08

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Nona yakin akan pergi sendiri?" Rio memasang wajah khawatirnya.

"Iya, aku sudah memutuskannya."

"Tapi nona..."

"Tenang saja Ruber, aku pasti akan kembali." Pandangan mata kini mengarah ke sepatu yang ia sedang pakai di kedua kakinya.

"Kapan pastinya nona akan kembali?"  Mata itu kini melihat Glau yang memasang wajah yang sama khawatirnya dengan Rio.

Kedua mata itu terpejam yang membuat sekelilingku kini kembali gelap. "Maaf, aku tidak tahu seberapa lama. Aku pergi," pamit seseorang yang sedang aku lihat mungkin ingatannya. Apakah dia adalah Alsovi?

Keadaan kembali gelap lalu tak lama terlihat badai salju yang tidak terlalu kencang. Ia melihat sekeliling yang dimana hanya ada tumpukan salju ditambah langit kini kian menggelap tetapi tak lama terlihat cahaya yang semakin dekat. Seorang pria melihat kemari dengan wajah bingungnya.

"Apa yang dilakukan gadis muda sepertimu kemari?" tanya pria itu.

"Saya sedang mencari tempat untuk bermalam."

"Begitu, ikutlah denganku. Rumahku adalah penginapan kecil jika kau tidak masalah," ajak pria itu dengan senyum ramahnya.

"Terima kasih, itu sangatlah membantu."

Setelah itu pria itu menuntun jalan dan seseorang yang mungkin saja Alsovi ini mengikuti dari belakang. Tak lama terlihatlah sebuah rumah kayu yang cukup lebar dan hangat untuk dimasuki.

Pria itu berbicara dengan seorang wanita di depan sebuah meja kecil, sedangkan ia melihat sekeliling. Sampai pandangannya berhenti di sebuah kaca besar dan memang gadis ini adalah Alsovi.

"Silahkan, kami masih mempunyai kamar yang tersisa untukmu," kata wanita tadi sambil menyerahkan sebuah kunci.

"Terima kasih banyak."

"Jika boleh bertanya, sebenarnya sedang apa gadis sepertimu sampai ke tempat terpencil ini?" tanya wanita itu bingung.

"Apakah kau datang untuk mencoba bertemu Barak?" tanya pria itu sambil melepaskan syalnya.

"Barak?" pikirnya bingung.

"Jika memang itu keinginanmu, lebih baik kau tidak mencariya nak. Di dalam sana lebih dingin dari tempat ini, tak mungkin manusia biasa bisa bertahan di tempat itu," kata wanita itu menunjukkan wajah khwatirnya.

"Terima kasih atas nasihatnya madam, selamat malam."

"Selamat malam."

Ia melangkah menuju lorong sembari melihat nomor-nomor pintu untuk di cocokkan dengan kuncinya. Setelah mendapat nomor yang pas ia masuk dan menyalakan api unggun. Matanya mengarah ke jendela dan terlihat sebuah bayangan yang kini bersembunyi.

"Barak."

.....

Aku membuka mataku perlahan dan melihat Ezra sedang memandangiku tepat di depan wajahku. "Menjauhlah, menyebalkan," kataku sambil mendorong wajahnya tetapi anehnya aku merasa kekuatanku berkurang.

"Kau benar-benar terkena panas nona," katanya sambil memegang tanganku dan duduk di salah satu kursi.

Aku masih ingat saat malam itu mereka membawaku ke kamar yang lebih bagus dibanding penjara. Lalu mengapa mereka tak membawaku ke kamar langsung sih?

"Anda ingin memakan sesuatu?" tanya Mithnite yang tiba-tiba memunculkan dirinya.

"Aku hanya ingin minum."

"Baiklah, tunggu sebentar," katanya lalu berbalik.

Aku melihat Ezra yang dengan tenangnya duduk di sebelah kasurku. Pikiranku kembali melayang mengingat mimpi yang seakan-akan terasa sangatlah nyata. Entah mengapa aku merasakan bahwa bayangan tadi terlihat seperti Ezra.

"Ada apa nona? Jangan-jangan nona megakui bahwa aku adalah seseorang yang tampan?" tanya Ezra dengan senyum sinisnya.

"Iya." Sebenarnya dia cukup tampan sih, cuman sayangnya dia orang nyata jadi tidak masuk daftar pria idaman. Eh tapi Glau dan Mithnite masuk aku rasa.

"NONA! KEMBALILAH SEMBUH! KAU MENYERAMKAN!!" seru Ezra dengan tatapan horornya.

Berisik, kepalaku rasanya hampir pecah.

"Ezra! Jangan berteriak sekencang itu di dekat kakak yang sedang sakit. Aku dengar kalau manusia sakit kepala mereka cepat merasakan sakit saat mendengar suara kecang," kata Deron yang masih dengan alis tertekuk keatasnya.

Manusia... mereka benar-benar bukan manusia ya?

"Begitukah? Maafkan aku nona," katanya dengan ekspresi bersalah. Jika aku tidak sedang sakit pasti aku akan mengetawakannya keras-keras saat ini juga.

Terdengar suara langkah kaki di lantai berkayu ini berjalan ke sini kiriku. Saat aku menoleh terlihat Deron masih dengan alis tertekuknya. "Bagaimana perasaan kakak?"

"Entahlah. Rasanya malas beranjak." Setelah terdiam sejenak melihat wajahnya, entah mengapa aku mengelus rambutnya yang lembut itu. "Jangan menekuk alismu, tidak ada yang membencimu di sini."

Deron terlihat kaget lalu ia tersenyum manis. "Terima kasih, ini karena kakak," katanya.

"Cepatlah sembuh, menyebalkan melihatmu tidak banyak bergerak dan mengomel," kata Ezra dengan wajah lelahnya.

Memangnya sesering itukah aku mengomel?

"Ini salahmu juga, kenapa kau harus menaruh kakak di penjara?" tanya Deron kesal dan masih dengan alis tertekuknya tapi mungkin ini lebih ke marah?

Jadi dialah yang mempunyai ide membawakku ke penjara?

"Apa? Jangan salahkan aku, Mithnite juga yang terlalu senang sampai tak bisa mengukur biusnya," kata Ezra juga kesal.

"Bukankah kau yang membuat obat bius itu Ezra?" tanya Mithnite yang tiba-tiba ada di mulut pintu dengan membawa nampan di tangannya.

"Tetapi kau tak perlu memakai semua obat biusnya, Mith." Sepertinya Ezra berusaha menang di sini.

"Dan kau tidak memberitahukan aku apapun? Aku tidak tahu mengenai obat-obat yang kau buat Ezra," balas Mith sambil berjalan ke arah ini.

"SUDAHLAH! INI SALAHKU YANG LEMAH OK?!"  seruku kesal mendengar perdebatan yang bisa saja tak ada ujungnya. Beberapa detik kemudian para lelaki malah tertawa. Karena kesal aku menarik selimutku sampai menutupi wajahku.

"Nona memang selalu bisa menengahi kami dengan cara yang luar biasa." Suara ini adalah Ezra dan aku dapat merasakan sesuatu menempel tepat di dahiku walau ditutupi oleh selimut.

Sentuhan itu kini tak dapat aku rasakan. Terdengar bunyi kursi di sebelah kananku, tempat Ezra duduk tetapi sepertinya ia beranjak dari situ.

"Saya tahu bahwa tadi anda mengatakan hanya menginginkan meminum sesuatu tetapi anda harus meminum obat. Karena itu saya membawakan sesuatu yang lembut untuk di makan," kata Mithnite yang terdengar lembut di telingaku.

Dengan perlahan aku membuka selimut yang menutupiku, Mithnite sedang melihatku dengan senyum lembutnya dan di belakangnya Ezra sedang melangkah keluar kamar ini. Aku membiarkan Mithnite menyuapiku bubur karena tatapannya yang sangat berharap itu.

"Apa itu?" tanyaku saat melihat botol dengan warna aneh di tangan Mithnite.

"Ini adalah obat yang dibuat oleh Ezra."

"Dia bisa bikin obat?!" seruku tak percaya.

"Ezra yang selalu berurusan dengan obat kak. Maaf kami tak bisa ke desa untuk membeli obat yang cocok untuk kakak," kata Deron sambil menunduk.

"Aku hanya tinggal menelan obat itu 'kan?" tanyaku menatap botol obat itu sambil menahan diriku yang ingin menjerit dan kabur dari sini. Sayangnya tenagaku hampir tidak tersisa.

"Anda benar," kata Mithnite sambil tersenyum.

"Jika kakak mau, aku bisa menutup mata kakak dengan begitu kakak tidak akan terganggu dengan penampilan obat itu," usul Deron yang sedikit semangat.

"Ide bagus, bantu aku Deron," kataku sambil menutup mataku. Dengan perlahan dan tidak percaya aku membuka mulut. Deron meletakkan kedua tangan mungil nan lembutnya di atas mataku.

"Saya akan menuangkan obatnya," kata Mithnite yang membuat meminum obat menjadi pemindahan barang berharga.

Tak lama aku merasakan sesuatu yang dingin mengalir ke dalam mulutku. Rasanya pahit untuk pertama kali, lama-lama aku merasakan manis madu dan aroma bunga. Seakan-akan membawaku ke ladang bunga yang sangat sejuk seperti di komik.

.....

"Terima kasih untuk ruangannya." Sebuah Kunci diletakkan di antara aku dan wanita di depanku.

"Hanya semalam?" tanya wanita itu bingung.

"Iya." Kepala ini mengangguk. "Terima kasih atas tumpangannya, jika sempat saya akan kembali."

"Sama-sama, ngomong-ngomong kau bukanlah petualang benar?" tanya wanita itu kembali.

"Anda benar."

"Lalu kau adalah?"

Pandangan arah mata kini terlempar ke samping bawah lalu kembali menghadap wanita itu. "Seseorang yang penuh keingintahuan." Walau aku tak melihat tetapi aku merasakan bahwa ia, Alsovi  sedang tersenyum manis.

Wanita itu tertawa pelan lalu mengatakan sesuatu yang tak terdegar oleh aku. Alsovi berjalan lurus dari pintu keluar penginapan itu. Ia berjalan membiarkan angin dingin mengenani tubuhnya. Beberpa kali ia berhenti untuk menggigil ataupun memakan bekalnya.

Saat langit cukup gelap ia kembali berhenti lalu mengecek kantung bekalnya yang kini kosong tak bersisa. Matanya melihat ke depannya dan pikirannya mulai menebak bahwa badai yang tidak begitu liar akan terus berlanjut sampai pagi.

Matanya tak sengaja menangkap bayangan yang cepat-cepat tersembunyi. Tawa pelannya tertutupi oleh kerasnya angin salju. "Hei, apakah kau mempunyai makanan?"

Hanya angin saljulah yang membalas perkatannya. Arah matanya masih saja tetap di satu tempat. Mulutnya membentuk senyum tipis. "Aku berbicara denganmu. Aku tahu dari tadi kau mengikutiku bukan?"

Beberapa detik tetap saja tidak ada jawaban. Baru saja Alsovi membuka mulutnya, sebuah suara menghalanginya.

"Baiklah-baiklah, aku keluar." Sebuah siluet orang kini berjalan mendekat dengan kedua tangan yang ia angkat setengah.

Ezra!

"Aku bertanya apakah kau mempunyai makanan atau tidak, bukan memintamu untuk keluar," kata Alsovi yang kini tersenyum miring.

"Maafkan aku tetapi aku bukan manusia jadi aku tidak menyetok makanan seperti manusia kaummu," kata Ezra yang dapat dikatakan mengejek. Apa dia tak kedingin dengan bajunya yang tipis itu?

"Baiklah jika kau tak mempunyai stok makanan tetapi kau bisa membuatkan aku api dari petirmu bukan tuan Barak? Panggilan "Penangkal petir" itu tak akan dibuat tanpa alasan bukan?" tanya Alsovi sambil menyondongkan tubuhnya ke arah Ezra.

Ezra menghembuskan nafasnya kesal. Ia dan Alsovi masuk ke dalam sebuah gua dan untungnya ada bekas kayu yang pernah dipakai  dan tidak di gua itu. Alsovi masuk dan duduk terlebih dahulu lalu Ezra mengambil salah satu kayu dan berdiri di luar. Seakan-akan memanggil petir, sebuah petir menyambar kayu yang dibawanya dan keluarlah api.

Ezra masuk ke seperempat gua lalu melemparkan kayu berapi itu ke kayu-kayu yang sudah tertumpuk lalu berbalik.

"Kemana akan pergi?"

Ezra menoleh kemari dengan wajah bingungnya. "Bukankah urusanku sudah selesai? Aku tak butuh api untuk menghangatkan tubuhku," katanya kasar.

"Ya terserah kau bilang apa tetapi mataku sakit melihatmu berkeliling dengan baju tipis di hawa yang dingin. Sini masuk dan temani aku." Bagus Alsovi, aku sependapat denganmu.

"Tidak perlu, aku pergi," kata Ezra dengan tatapan tajam.

"Hei tung--" Alsovi yang ingin berdiri kehilangan keseimbangan hingga hampir terbakar oleh api di depannya tetapi Ezra menahannya. Mata Alsovi kini menatap ekspresi panik yang dikeluarkan Ezra yang membuat Alsovi malah tertawa pelan. "Kau bergabung."

"Kau gadis yang aneh."

"Terima kasih."

"Itu sama sekali bukan pujian."

"Iya, aku tahu," kata Alsovi sambil terus tersenyum.

"Kau menyeramkan."

"Hehe."

.....

Aku membuka mataku pelan. Gelap dan sepi. Itu yang pertama kali aku pikirkan sebelum melihat ke samping kasur dan melihat Ezra duduk sambil membaca sebuah buku di sebelah kasur dengan lampu kecil, di belakang meja kecil di samping kepalaku. Matanya kini melihatku yang sedang menatapinya.

Senyum lembutnya ia lemparkan kepadaku. "Kau terbangun? Mau aku ambilkan sesuatu untuk nona?"

"Aku maunya kamu," kataku asal dengan wajah datar.

"Apa?" Suaranya pelan dan terlihat waktunya tiba-tiba telah berhenti.

"Aku hanya bercanda tetapi responmu seru juga," kataku sambil tersenyum dan menarik selimutku sampai ke mulutku.

"Astaga... kalau nona sudah bisa bercanda artinya nona sudah hampir sembuh ya?" tanya Ezra dengan senyum pasrahnya dan sebelah tangannya memegang dahiku. "Sudah cukup menurun dibandingkan tadi," katanya dengan senyum leganya.

"Ezra..." Mulutku terhenti saat ingin mempertanyakan Alsovi kepadanya.

"Ada apa nona?"

"Kau... apa... hm... Apakah kau bisa merasakan suhu?" Akhirnya malah bertanya hal lain.

"Kami bisa merasakan suhu tetapi jika terkena terlalu lama tubuh kami akan beradaptasi dengan sendirinya," jelas Ezra dengan senyum lebarnya.

"Begitu..." Apa-apaan dengan senyum lebarnya? Seakan-akan tau aku memimpikan yang kemungkinan adalah ingatan Alsovi. Apa jangan-jangan dia yang bikin aku bermimpi seperti ini?

"Kembalilah tidur nona, aku akan di sini jika nona membutuhkan sesuatu," kata Ezra sambil mengelus pelan kepalaku.

"Selamat malam," ucapku sembari memejamkan mata.

"Selamat malam."

.
.
.
.
.
.

KEBANYAKAN FLASBACK!!!

Ya, itu yang mereng2 adalah flasback antara Alsovi dan Barak, alias Ezra. Jadi saya akan membuat kalian bingung. Siap-siap ya.

Untuk yang minggu depan belum selesai, doakan saja selesai pada waktunya. Dan waktunya bonus pic~~



Terima kasih sudah membaca~

-(02/08/2018)-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro