06. Awal yang sulit

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kadang, aku berpikir hidupku
baik-baik saja
selama aku terus berusaha bahagia.
Tapi ternyata
saat aku menoleh ke belakang
kulihat diriku sendiri
meringkuk disudut gelap
dan menangis dalam sepinya.
- Renjun -

***

"Mom, beneran besok harus balik ke London?"

Renjun menyendok sesuap besar cake chocolate buatan sang ibu.
Mereka mempersiapkan makan malam dan sedang berada di dapur. Renjun berdua saja dengan ibunya, Jaemin masih belum pulang karena dia harus mengerjakan tugas photography-nya diluar. Sementara papanya juga belum pulang karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan di kantor.

Hyuri yang masih sibuk dengan bahan-bahan menoleh sebentar untuk menatap putranya lalu kembali mengalihkan perhatiannya pada kompor.

"Iya, mama besok pulang."

"Nggak bisa ya disini lebih lama? Sebulan gitu?" Renjun merajuk.

"Nggak bisa, mama sudah banyak menunda janji dengan klien. Kasihan om Jae sendirian disana."

"And how about me? Mom nggak mikirin aku?" Renjun meletakkan sendoknya lalu mendorong piring cake nya sedikit menjauh sebelum merebahkan kepalanya diatas kedua lengannya yang terlipat diatas meja.

"Kenapa bertanya seperti itu? I care about you more than everyrhing in my life honey." Hyuri menoleh dan tersenyum mendapati putranya sedang dalam mode manja seperti ini.

Renjun hanya diam menatap sang ibu yang masih sibuk memasak. Bahkan di dapur pun ibunya tetap cantik.


"Bundaaaa~ aku pulang!" suara Jaemin terdengar dari ruang depan.

Renjun menghembuskan napas perlahan lalu menenggelamkan wajahnya di kedua lengannya.

"Bunda di dapur sama Renjun!" teriak Hyuri memberitahu keberadaan mereka pada Jaemin yang kemudian muncul di dapur.

"Wahh, bunda lagi masak apa? Baunya harum banget bikin Jaemin laper." Jaemin meletakkan ranselnya di kursi lalu menarik sebuah kursi disamping Renjun.

"Bunda lagi masak buat makan malam kita, bentar lagi selesai kok. Tunggu ya." Hyuri tersenyum lalu menuangkan jus jeruk yang baru dibuatnya untuk Jaemin.

"Renjun kenapa bunda?"

"Hm? Biasa, adik kamu sedang merajuk setelah menghabiskan setengah cake chocolate nya."

Jaemin melirik kue coklat yang ada dihadapan Renjun, lalu menatap ibunya kembali.

"Iih, bangun deh Ren jangan kayak anak kecil gitu. Apa ketiduran habis makan setengah cake sendirian?" goda Jaemin mengusak kepala Renjun gemas.

"Iya tuh, emang adik kamu tuh masih anak kecil. Ngakunya aja udah gede trus jago berantem tapi kamu liat sendiri kalau dirumah seperti ini." Hyuri tersenyum geli sambil mulai menata masakannya di meja.

Renjun diam bergeming, tidak menggubris kakak dan ibunya yang kompak menggodanya.
Dia kesal.
Kenapa ibunya tidak tampak sedih harus berpisah dengannya, dan Jaemin kenapa tidak berusaha membujuk sih.

"Injuunnn~ udah deh merajuknya." Jaemin kembali mengusak kepala Renjun namun kali ini Renjun menjauhkan kepalanya dari jangkauan sang kakak.

"Sanaa! Jangan ganggu gue."

"Ren, kok gitu sama Jaemin?" tegur Hyuri yang masih sibuk menata meja.

"Dia tuh nyebelin Mom."

"Itu karena Jaemin sayang kamu Ren." Ibunya kali ini terkekeh kecil lalu ikut mengusak kepala Renjun dan menciumnya.

"Momm- kenapa sih ikutan Jaemin?" Renjun berusaha melepaskan diri pelukan ibunya, "kalian berdua nyebelin." kesalnya lalu menatap ibu dan kakaknya bergantian.

"Gemes banget anak mama ini! Jangan cemberut dong."

"Jadi makin gemes!"

Satu hal yang dibenci Renjun adalah kesamaan ibu dan kakaknya dalam satu hal ini yaitu menggodanya.

Mereka berdua benar-benar sama saat mulai bersikap begitu padanya.

Renjun melihat kilat jahat dimata ibu dan kakaknya. Tanpa aba-aba keduanya memeluk dari kanan dan kirinya yang langsung membuat Renjun mengerang kesal.

"Mommmm- ukh, Jaemiiiinnnn! Kalian apaan ishh? Lepasin akuuuu!"

Semakin meronta maka semakin di uyel-uyellah Renjun. Hingga akhirnya Renjun menggigit lengan Jaemin lalu segera melepaskan diri dari pelukan ibunya.

"Tuh kan, rambut Ren jadi kusut!" sungutnya semakin kesal, "Kalian tuh nggak ngerti perasaan Ren!" kemudian Renjun keluar dari dapur dengan langkah menghentak-hentak.

Sementara sang ibu dan Jaemin menatap kepergiannya dengan bingung sekalipun senyum masih terukir di bibir keduanya.

"Biasanya dia semarah itu Bun kalau di uyel-uyel?" tanya Jaemin mendongak menatap ibunya.

"Iya sih, tapi nggak sekesal ini deh. Biasanya Bunda juga nguyel-uyel dia dirumah. Tapi sejak tadi emang adik kamu merajuk sama Bunda."

"Kenapa?"

"Dia nggak mau Bunda kembali besok."

Jaemin terdiam mendengar ucapan bundanya lalu menarik tangan sang bunda untuk duduk disampingnya.

"Bunda beneran nggak bisa tinggal lebih lama?"

Hyuri menatap putranya dengan sebuah senyum hangat lalu mengelus kepala putranya itu lembut.

"Maaf sayang, bunda tidak bisa berada disini lebih lama karena pekerjaan bunda banyak sekali. Kasihan om Jaehyun harus menggantikan bunda disana sendirian."

Jaemin menunduk lalu menghela napas pelan, hingga sang bunda menariknya dalam pelukan.

"Bunda janji akan sering datang kesini, bunda pasti kangen kalian."

Jaemin tidak menjawab hanya menyamankan dirinya dalam pelukan sang bunda. Dia sungguh sangat rindu memiliki bundanya berada disisinya. Namun sepertinya hal itu sulit diwujudkan.

"Baiklah, sekarang kita makan malam yuk! Kamu panggil adik kamu gih, bujukin dia biar nggak ngambek lagi yaa." Hyuri melepaskan pelukannya lalu mengusak rambut Jaemin gemas.

Sementara Renjun berbaring di kamarnya dengan wajah masih tertekuk kesal.

Dia sungguh-sungguh marah. Bukan karena perbuatan bar bar ibu dan kakaknya tadi melainkan marah karena ibunya tidak mau tinggal lebih lama. Ibunya tidak mengerti perasaannya dan lebih menjengkelkan karena Jaemin juga tidak berusaha membujuk ibunya.

"Ren? Makan yukk. Bunda udah selesai dan nyuruh kamu turun." panggil Jaemin di depan pintu kamar. "Ren? Masih ngambek? Aku masuk nih."

Jaemin membuka pintu kamar sang adik dan melihat adiknya sedang berbaring membelakangi pintu.
Jaemin tersenyum lalu menghampiri tempat tidur dan ikut merebahkan diri disamping Renjun.

"Masih ngambek? Injuunnnn~" Jaemin memiringkan tubuhnya lalu memeluk Renjun yang otomatis mendorong tangannya.

"Sana! Apaan sih lo!"

"Jangan ngambek dong. Udahan ya ngambeknya, kita turun makan malam. Kasihan bunda udah masak buat kita."

"Gue nggak laper."

"Beneran masih ngambek? Yaudah maaf deh tadi udah uyel-uyel kamu." Jaemin mengerucutkan bibirnya lucu untuk membujuk sang adik tapi yang ada Renjun malah menutupi wajahnya dengan bantal.

"Beneran deh kamu tuh adik gemesnya aku. Ngambeknya udahan trus bangun deh sekarang."

"Lo makan aja sana! Bilang sama Mom gue nggak lapar. Toh gue makan apa nggak Mom nggak peduli."

Jaemin diam menatap punggung Renjun yang ternyata sangat kekanakan ini lalu tersenyum kecil.

"Kamu marah karena bunda besok kembali ke London?" Jaemin diam sejenak lalu memperbaiki posisinya dan menyandarkan punggungnya di kepala ranjang.

"Aku juga inginnya bunda tinggal disini lebih lama, atau tinggal disini selamanya malahan. Aku juga kangen bunda lebih dari yang kamu bayangkan. Kalau boleh egois aku bisa saja memaksa bunda dengan alasan ingin bersama setelah sekian lama berpisah, tapi kurasa itu kekanakan.
Aku nggak bisa maksa bunda karena apapun itu bunda juga punya alasannya sendiri. Bukan karena bunda nggak sayang atau nggak perhatian tapi lebih pada perasaan ingin menghargai keputusan bunda."

Jaemin diam sejenak dengan tatapan menerawang seulas senyum tipis terukir di bibirnya.

"Bunda sayang kok sama kita, sayang banget. Mungkin saat ini pilihan terbaik adalah menghargai keputusan bunda, dan mungkin suatu saat nanti kita bisa merubah keputusan itu karena sekarang kita bersama, ya kan?" Jaemin mengulurkan tangannya lalu meraih bantal yang menutupi wajah Renjun dan dilihatnya adiknya itu kini sengaja memejamkan matanya.

"Udahan ya marahnya? Kasihan bunda ntar kepikiran, turun yuk." Jaemin menarik lengan Renjun, memaksanya bangun dan turun dari ranjang meski dengan muka terpaksa.

Dia baru menyadari bahwa adiknya benar-benar masih seperti anak kecil. Namun diam-diam Jaemin berterimakasih karena sekarang kehadiran Renjun disisinya akan menjadi kekuatannya.

"Papa belum pulang bunda?" tanya Jaemin ketika dia dan Renjun sampai di ruang makan.

"Belum. Biasanya pulang jam berapa?" tanya Hyuri pada Jaemin.

"Biasanya sih jam segini udah pulang, papa selalu makan dirumah sama aku."

Jaemin dan Renjun masing-masing menarik kursi lalu duduk di sebelah kanan kiri ibunya.

Hyuri yang melihat wajah cemberut Renjun tersenyum lalu menarik putranya itu dalam pelukannya.

"Maafin mama ya sayang, mama tahu kamu tidak mau mama kembali besok. Tapi mama harus kembali. Mama janji akan sering datang mengunjungi kalian, ya?" diusapnya lembut kepala Renjun yang kemudian mengangguk pelan.

Hyuri tersenyum lalu menoleh pada Jaemin dan menariknya dalam pelukannya juga.

"Duhh, anak-anak kesayangan bunda. Bunda sayang kalian berdua lebih dari apapun di dunia ini. Terimakasih ya sudah mau mengerti keputusan bunda."

"Wahh, ada apa ini? Tidak ingin memeluk papa juga?" suara Kyuhyun yang baru datang membuat ketiganya menoleh kaget lalu tertawa kecil.

"Hai Dad."

"Hai Pa."

"Kau baru pulang?"

"Ah, iya. Maaf terlambat karena ada hal yang mendadak tadi di kantor."

"Ganti pakaianmu, kita makan malam bersama." Hyuri menatap Kyuhyun sekilas lalu berdiri untuk menyiapkan piring untuk mantan suaminya itu.

Jaemin dan Renjun yang melihatnya hanya bisa diam karena keduanya sangat menyadari kecanggungan ayah dan ibu mereka saat bersama.

"Baiklah." dan Kyuhyun pun naik ke kamarnya di lantai atas untuk mengganti pakaian.

"Mom, kenapa sih kaku banget sama Dad?"

"Hm? Tidak, mama kapan begitu?"

"Barusan."

"Tidak Ren."

"Bunda kenapa nggak santai gitu sama papa? Ya Jaemin tahu kalian sudah berpisah tapi masa sih harus canggung gitu?" kali ini Jaemin menyahut memandang ibunya yang kini sudah kembali duduk.

"Kalian ya, kenapa berpikir aneh-aneh sih? Bunda tidak begitu."

"Bunda gitu kok."

"Sayang, sekarang kita makan dan hentikan pembicaraan ini." ucap Hyuri memotong percakapan kedua anaknya tepat saat Kyuhyun turun menghampiri mereka.

.
.
.

"Sudah berkemas?" tanya Kyuhyun setelah mereka selsai makan malam. Dia berada di kamar Hyuri yang bersebelahan dengan kamarnya.

"Oh, sudah. Tinggal mengemasi sedikit barang." Hyuri sedang mengepak kopernya yang memang tidak banyak membawa barang karena dia bukan tipe wanita dengan bawaan banyak. Hanya tiga setel pakaian, make up dan beberapa berkas dari vernon yang akan dibawanya.

"Aku akan mengantarmu besok. Penerbangan pukul 9 kan?"

"Itu– em, aku akan minta vernon mengantar jadi kau tidak perlu repot. Kau juga pasti sibuk, jadi tidak apa-apa."

Hyuri tahu ini memang canggung sekalipun dia tidak bermaksud begitu. Entahlah sejak saat itu dia secara tidak langsung sedikit canggung saat bersama Kyuhyun sekalipun tidak ada masalah diantara mereka karena mereka berpisah secara baik-baik.

"Aku tidak sibuk, jadi tolong jangan tolak tawaranku."

"Tapi Kyu–"

"Mom?"

Ucapan Hyuri terputus saat Renjun datang ke kamarnya diikuti Jaemin di belakangnya.

"Dad? Kok disini?" tanya Renjun yang langsung mendapat cubitan kecil di pinggangnya dari sang kakak.

"Maksud Injuun tuh, tadi dia nyariin papa dikamar tapi nggak ada." ralat Jaemin dengan ringisan kecil.

"Papa mau kembali ke kamar kok." Kyuhyun tersenyum lalu beranjak menuju pintu ketika tiba-tiba Renjun memegang lengannya setelah sedikit di dorong Jaemin.

"Aduh! Sakit Jaem, iihh!" sungut Renjun yang membuat Jaemin menahan untuk tidak berdecak kesal.

"Jaemin Renjun, kenapa kalian selalu saja ribut. Mama heran deh." Hyuri sudah selesai dengan kopernya dan kini berjalan mendekati anak-anaknya.

"Bunda, karena besok bunda sudah pergi Jaemin bolehkan tidur bareng bunda malam ini?" Jaemin bergelayut manja di bahu sang bunda yang membuat Renjun mengerucutkan bibir cemburu.

"Ren juga mau tidur bareng Mom, boleh ya?" kali ini Renjun memeluk sang mama seperti anak kecil.

"Kalian sudah dewasa ya, kenapa bersikap seperti anak kecil sama mama?" Hyuri tersenyum geli melihat tingkah kedua putranya.

"Karena kita anak Bunda dan hanya akan jadi anak-anak di depan Bunda. Jadi boleh ya?" bujuk Jaemin.

"Iya boleh."

"Yeayy!" sorak Jaemin dan Renjun bersamaan membuat Hyuri dan Kyuhyun tersenyum.

"Kalau begitu selamat malam dan beristirahat." Kyuhyun tersenyum lalu berbalik melangkah menuju pintu.

"Dad!" Renjun menahan tangan ayahnya. "Renjun mau tidur bareng Dad juga."

Kyuhyun tentu saja tidak menyangka putranya akan mengatakan hal itu. Menatap putranya lalu Hyuri bergantian agak kikuk.

"Ren, kamu sama mama aja–papa istirahat dulu, ehh—"

Tanpa babibu Renjun dan Jaemin menarik ayah dan ibu mereka ke atas tempat tidur lalu mengikuti mereka berbaring diatas ranjang king size itu.

"Kalian–kenapa, Jaemin!" sang ibu terdiam karena putranya itu langsung tidur sembari memeluknya dari sebelah kanan sementara di kirinya Renjun melakukan hal yang sama pada sang ayah, berbaring memeluk sang ayah dari sisi kiri.
Membuat Hyuri dan Kyuhyun berada ditengah-tengah diapit dua bocah yang kini malah menautkan jemari mereka untuk mengurung ayah dan ibunya.

"Kalian berdua, kenapa? Udah sebesar ini dan jago berantem tapi malah begini ke papa sama bunda?" ucap Kyuhyun yang tidak bisa bergerak karena pelukan Renjun.

"Just for one night, please?" Pinta Renjun dengan mengerucutkan bibir bergantian menatap ayah dan ibunya.

"We haven't do this since we were kids. Besok bunda kan udah kembali, ya?" kali ini Jaemin meminta pada sang bunda dengan tatapan matanya yang sendu, membuat sang bunda akhirnya menyerah.

"Okay, just for you boys." jawab sang bunda lalu balas memeluk Jaemin dan mengelus kepalanya pelan.

"Dad?"

"Iya, papa temani. Sekarang tidur karena besok kalian ada kelas pagi."

Jaemin dan Renjun saling melirik aatu sama lain lalu tersenyum.

Mereka memang sudah merencanakan ini sejak saat Jaemin membujuk Renjun makan malam tadi.

"Jangan salah paham Ren, bukan berarti aku menerima begitu saja bunda kembali. Aku juga ingin sekali tinggal bersama denganmu, bunda, juga papa tapi kita tidak bisa memaksa mereka.

Aku cukup senang bunda mau tinggal disini meski hanya 3 hari. Kau ingat kan kita bahkan tidak pernah tinggal bersama serumah selama ini.

Aku selalu berharap suatu hari nanti kita bisa tinggal dan hidup bersama.
Namun aku cukup bahagia kita seperti ini."

Itulah yang dikatakan Jaemin malam itu dengan panjang lebar kali pertama pada adiknya setelah sekian lama.
Keinginan yang tak bisa jadi kenyataan.

"Emang cuma lo aja yang mikir gitu? Gue juga mau sama-sama Mom and Dad. Gue udah berusaha minta sama Mom."

"Tapi kita tidak bisa memaksakan mereka."

"Nggak. Kita bisa lakuin hal itu, lo mau bantu gue nggak?"

"Ren, jangan aneh-aneh."

"Gue nggak aneh-aneh. Gue akan wujudkan itu malam ini dan lo harus bantuin gue."

"Ren jangan melakukan hal yang hanya membuat papa dan bunda makin jauh."

"Gue nggak akan lakukan hal seperti iti Jaem."

"Trus?"

"Lo ikutin aja gue malam ini."

Itulah rencana mereka.
Rencana yang mereka lakukan demi keinginan kecil mereka berdua.

Keduanya mungkin kini sudah 18 tahun dan dewasa. Tapi jauh di dalam hati keduanya mereka tetaplah dua orang anak yang haus kasih sayang.

Bukan karena ayah dan ibu mereka tidak sayang, bukan itu.

Ayah dan ibu mereka memberikan keduanya kasih sayang berlimpah, bahkan harta yang berlimpah untuk memenuhi keinginan mereka.
Hanya saja keadaan tinggal terpisah membuat keduanya merasa kasih sayang itu tidak terpenuhi.

Dan impian keluarga yang utuh hanyalah sesuatu yang ada di bayangan keduanya.

.
.
.
.
.

Hari ini pagi cukup cerah namun amat sangat kontras dengan wajah dua anak laki-laki yang kini berdiri menenteng koper dengan wajah mendung dan cemberut.

Renjun dan Jaemin mengantar sang ibu hari ini.
Sayang sekali keduanya tidak bisa ikut ke bandara karena harus mengikuti kelas di kampus. Alhasil keduanya hanya bisa mengantar disini, di depan halaman rumah mereka.

"Anak-anak gantengnya bunda, baik-baik ya." ucap sang ibu menatap kedua anaknya yang masih cemberut.

"Menurut sama papa, jangan nakal, jangan bandel dan pastikan nilai kalian selalu sempurna seperti biasa." masih dengan senyum Hyuri memeluk keduanya dan mengecup kening mereka satu persatu.
Lalu dia mengusak ranbut keduanya, "jangan cemberut gitu dong, bunda kan jadi nggak tega ninggalin kalian."

"Yaudah nggak usah pergi, ya?" kali ini Renjun merengek merangkul lengan kanan sang ibu.

"Sayang, mama akan sering kesini kok. Kan udah gede, udah jadi mahasiswa tapi masa manja gini? Dan buat kamu Ren, jangan berantem lagi disini. Okay?"

Renjun tidak menjawab dan hanya mengangguk atas permintaan sang ibu.
Sementara Jaemin terlihat tenang dan tersenyum tipis melihat ibu dan adiknya.

"Kita berangkat sekarang." suara sang ayah membuat ketiganya menoleh.

"Okay, see you again my boys. Mom loves you."

Hyuri memberikan pelukan terakhirnya pada Jaemin dan Renjun sebelum meraih kopernya dan membawanya ke mobil Kyuhyun.

"Papa dan bunda berangkat ya. Nanti hati-hati berangkat kuliahnya." Kyuhyun melambaikan tangan sebelum masuk ke mobil dan melajukan mobilnya keluar halaman menuju bandara.

Renjun masih menekuk wajahnya tak rela sebelum akhirnya melangkah masuk ke dalam rumah dengan langkah menghentak menuju kamarnya.

Jaemin pun demikian meski tidak sepenuhnya rela sang bunda kembali tapi dia masih bisa menguasai diri.
Dia tidak mau terbawa emosi dan membuat ibunya khawatir.

Setelah beberapa saat Jaemin memutuskan menyusul Renjun di kamarnya.

"Ren, buka pintunya."

Jaemin berdiri di depan kamar Renjun yang tertutup namun setelah beberapa saat berlalu tak terdengar jawaban dari sang adik. Jaemin meraih gagang pintu yang ternyata tidak dikunci.

"Aku masuk ya..."

Dilihatnya Renjun berbaring dengan lengan menutupi wajahnya.

"Kenapa?"

"Mom beneran ninggalin gue. Nanti gue gimana?" ucap Renjun dengan suara lirih.

Jaemin tersenyum, meski sudah sebesar ini adiknya tetaplah seorang anak kecil di matanya. Lihat saja bagaimana caranya dia menunjukkan kekesalannya.

Jaemin meraih lengan Renjun yang menutupi wajah dan agak terkejut karena mendapati Renjun menangis.
Ditariknya adiknya itu dalam pelukannya dan ajaibnya kali ini Renjun sama sekali tidak melawan seperti biasanya dan hanya pasrah dalam dekapannya.

"Bunda kan cuma kembali sebentar, nanti pasti kesini lagi. Bukankah bunda udah janji?" hibur Jaemin pelan dan mengusak rambut adiknya.

"Gue nggak pernah jauh sama Mom, dan gue nggak bisa bayangin bakalan gimana jadinya."

"Dasar kamu ya, ada papa disini yang jagain kamu. Dan ada aku juga, aku akan selalu jagain kamu apapun yang terjadi."

Terdengar dari tarikan napasnya sepertinya hati Renjun masih kesal dan berusaha untuk tidak menangis.

Tapi dia diam saja, tak mengatakan apapun lagi selain mengatur napasnya yang masih agak sesak.

Jaemin tersenyum masih mendekap sang adik dan mengusak kepalanya pelan. Hatinya sedih karena kepergian bundanya namun dia juga merasakan perasaannya menghangat ketika sang adik kini bergantung padanya.

Tidak juga sih, ini mungkin karena perasaan Renjun sedang tidak baik-baik saja dan hanya Jaemin yang mengerti.

Dan lagi sepertinya Renjun masih belum sadar untuk bersikap kasar dan galak seperti biasanya.
Padahal selama ini dia tidak suka disentuh Jaemin apalagi dipeluk. Tapi sekarang dia lebih terlihat seperti anak ayam yang kehilangan induknya.

"Apaan sih ini? Ngapain juga sih!"

Renjun mendorong tubuhnya dan melepaskan dirinya dari pelukan Jaemin.
Menatap kakaknya dengan salah tingkah, campuran antara malu, kesal.

Renjun sudah kembali.

"Lo ngambil kesempatan dalam kesempitan ya?"

Jaemin kini tersenyum lalu meringis kecil menatap saudaranya itu.
Sepertinya mulai sekarang drorang Jaemin harus mulai men-stok kesabaran yang banyak.

"Tadi yang minta dipeluk kan kamu."

"Lahhh, gue nggak minta."

"Tapi mau kan?" goda Jaemin yang seketika membuat adiknya itu merona malu.

"Nggak! Ah udah, lo balik ke kamar lo sana! Gue mau siap-siap ke kampus. "

"Cieeee malu nih?"

"Nggak! Jaemiiinnn, sana!" Renjun mendorong tubuh Jaemin dari tempat tidurnya.

"Aww, gemesnya Injuunkuu kalo lagi malu-malu." goda Jaemin lagi sambil tertawa.

"Diem! Nggakkk, gue nggak gitu!" Renjun turun dari tempat tidurnya lalu mendorong Jaemin untuk keluar dari kamarnya.

"Tambah gemes kalau marah gini." tidal mempedulikan protes sang adik, Jaemin malah menggodai Renjun.

"Lo ngomong sekali lagi gue tonjok. Sekarang lo balik ke kamar lo sanaaaa!"

Renjun berhasil membuat Jaemin keluar kamarnya lalu segera menutup pintu dan menguncinya.

Sementara didengarnya sang kakak masih tertawa di luar sana.

"Aku tungguin dibawah ya? Berangkat bareng!" teriak Jaemin dari luar kamar.

"Nggak mau! Kita berangkat sendiri-sendiri aja!" jawab Renjun berteriak juga.

"Pokoknya aku tungguin di bawah!"

"Bodo amat! Terserah lo, yang penting gue nggak!"

Renjun mengusap wajahnya pasrah.

Duhh, ngapain sih gue tadi melow gitu.
Jadi ketahuan kan sikap gue yang gitu ke Jaemin....

Ah, bodo amat! Gue nggak bakalan kayak gitu lagi di depan Jaemin atau dia bakalan godain gue tiap hari.

Tapi gue malu!
Sial!

.
.
.
.
.

Bersambung next chapter.

Halo yeorobun deul semua!
Ehehe, gimana menurut kalian?
Agak membosankan kah? Semoga nggak ya ;')

Di part ini cuma mau menggambarkan tentang perasaan Jaemin sama Renjun tentang orangtua mereka.

Tentang kasih sayang yang nggak bisa seutuhnya mereka dapatkan.

Sebenernya mau munculin keuwuan kakak - adik ini sih, tapi ntar aja ya.

Makasih ya buat kalian yang sempetin dan masih baca ini.
Sayang kalian banyak-banyak!
Sampai ketemu next chapter!

Bubyeee!

Nunanya Renmin.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro