam menyaksikan itu, ia kebingungan sampai Jeon Soyeon berkata,

"Arena keempat ini terisi dari labirin cermin, dan setiap cermin yang kau lihat memiliki ukiran nama Jihoon."

Jihoon buru – buru melihat ke cermin dan benar, di setiap cermin, ia bisa melihat ada ukiran nama, entah di bagian pojok, atas, bawah, kiri, atau kanan.

"Tapi.. namanya semua berbeda.. apa artinya ini Soyeon?"

"Crimassus, adalah makam bagi semua orang yang pernah mati di dalam turnamen ini. Setiap nama yang kau lihat di cermin, itu seperti nisan mereka, sebagai peringatan bahwa mereka meninggal di tempat ini. Dan alasan lain kenapa Vernon mengikuti turnamen ini lagi, karena ia ingin mengunjungi makam kakaknya, Juro, yang ia bunuh dan mati dalam turnamen ini. Aku dengar kakaknya itu adalah orang yang penting baginya, mentor sekaligus pengganti ayah mereka yang sudah meninggal. Di arena keempat mereka berusaha keluar bersama tetapi tidak bisa, sehingga mereka berduel dan aku dengar kakaknya mengorbankan diri agar Vernon bisa keluar dari sini."

Jihoon terdiam, dan semua puzzle seperti jatuh pada tempatnya. Kini ia paham kenapa ia tidak bisa membenci Vernon sejak awal, karena ada sesuatu dalam diri Vernon yang mengingatkannya pada Guanlin. Guanlin dan Vernon, dua orang yang berbeda namun memiliki rasa kesepian yang sama. Bahwa di balik arogansinya, Vernon juga menyimpan lukanya seorang sendiri...



To Be Continued



~ An author, a reader, and a friend, leenaeunreal, at your service ~



Sengaja ku apdet di hari minggu malam, biar kalian semangat buat hari senin besok hehehe. Semangat selalu buat yang WFH maupun berangkat ke kantor, semoga kalian semua sehat selalu dimanapun kalian berada, ingat, rajin pake masker kalau keluar rumah dan cuci tangan setiap dari luar, dan mari sama – sama mendoakan supaya pandemi ini cepet berakhir, aminnn.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro