09

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebuah suara menumbuk terdengar di telingaku. Mata ini terbuka dan menampakkan langit-langit gua, aku sadar ini bukan diriku. Di samping terlihat Ezra sedang melakukan sesuatu.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

"Oh, pas. Aku baru saja selesai membuat obat demam," kata Ezra sambil memindahkan apa yang sedang ia tumbuk tadi ke sebuah kayu yang cukup tipis.

Mata ini menatap kayu yang menjadi alas obat lalu melihat Ezra yang siap menyuapiku.

Ia menghembuskan nafasnya kesal. "Ini sudah aku bersihkan dengan salju, setidaknya. Sudahlah, minum saja obatnya!"

"Kau cepat sekali marah." Sepertinya Alsovi tidak benar-benar menggerutu. Mulutnya terbuka dan memasukan sesutu yang dikatakan obat oleh Ezra. Aku dapat merasakannya dan rasanya sama seperti obat yang aku minum sebelumnya.

Ezra membereskan barangnya tanpa memperhatikanku--maksudku Alsovi-- sama sekali.

"Dari mana kau tahu mengenai resep obat demam?"

Tangannya berhenti bergerak. Setelah beberapa detik akhirnya Ezra berbicara, "Dulu aku pernah mempelajarinya dari... seorang manusia."

"Jadi kau benar-benar pernah tinggal diantara manusia ya tuan Barak?"

Terdengar geraman kecil. "Itu benar, sebelum mereka takut ataupun mengejarku untuk meminta pertolongan."

"Jadi benar ya kalau dulu tuan Barak suka menggoda wanita?"

Ezra melihat kemari dengan tatapan tajamnya. "Dari mana kau tahu?"

"Oh? Penasaran?" tanya Alsovi jail yang semakin ditatapi tajam oleh Ezra. "Aku hanya bercanda. Jika bertanya mengenai tuan Barak si penakluk petir siapa yang tak tahu? Jadi aku mendapatkan informasi dari orang-orang sana."

Ezra memutuskan kontak mata dan kembali membereskan sesuatu dengan perasaan kesal yang terpancar dari gerakan dan wajahnya.

"Tuan Barak..."

"Jangan memanggilku seperti itu," kata Ezra yang hampir terdengar seperti geraman.

"Lalu, kau mempunyai nama?" Ezra diam, hanya melihat bawahnya tetap dengan wajah kesanya yang kini becampur sedih. "Kau tidak menyukai nama panggilanmu karena saat nama itu di panggil kau hanya merasa dimanfaatkan saja?" tanya Alsovi yang sedikit menunduk, mencoba melihat wajah Ezra.

"Apa... apa yang diketahui bocah sepertimu?" tanya Ezra masih kesal.

"Perasaan di buang oleh masyarakat dan di tinggalkan keluarga, satu-satunya tempat ternyamanku." Entah sudah berapa lama ia merasakan sakit ini sampai seakan-akan perasaan sakit yang sempat lewat tak lagi mengganggunya.

"Heh, kau bocah yang mempunyai beban yang berat ya."

"Tidak juga." Alsovi berusaha untuk duduk. "Aku melampiaskan kesendirian ini dengan mengutak-utik sesuatu. Karena itu aku selalu dikatakan anak aneh atau pembawa sial. Setidaknya perkataan itu tidak membatasiku untuk mengerjakan apapun yang aku suka." Beberapa ingatan seakan-akan masuk ke dalam pikiranku, walau tak begitu jelas.

"Bocah yang terlalu positif," kata Ezra dengan nada mengejek.

"Kau juga bisa bukan?" Alsovi kini menggeser duduknya ke arah Ezra.

"Tidak mungkin aku..."

"Pernahkah kau mendengar bahwa tak ada kata terlambat untuk memulai?" Ezra melihat kemari yang disambut senyuman lebar Alsovi. "Pertama-tama bagaimana jika kita menentukan namamu dulu?"

"Nama?"

....

Mataku terbuka dan terlihat ruangan ini sudah terisi oleh cahaya matahari. Tak ada siapapun di sini. Aku mengganti posisiku menjadi duduk di atas kasur. Mataku menerawang kiri dan kanan, tempat ini nyaman untuk di tempati. Kecuali kasur ini yang memakai warna pink dan putih.

Aku sedikit memutar tubuhku lalu menyentuh lantai dengan kedua kakiku. Sepertinya tenagaku sudah cukup banyak untuk berjalan tanpa menjatuhkan diri.

"Nona! Kau sudah bisa duduk rupanya?" tanya Ezra ceria yang baru saja masuk.

"Kau mengatakan seperti aku adalah bayi baru lahir," ucapku kesal.

"Nona'kan sama berharganya seperti bayi baru lahir~" katanya ceria.

"Ezra," panggilku dengan senyuman.

"Ya nona?"

"Mau aku pukul kepalamu yang mulus itu?" tanyaku langsung melototinya.

"Aw nona, aku memuji loh, memuji," kata Ezra terlihat menahan sakit.

"Kakak sudah sembuh?" Deron terlihat muncul di samping Ezra.

"Deron, ke marilah," panggilku dengan gerakan tangan yang juga berkata demikian.

Deron melangkah mendekatiku tetap dengan kedua alisnya yang seakan-akan mengatakan ia bersalah.

Setelah ia mendekat aku mengelus rambutnya. "Hm hm." Aku mengangguk. "Rambutmu memang sangatlah lembut," kataku sambil memeluknya.

"Ka-kakak?" tanya Deron bingung.

"Aku juga..."

"Ogah." Ezra yang tadinya berlari kecil ke arah ku sambil merentangkan tangan kini terhenti.

"Nona sudah menolak ku dua kali loh!" kata Ezra dengan ekspresi sedih yang ia buat-buat.

Aku menjulurkan lidah tanpa ekspresi yang membuatnya seperti tambah bersedih.

"Oh iya, aku ke sini untuk mengajak kakak makan bersama. Apakah kakak bisa berjalan?" tanya Deron dengan wajah bingung nya yang sangat nge-gemesin.

"Rasanya begitu, Deron mau membantuku?" tanyaku yang dibalas anggukan semangat oleh Deron.

Dengan perlahan dan bantuan Deron, aku berusaha berdiri. Tenagaku mulai banyak tetapi tetap butuh usaha walaupun hanya melangkah.

"Argh, aku tak tahan." Aku menatapi Ezra yang berjalan kemari dengan langkah sedikit cepat. Tiba-tiba saja ia menggendong ku dengan gaya pengantin.

"Apa yang?!--turunkan aku!!!" seruku sambil meronta yang tidak begitu keras.

"Kekuatan nona masih belum pulih benar, bahkan berjalan membutuhkan waktu banyak. Sudahlah nona diam saja kalau tidak mau menghantam lantai. Kayunya keras loh," kata Ezra dengan santainya dan mengabaikan rontaanku.

Akhirnya aku berhenti meronta karena aku tidak mau sampai pantatku mencium lantai yang pastinya sakit bukan hanya di satu tempat. Mataku melirik ke Ezra yang tersenyum dengan matanya yang masih melihat kedepannya.

Aku mohon, jangan ada percintaan di sini.

Tak lama ia menurunkanku di sebuah kursi kayu yang di depannya sudah terdapat berbagai makanan di atas meja. Baunya sangatlah sangat menusuk perut untuk mengeluarkan bunyinya.

"Kau yang memasak semua ini Mithnite?" tanyaku sambil melihatnya yang sedang mengelap kedua tangannya dengan sebuah kain.

"Anda benar," katanya sambil tersenyum. "Saya tidak tahu apakah ini cukup atau--"

"SANGAT CUKUP!" seruku menahannya jika ingin menambah menu. Sudah terlalu banyak makanan yang terhidang di depan mataku.

"Senang mendengarnya." Senyum manis kembali terukir di wajahnya.

Setelah itu kami berempat duduk mengisi kursi. Awalnya aku menunggu sang empunya rumah memakan makanannya terlebih dahulu tetapi mereka sepertinya menungguku. Sepertinya di sini terdapat banyak rempah sehingga aku bisa merasakan berbagai rasa di setiap lauknya.

"Ini enak sekali!"

"Terima kasih atas pujian anda," kata Mithnite setelah menelan apa yang ada di mulutnya, mungkin.

"Apa hanya kau saja yang bisa memasak?" tanyaku.

"Untuk makanan pokok saya yang mengurusnya, untuk makanan penutup atau makanan manis Deron yang membuatnya."

"Benarkah?! Lain kali berikan aku satu Deron!" seruku sambil menoleh ke arahnya dengan cepat.

Deron terlihat kaget lalu mengangguk dengan kepala yang tertunduk. Sepertinya ia malu, wajahnya yang merah alami kini semakin merah. Hehe. Imutnya~

"Kalau mengenai obat, aku yang mengurusnya nona," kata Ezra terlihat bangga.

"Oh obat aneh kemarin ya?" tanyaku sambil mengingat-ingat.

"Wah kau kasar sekali nona," kata Ezra sambil memajukan bibirnya.

"Sebenarnya Ezra bisa di katakan hebat karena ia bisa merancang obat-obatan dengan sendirinya," jelas Mithnite yang sedikiiiiit tidak ingin memuji Ezra. Sepertinya aku peka juga.

"Tidak juga kok," Ezra kembali menunjukkan senyum sedihnya yang membuat suasana hening.

Akhirnya kami menyelesaikan makan kami dan aku merasa tenagaku mulai kembali. Bahkan aku sudah bisa menginjak Ezra, artinya aku bisa berjalan dengan normal dan melanjutkan dengan bermain game yang sudah tidak aku mainkan selama berhari-hari.

Sepertinya aku kelewatan event game deh.

.
.
.
.
.
.

Sebuah misteri di balik trioP itu panjaaaang.

Kok Trio P?

Petir.
Pedang.
Pohon.

Hehe kalian akan tau setelah ini. Btw konflik mau mulai, kayaknya ini akan pendek dari pikiranku. Moga aja bisa memanjangkan cerita muehehehe.

Karena keterbatasan waktu (uhuq) dan sikon, spesial chapienya akan saya up secepatnya. Kalau tidak hari ini ya besok, kalau tidak besok ya lusa. Saya usahakan lusa maksimal.

Selamat hari kamis dan selamat tidur (dari perjalanan panjang). *pingsan di kasur*.

-(09/08/2018)-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro