35. Sang Esa (2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Sorot mata Kanna menajam ketika menatap pintu batu yang terlihat berair. Tak ada suara apapun di dalam sini. Sunyi seakan tak ada kehidupan. Namun, aura hebat sudah ia rasakan saat ia terlempar dari terowongan yang dibuka Cygnus.

Seekor kruk, binatang melata berkaki banyak melompat dari dinding dan hampir mengenai tubuh Kanna. Kruk adalah salah satu binatang neraka. Kehadiran mereka, berarti ada hal yang berkaitan dengan neraka. Kanna tak akan percaya jika hanya ada satu kruk di sini. Karena itu, matanya membeliak mengamati sekitar.

Tebakan Kanna benar. Di sisi yang berlawanan. Celah lubang dinding batu adalah jalan masuk dan keluar hewan-hewan neraka tersebut. Setiap kali mereka keluar, mereka akan melompat dan hinggap dari tembok ke tembok. Menghindari berurusan dengan kruk, Kanna berjinjit lalu melompat ke langit-langit goa dan merangkak dengan bantuan sihir. Ia menggunakan sihir seminimal mungkin, untuk menghindari kecurigaan Atheras.

Atheras, sang dewa kematian selalu memiliki khas sendiri. Keberadaannya selalu dibaui oleh wewangian kematian. Khususnya wangi bunga samaria. Sebab itulah, Kanna menghindari aroma wangi samaria dan beralih mencari jalan lain.

Ia melihat suatu celah berongga yang dapat dimasuki oleh satu orang. Tanpa bersuara ia mendarat sempurna lalu mengamati keadaan. Tubuhnya mendadak kaku ketika suara gesekan batu terdengar. Tajam. Kedua mata Kanna menatap lekat pada pintu batu yang hanya berjarak beberapa meter darinya.

Kemudian gesekaan antar batu menjadi lebih kuat dan getarnya seolah menegaskan pintu telah terbuka. Degub jantung Kanna semakin memompa cepat. Ia semakin melesakkan diri di celah-celah batu. Berharap siapapun yang keluar dari pintu itu tak menyadari keberadaannya. Seminimal mungkin ia akan menghindari pertarungan, karena Kanna datang hanya akan mengambil kristal merah.

Dugaan Kanna tepat. Sosok Atheras keluar dengan jubah hitam menutupi seluruh kepalanya serta tongkat dengan ujung kepala tengkorak manusia. Wajah dewa itu bahkan tak terlihat, akan tetapi aura gelap yang menguar dari tubuh memberitahukan bahwa ia adalah dewa kematian. Aroma bunga samaria pun tercium sangat pekat. Harum memabukan tetapi penuh teror kematian.

Atheras meninggalkan pintu tersebut dan melangkah begitu percaya diri tanpa menutup kembali pintu batu. Di belakangnya mengikut makhluk Kerr, makhluk penyebab kematian secara buruk pada manusia. Kerr merupakan para abdi setia Atheras.

Melihat mereka pergi, Kanna tak lantas memasuki ruangan itu. Ia hanya mengamati keadaan. Saat tak ada lagi wangi bunga samaria, ia baru melompat ke bawah lalu berderap masuk.

Ruangan yang Kanna masuki ternyata sebuah lorong panjang yang berkelok-kelok. Mengikuti instingnya Kanna menyusuri lorong tersebut. Suara kelelawar goa terus menerus mengiringi tetapi itu sebuah keuntungan bagi Kanna. Kelelawar akan sangat peka terhadap aroma bunga samaria. Mereka akan diam ketika ada Atheras, jika mereka bersuara itu berarti Kanna aman dari Atheras.

Lorong di depan mempunyai dua cabang. Kanan dan kiri. Keduanya terlihat serupa tetapi Kanna tahu, ia harus memilih salah satunya.

Kanna memindai menelisik lebih detail akan adanya perbedaan kedua lorong. Keduanya benar-benar mirip. Bahkan seperti bayangan pada sebuah kaca. Lalu, ia pejamkan kedua matanya berusaha masuk ke dalam mata batin. Tetap. Tak ada perbedaan.

Perlahan Kanna maju beberapa langkah. Tangan kanannya ia rogoh masuk ke dalam kantong kiltnya. Dua bola kristal alam semesta dan jiwa terlihat bercahaya. Ia arahkan dengan mengulur tangannya ke lorong sebelah kanan. Tak ada perubahan. Kemudian, ia beralih ke lorong sebelah kiri.

Cahaya kristal masih tak ada perubahan. Kanna mengernyitkan dahi penuh keheranan. Apakah memang kristal kematian tak ada di sini?

Ketika tangannya ia tarik, tiba-tiba kedua kristal mengeluarkan cahaya yang sangat terang hingga menyinari lorong di mana Kanna berdiri. Kanna mendongak lalu menatap pada lorong sebelah kiri. Tak ingin membangkitkan kecurigaan Atheras, segera ia memasukkan kembali dua bola kristal ke dalam kantong dan segera memasuki lorong kiri.

***

Cygnus sedang menatap terowongan magis saat ia merasakan aura Zarkan Tar menguar dan menekan keberadaannya. Namun, ia masih tak membalikkan diri ketika sang mahadiraja telah tepat beberapa langkah di belakang punggung.

Alih-alih menyapa sang mahadiraja, Cygnus hanya menoleh sesaat kemudian tersenyum datar.

"Memang, tak ada yang bisa disembunyikan darimu, wahai Mahadiraja!"

"Minggirlah!" seru Zarkan Tar. Dingin dan tak ada nada bersahabat sama sekali.

Cygnus menggeleng. "Ini perintah sang ratu, sayang sekali," sahutnya sambil tetap menggeleng-geleng.

"Minggir!" Lagi. Suara itu sangat dingin dan penuh tekanan janji luar biasa.

Cygnus menghela napas kemudian berbalik dan menatap Zarkan Tar dengan tegas. "Aku tak bisa!"

Zarkan Tar menatap Cygnus penuh arogansi. Sama halnya dengan Zarkan Tar, Cygnus tak ingin mengalah. Wajah remaja yang merajuk dengan pandangan nekat tak jua membuat Zarkan Tar menarik aura pembunuhnya. Lalu saat tubuh Zarkan Tar diliputi kabut berwarna emas, Cygnus menarik diri..

"Tunggu! Tunggu!" seru Cygnus.

"Aku tak ada waktu untuk meladenimu. Jadi, kau mundur atau ...."

"Kita bicarakan terlebih dahulu, oke?"

"Tak ada kata kesepakatan denganmu," ucap Zarkan Tar, "aku bukan Kanna yang mudah untuk kau kelabuhi," lanjutnya.

"Aku tak mengelabuhinya. Dia sendiri yang memilih."

"Cygnus, jangan buang waktuku. Minggirlah!"

"Tapi ... sang ratu tak ingin kau memasuki terowongan ini." Cygnus berkata dengan bangga. Ia tersenyum miring.

Pandangan Zarkan Tar menggelap. Detik berikutnya, pertarungan keduanya tak terelakan terjadi.

Tak menahan semua kekuatannya, Zarkan Tar dan Cygnus saling menyerang satu sama lain. Cygnus beberapa kali harus menghindari serangan Zarkan Tar, karena ia tahu, Zarkan Tar tak akan main-main. Jika ia diam maka ia akan terluka. Meski tak bisa mati, namun luka tentu ada. Dan Cygnus benci terluka.

Kembali sebuah api mengejar Cygnus. Pria remaja itu melompat lalu mengibasnya dengan sapuan air. Selanjutnya ia memberikan pukulan berupa es abadi berusaha memenjara Zarkan Tar. Akan tetapi serangannya meleset, es tersebut hanya mengenai udara kosong. Zarkan Tar terbang lalu kembali mengirimkan sapuan angin bercampur dengan gulungan unsur tanah dan air. Logam terbentuk. Dengan gerakan memutar kedua tangannya, Zarkan Tar memecah logam menjadi kepingan belati kecil.

Kedua mata Cygnus terbelalak. Ia merunduk lalu melompati dinding-dinding saat ratusan belati mengejarnya.

"Zarkan Tar!!!" teriaknya kesal. Ia mengibaskan pukulan angin untuk menghalau belati-belati tersebut. Namun, seakan tak pernah habis, terus menerus belati itu berkembang membelah diri.

Cygnus menjejakan kakinya, lalu menulis aksara dewa pada tanah, seketika sebuah armor pelindung melingkupi tubuhnya. Ia terkekeh senang.

'Krang!'

Belati-belati yang mengejarnya saling berjatuhan.

Melihat hal itu, Cygnus memejamkan mata lalu menghela napas lega.

"Kau benar-benar tak ada takut-takutnya padaku!" Cygnus menggerutu. Ia kembali berdiri berhadapan dengan Zarkan Tar yang sama sekali tak merubah emosi di wajahnya.

"Zarkan Tar, aku serius dengan ucapanku. Kau dilarang mengejar Kanna!"

"Dan membiarkan dia mengorbankan diri untuk semua kepentinganmu?"

"Ini kepentingan Gartan. Melingkupi dirimu dan Samhian."

"Cygnus, kau menganggapku bodoh?"

"Zarkan Tar, kau menyepelekanku?"

"Kau sudah tahu dari awal, memasuki Margotian berarti tak ada jalan kembali. Lalu, mengapa kau meminta Kanna? Dari awal kau memang berniat mengorbankannya, bukan?" Dingin. Cygnus bergidik menatap mata emas yang mulai membara itu.

"Zarkan Tar, aku menciptakan Kanna untuk tujuan ini."

"Dari awal kau sudah meramalkannya, mengapa kau tak mencegah? Kau hanya ingin permainanmu menjadi semakin menarik bukan?"

Cygnus terkekeh, lalu seketika tubuh remajanya berubah menjadi sosok aslinya. Pria dewasa dengan aura agung. Siapapun yang memandang pasti akan tertunduk. Namun, tidak dengan Zarkan tar.

"Bahkan melihat sosok asliku, kau juga tak takut. Ck!" berdecak, ia berkacak pinggang.

"Zarkan Tar, sudah saatnya kau tahu siapa tuanmu. Semenjak masaku, aku hanya menciptakan dua sosok manusia, kau dan Kanna. Pada akhirnya, aku pun menjodohkan kalian berdua. Baiklah, jika dengan secara lembut aku tak bisa menjinakkanmu. Maka ...." Cygnus mengeluarkan sebuah tongkat perak. Aura jenakanya tiba-tiba berubah menjadi aura membunuh yang kuat.

"Zarkan Tar. Bersiaplah!"

***

Dua kristal yang berada di kantong kilt Kanna bergetar. Getarannya semakin kuat ketika langkah Kanna semakin jauh ke dalam. Semakin dalam lorong ini semburat cahaya kemerahan di ujungnya terlihat jelas.

Langkah Kanna berhenti ketika ia semakin dekat dengan ujung terowongan. Bukan untuk berbalik pergi, tetapi sesuatu yang ia rasakan mulai mendekat. Getar dua kristal tak lagi bisa ditenangkan. Kanna merasakan kantong kiltnya semakin tak terkendali.

Menatap ke depan, mata Kanna melihat pemandangan gejolak danau lava api. Pada tengah danau terdapat tiang batu landai. Di sanalah, kristal merah mengeluarkan sinar semerah darah. Tak ada jalan untuk mencapainya terkecuali mengarungi danau lava ini. Namun, bagaimana caranya sampai ke sana? Sedangkan api lava gunung Margotian bukan api biasa. Mereka bagian dari neraka, hanya makhluk dari neraka lah yang bisa melewatinya.

Memutar otak Kanna memandang danau tersebut. Pupil ungunya membias bayangan danau hingga terlihat seperti warna api. Ia lalu berkedip dan menengok ke belakang. Suara derap pelan dengan gesekan ekor di tanah terdengar di telinga Kanna.

Kanna secepatnya bergerak lalu bersembunyi dibalik dinding batu yang hanya berjarak beberapa senti dari tepi danau lava.

Langkah itu makin terdengar jelas di telinga sensitif Kanna. Ia membuka bibirnya untuk meloloskan napas menenangkan degub jantung. Kanna tahu, tak ada tempat persembunyian aman di sini.

Suara langkah pelan itu semakin dekat, lalu tiba tepat di pinggiran danau lava.

Kerr. Makhluk penghuni neraka. Itu berarti mereka di sini untuk menjaga kristal merah.

Kanna tersenyum miring. Bias cahaya lava di mata membuatnya terlihat licik. Perlahan, ia mengendap-endap sedikit mungkin tak bersuara hingga berdiri di belakang makhluk neraka itu.

Perlahan tubuh Kanna diselimuti api biru yang akhirnya membuat Kerr di depannya menoleh. Makhluk itu terbelalak lalu mendesiskan lidahnya yang mirip ular. Mata hijau makhluk itu menyipit sedangkan mulutnya membuka memperlihatkan gigi taring tajam. Ekor Kerr dikibas-kibaskan tanda bahwa ia siap menyerang.

Kanna mendongakkan wajahnya. Seluruh tubuh yang tertutupi api biru terlihat anggun namun penuh dikte pada musuh agar waspada. Karena itu lah, kerr tak langsung menyerang.

"Aku memang membutuhkanmu," Kanna bergumam serak. Mendengar penjelasan Gayara, para makhluk ini lah dulu yang mendesak Zarkan Tar dan Zeon memasuki sebuah gua. Hingga ramalan kematian itu terjadi.

Sorot mata Kanna mendingin. Ingatannya kembali saat melihat Zarkan Tar terbunuh di tangannya. Meski bukan jiwanya, tetap tangan Kanna lah yang membunuh suaminya sendiri.

Kerr kembali mendesis. Kedua cakarnya terangkat kemudian dengan kecepatan yang tak dapat diukur, ia menyerang Kanna dengan brutal. Kanna berkelit menghindari kejaran Kerr. Kerr dikenal sebagai makhluk pembenci manusia. Mereka memakan jiwa manusia sebagai kekuatan. Semakin kuat jiwanya, maka energi yang di dapat kerr akan semakin besar. Karena itu, melihat kekuatan Kanna yang besar rasa lapar kerr mulai muncul.

Kanna melompat lalu mengeluarkan tongkat. Ia memukulkan tongkat tersebut ke arah dinding, dinding bergetar lalu sosok yang mirip dirinya keluar. lagi dan lagi Kanna memukulkan tongkatnya, jumlah makhluk maya yang menyerupai dirinya semakin banyak.

Makhluk kerr itu berputar karena dikelilingi manusia yang berwujud sama. Ia menyerang sisi kanan, akan tetapi tendangan dari sisi kiri membuatnya tersungkur. Ia menoleh dengan mata melotot penuh dendam. Semua makhluk maya tertawa. Kerr kembali bangkit lalu menerjang sembarangan.

Hilang. Hilang. Hilang. Setiap kali ia menerjang bayangan maya, targetnya selalu menghilang.

Lagi-lagi bayangan maya itu tertawa. Barulah, sorot mata kerr kini terlihat cemas. Kakinya mundur, mata hijau itu awas mengamati banyaknya bayangan Kanna yang maju bersamaan.

Sedikit lagi ia telah mencapai pinggir danau lava. Namun, para bayangan maya tetap melangkah semakin mendekatinya.

Barangkali Kanna beruntung bertemu kerr yang satu ini. kekuatannya tidak terlalu kuat sehingga Kanna dapat mengelabuhinya. Dan hanya satu kerr sehingga ia mudah untuk ditangani.

Kerr mendesis berusaha menakuti bayangan-bayangan maya Kanna. Namun, saat ia akan mencakar salah satu bayangan. Tiba-tiba sebuah tendangan kuat menerpa dada makhluk itu. Ekor Kerr mengibas akan tetapi terlambat ketika kakinya oleng. Ia jatuh ke dalam danau lava.

Kerr tidak mati. Hanya saja bersentuhan dengan lava tubuhnya akan mengeras bagaikan batu tetapi mengapung bagai sampan.

Kanna tersenyum. Segera seluruh bayangannya menghilang dan Kanna melompat ke tubuh Kerr yang menjadi batu tersebut. Seakan memang bertugas seperti itu, kerr yang menjadi batu bergerak menuju ke tengah danau, di mana kristal merah berada.

***

Atheras menatap pintu yang terbuka di depannya. Pintu menuju kristal merah berada. Tak ada raut emosi apapun. Dingin dan gelap. Di sisi kirinya, salah satu kerr sebagai abdi setia mendesis-desis. Sedangkan matanya melotot tajam ketika menatap ke depan.

"Kau dengar itu? Itu adalah teriakan saudaramu," ucap Atheras. Suram dan tak ada emosi apapun.

Kerr di sampingnya mengangguk. Mendesis kembali seakan tak sabar ingin memasuki pintu itu.

"Bersabarlah! Segel terakhir tak bisa kita buka, hanya melalui teratai biru, segel itu dapat dibuka. Mari kita lihat, ia memanggil sang esa, atau membuka segel terakhir." Atheras terkekeh.

"Ketika Astaroth bangkit, Gartan akan menjadi milik kita. Menjinakkan Astaroth membutuhkan jiwa teratai biru. Karena itu, kuingatkan kau, jangan pernah berharap untuk melahap jiwanya. Kau mengerti?"

Kerr di samping Atheras sekali lagi mengangguk.

Jiwa teratai biru. Harumnya sangat menggoda, tercium dari jarak sejauh ini. Namun, ... kerr itu melirik Atheras yang masih menatap tajam ke depan. Jika kerr melahap jiwa teratai biru, ia akan naik tingkat sebagai makhluk suci yang akan ditakuti para dewa. Akan tetapi, peringatan keras Atheras membuat ia tak berani. Jiwa itu akan menjadi tumbal sempurna untuk Astharot. Mungkin jika secuil saja, hanya secuil, bisakah tuannya mengizinkan?

"Jangan berandai-andai! Seujung kukupun kau tak akan mendapatkannya. Namun, sebagai hadiah, kau boleh mendapatkan tubuh teratai biru. Kau bisa menjadi dirinya jika kau mau."

Kerr membelalakan mata kemudian mengangguk-angguk patuh.

Kekehan Atheras kembali terdengar suram. Matanya kian menajam.

Di dalam sana, Kanna menatap kristal merah di depannya. Sedangkan dalam kantong kilt, dua kristal bergetar kuat seakan ingin dikeluarkan.

Kanna menatap kristal merah itu semakin dalam. Tiba-tiba bayangan demi bayangan memasuki matanya. Pertarungan antara sosok iblis kuat dengan kedua mata merah menyala dan sosok berambut emas yang membelakangi Kanna.

Pertarungan itu sangat seimbang. Masing-masing kuat dengan kekuatannya yang melampaui kekuatan jagat raya. Raungan iblis itu menggema memekakan telinga sehingga Kanna secepatnya menutupi pendengaran.

Seperti tersadar ia kemudian mengedipkan mata. Peluh telah membasahi wajah Kanna. Bergerak cepat Kanna mengambil sebuah kain merah dari kantong lain kemudian membungkus kristal merah tersebut.

Ia ingat dengan ucapan Cygnus, Kanna tak diperbolehkan menyatukan ketiga kristal. Karena itu, kristal merah ia tempatkan di kantong kilt sisi lainnya.

Getaran dari ketiga kristal Kanna rasakan. Begitu kuat. Entah mengapa, seakan menyedot tenaga dalamnya. Ia merasa berat untuk melangkah karena ketiga kristal tersebut seakan membebani langkahnya. Apa yang harus ia lakukan?

***

Tongkat Cygnus berdentang beradu dengan tombak naga Zarkan Tar. Salah satu dari mereka tak ada yang mengendurkan kekuatan. Berkali-kali, Cygnus menyerang tetapi Zarkan Tar berhasil membalik serangan.

Tekanan kekuatan Zarkan Tar memercikan api yang kuat. Cygnus mengibaskan tongkatnya kemudian melompat dan dengan bertopang pada batu ia kemudian mengirimkan pukulan es.

Zarkan Tar mengelak ia menahan serangan itu dengan tombaknya. Kedua tangan kekar sang mahadiraja bergetar. Kekuatan Cygnus adalah yang terkuat di antara semua dewa. Namun, darah Agra Tar di dalam diri Zarkan Tar bukan hal mudah untuk di kalahkan.

Cygnus kembali menambahkan kekuatan serangannya. Bola mata silver Cygnus menyipit semakin dalam. Otot lehernya terlihat menonjol menandakan serangan itu memang melampaui kekuatannya.

Pijakan kaki Zarkan Tar bergeser mundur. Sama halnya seperti Cygnus, mata emasnya menyipit. Menangkis serangan sebesar itu, tak ada manusia yang dapat menghindarinya. Zarkan Tar pun merasakan sebuah rasa sakit yang terasa mengoyak seluruh organ tubuh. Darah menetes di sudut bibir sang mahadiraja. Salah satu tangan pria itu mengepal lalu dengan kekuatan yang ia paksakan kepalannya melemparkan pukulan menuju tombak.

'SSSRRAATT!'

'DDDUUAARR!'

Dentuman besar terjadi melemparkan Cygnus maupun Zarkan Tar. Mereka menabrak dinding batu yang pada akhirnya runtuh menimpa tubuh masing-masing.

Cygnus terbatuk dengan darah berwarna campuran antara putih dan merah. Darah dewa. Ia lalu tertatih bangkit dan mendorong bebatuan yang menimpa dirinya.

Di sisi lain, tak ada pergerakan dari Zarkan Tar. Tubuhnya bahkan tak terlihat dari runtuhan batu yang menenggelamkan sang mahadiraja.

Melihat hal tersebut, Cygnus menghela napas lega. Entah mati atau tidak, ia tak peduli. Saat ini, ia hanya lega karena berhasil menghalau Zarkan Tar. Jika, sekali lagi pria itu mengajaknya bertarung. Entah, apakah Cygnus mampu untuk melayani kembali.

Sang alam semesta menepuk-tepuk pakaiannya menghilangkan debu, saat sebuah batu jatuh dari reruntuhan Zarkan Tar. Mata Cygnus membeliak.

"Tidak mungkin!"

'BBBRUUAAK!'

Runtuhan batu yang menimpa Zarkan Tar terlempar dengan kuat. Debu mengepul bergulung. Namun, terlihat bayangan sosok Zarkan Tar yang telah berdiri kembali.

Cygnus semakin membulatkan matanya.

Langkah kaki Zarkan Tar begitu tegap menapaki bebatuan. Injakannya pada batu meremukkan batu tersebut. Meski tertutupi debu, Cygnus tahu, aura sang mahadiraja kini berbeda. Ketika tubuh Zarkan Tar sepenuhnya terlihat jelas, barulah Cygnus melihat semua perbedaan itu.

"Kau ... tidak mungkin!" Cygnus menatap ketakutan pada kedua mata Zarkan Tar. Semula kedua mata itu berwarna emas, kini mata kanan sang mahadiraja berganti semerah darah. Pun rambut hitam legamnya telah berubah warna menjadi warna emas seutuhnya.

"Tidak—tidak mungkin." Cygnus menggelengkan kepala seolah tak ingin mempercayai apa yang dilihatnya.

Sudut mulut Zarkan Tar tersungging sinis. Di depannya, tubuh Cygnus bergetar lalu ambruk bersimpuh.

"Senang bertemu denganmu, Cygnus!" ucap Zarkan Tar serak.

Tubuh Cygnus semakin gemetar. Ia tak berani mendongakkan wajahnya.

"A—aku, sembah hormatku padamu, wahai ... Sang Esa!"

Bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro