The Heart Of A Lion

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Maaf atas keterlambatan apdetnya dan siap – siap baca chapter super ekstra panjang ini yah gaesss. Ini 2 chapter yang aku jadiin satu buat menutup Arc turnamen Cyclops Hunt. Pastikan kalian membaca sampai akhir yaaaa karena ada informasi penting di bagian akhir. So, selamat membaca 😊



Guanlin dan kawan – kawan berhasil memasuki Crimassus dan mereka tampak waspada terhadap area baru ini.

"Apa ada perangkap atau sejenisnya di tempat ini?"

Guanlin bertanya kepada Chungha dan Chungha menggeleng.

"Tidak ada perangkap apapun kecuali kau tersesat di labirin cermin ini sampai gila dan mati. Tidak ada apa – apa di area ini selain cermin. Tidak ada makanan, minuman, atau apapun. Kau juga tidak akan bisa menebak waktu atau seberapa lama kau berada di labirin ini. Hanya Cyclops yang bisa menemukan jalan keluarnya, jadi lebih baik segera temukan kekasihmu, manusia itu."

Guanlin mengangguk sampai Chungha menambah kata – katanya,

"Dan sebaiknya segera putuskan siapa yang akan kau bunuh atau tinggalkan, kelompok ini terlalu besar untuk kau bawa keluar."

Langkah Guanlin terhenti sementara semua teman – temannya menatap Chungha dengan horor,

"Apa maksudmu?"

"Tentu saja keluar dari turnamen ini, apa kau pikir kau bisa membawa semua peserta? Kau benar – benar sudah gila jika memikirkan hal itu."

"Tapi kami sudah berjanji untuk keluar bersama – sama."

"Kalian tidak benar – benar berpikir kalian semua bisa keluar hidup – hidup bukan? Kalian bisa tanyakan pada Vernon bagaimana ia saling membunuh dengan kakaknya, karena ia dan kakaknya adalah dua peserta terakhir yang sampai ke sini."

Amarah Sunmi tersulut dan ia berniat menghampiri Chungha sebelum Guanlin menghentikannya dan berjalan ke depan Chungha, berdiri menjulang di depannya sambil mencondongkan wajahnya persis di hadapan wajah Chungha. Guanlin menatapnya tepat di matanya dan berkata dengan dingin,

"Kau tidak perlu repot – repot mengatur diriku, aku akan menemukan cara untuk membebaskan mereka semua. Jika kau ingin ikut keluar bersamaku lebih baik kau ikuti rencanaku atau temukan jalan keluarnya sendiri."

Guanlin langsung berlalu sementara Sunmi mengikutinya sambil tersenyum mengejek pada Chungha dan Mark menjulurkan lidahnya pada Chungha. Chungha menggeram pelan namun berdiri dengan kaku. Namun baru beberapa menit mereka berjalan Guanlin berhenti ketika melihat makhluk serba putih berada di depannya, bersandar kepada cermin. Makhluk itu menoleh dan Guanlin langsung menyadari bahwa makhluk yang berada di hadapannya adalah Dino, si tengu putih dari Gunung Sunhak.

Berbeda pada tengu umumnya yang memiliki kulit berwarna merah dan sayap hitam atau abu – abu. Dino adalah tengu putih. Ia memiliki rambut dan sayap berwarna putih. Kulitnya juga putih. Dipercaya sebagai tengu albino tidak membuatnya dikucilkan oleh sukunya, justru sebagai tengu albino, Dino memiliki kekuatan dan keistimewaan yang tidak dimiliki tengu biasa. Ia suka memakai topeng wajah tengu berwarna merah dan berhidung panjang untuk menyembunyikan wajah aslinya. Ia memiliki prinsip hidup tanpa musuh dan tanpa kawan. Sifat aslinya masih tidak diketahui dan ia sendiri tidak banyak berbicara.

Kaum tengu hidup di daerah pegunungan dan perbukitan, dan pada umumnya menghindari makhluk asing atau pertempuran. Mereka menjaga alam sekitarnya dan pada umumnya mencintai kedamaian walaupun tidak terlalu suka bergaul dengan makhluk lain. Kaum siluman cerdas dan bijaksana ini membuat pakaiannya dan makanannya sendiri. Umumnya mereka vegetarian walaupun terkadang bisa memakan daging. Pakaian tengu sendiri adalah pakaian tradisional Jepang dengan warna yang bisa menyesuaikan dengan keadaan sekitarnya, membantu tengu dalam berkamuflase untuk mengintai atau bersembunyi dari musuhnya. Dino mengembangkan sayapnya sambil mengeluarkan tongkatnya.

"Akhirnya kita bertemu pangeran Vampire."

"Iya dan kau cukup hebat untuk sampai ke arena ini tanpa membunuh seorangpun."

Dino tersenyum di balik topengnya dan berkata,

"Terima kasih, aku bisa merasakan pujianmu sangat tulus. Tapi apakah manusia itu tidak bersamamu?"

"Vernon membawanya."

"Oh begitu, baiklah kalau begitu, sampai jumpa."

"HEI! TUNGGU DULU! APA KAU TIDAK INGIN BERTARUNG DENGAN KAMI!"

Mark Berteriak sementara Hyunjin langsung menutup mulut Mark dengan kesal. Dino berbalik dengan tenang dan berkata,

"Tidak, itu bukan tujuanku datang kemari, dan selama kalian tidak menghalangi jalanku aku tidak akan melawan kalian, kalian bisa melakukan apapun yang kalian suka."

Dino melambaikan tangan dan menghilang di belokan sementara Guanlin berkata,

"Biarkan dia, kita juga harus mencari Jihoon. Kita harus menyimpan tenaga sebelum pertempuran terakhir."

"Sebentar, dimana Jeong In?!"

"Taeyong dan Jaehyun juga menghilang!"

Sunmi dan Mark tiba – tiba berteriak dan seketika mereka semua tersadar bahwa Jeong In tidak ada bersama mereka, begitu pula Taeyong dan Jaehyun. Padahal beberapa saat lalu mereka masih bersama mereka. Dengan wajah muram Hyunjin berbisik,

"Apa mungkin Dino diam – diam membawanya dan dua orang itu mengejarnya. Bagaimana menurutmu Guanlin, apa kita perlu mengejar Dino?"

"Tidak perlu. Kalau dilihat dari caranya tampaknya Dino tidak akan menyakiti atau membunuh Jeong In. Kita tetap akan mencari Jihoon dan sesudah menemukan Jihoon kita akan mencari Jeong In."


...


Di tempat lain, Vernon masih terdiam memandangi nama di cermin itu. Juro adalah kakak tirinya dan pewaris tahta sesungguhnya dari Klan Direwolf. Tidak pernah Vernon katakan pada siapapun bahwa ia hanya seorang anak haram dari kepala suku Klan Direwolf. Ketika sang ayah mencoba membunuhnya yang masih berusia 6 tahun dan ibunya, Juro yang telah menyelamatkannya dari kematiannya dan membawanya dalam perlindungannya. Juro juga yang membantunya menguburkan jenazah ibunya dan menjadi pelindung serta mentornya setelah itu. Juro yang saat itu berusia 12 tahun membawa Vernon dalam perlindungannya dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang.

Vernon membenci ayahnya, namun menyayangi dan menghormati kakak tirinya lebih dari apapun. Ia bertekad bahwa seumur hidupnya ia akan melindungi dan mendukung kakaknya menjadi pemimpin klan. Vernon tumbuh menjadi prajurit dengan kekuatan luar biasa, dengan cepat menyaingi prajurit - prajurit terbaik dari klan Direwolf. Dia bertekad menjadi lebih baik dan lebih kuat demi melindungi kakaknya dan suku yang disayangi kakaknya, meskipun masyarakat sukunya masih tidak terlalu menyukainya, namun mereka juga harus mengakui bahwa kecerdasan Juro dan kekuatan Vernon adalah kombinasi tak terkalahkan yang sedikit demi sedikit mulai mengangkat reputasi klan mereka. Vernon mulai menjadi sosok yang disegani sekaligus ditakuti. Bersamaan dengan ayah mereka yang meninggal dalam pertempuran, hal ini semakin mengukuhkan posisi Juro sebagai pemimpin Klan Direwolf.

Namun Juro memiliki rencana lain. Sang Direwolf yang berhati lembut ini tidak memiliki ambisi untuk menjadi kepala suku. Malahan ia merasa bahwa Vernon jauh lebih cocok menjadi kepala suku, yang tentu saja ditolak oleh masyarakat maupun Vernon sendiri. Suatu hari Juro memutuskan mengikuti turnamen The Cyclops Hunt, supaya ia bisa mengangkat derajat klan mereka lebih tinggi lagi. Pertarungan demi pertarungan mereka hadapi hingga hanya tersisa 2 peserta, yaitu Juro dan Vernon. Namun seolah tidak puas dengan penderitaan mereka, LeeTeuk tetap memastikan bahwa aturan tidak akan berubah, bahwa hanya ada satu di antara mereka yang bisa keluar. Berbagai cara mereka lakukan supaya bisa keluar bersama tapi tidak ada hasilnya. Akhirnya Juro memutuskan melakukan duel hidup dan mati dengan adiknya, ia mengeluarkan seluruh kemampuan yang hampir tidak pernah Vernon lihat dan Vernon terpaksa melawannya. Namun ketika Vernon berniat mati di tangan kakaknya, lagi – lagi Juro memiliki rencana lain. Juro menusukkan dirinya ke pedang Vernon, membiarkan dirinya mati di tangan adiknya, pengorbanan terakhirnya untuk sang adik dan sukunya.

Tiba – tiba muncul lelaki berpakaian putih di sebelah Vernon. Lelaki tampan dengan tubuh tinggi dan rambut merah kecokelatan itu menyapa Vernon dengan lembut,

"Lama tidak bertemu Vernon."

Vernon tidak menjawab apa – apa dan pria itu menoleh kepada Jihoon dan Soyeon,

"Perkenalkan, namaku adalah Kim Younghoon, dan aku adalah penjaga Crimassus, salam kenal Jihoon dan Soyeon."

"Ba, bagaimana kau tahu nama kami padahal kami tidak pernah memperkenalkan diri?"

"Aku mempunyai kemampuan untuk membaca pikiran wahai manusia kecil."

Younghoon tersenyum ramah dan Jihoon menatapnya sebentar sebelum berbisik pelan,

"Makam siapa yang dilihat Vernon?"

"Karena ceritanya agak panjang lebih baik aku membagi ingatanku pada kalian."

Younghoon berdiri persis di belakang Jihoon dan Soyeon, posisinya seakan memeluk Jihoon dan Soyeon dengan kedua tangannya. Kemudian ia menutup mata mereka dengan masing – masing tangannya dan membagi ingatannya tentang pertempuran terakhir Juro dengan Vernon.

Tepat ketika Vernon melihat celah dan berniat menusukkan dirinya ke pedang Juro, Juro justru meninjunya dengan sangat keras. Mulai terprovokasi Vernon bertarung dengan lebih serius dan ketika ia mengayunkan pedangnya, Juro dengan sengaja menusukkan tubuhnya ke arah pedang Vernon. Vernon seketika membeku ketika merasakan kakaknya memeluknya dan ia melihat pedangnya, menembus tubuh Juro. Dan darah Juro yang tumpah di tubuhnya. Tubuh Vernon gemetar, air matanya menggenang dan ia berbisik dengan hati yang hancur,

'Kenapa, kenapa kau melakukan ini...'

Juro tersenyum tipis dan memeluk adiknya lebih erat,

'Aku sudah berjanji bahwa aku akan melindungimu.. sebagai kakakmu, aku harus memastikan kau keluar dari sini.. menjadi.. pemenang, dan memimpin klan menggantikan aku..'

'Aku tidak menginginkannya! Aku hanya anak haram! Kenapa.. kenapa kau berbuat sejauh ini untukku.. seharusnya aku yang mati dan bukan dirimu hyung..'

'Aku tidak pernah melihatmu sebagai anak haram.. kau adalah adikku.. tidak akan ada yang bisa mengubah hal itu.. kau mengubah hari – hariku.. memberiku semangat untuk hidup.. dan betapa aku selalu bangga sekaligus mengagumimu.. kau.. tak pernah menyerah.. sesulit apapun keadaannya.. kau pasti bisa.. menjadi pemimpin yang baik..'

Air mata Vernon tumpah semakin hebat ketika ia merasakan tubuh kakaknya semakin dingin dan napasnya semakin pendek. Namun Juro memeluk Vernon lebih erat dan berkata,

'Berjanjilah padaku.. gantikan aku.. jadilah pemimpin Klan Direwolf.. lindungi mereka.. lindungi keluarga kita.. sejak awal.. aku tahu.. kau.. bisa.. me.. lakukan.. nya..'

Juro menghembuskan nafas terakhirnya di pelukan Vernon. Pedang yang dipegang Juro jatuh terlepas ke lantai dan Vernon meraung. Bersamaan dengan kematian Juro, satu bagian dalam hati Vernon juga mati. Ia berteriak keras berusaha memanggil kakaknya kembali. Vernon terus meraung selama 1 jam tanpa melepaskan tubuh kakaknya, sampai seorang pria berpakaian putih muncul di sebelahnya. Pria itu berlutut dan berkata dengan lembut,

'Namaku adalah Younghoon dan aku adalah penjaga Crimassus, ijinkan aku untuk menguburkan kakakmu dengan layak.. ia ksatria yang luar biasa dan berhak mendapatkan penghormatan terbaik.'

'Tidak bisakah aku membawa tubuhnya kembali?'

Vernon bertanya dengan suara serak dan Younghoon menggeleng pelan. Wajahnya tersenyum sedih dan berkata dengan lembut,

'Aku minta maaf tapi semua peserta yang mati di dalam Crimassus juga akan dikuburkan di sini. Itu adalah peraturan yang tidak bisa diubah. Tapi jangan kuatir, aku akan menjaga makamnya dengan baik, sebagaimana aku menjaga ribuan makam yang ada di dalam Crimassus. Aku telah melihat ribuan pertarungan karena ambisi dan keserakahan, tapi aku tidak pernah melihat pertarungan yang begitu menyakitkan seperti ini. Aku tidak akan melupakanmu ataupun kakakmu, tapi izinkan aku untuk menguburkannya dengan layak di sini, sebagai penghormatanku kepadanya.'

Dengan tatapan kosong dan air mata mengering Vernon melepaskan tubuh Juro perlahan. Younghoon mengulurkan tangan dan cahaya keluar dari tangannya. Cahaya lembut itu membersihkan bekas luka dan darah di tubuh Juro. Selama beberapa saat tubuh Juro bersinar dan ketika sinarnya meredup Vernon melihat tubuh kakaknya yang bersih, lengkap dengan pakaian perangnya, dengan mata terpejam dan bibir yang menyunggingkan senyum. Ia seolah tertidur tenang dan mata Vernon semakin memanas.

'Sepanjang hidupku menjaga arena ini, aku tak pernah melihat jenazah yang tersenyum. Tampaknya ia bahagia, karena berhasil melindungimu..'

Younghoon menepuk bahu Vernon pelan, berusaha menghiburnya. Vernon meraih pedang kakaknya, dan menaruh pedangnya dalam genggaman tangan Juro. Jika ia tidak bisa membawa tubuh Juro kembali setidaknya ia akan membawa pedang Juro untuk kembali bersamanya. Sebagai pengingat terhadap kakaknya. Air mata Vernon mengalir ketika ia melihat kekuatan magis Younghoon mengubah tubuh Juro menjadi cahaya terang dan cahaya itu menjadi sebuah cermin raksasa dengan ukiran nama Juro di bawahnya. Cermin itu memiliki ukiran cantik di bagian pinggirnya, jelas berbeda dengan cermin lainnya.

Younghoon menyentuh bahu Vernon dan berkata,

'Jangan khawatir, aku akan menjaganya dengan baik. Datanglah kemari di turnamen berikutnya untuk mengunjunginya.'

Vernon masih terdiam namun ia mengangguk. Menatap cermin itu untuk terakhir kalinya sebelum berjalan menuju pintu keluar, menghapus kasar air matanya, dan menegakkan tubuhnya saat berjalan keluar dengan pedang Juro di tangannya..

Soyeon menangis tersedu – sedu sementara air mata Jihoon mengalir melihat semua kenangan itu. Ia bisa merasakan kepedihan luar biasa yang dirasakan Vernon. Bahwa di balik segala arogansinya tersimpan masa lalu yang sedemikian perih. Bahwa terkadang ada alasan kenapa ia menjadi seorang iblis yang keji. Bahwa sebelum menjadi iblis, ia juga pernah menjadi seseorang yang bisa merasakan cinta dan kasih sayang..

Jihoon perlahan mendekati Vernon, namun ketika ia hendak menyentuh bahunya, sesuatu membawanya terbang dan mereka menghilang dengan cepat.

"JIHOOON!"

Soyeon seketika berteriak dan mengejar Jihoon. Vernon juga tersadar dari lamunannya, dan dengan segera mengejar Jihoon. Sementara itu Jihoon menutup matanya, ia masih merasakan kebingungan hebat karena sesuatu membawa tubuhnya dan melayang dengan sangat cepat. Namun saking cepatnya, Jihoon tidak berani bergerak dan memeluk erat apapun yang membawanya pergi itu. Setelah beberapa saat perlahan kecepatan itu menjadi perlahan dan terhenti sama sekali. Jihoon membuka matanya pelan – pelan dan ia baru sadar bahwa sebuah makhluk dengan dua sayap putih dan topeng merah membawanya dengan cara menggendongnya seperti tuan putri. Dan tanpa sadar tangan Jihoon memegang erat jubah putih makhluk itu.

"Maaf jika aku mengagetkanmu."

Makhluk itu berbisik pelan dan ketika Jihoon menatap lebih dekat ia ingat bahwa ia melihat peserta ini saat pengenalan peserta.

"Kau.. Dino-sshi.. si tengu putih."

Dino membuka topengnya dan Jihoon bisa melihat jelas wajah tampan yang tersenyum lembut sambil berkata,

"Bertahanlah sebentar denganku, kita akan segera menemukan cyclops itu dan kita keluar dari sini bersama – sama."

"Ti, tidak, tunggu sebentar, turunkan aku!"

Dino segera menurunkan tubuh Jihoon karena Jihoon terus memberontak. Jihoon lantas menatap Dino dan berkata,

"Aku minta maaf tapi aku tidak bisa keluar bersamamu, aku akan menunggu Guanlin dan keluar bersamanya dan teman – teman kami."

Dino memiringkan kepalanya, menatap Jihoon dengan penasaran dan terkekeh pelan,

"Kau memang manusia aneh Park Jihoon. Aku bahkan tidak tahu bagaimana kau bisa masuk ke turnamen ini. Sebagai informasi kau manusia pertama yang memasuki arena ini selama sejarah turnamen ini dilaksanakan."

"A, aku terpeleset dan jatuh ke tempat ini. Ini semua bukan keinginanku, aku juga tidak paham kenapa LeeTeuk mengubah peraturan seperti ini."

"Aku tidak peduli dengan hal itu, yang jelas aku minta maaf, tapi kau akan keluar dari sini bersamaku."

"Tu, tunggu sebentar bagaimana jika kita mengadakan kesepakatan?"

Dino semakin penasaran. Ia heran dengan cara berpikir manusia di hadapannya. Memangnya apa yang bisa ditawarkan manusia ini padanya? Melihat Dino terdiam dengan ekspresi penasaran, Jihoon menelan ludahnya dan melanjutkan perkataannya,

"Bagaimana kita keluar dari sini bersama – sama? Guanlin berjanji akan mencari cara untuk mengeluarkan kita dari sini. Kita tidak perlu saling membunuh. Ada beberapa peserta yang bersedia bekerja sama dengan kami, jadi bagaimana jika kau bersama dengan kami?"

"Sejujurnya aku tidak masalah dengan penawaranmu. Meskipun tidak menang tapi keluar dari sini hidup – hidup bukanlah ide yang buruk bagiku. Tapi aku penasaran apakah kau sudah mempertimbangkan segala kemungkinan? Bagaimana jika Lai Guanlin ternyata tidak bisa menemukan cara keluar dari sini."

"Maka aku akan mengikutinya tetap di sini."

Jawaban Jihoon seketika membuat Dino terdiam. Sejujurnya Dino kaget dan heran tapi ia menjaga ekspresinya tetap netral. Jihoon tersenyum dan berkata,

"Kami sudah berjanji apapun yang terjadi kami akan tetap bersama. Aku sudah berjanji bahwa aku akan menemaninya kapanpun dan dimanapun, dalam suka maupun duka. Aku percaya bahwa Guanlin akan menemukan cara untuk keluar dari sini. Kalaupun ia gagal, aku tidak akan meninggalkannya."

Jihoon terdiam namun beberapa detik kemudian Dino meloncat, meraih pinggangnya dan keduanya terlempar ke arah berlawanan. Jihoon memejamkan mata dengan tangan gemetar sementara Dino masih menutupinya dengan tubuhnya. Dino lantas berbalik dan memasang topengnya. Ia lantas mengulurkan tongkatnya ke depan, ke arah dua makhluk yang sedang berjalan ke arahnya. Dino tersenyum dan berkata,

"Kalian bergerak cepat siluman ular putih dan siluman ular hijau. Melihat arah seranganmu tampaknya kalian benar – benar berniat membunuh manusia ini."

"Bukankah peraturan mengatakan bahwa kami hanya harus keluar bersamanya, tidak masalah dalam keadaan hidup atau mati bukan?"

"Betul, lagipula kami hanya membutuhkan cyclops itu karena hanya dia yang bisa menemukan jalan keluarnya."

Jihoon seketika merasakan keringat dingin yang menjalar ke tubuhnya. Ia melihat arah serangan itu, tepat di atas tempatnya berdiri tadi. Jantungnya berdenyut kencang dan telapak tangannya berkeringat. Dua makhluk ini benar – benar berniat membunuhnya. Dan jika Dino tidak menolongnya mungkin ia sudah mati karena serangan itu. Jaehyun dan Taeyong adalah peserta yang menyerang Ten tapi Dino berhasil menolong Ten yang sekarat. Ketika Jihoon melihat mereka lebih jelas, ia melihat salah satu dari orang itu menyeret tubuh Jeong In yang tak bergerak.

"JEONG IN! LEPASKAN TEMANKU!"

Jihoon berteriak berusaha memanggil Jeong In tapi Jeong In tidak menjawabnya. Sementara Dino berusaha keras menahan Jihoon dengan tangannya agar Jihoon tidak berlari ke arah mereka. Jaehyun dan Taeyong tertawa sinis melihat Jihoon dan berkata,

"Kenapa kau tidak serahkan saja manusia itu pada kami dan kita bekerja sama untuk keluar dari sini?"

"Aku tidak masalah jika kalian ingin bekerja sama denganku, sayangnya aku tidak setuju jika kalian ingin membunuh manusia. Ah, biar kuperjelas, seandainya kalian berniat membunuh manusia ini maka jelas kita tidak akan bisa bekerja sama."

Dino mengembangkan sayap putihnya dan aura tengu menguar dari tubuhnya. Mengacungkan tongkatnya dengan posisi siaga. Jaehyun menggerutu dan berkata,

"Aku tidak mengerti kenapa mereka semua ingin melindungi manusia ini? Dia hanya makhluk lemah! Tidak ada keistimewaan sama sekali!"

"Dan sekarang aku juga paham kenapa kalian tidak bisa melihat hal itu."

"TUTUP MULUTMU TENGU SIALAN!"

Seketika Jaehyun menyerang dan disusul dengan Taeyong. Suara pedang beradu dan Jihoon menyaksikan bagaimana Dino menahan pedang Taeyong di sebelah kanannya dengan selendang dan pedang Jaehyun di sebelah kirinya dengan tongkat. Meskipun hanya seorang diri nyatanya Dino mampu mengimbangi Jaehyun dan Taeyong. Sementara mereka bertarung, Jihoon dengan cepat berlari ke arah Jeong In. Benar saja, tubuh Jeong In babak belur. Dengan tangan gemetar Jihoon memeriksa urat nadi Jeong In dan kelegaan muncul ketika Jeong In masih hidup meskipun gerakannya sangat samar. Dengan kata lain ia cukup sekarat sampai tidak sadarkan diri karena dihajar oleh Taeyong dan Jaehyun. Dengan cepat Jihoon menarik tubuh Jeong In ke tempat yang aman, dan memasukkan pil penyembuh Vernon ke mulut Jihoon. Soyeon memberinya satu butir terakhir dan mengingatkannya untuk menggunakannya dalam keadaan darurat, dan Jihoon memberikan satu butir terakhir itu pada Jeong In. Jihoon memang tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi yang jelas ia tidak bisa membiarkan Jeong In mati di sini. Ia akan menyelamatkan Jeong In, dan mereka akan keluar bersama – sama. Itu yang Jihoon yakini. Beberapa menit berlalu dan wajah pucat Jeong In mulai merona kembali. Lebamnya juga berkurang dan bekas lukanya mengering.

"Ji, jihoon.."

Melihat temannya sudah sadar Jihoon langsung memeluk Jeong In dengan erat sambil membawa Jeong In ke tempat yang lebih aman. Jihoon merasa khawatir pada Dino dan benar saja, Dino mulai kewalahan menghadapi Jaehyun dan Taeyong. Ada beberapa bekas luka di tubuh Dino dan Jihoon menahan napas ketika Dino terhempas. Dino berbaring, mengaduh kesakitan di atas tanah ketika Jaehyun mengacungkan pedangnya dan berkata,

"Mari kita akhiri saja sampai di sini tengu putih."

Tepat ketika Jaehyun menghunuskan pedangnya, Jihoon maju dan menangkisnya dengan belati kecil miliknya. Jaehyun kaget, tidak menyangka serangan itu dan Jihoon memanfaatkan hal itu untuk menebas tangan Jaehyun. Namun Jaehyun masih lebih cepat meskipun tangannya tergores. Jaehyun mundur dan terdiam, memandangi darah yang menetes dari lukanya. Emosinya berkecamuk karena manusia rendahan ini melukainya.

"APA YANG KAU LAKUKAN! PERGI DARI SINI! KAU BISA DIBUNUH OLEHNYA!"

Dino berteriak pada Jihoon yang memunggunginya sambil mengacungkan belati kecil itu. Apa yang ada di pikiran manusia ini dengan memprovokasi Jaehyun seperti itu? Meskipun serangannya cukup akurat, Jaehyun jelas bisa membunuh manusia ini kapan saja. Dan benar saja, Jaehyun menyerang Jihoon dan meskipun Dino ingin bangkit dan menolongnya, tubuhnya juga kesakitan. Namun dari arah belakangnya, sesuatu muncul dan menghantam Jaehyun.

"GUANLIN!"

Jihoon berteriak lega ketika melihat Guanlin muncul entah dari mana dan kini sedang bertarung dengan Jaehyun.

"JIHOON! APA KAU BAIK – BAIK SAJA!"

Jihoon menoleh dan melihat Sunmi berlari ke arahnya. Mark dan Hyunjin dengan cepat melawan Taeyong sementara Sunmi memeluk Jihoon dengan erat,

"Syukurlah kau baik – baik saja Jihoon."

Kedua tangan Sunmi membingkai wajah Jihoon dan Jihoon tersenyum melihat wajah Sunmi yang tersenyum lega. Jihoon merasakan kehangatan dalam hatinya. Dikhawatirkan oleh teman rasanya menyenangkan. Dengan cepat Sunmi menolong Dino dan Jeong In, sambil menarik mereka mundur dari arena pertempuran. Pertempuran hebat masih terjadi di antara Guanlin dan Jaehyun, namun dengan cepat Guanlin mengalahkan Jaehyun. Satu tebasan terakhir dan Jaehyun berteriak sambil jatuh ke tanah,

"JAEHYUN!!"

Taeyong berteriak dan segera melupakan pertarungannya. Ia berlari ke arah Jaehyun yang tidak sadarkan diri dan memeriksanya. Temannya masih hidup, nyatanya tebasan itu tidak menembus ke dalam organ – organ penting. Guanlin maju dan mengayunkan pedang ke arah Taeyong sambil berkata,

"Jangan beri aku alasan untuk menghabisi kalian di sini."

Taeyong mengangguk pucat. Sementara itu dari arah lain Vernon akhirnya muncul diikuti Soyeon dan Younghoon. Vernon tampak bingung dengan apa yang terjadi namun dengan cepat ia melihat Jihoon dan Jeong In, dan Guanlin. Vernon menyeringai ke arah Guanlin dan berkata,

"Karena manusia dan cyclops itu sudah di sini, aku akan segera membawa mereka."

"Jangan mimpi Vernon."

"Guanlin, tunggu, jangan bunuh Vernon."

Jihoon entah dari mana dan menarik tangan Guanlin. Guanlin terkejut dan berkata,

"Apa yang kau pikirkan Jihoon! Vernon berusaha membunuhmu!"

"Tidak! Kau salah Guanlin, Vernon.. Vernon menolongku.. Ia bukan orang yang sejahat kita pikir. Dia melakukan semua ini untuk melindungi sukunya, sekaligus mengunjungi makam kakaknya yang meninggal di sini. Kakaknya meninggal, mengorbankan diri untuk Vernon. Vernon tidak membunuh kakaknya, semua rumor itu tidak benar."

Guanlin kaget dan jelas mengalami kebingungan. Vernon hanya tertawa dan mengacungkan pedangnya,

"Hentikan omong kosong kalian dan mari kita akhiri sampai di sini Lai Guanlin."

Guanlin mendorong mundur Jihoon kepada Sunmi dan teman – temannya. Kemudian Guanlin dan Vernon sama – sama mengeluarkan aura mengerikan. Keduanya menyeringai, seolah sudah menunggu kesempatan ini sejak lama.

Sementara itu Jihoon memperhatikan pertarungan mengerikan Vernon dengan Guanlin. Keduanya sama – sama mengerahkan segenap kemampuan dan tenaga mereka. Kemampuan mereka hampir seimbang, sama - sama kuat dan juga mengerikan. Setengah dari Crimassus hancur karena pertempuran mereka namun Younghoon berhasil memindahkan cermin Juro dan peserta lainnya ke tempat yang lebih aman. Tenaga Guanlin dan Vernon hampir habis. Tubuh mereka bersimbah darah dan juga luka, namun mereka masih belum menyerah.

"Dasar vampir bodoh! Kau tidak akan bisa menyelamatkan manusia itu atau semua teman – temanmu! Bagaimana mungkin kau begitu naif dan berpikir bisa membawa mereka semua keluar dari sini hah!"

"Karena aku sudah berjanji! Aku akan melindungi mereka semua! Aku akan melindungi keluarga dan teman – temanku! Dan aku tahu aku bisa melakukannya!"

Guanlin melayangkan pukulan terakhirnya, yang menghantam tubuh Vernon dengan telak dan terlempar jauh menabrak ratusan cermin. Guanlin mengambil napas berulang kali dengan kasar, tubuhnya benar – benar terasa remuk, namun ia berjalan ke arah Vernon yang masih terbaring. Vernon masih bernapas dan matanya masih terbuka meskipun ia tidak bisa bergerak sedikitpun. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya ia kalah. Guanlin duduk di sebelah Vernon sambil mengatur napasnya.

"Kau menang.. aku tidak punya tenaga lagi untuk bangkit.. bunuh aku dan selesaikan semua ini.."

Ekspresi Guanlin entah kenapa menjadi semakin marah. Ia menarik kerah Vernon dan melayangkan bogem mentah ke wajah Vernon. Membuat Vernon sekali lagi terlempar jauh dan menabrak cermin lainnya. Kali ini Guanlin berjalan dengan marah ke arah Vernon.

"VERNON! Hentikan Guanlin! Apa kau mau membunuhnya!"

Soyeon berteriak panik dan berusaha berlari ke arah Guanlin dan Vernon, namun Jihoon menghentikan Soyeon,

"Jihoon! Apa yang kau lakukan! Minggir dari hadapanku!"

"Jangan khawatir, Guanlin tidak akan membunuh Vernon."

"Ta, tapi.."

"Biarkan mereka, tampaknya mereka sedang melakukan percakapan antar lelaki dan antar ksatria, karena itu kita tidak bisa mengganggunya."

Jihoon menggenggam tangan Soyeon sambil tersenyum lembut sementara Soyeon hanya bisa menatap dengan pilu saat Guanlin meraih kerah Vernon dan berteriak dengan marah padanya,

"JANGAN MENJADI LEMAH HANYA KARENA KAU KALAH VERNON! KALAH TIDAK BERARTI KAU KEHILANGAN SEGALANYA! KALAH TIDAK BERARTI KAU MENJADI PECUNDANG KARENA AKU TAHU KAU SUDAH MENGERAHKAN SELURUH KEKUATANMU! BUKANKAH KAU MASIH MEMPUNYAI SOYEON DAN SUKUMU YANG MENUNGGUMU UNTUK KEMBALI!"

Vernon hanya menatap Guanlin sambil terengah – engah.

"Dan jika aku membunuhmu di sini.. menurutmu bagaimana perasaan kakakmu yang bahkan sudah mengorbankan nyawanya agar kau bisa keluar dari sini?"

Tepat ketika Guanlin menyebut kakaknya, Vernon seketika teringat wajah dan suara kakaknya dan matanya kembali memanas. Guanlin kemudian merangkul tubuh Vernon, ia meletakkan lengan Vernon di lehernya dan memapah Direwolf itu untuk berjalan. Membawa mereka berjalan pelan ke arah Jihoon dan Soyeon.

"Jangan menyerah Vernon.. kau harus kuat, untuk dirimu dan orang – orang di sekitarmu, kau tahu dirimu memiliki orang – orang yang bergantung padamu. Jika bukan kau yang melindungi sukumu lalu siapa lagi?"

Ucapan Guanlin telak mengenai hati Vernon. Selama ini ia berpikir bahwa ia sudah mati rasa, bahwa ia tak memiliki hati dan perasaan, bahwa ia hanya hidup untuk ambisi menjadi yang terkuat tanpa mempedulikan apapun lagi. Tapi sesuatu dalam kata - kata Guanlin, mengingatkannya pada Juro, meskipun ia berusaha untuk tidak mengingatnya.

"Percayalah padaku aku akan membawa kalian keluar dari sini. Aku tidak ingin membunuhmu atau siapapun. Masih ada yang menunggu kita di luar turnamen ini Vernon."

Vernon terdiam namun membiarkan dirinya dipapah oleh Guanlin. Ia bertanya – tanya dalam hatinya, seandainya Guanlin datang lebih awal, atau seandainya ia dan Juro tidak memilih mengikuti turnamen sebelumnya, tapi turnamen ini, akankah situasi menjadi berbeda? Akankah Juro tetap selamat? Apakah dirinya dan kakaknya akan berteman dengan Guanlin dan manusia itu? Vernon memejamkan mata bersamaan dengan air mata yang menetes,

"Dasar kau vampir bodoh.. vampir paling bodoh yang pernah kutemui.."

Guanlin hanya tersenyum mendengarnya dan berjalan menuju Jihoon dan Soyeon yang berlari ke arah mereka dengan panik. Guanlin menyerahkan Vernon pada Soyeon dan Jihoon, lalu berkata kepada yang lain.

"Tunggulah, aku akan coba bernegosiasi dengan LeeTeuk."

Guanlin menatap langit palsu tersebut. Tahu bahwa dari suatu tempat LeeTeuk sedang mengawasi segala pergerakan mereka.

"LEETEUK! AKU INGIN MENGADAKAN NEGOSIASI DENGANMU!"

Tidak berapa lama kemudian muncul retakan di langit dan terlihat wajah raksasa LeeTeuk seakan dalam layar. LeeTeuk tersenyum melihat Guanlin,

"Negosiasi macam apa yang kau inginkan?"

"Aku ingin membawa semua peserta yang masih hidup keluar dari sini."

Suara tawa LeeTeuk menggema di seluruh arena dan juga area sekitar Guanlin.

"Itu.. adalah permintaan paling konyol sepanjang sejarah turnamen ini berlangsung."

"Kalau begitu sekarang pilihlah, aku akan menghancurkan seluruh arena ini dan keluar dari sini, atau aku akan mengembalikan barang berharga milikmu tapi sebagai gantinya biarkan aku dan semua peserta keluar dari sini?"

"Memangnya barang berharga apa yang kumiliki?"

"The Black Azure."

Satu kata dari Guanlin yang membuat ekspresi LeeTeuk berubah dan seisi penonton turnamen berbisik gelisah dan penasaran. Tangan LeeTeuk mengepal namun ia berusaha menetralkan ekspresinya.

"Kupikir kau lebih cerdas daripada ini untuk tidak mempercayai rumor itu."

"Dan aku akui kau cukup cerdas dan gila untuk menyembunyikan senjata legendaris itu di arena ini, tapi sayangnya itu hanya masalah waktu sebelum aku menemukannya."

Guanlin berbalik arah dan berjalan menuju Chungha, menunjuknya dan berkata,

"Serahkan senjata itu atau aku akan mengambilnya darimu."

Jihoon dan semua peserta yang tersisa sangat terkejut, termasuk Chungha. Dia benar – benar terkejut.

"Bi, bi, bicara apa kau! Jangan menuduhku kau vampire kurang ajar!"

"Oh? Kenapa kau gugup? Apakah kau terkejut karena setelah ratusan tahun akhirnya ada yang mengetahui rahasiamu?"

"Jangan banyak bicara!"

Chungha segera menyerang Guanlin dan Guanlin menghindar sambil menyerang balik. Namun terlihat bahwa sang permaisuri laba – laba cukup terguncang karena vampire muda itu bisa mengetahui rahasianya. Dan Guanlin memanfaatkan itu untuk menyerangnya dengan sekuat tenaga. Guanlin pun menyerang dengan satu serangan terakhir, mengumpulkan semua energi dalam satu tebasan kekuatan yang sangat dahsyat. Namun saat hampir mengenai Chungha, Chungha berhasil menghindar dan berteriak,

"Dasar payah! Apa kau pikir serangan itu akan membunuhku?"

"Tidak, karena serangan itu memang bukan untukmu."

Chungha seakan tersadar dan melihat ke belakang. Serangan itu tepat mengarah kepada laba – laba raksasa kesayangannya yang berwarna abu – abu tua.

"TIDAK!!"

Chungha dan Guanlin sama – sama berlari ke arah laba – laba itu, namun Chungha kalah cepat dan tebasan itu mengenai laba – laba raksasa itu. Suara pekikan yang mengerikan dan ledakan terdengar namun Guanlin terus berlari maju dan di antara tubuh laba – laba yang terbelah itu terlihat sebuah pedang berwarna hitam legam dan gagang berlapis emas. Sementara Chungha berlari menuju laba – laba itu Guanlin meraih pedangnya, namun bersamaan dengan itu, sebuah energi luar biasa menghantam tubuh Guanlin, energi yang berasal dari The Black Azure yang legendaris. Guanlin meraung kesakitan namun tidak melepaskan genggamannya dari gagang pedang itu.

"Kau tidak layak mendapatkan pedang itu!"

Chungha berteriak dengan marah dan hal itu justru memicu amarah Guanlin,

"BUKAN KAU YANG MENENTUKAN AKU LAYAK ATAU TIDAK!"

Ledakan energi antara Guanlin dan pedang itu menimbulkan ledakan dan gemuruh yang sangat hebat,

"Jihoon! Awas!"

Younghoon muncul entah dari mana untuk melindungi Jihoon, Soyeon, dan Vernon dari hempasan energi yang luar biasa. Menyisakan kepulan asap panas dan Jihoon melihat dari balik tubuh Younghoon, berusaha mencari keberadaan Guanlin dari balik asap tebal itu dengan wajah khawatir. Dan benar saja, Guanlin berjalan keluar dari asap. Terengah – engah, penuh luka dan darah, namun tangannya memegang erat pedang The Black Azure.

"Ba, ba, bagaimana mungkin.."

Untuk pertama kalinya Chungha gemetar ketika menatap Guanlin. Ia selalu menganggap remeh vampire muda itu, sejak awal ia hanya berniat memanfaatkan Lai Guanlin untuk membawanya keluar dari arena ini. Namun ia tidak pernah menyangka akan tiba hari dimana senjata legendaris itu justru ditaklukkan oleh vampire ini. Tidak sembarang orang bisa menggunakan The Black Azure karena senjata itu memiliki roh, dan ia bisa memilih siapa majikannya. Jika tidak cukup kuat maka orang itu justru akan mati karena kekuatan The Black Azure sendiri.

"Bagaimana kau tahu bahwa aku menyimpannya?"

"Dari permata."

"Permata?"

"Permata milikmu, aku tahu bahwa itu umum digunakan untuk menyimpan makhluk – makhluk gaib di dalamnya. Dan alasan sebenarnya bahwa kau tidak bisa menyimpan laba – laba itu di dalam permata ini adalah karena ia memiliki kekuatan yang terlalu besar. Jika kau tetap memaksa menyimpan laba – laba itu di dalam permata maka permatanya yang akan hancur berantakan. Aku merasakan aura laba – labamu dan tidak ada yang aneh padanya, dan itu berarti ada sesuatu yang kau sembunyikan di dalam laba – laba ini. Aku juga tahu kau memberikan mantra perlindungan pada laba – laba ini, dan melihat bagaimana kau sangat protektif pada laba – laba ini. Kau bahkan tidak membiarkan siapapun berada di dekatnya, hanya untuk semakin menunjukkan kebenaran teoriku. Dan serangan tadi memang bukan kutujukan padaku, tapi aku sengaja bersikap seakan aku mengejarmu, supaya kau lengah dan tidak menyadari targetku yang sebenarnya."

"Kau.. bajingan.."

Chungha gemetar karena rasa amarah dan juga merasa dipermalukan. Guanlin meninggalkan Chungha dan berjalan ke arah teman – temannya. Jihoon berjalan maju ke arah Guanlin namun Guanlin justru mengacungkan pedangnya pada Jihoon,

"Guanlin? Apa yang kau lakukan?"

"Tetap diam di tempatmu Jihoon."

"Hei, hentikan dia! Apa dia sudah gila berniat membunuh Jihoon!"

Sunmi berteriak namun terlambat. Guanlin mengayunkan pedang itu, untuk menghancurkan rantai besi di leher Jihoon. Rantai besi itu terbelah dua dengan mudah dan Jihoon berlari ke pelukan Guanlin. Guanlin memeluk erat Jihoon dengan satu tangannya sementara tangannya yang lain masih menggenggam pedang itu. Keduanya tersenyum. Guanlin pun mendongakkan kepalanya ke atas, menyaksikan ekspresi terkejut, kemarahan, dan ketakutan di wajah LeeTeuk,

"Kau.. vampir bajingan.."

"Bagaimana LeeTeuk? Pilihan mana yang akan kau ambil?"

Namun Vernon berteriak dari belakang, mencoba menghentikan Guanlin,

"Bodoh! Dasar bodoh kau Guanlin! Jangan kembalikan pedang itu, Dengan pedang itu kau bisa menguasai dunia! Bukankah kau ingin menyatukan dunia ini?!"

"Aku tidak ingin mencapai semua itu dengan mengorbankan kalian, atau siapapun."

"Tapi kau memiliki senjata legendaris paling berbahaya di dunia kegelapan! Kau bahkan bisa langsung menghancurkan arena ini jika kau mau!"

"Itu betul, tapi aku tidak mau melakukannya. Aku tidak mau membuat kehancuran lebih dari ini. Untukku ini tidak ada gunanya."

Vernon seketika terdiam, ia tidak bisa berkata apa – apa lagi. Hanya bisa melihat punggung Guanlin yang berdiri tegak di hadapannya, sampai Guanlin menengok dan tersenyum padanya,

"Lagipula aku akan mencapai mimpiku, dengan atau tanpa pedang itu."

Vernon tertawa lemah, tidak habis pikir dengan jalan pikiran vampire gila ini. Apakah vampire ini tidak bisa memahami garis batas antara keberanian atau kebodohan? Sementara Sunmi, Hyunjin, dan Mark tersenyum lebar sambil mengacungkan jempolnya pada Jihoon dan Guanlin. LeeTeuk menggigit kukunya dengan marah di tengah ramainya penonton turnamen yang tampak terkejut karena untuk pertama kalinya melihat senjata legendaris itu secara langsung.

"Baiklah.. akan kuikuti permainanmu, kembalikan pedang itu dan aku akan membiarkan kalian semua keluar."

"Biarkan mereka semua keluar, aku akan menjadi yang terakhir keluar untuk memastikan kau menepati janjimu."

LeeTeuk menggerutu dan entah darimana, sebuah cahaya terang muncul dari depan mereka, dan dari cahaya itu muncul pintu raksasa yang terbuat dari emas. Guanlin membuka pintu itu dan mengangguk pada Hyunjin. Hyunjin mengerti maksud Guanlin, dan bersama Felix segera membawa peserta lainnya yang tersisa keluar satu per satu dari pintu itu. Guanlin mengikuti di paling belakang dan ketika ia keluar, gemuruh sorak sorai dari para penonton menyambutnya.

"GUANLIIIIIIINNNN!"

Guanlin merasakan seseorang menubruknya dan memeluknya erat – erat,

"Se, Seonho?"

"Huwaaaaaa syukurlah kau kembali dengan selamat! Kau tidak bisa membayangkan rasanya saat aku melihatmu dalam bahaya!"

"Iya, iya, sudah lepaskan aku dasar cengeng."

"Jihoooooonnn.."

Sekarang giliran Daehwi yang menangis sambil memeluknya erat – erat, membuat Jihoon tertawa sementara Jinyoung berusaha menenangkan Daehwi.

Guanlin melihat sekelilingnya dan bersyukur karena semua peserta langsung dikerubungi oleh keluarga mereka juga. Ia melihat ayahnya yang berlari dengan ekspresi lega sekaligus khawatir ke arahnya. Ia juga melihat Woojin yang sedang memiting kepala Jihoon sambil menjitaknya berkali – kali sementara Minhyun berusaha menghentikannya. Ia melihat Hyunjin yang bergandengan tangan dengan Felix. Vernon dan Soyeon dikelilingi oleh suku Direwolf dan para banshee yang tampak mengkhawatirkan luka mereka. Sunmi, Jaehyun, dan Taeyong tampak berbicara serius meskipun didampingi oleh kelompok mereka masing – masing. Jeong In sang cyclops menangis tersedu – sedu di pelukan ibunya dan beberapa cyclops yang mengitari mereka. Ten tampak sedang mengobati Chen, peserta yang disangka sudah meninggal namun ternyata masih hidup. Mark juga dikelilingi oleh para rekan – rekan dwarf. Sedangkan Dino juga sedang berbicara dengan beberapa tengu.

Guanlin tersenyum. Di dalam hatinya ia merasa ada sedikit kebahagiaan karena berhasil mengembalikan orang – orang ini kepada keluarganya. Musuh ataupun bukan, nyatanya mereka semua memiliki orang – orang yang menunggu kepulangan mereka.

"Ayo Guanlin, kau masih harus menemui LeeTeuk."

Panggilan ayahnya menyadarkan Guanlin dan Guanlin mengangguk. Lai Gai Woo tersenyum lega dan mengusap kepala putranya dengan sayang. Guanlin dan teman – temannya pun berjalan menuju ruangan LeeTeuk dan sesampainya di sana, mereka sudah disambut dengan wajah tidak suka LeeTeuk. Namun demikian Guanlin tetap bersikap sopan. Ia menunduk hormat dan memberi salam kepada LeeTeuk sebelum mengulurkan The Black Azure padanya.

"Aku kembalikan pedang ini padamu."

"Apa kau berniat mengejekku? Apa gunanya aku memiliki pedang ini jika dia bahkan telah memilihmu sebagai pemiliknya yang baru? Kau tahu aku tidak akan bisa menggunakannya."

"Itu bukan urusanku. Sejak awal tujuanku mengikuti turnamen ini bukanlah untuk pedang ini. Aku hanya menggunakan pedang ini untuk membuatmu mau bernegosiasi denganku."

LeeTeuk menatap Guanlin dengan heran. Ia tidak mengerti jalan pikiran vampire ini sama sekali. Namun demikian ia mengambil pedang itu kembali, meskipun pedang itu beberapa kali mengeluarkan energi listrik yang lumayan menyakitkan pada LeeTeuk. Seolah pedang itu memilih ingin mengikuti vampire itu dan menolak LeeTeuk. Guanlin berbalik pergi sebelum LeeTeuk memanggilnya,

"Tunggu, sebelum kau pergi, aku memiliki urusan dengan manusia itu. Sebagai penyelenggara turnamen ini aku berhak tahu bagaimana manusia itu masuk ke dalam area turnamen saat turnamen berlangsung dan untuk alasan apa."

Guanlin dan ayahnya mengangguk, lalu bergeser, mempersilakan Jihoon maju dan menatap LeeTeuk. Jihoon memberi salam dan berkata,

"Sebelum Guanlin memasuki arena melalui lubang sihir, aku menemuinya secara pribadi untuk memintanya agar dia kembali dengan selamat untukku. Kemudian Guanlin memasuki lubang sihir itu dan ketika aku berniat pergi, aku terpeleset dan jatuh ke dalam turnamen. Aku minta maaf karena telah menimbulkan kekacauan tapi aku tidak ada niat sedikitpun untuk memasuki arena itu dengan sengaja."

Jihoon menggenggam jari – jarinya. Ia melirik wajah Somi yang tersenyum sinis di sebelah Seonho. Meskipun Somi bersikap jahat padanya, entah kenapa Jihoon tidak ingin melakukan hal yang sama padanya. Dan diam – diam Guanlin menyadari bahwa Jihoon melirik kepada Somi. Jari – jarinya tampak mengepal sampai memutih. Lai Gai Woo maju ke depan Jihoon dan berkata,

"Seharusnya dari awal kau menariknya saja dari arena pertandingan. Kau tahu Leeteuk, putraku hanya memanfaatkan situasi tak terduga menjadi keuntungan bagimu, seperti yang kau katakan bukan?"

Wajah LeeTeuk memerah menahan amarah sementara Woojin, Daniel, Seongwoo, dan Minhyun tersenyum lebar sementara Jihoon dan Guanlin kebingungan.

"Urusan kami selesai sampai di sini, rombonganku mohon pamit undur diri dan kami selalu mendoakan yang terbaik untukmu LeeTeuk."

Sesampainya di luar Guanlin dkk justru kebingungan menghadapi kerumunan massa yang sudah menunggu mereka dengan penasaran. Jihoon tampak bingung ketika melihat berbagai makhluk mengamatinya dengan penasaran, namun Jihoon tidak merasa takut, karena ia sudah terbiasa tumbuh dikelilingi makhluk – makhluk seperti itu. Bahkan yang membesarkannya saja vampire. Guanlin berbisik kepada teman – temannya, mereka mengangguk, kemudian Guanlin menggendong Jihoon seperti seorang putri dan berlari meninggalkan kerumunan itu secepat mungkin. Jihoon refleks berteriak sambil mengalungkan kedua tangannya di leher Guanlin.

"Peluk aku erat – erat Jihoon. Kita berpencar meninggalkan arena ini dan akan bertemu di tenda. Akan lebih mudah keluar dari kerumunan makhluk itu jika kita tidak berkelompok."

Jihoon tidak bisa menjawab dan hanya mengangguk, sambil memeluk Guanlin lebih erat dan menunduk menyembunyikan kepalanya di dada Guanlin. Beberapa menit berlalu dan gerakan Guanlin melambat sampai akhirnya terhenti. Benar saja mereka sudah berada di depan tenda mereka lagi, namun mereka belum melihat keberadaan teman mereka yang lainnya. Guanlin menarik tangan Jihoon dan berjalan ke arah lain,

"Guanlin kita mau kemana? Ini bukan arah tenda kita?"

"Aku ingin berbicara sebentar denganmu tanpa yang lainnya. Lagipula aku sudah memberitahu Woojin untuk segera membereskan tenda kemudian kembali ke kastil. Urusan kita sudah selesai di sini Jihoon."

Jihoon mengangguk dan membiarkan Guanlin membawanya berjalan ke pinggir hutan. Guanlin kemudian mengajak Jihoon duduk di bawah pohon dan bertanya,

"Ada sesuatu yang mengganjal pikiranku. Ketika Leeteuk menanyakan alasanmu terjatuh, kenapa kau sempat melirik ke arah Somi? Apa ada sesuatu yang terjadi Jihoon? Apa dia memiliki kaitan dengan semua kejadian ini?"

Jihoon terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa karena jika Guanlin tahu yang sebenarnya maka bisa dipastikan ia akan menyakiti atau bahkan membunuh Somi. Melihat Jihoon terdiam, Guanlin menghela napas, menggenggam tangannya dan berkata,

"Jihoon, bukankah kita sudah berjanji untuk tidak merahasiakan apapun di antara kita?"

Jihoon menghela napas dan berkata,

"Iya, dia mendorongku jatuh setelah aku berbalik pergi, tepat sebelum lubang sihir itu tertutup."

Ekspresi Guanlin mengeras dan auranya mengaur keluar, dengan cepat Jihoon menghentikannya,

"Tapi kau harus berjanji, jangan menyakitinya, biarkan saja dia Guanlin."

"Jihoon dia bahkan berusaha membunuhmu."

"Tapi dia tidak berhasil kan? Kau datang menyelamatkanku. Lagipula coba pikir sisi baik dari semua ini. Jika Somi tidak mendorongku, bukan aku tidak akan bertemu Sunmi, Jeong In, Mark, Hyunjin, Vernon, Dino, dan yang lainnya. Jika Somi tidak mendorongku masuk, mungkin kau harus terpaksa membunuh mereka semua, atau bahkan kau tidak akan menemukan The Black Azure."

"Tapi jangan lupa kalau karena dia mendorongmu masuk, kau juga harus menggunakan rantai besi di lehermu dan dikejar seluruh peserta, bahkan nyaris dibunuh beberapa kali."

Jihoon tertawa kecil melihat wajah cemberut Guanlin. Ia menangkup wajah Guanlin dengan kedua tangannya dan mencium dahi Guanlin. Matanya bersinar penuh cinta ketika ia berbisik,

"It's really hard to holdy myself from falling in love to you, again and again.."

Gualin tertawa, ia memeluk Jihoon dan berkata,

"Kau selalu punya cara licik untuk meluluhkanku. Tolong jangan membuatku khawatir seperti ini lagi Jihoon."

"Iya mulai sekarang aku tidak akan membolos dari pelajaran bertarung Jisung hyung."

"Bukan itu maksudku Jihoon!"

Jihoon hanya tertawa dan memeluk balik Guanlin. Kemudian mereka berciuman panas dan setelah itu berjalan kembali ke tenda sambil bergandengan tangan. Benar saja, Lai Gai Woo dan semua orang sudah menunggu mereka di sana. Woojin, Daniel, Minhyun, dan Seongwoo dibantu Jinyoung dan Daehwi sedang memasukkan barang dan perlengkapan mereka ke kereta kuda. Daehwi melihat mereka dan melambaikan tangan,

"Jihooon! Ayo kita kembali ke rumah!"

Jihoon tersenyum lebar dan hatinya menghangat. Benar, akhirnya mereka akan kembali ke rumah mereka bersama - sama..



TO BE CONTINUED



Hola, hola, annyeonghasseyoooo ^^ gimana kabar kalian para pembaca kesayanganku? Semoga kalian tetap sehat dan bahagia dimanapun kalian berada yaaa. Jangan lupa tetep jaga protokol kesehatan kapanpun dan dimanapun yaa. Tetep rajin pake masker, mandi pake hand sanitizer, dan jaga social dispenser 😊

Kejutannya belum selesai lohhh. Besok, tanggal 25 Desember 2020 aku bakal apdet chapter terbaru : Through The Eyes of Cupid. Iya kalian ngga salah baca kok, ini bakal apdet lagi besok. Jangan sampe kelewatan yaaaa, dan pssstt, ada adegan nganu – nganunya jadi chapter itu bakal dilabelin dengan rated M ya 😊 See you tomorrow sheyeng – sheyengkuuu ;D


~ An author, a reader, and a friend, leenaeunreal, at your service ~


Extra story :

Segera setelah kereta kuda mereka bergerak keluar dari arena. Sekumpulan massa sudah menghadang mereka di pintu keluar. Guanlin dan Gai Woo kebingungan dan bertanya kepada Jenderal Park Chanyeol yang berkuda di sebelah kereta mereka,

"Chanyeol, apa yang terjadi?"

Chanyeol menghela napas dan berkata,

"Mereka semua orang – orang yang kalah taruhan."

"APA?!?!"

Seisi penghuni kereta berteriak bersamaan dan kebingungan. Chanyeol melanjutkan penjelasannya,

"Setiap kali turnamen ini berlangsung sebenarnya selalu ada makhluk – makhluk yang mengadakan taruhan mengenai siapa peserta yang menang. Sebenarnya ini termasuk ilegal namun karena sudah berlangsung lama dan LeeTeuk sendiri tutup mata akan hal ini, maka hal ini menjadi semacam budaya di Cyclops Hunt. Sayangnya pada turnamen kali ini bisa dikatakan semuanya kalah karena Guanlin bisa dibilang mengacaukan turnamen kali ini, jadi semua makhluk yang membuat taruhan itu merasa marah."

Guanlin dan Jihoon menganga mendengarnya. Sementara Lai Gai Woo tertawa kecil dan empat bodyguard kesayangan Guanlin hanya menghela napas pasrah. Chanyeol mengeluarkan pedangnya dan berkata,

"Apa perlu aku membunuh mereka semuanya?"

"JANGAN!"

Guanlin dan Jihoon berteriak bersamaan. Lai Gai Woo tertawa kecil dan berkata,

"Kita lewati mereka saja kalau begitu. Tidak perlu ada pertumpahan darah lagi Chanyeol."

"Baiklah tapi kalau begitu kalian harus bersiap – siap karena kita akan menerobos mereka dengan kecepatan tinggi."

Baru mereka akan bertanya apa maksudnya, Chanyeol memimpin kereta itu untuk langsung mengebut menerobos kerumunan itu dengan kecepatan tinggi dan sontak membuat seisi penghuni kereta berteriak,

"HUWAAAAAAA!"

Guanlin memeluk Jihoon, Jinyoung memeluk Daehwi, kepala Minhyun dan Woojin bertabrakan sampai mereka mengaduh kesakitan, dan Daniel memeluk Seongwoo,

"JANGAN CARI KESEMPATAN KANG DANIEL!"

"ADUH!"

"Astaga kacau sekali, untung aku tidak membawa Seobbie."


The End Of Extra Story

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro