03. Memulai Kembali?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Renjun sedang berada di teras belakang rumahnya, berbaring memainkan ponsel ditangannya sembari memikirkan universitas mana yang dia inginkan ketika tiba-tiba benda yang dipegangnya itu berdering.

"Hai, Mark."

"Hei, Bro! Wassup? Gimana kabar lo? Gue khawatir banget sama lo! Are you okay, Bro?" Renjun menjauhkan telinganya dari ponsel begitu mendengar celoteh Mark yang nggak ada titik koma-nya alias panjang.

"Gue nggak apa-apa, yah, cuma menyesal gue lagi-lagi bikin Mama kecewa. Tapi gue seneng sih bisa ngabisin tuh sampah Eric meski akhirnya harus drop out."

"What??! Are you sure?! Lo kena DO???" Mark heboh sendiri di ujung sana, dan hal itu membuat Renjun tersenyum membayangkan reaksi Mark sekarang.

"Wait, wait, lo yakin nggak salah denger?"

"Nggak, kemarin Mama udah dipanggil pihak kampus, trus pulang bawa surat keputusan drop out." Renjun bangkit dari posisi rebahannya lalu duduk.

"Oh, My God! Ini bencana! Trus gue gimana?"

"Ya, nggak gimana-gimana. Lo nggak kena hukuman berat, kan?"

"Gue dapet skorsing, tapi itu nggak sebanding dari lo. Oh God, trus ini gimana?" Lagi-lagi Mark berteriak heboh.

"Gue nggak tau. Gue ngerasa nggak enak karena akhirnya Mama repot lagi karena masalah gue."

"Eh, tapi beneran nyokap lo nggak marah besar atau gimana karena lo kena dikeluarin?"

"Nggak marah besar, tapi kecewa."

Terdengar Mark mengembuskan napas pelan di ujung sana, mendengar penuturan Renjun.

"Sorry ya, Mark, udah bikin lo ikut keseret masalah gue. Lo sahabat terbaik gue, thanks." Renjun tersenyum tulus mengatakannya sekalipun Mark tidak melihatnya. Mark itu sudah seperti saudara baginya.

"Apaan sih, tiba-tiba ngomong begitu? Kek film melodrama deh," cibir Mark yang tertawa mendengar ucapan Renjun. "Tapi sama-sama Ren, lo juga sohib terbaik gue. Eh, lo mau ke kampus mana? Ntar gue susulin deh."

Renjun balas tertawa mendengar ucapan sahabatnya itu, "Lo kira gue nongkrong, maen susul aja. Gue belom tahu, ntar gue kabarin deh."

"Heuu~ gue kan nggak bisa jauh dari lo. Yaudah ntar beneran kabarin gue ya? Gue mau anterin adik gue les dulu.  See you, Bro."

Renjun mengakhiri teleponnya, mengambil gelas jus di sampingnya dan menenggak isinya sampai habis.

Dia senang memiliki seorang Mark sebagai sahabatnya. Dan Renjun merasa bersalah karena Mark dihukum akibat kesalahannya.

***

Malam itu Renjun sedang membaca buku di kamarnya saat mamanya tiba-tiba mendatanginya.

"Sayang? Mama udah pulang. Kamu sedang apa?" tanya mamanya yang berjalan mendekat lalu mencium keningnya sekilas, sebelum kemudian duduk di tepi ranjangnya.

"Hai, Ma. Ini aku nggak ngapa ngapain kok, cuma baca aja," jawab Renjun tersenyum lalu menatap mamanya yang masih memakai baju kantor dengan wajah tampak lelah. Selalu seperti itu, tapi jika ditanya pasti sang mama akan bilang kalau dia tidak pernah lelah.

"Udah makan malam?"

"Udah kok, hari ini Uncle Jae nggak ikut pulang?"

"Ada tuh di bawah, mau makan malam katanya."

Jangan heran hika melihat Jung Jaehyun berada di rumah keluarga ini. Dia mungkin lebih sering berada di sini daripada apartemennya sendiri. Makna dari 'feels like hone' begitu katanya.

Dulu sang mama pernah mengatakan kalau Jung Jaehyun ini orangnya formal, kaku, dan pemalu banget pas awal mulai bekerja menjadi sekertaris pribadinya.

Tapi berhubung sang mama orang yang cerewet akhirnya dia 'merubah' seorang Jung Jaehyun menjadi seperti sekarang. Apalagi setelah Renjun lahir ke dunia dan sang mama harus merawatnya sendirian, Jaehyun katanya jadi lebih ramah dan manusiawi. Hahaha itu menurut penjelasan mamanya.

Jung Jaehyun itu sudah seperti kakak bagi mamanya. Oke sekian tentang Om Jae, kita balik sekarang.

"Ren, kamu udah mutusin mau pindah ke universitas mana?" tanya sang mama.

"Belum, Ma ..."

"Mau tinggal sama Papa dan kuliah di sana?" tanya sang mama tiba-tiba, sengaja mengalihkan pandangannya dari Renjun.

"Mom, are you serious? Ini beneran boleh?" Renjun tampak senang mendengar tawaran dari sang mama yang tiba-tiba.

"Ya, serius. Tadi Papa kamu telepon dan dia tahu kalau kamu baru saja drop out dari kampus. And as always, he know everything about you, about us. Bahkan tanpa Mama kasih tahu pun, dia akan tahu. Papa kamu bilang kalau dia akan daftarkan kamu di universitas terbaik, itupun kalau kamu mau."

"Aku mau! Tapi apa itu artinya aku pindah untuk tinggal sama Papa?"

"Iya, kamu pindah." Hyuri menjawab dengan suara lebih pelan dan memaksakan sebuah senyum hangat untuk putranya itu.

"And how about you, Mom? Ikut pindah sama aku, kan?" tanya Renjun yang kemudian ragu, menyadari perubahan di wajah ibunya walaupun sekilas.

"Nggak, Sayang. Mama tidak bisa ikut pindah."

"Tapi, Ma ..."

"Dulu kamu sering bertanya, kenapa Mama nggak bolehin kamu tinggal sama Papa? Itu karena Mama nggak mau jauh dari kamu. Dulu Mama minta supaya kamu menunggu sampai Papamu yang datang ke sini untuk ketemu." Hyuri meraih jemari putranya itu dan menggenggamnya erat.

"Sekarang anak Mama ini sudah dewasa, kamu sudah bisa mandiri tanpa Mama."

"Mom, nggak gitu. Aku butuh Mom disampingku, aku nggak bisa jauh dari Mommy."

"Tapi ini saatnya kamu belajar mandiri, lagipula kamu nggak sendirian sweetheart, ada Papa dan kakak kamu di sana."

Renjun hanya diam menatap jemarinya yang digenggam erat oleh sang mama. Memang selama ini Renjun sering protes pada mamanya kenapa dia tidak bisa tinggal atau bertemu papanya dengan leluasa.
Mamanya memang tidak mengatakan alasannya, tetapi Renjun tidak terlalu memikirkannya karena mereka masih bisa bertemu meskipun jarang.

Tapi sekarang kalau harus memikirkan untuk tinggal dengan papanya dan meninggalkan sang mama, rasanya sedikit tidak nyaman. Renjun tidak pernah jauh dari sang mama. Hm, pernah sih, pas ibunya harus pergi ke luar negeri untuk mengurus kantor. Tapi kecualikan hal itu karena bisa di bilang tidak tinggal terpisah.

Dia senang bisa tinggal bersama papanya setelah sekian lama, tapi—

"Ren? Are you okay? Kalau kamu nggak mau, Mama akan bilang sama Papamu dulu."

"Nggak bisa l kita tinggal bareng?" sela Renjun. "Lebih menyenangkan kalau kita bisa tinggal bersama."

"Kim Renjun, look. Dalam keadaan ini mama nggak bisa meninggalkan perusahan dan pekerjaan begitu saja, seperti yang kamu tahu. Kasihan grandpa kalau harus mengurus semuanya sendirian. Mama janji akan sering mengunjungi kamu ke sana."

"Nggak bisa handle perusahaan dari cabang kita di sana?" Renjun masih berusaha membujuk sang mama.

Hyuri tersenyum lembut lalu mengusap kepala putra kesayangannya itu. Dia sebenarnya juga tidak rela melepas putranya, tetapi kemarin Jaehyun mengomelinya habis-habisan agar mempertimbangkan kepindahan Renjun untuk kuliah dan tinggal di tempat papanya. Renjun sudah dewasa dan mungkin ini saatnya membiasakan diri untuk jauh darinya.

Meski Hyuri sangat tidak setuju membawa Renjun ke sana, tetapi kemudian Kyuhyun sendiri menghubunginya dan mengatakan hal yang sama seperti Jaehyun. Dan dia tidak bisa menolaknya kali ini.

"Ada Uncle Vernon di cabang kita di sana, kamu nggak perlu khawatir. Mama akan antar kamu."

Setelah diam sejenak dan berpikir, Renjun menatap ibunya. Dia tidak bisa menolak atau memaksakan keinginannya jika ini keputusan ibunya.

"Kapan aku berangkat?"

"Mama akan siapin semuanya. Besok kita ke Korea." Akhirnya sebuah senyum terlihat di wajah mamanya. Sementara Renjun meyakinkan diri kalau dia akan baik-baik saja bersama Daddy nya.

"Thanks Mom, I promise to make you proud."


***

"Renjuuuun ahh~"

"Renjuuuuuunnnnn!"

"Kenapa sih selalu mengabaikan pesan dariku? Aku telepon pasti nggak dijawab. :'(

"Kamu bakalan datang kan? Aku udah nggak sabar ketemu."

"Cepetaan datang injunkuuu~"

Kernyitan yang begitu dalam tergambar jelas di antara kedua alis Renjun saat membaca pesan teks di ponselnya. Wajahnya terlihat antara ilfeel dan kesal.

Dia sekarang ada di mobil untuk menuju bandara bersama sang mama, dan diantar sama Om Jaehyun.

"Ren, jangan berantem di sana. Baik-baik sama temen-temen kamu di sana. Jangan membuat msmamu khawatir." omel Jaehyun dari balik kemudi.

"Iya iya, aku tahu."

"Jangan berlebihan makan, pokoknya jangan sakit di sana, karena itu juga bikin mamamu khawatir."

"Iyaa."

"Trus jangan bandel dan nurut sama papamu, jangan..."

"Cerewet deh, mulai." Renjun mendengus mendengar omelan Jaehyun yang nggak ada habisnya.

"Ren..."

"Tapi Om Jaehyun cerewet banget, Ma," cibir Renjun yang melihat ekspresi Jaehyun dari kaca.

"Om Jaehyun begitu karena dia sayang kamu. Sekalipun dia secerewet burung beo tapi dia sayang kamu kok." Ibunya tersenyum dan mengusak rambut Renjun gemas.

"Iya tahu kok. Thanks uncle, for everything." sahut Renjun pendek dan  dingin, tapi dia tulus mengatakannya. Karena baginya Jung Jaehyun adalah pria baik yang selalu ada untuknya dan sang ibu.

"I will miss you."

"Aku nggak tuh."

"Dihh, jahat! Hyuri ah, anakmu ini sungguh sungguh dua kali lebih menjengkelkan darimu."

Hyuri tertawa melihat interaksi adu mulut putranya dan Jaehyun.

"Ah, Jae. Selama beberapa hari ke depan tolong handle perusahaan dan bereskan masalah kemarin dengan keluarga Son ya. Aku nggak mau mereka banyak tingkah setelah insiden Renjun dan anak itu. Lakukan seperti biasa kalau bisa, jika tidak... kau tentu mengerti apa yang harus dilakukan."

"Ya. Aku akan menjaga sampai anda kembali."

"Terima kasih."

***

Incheon, Korea.

Cuaca hari ini lumayan cerah dengan angin berhembus segar dan tidak terlalu panas.

Seorang pria dengan mantel coklat sedang berdiri dengan kedua tangan di saku. Di sebelahnya ada seorang anak laki-laki yang memakai pakaian dengan warna yang kontras dari pria di sebelahnya. Tampak menatap pintu kedatangan penumpang dengan tidak sabar.

Hingga para penumpang dengan kedatangan dari London keluar satu persatu.

"Kenapa nggak ada ya? Beneran datang kan Pa?"

"Iya, tunggu dengan sabar dan jangan mondar mandir begitu."

Yang ditegur hanya mencibir namun tidak menghentikan langkah gelisahnya yang menunggu.

"Ah, Bundaaaaaa!" serunya melambaikan tangan lalu berlari mendekati seorang wanita cantik nan modis yang nampak menyeret koper diikuti seseorang di belakangnya.

"Hai, Sayang!"

Hyuri melepaskan tangannya dari koper lalu menyambut Jaemin dalam pelukannya.

"Jaemin rindu Bunda. Rinduuuu~ banget!" Jaemin memeluk Hyuri erat sementara pria yang sedari tadi berdiri diam dari jarak beberapa meter dari mereka berjalan mendekat.

"Hai, Pa."

Renjun berjalan menghampiri Kyuhyun yang kini mengulurkan tangan untuk memeluknya.

"Hai, jagoan papa. Apa kabarnya?" Kyuhyun memeluk Renjun erat dan mengusak puncak kepala putranya itu lembut.

"Aku rindu Dad."

"Papa juga rindu sama kamu." Kyuhyun melepaskan pelukannya, lalu menatap ke arah Jaemin dan Hyuri yang masih berpelukan.

"Hai."

Ucap keduanya bersamaan saat mereka beradu pandangan. Hyuri melepaskan pelukannya pada Jaemin lalu berjalan menghampiri Kyuhyun dan Renjun.

Hyuri memang tidak pernah menemui Kyuhyun bahkan ketika pria itu datang ke London untuk bertemu Renjun atau mengantar Jaemin berlibur.
Hyuri akan menyapa melalui telepon dan menghindari bertemu mantan suaminya itu.

"Kita pergi sekarang?" tanya Kyuhyun menatap ketiganya.

"Iya, tapi aku harus ke apartemen dulu untuk meletakkan koper." jawab Hyuri yang kini menggandeng kopernya.

"Kau tidak ingin menginap di rumah? Kenapa harus ke apartemen?" Kyuhyun mengambil alih koper Hyuri namun wanita itu berusaha menolaknya.

"Aku sudah meminta Vernon menyiapkannya untukku. Tidak apa-apa."

"Bundaaa, nginep di rumah aja, ya? Kan Jaemin masih rindu, ya?" bujuk Jaemin menatap ibunya memelas.

"Mama kan udah janji mau nemenin aku. Kalau Mama ke apartemen gimana sama aku?" kali ini Renjun dengan muka cemberut dan memelas menatap sang mama.

"Kau hanya di sini selama 3 hari, akan lebih baik kalau kau menemani anak-anak di rumah." Kyuhyun kembali mengambil alih koper Hyuri dan juga milik Renjun.

Hyuri tidak nyaman jika harus bertemu Kyuhyun apalagi tinggal bersama di rumah. Rumah yang mengingatkannya akan masa lalu.
Tapi dia tidak ingin mengecewakan kedua putranya. Apalagi Renjun.

"Baiklah."

"Yeeaayy!! Jaemin senang bisa tinggal bareng Bunda."

"Bunda juga, Sayang." Hyuri menggandeng tangan kedua putranya lalu berjalan mengikuti Kyuhyun yang sudah lebih dulu berjalan ke mobil dengan membawa koper.

.
.
.

"Injuuuuunnn~"

"Nggak usah panggil- panggil gue."

"Renjun ah~"

"..."

"Renjunkuuuu~"

Plak!

"Aduhhh! Kok jahaat sihhh??" Jaemin mengusap wajahnya yang baru saja terkena buku tebal lemparan maut dari Renjun.

"Lo berisik."

"Sadis banget main lempar benda ke muka orang apalagi aku nih kakak kamu." Jaemin masih mengusap wajahnya sembari berbaring di samping Renjun yang sedang menbongkar isi koper.

"Injuunn~"

"Berisik ah! Sekali lagi lo bacot bakalan gue tonjok beneran."

"Galak dihh."

"Bodo amat." Renjun masih tidak menggubris sang kakak yang berbaring di sampingnya dan mulai menata pakaiannya untuk diletakkan di lemari.

"Injuunn~"

"Bacot dah."

"Padahal aku mau nanya sesuatu tapi kamu galak ih. Kok makin galak? Kok gak sembuh galaknya dari dulu?" cibir Jaemin yang kini bertumpu pada lengan kanannya dan menatap sang adik lekat-lekat.

"Lo sengklek nggak sembuh-sembuh."

"Jahatnyaa."

"Mau nanya apaan deh, berbelit banget." Renjun merotasikan bola matanya, sangat jengkel dengan keabsurdan kakaknya itu.

"Nggak nanya sih, lebih tepatnya mau minta sesuatu. Bujukin Bunda dong biar mau tinggal di sini."

Renjun yang tengah menyusun pakaiannya di lemari berhenti sejenak dan menatap kakaknya sekilas.

"Nggak."

"Kok gitu? Bunda biasanya menuruti apa yang kamu pengen. Jadi bilangin ya?" Jaemin kali ini balas menatap Renjun dengan penuh harap.

"Mama nggak bisa. Gue udah bujuk tapi nggak berhasil. Lo aja sana bilang sendiri."

Jaemin berdecak kecewa mendengar jawaban Renjun.

"Padahal setelah sekian lama gue berharap Bunda bakalan di sini lebih lama. Tapi Papa bilang cuma 3 hari."

Jaemin kembali berbaring sembari memeluk bantal. Matanya menerawang menatap langit-langit kamarnya. Dia rindu pada bundanya, tahun lalu dia tidak pergi ke London untuk berlibur dan tinggal bersama bunda seperti biasanya karena neneknya sakit. Dia belum sempat berkunjung sampai sekarang, hingga tiba-tiba beberapa hari yang lalu ayahnya memberitahunya kalau Renjun dan bundanya akan datang ke Korea.

Pluk.

Sesuatu bertengger tepat di wajah Jaemin yang sedang melamun, sukses membuatnya terkejut.

"Apaan sih nih? Kurang ajar banget emang nih adik satu, nggak ada akhlak emang!" omelnya lantas bangun dari tidurnya dan duduk menatap Renjun yang masih santai mengeluarkan pakaian dan buku-bukunya.

"Itu hoodie buat lo. Kembaran sama gue cuma beda warna." sesingkat itu Renjun mengatakannya bahkan tanpa menatap kakaknya itu.

Jaemin menatap hoodie berwarna hijau muda ditangannya lalu obsidian legamnya beralih ke wajah adiknya yang sejak tadi sama masih sibuk sendiri.

"Uwuuuu~ manisnya adik aku yang satu iniiiii!" hebohnya Jaemin kemudian memeluk Renjun yang otomatis langsung meronta-ronta melepaskan diri.

"Ngapain sih lo?! Sanaaaaa! Nggak usah nempel-nempel gue!"

"Tapi aku gemessss!"

"Gue jijik sana! Cho Jaemin pergi sanaaaa!"

Bisa dipastikan dua anak ini berakhir dengan gelud yang kalo diliat bisa ngerusak mata. Bukannya apa-apa, hanya saja menurut Renjun jika Jaemin sudah mulai gaya sok imut, akan bikin bulu kuduk merinding, isi perut bergejolak bahkan menimbulkan sakit kepala. Intinya bikin Renjun geli dan jijik deh.

Sementara Jaemin yang sangat tahu Renjun anti dengan keimutan akan menyerang tanpa ampun. Nggak peduli sekalipun teriakan Renjun merusak gendang telinganya. Ya, tahu sendirilah endingnya gimana, Renjun menang dengan sedikit kekerasan. Eh, tapi bukan kekerasan serius ya palingan gulung si Jaemin dalam selimut doang.

"Kalian berdua bisa lebih tenang?"
Suara kalem Hyuri terdengar dari ambang pintu kamar mereka membuat keduanya yang sedang bergelud menoleh bersamaan.

"Mama ..."

"Bunda..."

"Oh God, kalian udah gede ya. Udah jadi anak kuliahan kenapa kelakuan seperti anak tk?" Hyuri menggeleng pelan dan mengembuskan napas panjang melihat tingkah kedua anaknya yang absurd jika disatukan.

"Jaemin resek Ma, dia gangguin aku!"

"Bunda aku cuma peluk aja loh. Masa peluk adik sendiri nggak boleh?" Jaemin masih dengan posisinya yang aneh mendekati dan memeluk Renjun.

"Mama pusing liat kalian, rapikan tempat tidurnya lalu turun. Kita makan malam." Hyuri menghela napas pasrah karena setiap kali kedua putranya bersama maka yang terjadi adalah keributan tiada akhir.

"Ya, Ma."

"Ya, Bunda."

Setelah Hyuri menutup kembali pintu kamar mereka, keduanya mengembuskan napas panjang.

"Lepasin gue."

"Nggak."

"Gue bilang lepas atau gue tonjok beneran."

"Masih pengen peluk."

Grraaww!!

"Aaauuww!" Teriakan Jaemin tertahan saat Renjun menggigit lengannya lalu segera melepaskan diri dan menggulung sang kakak dalam selimut.

"Lo rapiin tuh tempat tidurnya. Bye!"

Renjun segera merapikan dirinya dan meninggalkan Jaemin yang masih tergulung sementara kakaknya itu meringis akibat gigitannya.

"Dasar adik buas, tapi aku sayang." gerutunya lalu cengar cengir kemudian melepaskan diri dari gulungan selimut dan mulai merapikan tempat tidur sebelum turun menyusul untuk makan malam.

Seperti yang selama ini selalu hanya dibayangan oleh Jaemin, saat dia turun, dia melihat Ayahnya, Bundanya dan adiknya sedang menunggunya di meja makan. Tersenyum senang, Jaemin mempercepat langkahnya menuju meja makan.

"Uwaahh, banyak sekali makanannya!" serunya lalu duduk disamping Renjun.

"Iya, Bunda siapin banyak supaya kalian banyak makan. Tapi maaf ya, sebagian Bunda beli karena nggak cukup waktu untuk memasak."

"Nggak apa kok, Bunda, capek baru sampai. Jaemin udah senang Bunda masakin trus bisa makan bareng gini. Udah lama kita nggak makan bareng, ya kan, Yah?"

Kyuhyun yang sejak tadi hanya menyimak percakapan ibu dan anak hanya tersenyum. "Iya."

"Ren rindu makan bareng Papa."

"Iya, kalau begitu makan yang banyak ya. Biar tambah kuat. Biar makin jago nanti baku hantamnya," goda Kyuhyun pada Renjun dengan sedikit berbisik.

"Siipp!" Renjun tersenyum hingga matanya menyipit imut sekali. Dia memang merindukan papanya, hanya bertelepon setiap hari tanpa bertemu.
Akhirnya momen seperti ini datang juga.

"Papa sudah mendaftarkan kamu di Skyndia International University Ren, besok kamu bisa kesana bareng Jaemin. Atau mau Papa temani?"

"Kalau Papa nggak repot, Renjun mau diantar sama Papa dan Mama juga."

"Dihh, lo anak tk emangnya dianterin Ayah sama Bunda?" cibir Jaemin sembari melahap sepotong daging ayam favoritnya.

"Apasih, sirik!"

"Nggak sirik, lo aja yang aneh masa ke kampus pake dianterin segala?"

"Biarin. Yang penting gue bahagia wee."

"Jaemin mau dianterin Bunda juga?" tanya Hyuri sembari tersenyum menatap Jaemin yang langsung disambut Jaemin dengan anggukan antusias karena mulutnya penuh dengan sesuap selada.

"Lah gitu nyinyir ke gue, padahal mau juga dianterin," gantian Renjun mencibir Jaemin.

"Ya, beda dong, aku kan rindu Bunda. Eh, tapi besok aku ada pertemuan himpunan, jadi berangkat lebih pagi. Bunda nggak usah anterin tapi kalau bisa jemput aja pulangnya," terang Jaemin panjang lebar.

"Yaudah kalau gitu, nanti Bunda mau ke kantor ketemu Om Vernon dulu. Siangnya Bunda jemput kamu."

"Trus aku gimana? Masa dianter Papa aja?" protes Renjun cemberut ke mamanya dan Jaemin.

"Keberadaan Papa nggak cukup buat Ren?" tanya Kyuhyun yang kini sudah selesai makan, menatap putranya itu dengan seulas senyum.

"Nggak gitu, Pa. Yaudah... Ren pergi sama Papa aja."

Alhasil, meski dengan cemberut Renjun menerima keadaan berbagi ibu dengan Jaemin. Inilah yang pasti terjadi kalau mereka bersama, saling berebut menghabiskan waktu dengan sang mama. Tapi Renjun sadar, kakaknya pun berhak menghabiskan waktu dengan mamanya.

Dan Hyuri selalu merasa bahagia di saat melihat kedua putranya, sekalipun mereka selalu ribut setiap bersama tapi akhirnya mereka akan sama-sama saling mengalah dan akur kembali.

.
.
.
.

Bersambung.

Haloo... ^^
Masihkah kalian baca cerita ini?
Ehehe.. makasih banget yang masih baca :')
Sayang kalian dehh...
Jangan lupa tekan bintangnya ya biar makin semangat nulisnya.
Hehehe...

Sayang kalian banyak-banyakkkk...!



Kita kenalan yukkk sama Renjun family yang lain :)

Ini Cho Jaemin
Kakak yang sering diajakin ribut
Renjun

Dan ini Daddy kesayangannya Renjun.
Cho Kyuhyun

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro