05. Peraturan Kecil

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Hai, semuanya ^^
Masih disini nungguin JaemRen kan?
Makasih ya udah mau baca,

Semoga kalian makin suka! ^^

Oh, pas nulis ini aku dengerin lagunya
Shaun - Way Back Home

Nggak tau kenapa, tapi nge-feel aja

Selamat membaca! ^^

"Ren! Kamu masih lama nggak?" Jaemin nampak sudah siap dengan tas di bahunya menunggu di ruang tengah dengan tidak sabar.

"Iya bentar, berisik."

Yang ditunggu dengan santainya turun dari kamarnya di lantai dua dan menuruni tangga tanpa sedikitpun berniat mempercepat langkahnya sementara sang kakak tampak kesal.

"Ini tuh hari pertama kamu masuk, kenapa malah nggak lebih pagi sih?"

"Nggak bakalan telat juga, ngapain bingung deh. Lagian gue yang masuk kenapa lo yang panik sih." Renjun melirik Jaemin kemudian matanya menatap sekeliling.

"Where is Mom and Dad? Tadi ada pas sarapan, gue tinggal naik bentar kok udah sepi."

"Apanya yang naik bentar? Kamu tuh diatas selama 45 menit Injuuunn! Dihh, nggak nyadar banget, papa sama bunda udah berangkat duluan ke kantor." dan begitulah seorang Jaemin mulai mengomel di pagi hari setelah tak ada keributan selama bertahun-tahun di rumah ini.

"Ya sorry deh, gue nyari kacamata gue dulu. Ternyata masih di koper." Renjun berjalan melewati sang kakak yang masih memasang wajah kesal lalu mengekori Renjun keluar.

"Wahhhh! It's amazing!" Renjun terbelalak terkejut sekaligus senang melihat Camaro ZL1 merah di halaman rumah mereka.


Begitu juga Jaemin yang berdiri di samping Renjun, melongo melihat Camaro ZL1 merah itu berjejer rapi dengan Aston Martin hitam miliknya.

"Selera Mom nggak pernah mengecewakan dan seperti biasa selalu mengagumkan." Renjun berjalan dan membuka pintu mobil, menyalakan mesinnya.

"Gue duluan ya!"

"Eh, bareng dong Injuunn. Ya?" Jaemin melangkahkan kaki lalu berdiri di samping Renjun. "Kan aku udah tungguin tadi, ya?"

"Nggak, gue nggak mau. Kita berangkat sendiri-sendiri dan satu lagi..." Renjun mematikan mesin mobilnya kemudian menatap Jaemin tepat di obsidian legamnya, "Di kampus, nggak ada yang boleh tahu gue sama lo saudaraan. Kalaupun emang ada yang tahu lo bilang aja kita sepupu, nggak lebih. Oke?"

Jaemin terkejut mendengar ucapan Renjun dan tampak tidak percaya dengan apa yang dikatakan adik kesayangannya itu.

"Maksudnya? Kenapa harus gitu, nggak masalah kan kalo kita saudara. Jadi—"

"Bukan masalah bagi lo, tapi ini masalah besar buat gue. Paham?" Renjun memotong kalimat Jaemin sehingga membuat sang kakak semakin menatapnya tak percaya.

"Ren, kita kakak-adik, kita saudara! Kenapa harus menyembunyikan hal yang nggak perlu?"

"Nggak perlu? Maksud lo nggak penting? Dengerin gue baik baik ya, gue mohon sama lo kali ini. Lakukan apa yang gue minta, gue nggak mau mengulang hal yang sama. Thanks."

"Papa sama bunda bakalan marah kalau tahu."

"Dan lo cukup diem jangan sampai mereka tahu. Jadi jangan harap berangkat bareng gue, karena gue nggak mau." setelah mengatakan itu Renjun masuk ke mobilnya dan meninggalkan Jaemin yang masih belum sadar dari keterkejutannya.

.
.
.
.

"Kenapa? Tumben diem dari tadi." Jeno menyodorkan segelas americano di hadapan Jaemin yang sejak tadi melamun.

Mereka berada di kafetaria sekarang, kelas pagi mereka sudah berakhir 2 jam yang lalu namun keduanya masih menunggu kelas profesor Jeon satu jam lagi.

"Hmm, nggak kok."

"Nggak apa-apa tapi lo diem dari tadi. Raut muka lo juga beda dari biasanya, bilang aja kalo ada masalah."

"Udah, gue nggak apa-apa kok beneran. Mungkin gue cuma kaget." Jaemin menyeruput americano nya lalu tangannya meraih ponselnya di atas meja.

"Kaget kenapa?"

"Kaget sama sikap Renjun, bentar gue telepon dia dulu." lalu Jaemin diam menunggu panggilannya tersambung.

Tidak diangkat.

Apa mungkin dia masih ada kelas? batin Jaemin lalu mencoba sekali lagi.

"Hm, apa?"

Suara serak Renjun terdengar di seberang.

"Dimana?"

"Baru selesai kelas."

"Ke kafetaria gih, aku tungguin. Belum makan kan?" tanya Jaemin kalem, yang entah kenapa terdengar menyebalkan di telinga Jeno.

"Mm, iya gue kesana." lalu sambungan telepon itu terputus.

Jaemin tersenyum setelah meletakkan kembali ponselnya di meja. Dia akan meminta penjelasan dari Renjun tentang maksud ucapannya tadi pagi. Dia tidak ingin ada kesalahpahaman diantara mereka.

"Kenapa lagi deh, tadi muram sekarang senyum senyum. Aneh tau liatnya." gerutu Jeno sambil memainkan pasta di piringnya.

"Nggak kok."

"Lo tau nggak? Gue ngerasa lo jadi aneh kalo berhubungan sama adek lo si Renjun. Tadi lo bilang kaget karena sikapnya yang entah apa bisa bikin lo bermuka muram dari pagi, trus barusan lo telepon dia abis itu lo senyum senyum nggak jelas."

Entah kenapa Jeno sedikit sebal dengan sikap Jaemin ini. Dia tahu sekali Jaemin itu anak yang moody tapi nggak pernah secepat ini berubah mood.

"Nanti aja gue jelasin ke lo, setelah gue dengar penjelasan dari Renjun. Btw dia lama banget, apa kesasar?"

Mendengar itu Jeno berdecih kecil, "Bego banget kalo sampe nyasar." gumamnya namun masih bisa didengar oleh Jaemin yang langsung meliriknya dan mengerucutkan  bibirnya.

"Yakan dia masih anak baru Jenoo, baru aja pindah. Belum lagi ya, kayak lo nggak tau seluas apa Skyndia deh." Jaemin merotasikan matanya jengah kemudian kembali menyeruput minumannya.

"Haiiii guyss!" sebuah suara berat dan berisik membuat keduanya menoleh bersamaan.

"Ini anak sialan darimana aja? Udah sebulan nggak nongol ke kampus." Jeno membalas high five dari Lucas, -sahabat mereka yang lain- yang tiba tiba saja datang.

"Gue kira udah out lo." Jaemin menyambut high five Lucas yang kemudian duduk disampingnya.

"Sialan lo semua! Nggak tau kalo gue kena skorsing dari papa alias dihukum." Lucas meletakkan ranselnya lalu mencomot sandwich milik Jaemin.

"Kenapa? Abis balapan yang kemarin?" tanya Jeno.

"Ya gitu deh, si papa tau mobil gue kebakar pas terakhir kita balapan. Dan karena mobilnya nggak bisa diperbaiki alhasil gue ketahuan. Dan yahh, gue dikurung."

Jeno dan Jaemin tertawa mendengar jawaban Lucas.
Memang Jeno, Lucas, Hwiyong dan Jaemin suka balapan mobil sesekali. Sebenarnya Jaemin tidak balapan sih, dia hanya ikut nonton dan menyemangati ketiga sahabatnya di sirkuit.

"Eh, Hwiyong kapan balik? Lama banget di Aussie udah hampir tiga bulan." tanya Lucas menatap kedua sahabatnya.

"Tau tuh, gue hubungi susah banget. Chat gue sesekali doang dibalesnya." sahut Jeno yang kini sibuk dengan ponselnya.

"Sama gue juga." kali ini Jaemin menjawab lalu berdiri dari duduknya.

"Mau kemana lo?"

"Bentar, nambah minum gue." lalu dia berjalan menuju konter kafetaria meninggalkan kedua sahabatnya.

"Bro! Pesenin gue pizza sekalian ya!" teriak Lucas dengan cengiran khasnya yang membuat Jeno ikut tersenyum.

.

.

.

Sementara itu Renjun masih di dalam kelasnya, dia berencana ke kafetaria setelah menerima telepon dari kakaknya namun niatnya terhenti ketika ponselnya kembali berdering memunculkan nama yang rupanya dia rindukan.

"Good morning, my boy."

Suara dalam dan hangat yang biasa mengomel padanya terdengar di seberang sana.

"Ini udah sore om Jae." Renjun tersenyum kecil membayangkan om kesayangannya itu mungkin kesepian disana.

"Tapi disini masih jam 7 pagi Ren." Jaehyun terkekeh di sana, "I miss you my boy. Duh sepi nggak ada kalian disini."

"Hiperbola deh, biasanya juga sendirian... kan jomblo."

"Ini anak mulutnya! Emang minta diiket! Enak aja." decih Jung Jaehyun terdengar kesal namun itu terdengar menyenangkan di telinga Renjun.

"Canda om Jae, lagian marah-marah mulu ntar cepet tua."

"Kapan pulang?"

"Dihh! Aku kuliah disini om, nggak liburan. Mana bisa pulang seenaknya?" kali ini giliran Renjun yang menaikkan suaranya kesal, kenapa orang seperti om Jae bisa jadi tangan kanannya Mom sih? Absurd emang.

"Ya tahu kamu kuliah, tapi om kangen marah-marah sama kamu, nggak ada yang ngrepotin disini, sepi..."

"Ihhh, nggak banget! Jangan gitu deh, Ren tutup teleponnya nih!"

"Dibilangin rindu malah marah-marah emang dasar kamu tuh. Btw, gimana disana? Betah?" tanya Jaehyun kembali kalem.

"I don't know, aku juga masih belum terlalu beradaptasi disini. Aku suka kampusnya trus lingkungannya juga lumayan sih."

"Gimana dengan anak-anak disana, ada yang gangguin kamu?"

"Masih juga sehari masuk, belom tahu nanti." Renjun meraih ranselnya lalu beranjak dari duduknya mulai berjalan keluar kelas.

"Kalau ada apa-apa langsung telepon ya. Om akan segera nyamperin kamu kesana." Jung Jaehyun terkekeh lagi, dia senang sekali menggoda Renjun.

"You're my best uncle."

"Yaudah, om Jae mau berangkat ke kantor dulu, take care and don't make any trouble, okay?"

"Yes, Sir."

Renjun melangkah keluar kelasnya hendak menuju kafetaria, dia juga rindu om Jaehyun. Pria yang sudah sangat dikenalnya sejak kecil itu sudah seperti ayah juga untuknya. Pria yang menjaga dia dan ibunya dengan tulus sekalipun tak jarang mereka berdebat dan bertengkar.

Mark apa kabar ya? batin Renjun yang tiba-tiba ingat Mark Lee.
Dia ingin menghubungi Mark.

Buakkhhh!

Renjun meringis ketika punggungnya ditabrak keras dari belakang.
Tapi bukan itu yang jadi permasalahannya, sekarang kemeja belakang Renjun basah karena sesuatu.

"Oh damn! Apaan nih, sial banget!" umpat Renjun dan berbalik melihat bagian belakang kemejanya.

Mendengarnya mengumpat beberapa orang yang sedang ada disana berbisik dan menatapnya.

Sial.

Ditatapnya cepat pelaku yang sudah menabraknya.
Seorang gadis dengan wajah shock dan gelas kopi di tangannya yang isinya sudah berpindah di kemeja Renjun.

"Ah! Es kopi kuu!" pekik gadis itu menatap gelasnya yang kosong, dan sepertinya tidak menyadari tatapan maut dari pria dihadapannya.

"Gila ya?! Kalo jalan tuh di pake matanya! Lo numpahin minuman di baju gue, damn!"

"Ah! Maaf! Aku beneran nggak liat kamu keluar kelas, maaf ya!" gadis itu baru menyadari ada korban dari tumpahan kopinya lalu cepat-cepat membungkuk meminta maaf.

"Sial! Mana gue masih ada kelas lagi!" sungut Renjun mengibaskan kemejanya.

"Aku cuciin aja kemejanya atau aku ganti yang baru ya. Maaf banget nggak sengaja." gadis itu mendongakkan wajahnya dan menatap Renjun dengan ekspresi memelas dan rasa bersalah.

Renjun masih dengan wajah kesalnya, alis yang bertaut disertai tatapan tajam menatap gadis dihadapannya.

Sepertinya dia tidak asing dengan gadis ini, apa mereka pernah ketemu sebelumnya?

Wait, dia cewek yang kemarin buntutin profesor muda itu kan? batin Renjun mengamati.

Renjun berdecih, "This is ridiculos, lagi- lagi ketemu karena tabrakan di depan pintu. Jangan-jangan dia pembawa celaka." ucapnya.

"Hah? Maaf kamu ngomong apa ya? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya gadis itu setelah melongo mendengar ucapan Renjun barusan.

"Just forget it, sial banget gue hari ini."

"Aku bener-bener minta maaf, kamu bisa kasih aku kemejanya biar aku cuci."

"Nggak usah, lain kali kalo jalan dipake itu mata." setelah mengatakan hal itu Renjun berbalik dan berjalan pergi meninggalkan gadis yang masih terdiam di depan pintu.

Setelah beberapa langkah Renjun melepaskan kemeja merah bergaris birunya dan hanya menyisakan kaos putihnya, kemudian melemparkan kemejanya ke tempat sampah terdekat.

Hari pertama yang sial.

Di kafetaria Renjun berjalan ke konter untuk memesan kemudian pandangannya menyapu area kafetaria mencari sosok Jaemin.

Setelah mendapatkan pesanannya Renjun segera melangkahkan kakinya menuju meja tempat Jaemin dan dua orang temannya sedang makan.

"Sorry, udah nunggu lama." Renjun meletakkan makanannya lalu duduk di samping Jaemin. Mengabaikan keterkejutan Lucas dan tatapan tajam Jeno.

"Loh, baju kamu kenapa? Kok cuma pake kaos aja, kemejanya mana? Bukannya tadi pake pas berangkat?" tuntut Jaemin begitu matanya menangkap sosok adiknya dengan pakaian satu lapis di udara berangin ini.

"Lo nanya apa interogasi sih? Banyak banget." sungut Renjun yang kemudian menyeruput minuman sodanya.

"Wait, wait! Lo siapa? Maen dateng, duduk trus ngoceh aja." ucap Lucas menatap Renjun menyelidik lalu mengalihkan pandangannya pada Jaemin.
Sementara Jeno yang sejak tadi melihat kedatangan Renjun dengan tatapan tidak suka tampak tidak berniat mengubah ekspresinya.

"Ahiya lupa! Lucas kenalin dia ini—"

"Gue sepupu Jaemin, baru pindah ke kampus hari ini." sahut Renjun cepat memotong kalimat Jaemin.

Jaemin yang mendengar itu sesaat tergagap kemudian tersenyum canggung lalu mengiyakan.
Sementara raut muka Lee Jeno berubah semakin tajam mendengar ucapan Renjun. Kemudian menoleh pada Jaemin yang menatapnya dengan seulas senyum tipis dan mengangguk memintanya untuk mengerti.

"Lah adek sepupu Jaemin? Baru tahu gue kalo lo punya sepupu." kali ini Lucas menatap Jaemin menyelidik.

"Gue juga manusia njing! Punya saudara, emang gue lahir dari batu?" sungut Jaemin lalu kembali menatap Renjun. "Ini baju belakangnya kenapa kotor?" tanya Jaemin setelah melihat sedikit noda coklat di punggung Renjun.

Sepertinya noda kopinya sedikit mengenai kaos Renjun.

"Ada yang gangguin kamu? Iya? Kamu di kerjain?" tanya Jaemin beruntun membuat Jeno semakin mengernyit tidak suka sementara Lucas hanya memandang mereka dengan bingung.

"Nggak. Ihhh, apaan sih lo? Gue nggak apa-apa. Beneran kotor baju gue? Padahal masih ada kelas." kesal Renjun berusaha melihat bagian belakang kaosnya.

"Ribet banget gitu doang." gerutu Jeno yang seketika mendapat lirikan dari Jaemin. "Dicuci bentar juga ilang ntar nodanya."

"Nggak perlu." jawab Renjun tanpa mempedulikan tatapan Jeno yang menajam padanya.

"Pake hoodie aku aja ya." tawar Jaemin yang segera melepaskan hoodie hitam yang dipakainya.

"Nggak usah, apaan deh. Lo pakai aja sendiri gue nggak butuh." tolak Renjun kemudian menatap Jaemin dengan tatapan memperingatkan.

"Oh, oke." Jaemin memakai kembali hoodie nya meski dia ingin sekali adiknya itu mau menerimanya. Dia tidak ingin Renjun sakit karena dingin.

"Lo nggak bisa ya menghargai perhatian orang lain? Cuma nerima doang apa susahnya." celetuk Jeno tiba-tiba membuat perhatian Renjun kini fokus padanya.

"Maksud lo?" sahut Renjun yang kini menatap Jeno.

"Kakak lo udah baik ngasih hoodie nya ke lo, padahal dia sendiri butuh di cuaca berangin gini. Tapi lo bersikap nggak peduli sama sekali. Sikap lo nggak sopan banget tau nggak."

"Jen udah, kenapa sih? Gue nggak apa-apa kok, kenapa dijadiin masalah sih?" Jaemin berusaha menenangkan Jeno yang kelihatannya dari awal emang nggak terlalu suka pada Renjun.

"Dia nggak ngehargain lo sebagai kakaknya."

"Apa peduli lo? Gue nggak butuh hoodienya, dan dia juga nggak masalah. Kenapa lo yang marah?" tanya Renjun balik dengan nada sedikit tinggi.

"Gue nggak suka lo bersikap nggak sopan ke Jaemin."

"Heh, aneh banget ini orang. Urus aja urusan lo sendiri. Gue balik dulu deh, temen lo nggak asik banget Jaem." dengus Renjun yang langsung beranjak meraih ranselnya meninggalkan meja.

"Ren, tunggu! Jangan salah paham dulu! Ren!" Jaemin yang bingung dengan apa yang baru saja terjadi langsung beranjak mengejar Renjun.

"Jen, Luc maaf ya! Gue susulin Renjun dulu!"

Melihat Jaemin yang langsung keluar begitu saja membuat dua orang temannya hanya bisa menatapnya terkejut.

"Hah, lo liat kan dia jadi aneh begitu? Gue cuma mau belain dia doang, adiknya yang nggak punya sopan itu harusnya minta maaf!" ucap Jeno kesal pada Lucas yang masih amat sangat bingung.

"Tunggu deh Jen, ada apaan sih sebenernya? Kenapa lo tiba-tiba marah gitu ke sepupunya Jaemin?" tanya Lucas yang masih nggak ngerti sama keadaan.

"Gue jelasin juga lo nggak bakalan ngerti. Gue nggak suka sikap adiknya itu ke Jaemin, nggak ada sopannya sama sekali. Udah gue mau balik dulu!" Jeno kini beranjak dan meninggalkan Lucas sendirian dengan kebingungannya.

"Apaan sih mereka? Gue nggak masuk sebulan doang kayaknya udah ketinggalan banyak berita deh." gerutu Lucas menatap kepergian Jeno.

.
.

.
.

"Ren! Tunggu dong! Renjun!"

Jaemin berlari menyusul Renjun yang berjalan cepat ke halaman luar gedung ke arah taman.

"Apalagi?"

Renjun berhenti lalu menoleh menatap kakaknya yang tersengal-sengal mengambil napas di belakangnya.

"Kamu marah?"

"Soal apaan?"

"Tadi yang Jeno ngomong ke kamu. Maaf ya, Jeno biasanya nggak gitu kok. Dia sebenernya anak yang baik, jadi jangan diambil hati ya perkataannya."

"Gue nggak marah. Cuman bilangin ke temen lo jangan suka ikut campur hal yang bukan urusannya. Ngeselin tau nggak?" sungutnya kesal, ya dia nggak terlalu ambil pusing dengan ucapan Jeno tapi itu memang menyebalkan.

"Iya nanti aku bilangin ke Jeno dan yang lain. Mereka cuma masih asing dengan kebebasan kamu disini."

"Satu hal lagi. Lo jangan bersikap terlalu care sama gue, karena itu hanya akan bikin orang-orang tau kenyataan kita saudaraan, oke?"

"Itu juga yang aku mau omongin sama kamu Ren. Kenapa orang-orang nggak boleh tau kita saudara? Kenapa harus disembunyikan? Nggak ada yang salah dengan itu." kali ini Jaemin menatap Renjun sungguh-sungguh, dia tidak mengerti kenapa Renjun bersikap rumit begini.

Renjun menghembuskan napas panjang dengan tidak sabar, memijit keningnya yang jadi pusing karena Jaemin.

"Kenapa sih lo nggak ngerti? Harus gue jelasin sejelas-jelasnya biar lo paham? Kita memang saudara tapi KITA SAUDARA TIRI." Renjun mengucapkan tiga kata terakhir penuh penekanan.

"Sampai sini lo paham? Gue nggak mau dibicarakan banyak orang yang hanya mempertanyakan status karena marga kita beda." tanpa sadar Renjun mengatakannya dengan setengah berteriak dan itu membuat Jaemin kemudian menunduk diam.

"Gue beneran nggak masalah sama hubungan kita, hanya gue nggak mau jadi omongan orang untuk kesekian kalinya. Jadi gue mohon sama lo, please just act like we're both strangers saat kita diluar rumah."

Jaemin benar-benar tidak bisa mengatakan apapun setelah semua yang dikatakan Renjun.
Dia hanya berdiri diam berusaha mengalihkan pandangannya agar tidak bertatapan dengan sang adik.

Jujur saja, dia tidak berpikir sejauh itu mengenai hubungan mereka.
Dia hanya bahagia bisa mendapatkan adik dan bundanya kembali. Dan ternyata semua yang dia rasakan sangat berbeda dengan yang Renjun rasakan.

"Gue balik ke kelas dulu, sampai ketemu nanti."

Renjun berjalan kembali menuju ke kelasnya, namun setelah beberapa langkah dia berhenti.

"Hei. Nih buat lo." ucapnya melemparkan sebuah susu kotak strawberry pada Jaemin. Lalu tanpa mengatakan apapun lagi dia berjalan pergi.

Jaemin menatap kepergian Renjun dengan pikiran yang entah bagaimana.
Sekarang suasana hatinya benar-benar muram, dia tidak marah dengan perkataan sang adik hanya saja setelah semua itu seperti ada sebuah lubang besar yang muncul di dadanya.

Di tatapnya kotak susu strawberry kesukaannya itu, lalu digenggamnya erat. Dan tanpa sadar segurat senyum tipis tersungging di ujung bibirnya.

Dia tahu.

Sekalipun Renjun suka sekali marah padanya, dia tahu adiknya itu tidak sungguh-sungguh membencinya. Dan dia tidak akan melangkahkan kakinya untuk menjauh.

***

Bersambung dulu...

Halo yeorobun semua...
Makasih ya yang masih baca dan mengikuti ceritanya.
Kalau kalian nanya apakah cerita ini nggak ada romance nya?
Ada kok... ^^

Belum dimunculin aja
Jadi ditungguin aja ya gimana..
Ehehe...

Jangan lupa tekan bintang kecilnya biar Rie semangat nulisnya.

Sayang kalian banyak-banyak...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro