[15] : Runding Malam

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

• The 'J' Siblings •

Merenung adalah bagian dari perkembangan diri

—JAItrama—

•~~•

—JAI meletakkan segelas minuman rebusan Jahe, Kunyit dan Sereh yang rutin Bapak minum setiap hari—sebuah gelas kaca dengan tutup kayu yang terkesan cantik tertata rapih di atas meja juga gemericik air hujan dengan hiasan tawa Nathan dan Bapak.

Kalau kata bapa 'ini tuh ibarat oksigen—kalau bapa gak minum, bapak besok masuk angin'.

"Jadi ade-ademu masih pada marahan?"

"Iya tuh, dua-duanya merenggut aja mukanya ditekuk"

"Ada apa?"

"Biasaaaaa"

"Apanya?"

"Remaja"

Jai mengangguk paham sebelum ikut duduk bergabung dengan Nathan dan Bapak.

"Berantem kenapa?"

"Masalah laki pa"

"Memang pikirmu bapak ini bukan laki-laki?"

"Bapak kan pria?"

Bapak menjentikkan jarinya sebelum menyesap nikmat minumannya.

"Betul"

"Jejen sama Jibran berantem?"

"Iya, kayanya agak serius juga"

"Masalah anak SMA ini Bang biarin aja" Jai sempat ingin beranjak namun Nathan terlihat begitu serius.

"Ok, gue dengerin"

"Ya gue paham sama lo Jai, soalnya emang lo gak pernah punya masalah di sekolah, permasalahan hidup lo bukan ada di pertemanan atau di akademik—jelas berbeda sama Jibran"

"Jibran anaknya baik kok Bang"

"Iya, gue tau—tapi memang untuk anak seusia dia, pertemanan itu penting, sosial dia itu penting—dan soal nilai sekolahnya juga penting buat dia—"

"Iyalah, nilai dia penting buat nanti dia masuk universitas—"

"—Bukan cuman itu—Jibran kehilangan percaya dirinya, Jai"

Jai tertegun sejenak mengingat percakapannya dengan Jibran beberapa hari lalu kala mereka berdua duduk didalam mobil seraya mendengarkan berita kemenangan siswa olimpiade matematika di Jepang.

"Gue paham—Jadi apa rencana lo?"

Ditengah percakapan antara kedua anak laki-lakinya ini bapak hanya dapat tertawa ringan.

"Kenapa pa?"

"Seneng aja, anak-anak bapak akur semua—memang harusnya seperti itu, harus peduli satu sama lain"

"Kalau yang satunya kurang ajar?" Tanya Nathan ikut bercanda.

"Maksudnya itu kamu?"

"Nathan udahan lah!"

Jai ikut tertawa bersama bapak ditengah rajukan Nathan "Gak ada anak bapak yang kurang ajar—semua sudah berkembang baik, semua sudah belajar dengan baik—dan semuanya tidak akan pernah saling menyakiti karena kalian ini satu kesatuan yang bapak bentuk sedemikian rupa—jendral-jendral berpangkat tinggi kebanggaan bapak"

"..."

"Untuk anak-anak bapak, tidak ada yang perlu bapak khawatirkan—semuanya berkembang sesuai arah dan mimpi kalian masing-masing, semuanya tumbuh jadi manusia yang bijak—begitu juga Jibran"

Tak ada yang menjawab baik itu Nathan ataupun Jai, keduanya sama-sama terdiam dan dengan seksama mendengarkan ucapan Bapak.

Bapak selalu dekat dengan anak-anaknya, bercanda selayaknya teman, dan bijak untuk membimbing.

Bapak juga suami yang baik, dan kepala keluarga yang luar biasa.

Setiap orang yang pernah berbicara dengan bapak akan selalu menghormatinya dengan penuh rasa sanjung.

Bapak juga  bukan seorang petinggi yang memiliki jabatan, Bapak adalah orang yang sederhana dan dermawan.

Bapak adalah pion sekaligus rolemodel terbaik untuk anak-anaknya.

Rasanya mereka tidak akan pernah mampu hidup tanpa sosok bapak.

"Ada sisi yang gak kalian tau, tapi bapak tau betul—coba terka anak itu lebih dalam, kalian yang akan terkejut sendiri"

"..."

"Betapa kayanya Jibran"

•~~•

"Loh kok jadinya Bang Jai yang ngobrol sama kita?"

Jai menghela nafasnya dalam.

"Emangnya kalian yakin bisa ngobrol sama Nathan?"

Jejen jadi berfikir betul juga, terakhir kali Nathan melakukan ini berujung dengan gelakan tawa meledek poster EXO di kamar Jai.

"ITU KENAPA MUKANYA SI BACEM KAYA GITU?!"

"NAMANYA BAEKHYUN!!!!"

Jejen menjentikan jarinya.

"Iya, Bang Jai memutuskan pilihan tepat"

"Ok, jadi siapa yang mau bicara duluan?"

Jibran masih bungkam, anak itu mengalihkan pandangannya ke arah lain—mencoba menyibukkan diri dengan menghitung jumlah pohon touge yang tumbuh di dalam kotak rubik yang hancur lebur.

"Kayanya Jibran gak mau duluan, kamu aja Jejen"

Jejen menghela nafasnya sejenak "Jadi gini Bang—Jejen cuman membela apa yang jadi milik Jejen—Jibran itu bagian dari Jejen juga"

"Terus?"

"Jejen gak tau alasan Jibran makanya Jejen sempet marah"

Sesekali mata Jejen menatap ke arah Jibran sebelum kembali mendongakan kepalanya kepada Jai sebab kini kedua anak itu duduk dikarpet nyaman kamar Jai dengan Jai yang berdiri menjulang tinggu di depan mereka.

"Tapi sekarang gue udah gak marah—kayanya memang gue yang berlebihan ya Jie?" Jejen beralih untuk menatap punggung Jibran yang masih terdiam seolah sibuk dengan dirinya sendiri.

"Sorry—gue gak bermaksud begitu, gue cuman gak mau lo kenapa-napa, karena bagaimana pun juga—"

"—Iya Bang Jen"

Jibran akhirnya berbicara.

"Maafin Jibran juga—sekarang Jibran pengen ngobrol sama Bang Jai"

"Tapi apa alasannya sampai lo kaya gitu? Gue juga berhak tau"

"Gak ada alasannya kok, Maaf kalau Jibran kebawa emosi"

Jejen tidak bisa berbicara lagi, dengan perlahan anak itu berjalan untuk mengusak rambut Jibran kemudian pergi berlalu meninggalkan kamar Jai.

"Mau cerita apa?"

"Jibran egois Bang—Jibran kalah sama diri sendiri"

"Kenapa berfikir kaya gitu?"

"Bang, Jibran tau betul—Jibran sangat bersyukur bisa lahir di kelurga ini, bisa jadi adik dari Bang Nathan, Bang Jaj, dan Bang Jejen, jadi anak Ibu dan Bapak"

"..."

"Jibran udah serakah"

Jai hanya diam untuk mendengarkan adiknya itu biacara.

"Jibran selalu meminta lebih—tapi Bang, aku juga gak suka dianggap lemah"

"..."

"Jibran gak suka kalau selalu dikasihani sama abang-abang—soal masalah sama Bang Jejen, Bang Jejen gak salah apa-apa, aku yang terlarut sama emosiku sendiri sama ambisi yang harus selalu aku kejar".

"..."

"Kalau nanti Jibran gak bisa jadi apa-apa, tolong jangan kasihani Jibran"

•~~•

"GBLK NATHAN GBLK!!!!"

"BUUUUU!!!!!—"

"—Teriak aja coba" Nathan lebih mampus kalau berurusan sama Jai.

"Lagian lo ngumpat gak liat sikon!"

"Lo yang ngapain diem depan pintu kamar sambil lampunya digelapin?! Apa gue gak mikir itu setan?!"

Nathan menyeringai seram.

"Gue lupa lo emang setan"

"Jadi kenapa gerangan adik tersayang gue itu? Gara-gara manyun jadi gak bisa disuruh buat beliin cilor"

"Om-om mana paham"

"Sini gue ketekin!!!"

"Gue tabok juga idung lo ya pake teflon!!!"

"Ok jadi gimana?"

"Seperti terkaan Bang Nathan—iya Jibran kehilangan percayanya sama diri sendiri"

Nathan mengangguk "Yaudah gue mau keluar dulu, nanti kalau ada yang tanya, bilang aja mau nongkrong"

"Nongkrong mulu kerjaan lo"

"Eitssss...nongkrong gue mah berduit"

•~~•

Jai kembali menatap ponselnya, pesan yang ia tujukan pada kasihnya itu tak kunjung dijawab—apakah Jai harus pergi menyusul kesana?

Tanpa alasan yang jelas keksihnya itu tiba-tiba memilih untuk mengakhiri hubungan mereka, ada sesuatu hal yang ditutupi gadis itu dan perlu Jai cari tahu.

Segala firasat buruk kembali menyelubungi laki-laki itu, ternyata ada beberapa hal yang bahkan tidak bisa Jai control.

Termasuk dengan hal-hal tak terduga dari gadis itu.

Berkali-kali Jai mengusak rambutnya, ia tidak boleh terlalu berlarut memikirkan hal tersebut.

Nadine : Jai, ayo kita bicara, kapan kamu ada waktu?

Jaitrama : Kapanpun yang kamu mau

Jai menghela nafasnya panjang sebelum tangannya ia arahkan untuk menarik laptopnya dan mengerjakan hal-hal yang perlu ia kerjakan.

Sebuah deringan telpon berbunyi menampilkan sebuah nama yang membuat Jai mendengus.

"Halo?"

"WOY NGAB!!!"

"Paan?"

"Gue dapet tempatnya, kira-kira mau di obrolin kapan?"

Jai yang pada mulanya nampak malas-malasan menjawab panggilan telpon Julian kini nampak begitu bersemangat.

"Serius?"

"Tempatnya strategis juga—banyak yang harus di renov sih tapi it's ok ini bisa kita obrolin nanti—"

"Gue ke rumah lo"

"Siap, gue tunggu"

Tanpa berfikir panjang lagi, dengan segera Jai mengambil jaketnya dan berlari kecil untuk menyalakan motornya.

Semoga ini menjadi awal yang baik.

Ada sebuah bangunan kecil di tengah kota yang Jai dan Julian incar sejak lama, mereka berencana untuk membangun sebuah bisnis kuliner kecil yang akan mereka kelola kelak, tempat yang sangat strategis dan juga sangat cocok untuk dijadikan sebuah tempat bersantai di hiruk-pikuk kota Bandung saat sore hari.

•~~•

• The 'J' Siblings •

•~~•

ToBeContinue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro