08. Teman

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kadang dalam hidup ada sebuah pilihan.
Pilihan akan hal tersulit yang mungkin hanya akan menghancurkanmu.

Dan kadang di titik tertentu pada pilihan itu, kau memilih menyerah dan mengorbankan dirimu .

***

Jaemin melirik Renjun yang sedang asik membaca di hadapannya.
Mereka berdua udah selesai makan malam dan sedang di ruang tengah menunggu papa mereka yang sepertinya terlambat pulang.

Dia ingin sekali bertanya pada sang adik tapi takut juga kalau ntar yang ada si adik malah marah mengingat sikapnya yang galak.

Tapi Jaemin pengen tahu.

"Ren, gimana kuliahnya? Udah dua mingguan kan, betah?" tanyanya pada akhirnya meski bukan itu maksudnya.

"Hmm, lumayan sih."

Renjun menjawab tanpa mengalihkan fokusnya dari buku.

"Udah punya temen?"

"Udah namanya Yangyang."

"Satu doang?"

"Iya."

"Temen cewek nggak ada?"

"Nggak. Ishh, apa sih nanya mulu."

"Pengen tahu aja injuunnn~ kan aku khawatir sama kamu. Ntar kalau kamu nggak ada temen main aja sama aku dan lainnya."

Kali ini Renjun menurunkan buku yang dibacanya dan menatap Jaemin.

"Maksud lo sama temen-temen lo? Dih ogah!"

"Kenapa? Temen-temen aku baik kok, lagipula aku udah temenan sama mereka sejak SMP."

"Nggak. Temen lo resek semua, gue nggak suka apalagi yang namanya Jeno."

"Justru Jeno yang paling baik dan bisa diandelin diantara mereka semua. Coba deh ntar gabung kan makin tahu." saran Jaemin panjang lebar.

Pada akhirnya dia tidak bisa bertanya pada Renjun mengenai apa yang dilihatnya tadi sore.

Tentang Renjun dan seorang gadis yang ada di dalam mobil dan pulang bersama Renjun.

"Dad kapan pulang? Udah hampir jam 9 nih." tanya Renjun yang kini rebahan dan melupakan bukunya tergeletak di lantai.

"Biasanya jam 7 udah pulang, mungkin lembur lagi." jawab Jaemin menatap sang adik dengan sedikit senyum tersungging di sudut bibirnya.

Melihat Renjun bisa sedikit rileks di sampingnya membuat hatinya sedikit lega.

Renjun memang tidak benci padanya tapi dia tidak pernah benar-benar dekat dengan Jaemin. Renjun seolah menjaga jarak diantara mereka selama ini dan lebih sering bersikap jutek dan galak pada Jaemin.

"Kalau Dad lembur, lo ngapain? Dirumah sama siapa?" tanya Renjun yang sekarang berbaring diatas sofa memandang Jaemin sambil nyemilin jelly di toples.

"Dirumah aja sendirian nungguin papa pulang. Kadang Jeno nemenin aku sih."

Renjun mendengarkan penjelasan Jaemin lalu menatap sang kakak menilai. Kemudian tangannya meraih ponsel diatas meja.

"Hai Mom, Ren kangen nih. Baik kok, Mom nggak perlu khawatir. Oh iya, Jaemin mau ngomong sama Mom." ucap Renjun tiba-tiba mengulurkan ponselnya pada Jaemin.

"Tadi katanya mau ngobrol sama Mom?"

"Kok bisa sih, tadi aku telepon bunda nggak bisa mulu." heran Jaemin yang menerima ponsel Renjun.

"Halo bundaaa~ "

Renjun kemudian meraih bantal sofa dan menyamankan dirinya. Matanya yang indah itu kini terpejam, membiarkan sang kakak berbincang dengan ibunya.

Jauh di dalam hatinya Renjun mengakui bahwa dia dan Jaemin tidak terlalu berbeda. Sama-sama selalu sendirian menunggu orangtua mereka pulang. Renjun ingat dia juga selalu dirumah sendirian menunggu ibunya, kadang sampai tengah malam sebelum akhirnya ibunya dan om Jae membangunkannya di ruang tengah.

Renjun jadi rindu mereka.

***

Hari ini Renjun ada kelas siang dan paginya dia memutuskan untuk pergi ke gallery seni yang terletak di pusat universitas Skyndia. Sebenarnya sejak beberapa waktu yang lalu dia ingin kemari hanya saja belum sempat.

Sudah lama dia tidak melihat pameran seni. Dia juga belum sempat melukis atau menggambar setelah kepindahannya kemari.

"Renjuuunnn!"

Sebuah teriakan nyaring nan riang terdengar memasuki gendang telinga Renjun yang baru melangkahkan kakinya di undakan gallery.

"Eh lo Yang, ngapain disini? Kelas kita kan masih siang."

"Gue nebeng temen gue anak teknik tadi, jadi berangkat pagi. Ternyata lo juga berangkat pagi."

"Gue mau ke galeri kampus." jelas Renjun kemudian meneruskan langkahnya memasuki gedung sementara Yangyang mengikuti disampingnya.

"Eh, bukannya itu cewek yang kemarin?" tanya Yangyang menunjuk seorang gadis yang berjalan dari arah depan mereka.

Renjun menatap arah yang ditunjuk Yangyang, dan benar saja gadis pembawa celaka itu ada disana.

"Ngapain ketemu lagi sih?" erang Renjun malas.

"Pura-pura nggak liat aja, kita ke arah sana yokkk." Yangyang mendorong bahu Renjun ke arah berlawanan dengan si gadis.

"Eh tapi kenapa lo jadi ikut kesini? Lo tertarik seni juga?" Renjun menoleh menatap Yangyang di sampingnya.

"Tertarik sih nggak juga, tapi kakak gue tuh orangnya suka banget sama segala bentuk seni. Dia sering ngajak gue ke galeri atau ke pameran gitu."

"Jadi penasaran sama kakak lo."

"Ehehe, nanti deh kalau pas kakak gue pulang gue kenalin. Lo pasti cocok sama dia." ujar Yangyang sumringah.

Sejam lebih keduanya berkeliling galeri mulai dari lantai bawah sampai lantai tiga. Renjun cukup menyukainya, karena selain karya-karya hebat dan terkenal di galeri ini juga memajang beberapa benda seni dari mahasiswa yang berprestasi.

Renjun berhenti pada lukisan seorang wanita cantik yang entah kenapa Renjun merasa tidak asing dengan sosok wanita dalam lukisan itu.

Wanita itu sedang duduk di tebing berlatar belakang laut, rambut tergerai yang ditiup angin dan senyum yang terukir di bibirnya.

Cantik dan anggun.

Sayang sekali posisi wanita dalam lukisan itu tidak menghadap ke depan, melainkan sedikit menghadap ke samping.

"Cantik ya?"

Renjun cukup terkejut dan mendapati seseorang telah berdiri di sampingnya.

"Anda-Profesor Kim kan?" tanya Renjun yang kini benar-benar terkejut menyadari sang profesor ada di sampingnya dan entah kemana Yangyang yang sedari tadi bersamanya.

"Kau mengenalku?"

"Anda mengajar di kelas saya menggantikan profesor Nakamoto." jelas Renjun.

"Ahh, begitu ya..." profesor Kim tersenyum dan melirik Renjun sekilas sebelum tatapannya kembali tertuju pada lukisan di depan mereka.

"Cantik kan? Wanita dalam lukisan ini." ujar sang profesor pelan.

"Iya, cantik seperti malaikat." ucap Renjun yang juga tengah menatap lukisan dengan perasaan yang entah kenapa familiar dan mengagumkan.

"Malaikat ya... kuharap begitu, malaikat yang mungkin tersesat."

"Ya profesor?" jawab Renjun yang tidak mengerti ucapan prof. Kim barusan.

"Ah tidak, aku senang kau menyukainya. Kau suka melukis?" kali ini profesor Kim tersenyum menoleh menatap Renjun.

"Iya, saya suka sekali melukis sejak kecil." Renjun balas tersenyum dan entah kenapa meski baru pertama kali bicara dekat dengan profesor Kim dia merasa nyaman seperti seorang teman.

Dia jarang merasa seperti ini, hanya pada Mark, ibunya dan om Jaehyun.
Sepertinya dia akan menyukai profesor Kim.

"Sepertinya aku harus pergi, sampai bertemu lagi nak." ucap profesor Kim tersenyum kemudian beranjak pergi.

"Iya profesor, sampai bertemu lagi."

Renjun menatap kepergian profesor Kim kemudian kembali menatap lukisan di depannya sekali lagi.

Cantik dan familiar.

"Ren balik yokkk! Bentar lagi kelas kita udah mulai loh." Yangyang tiba-tiba muncul di sebelah Renjun.

"Darimana? Tadi gue cariin nggak ada."

"Hehe, gue ke toilet bentar." ringis Yangyang kemudian mengamit lengan Renjun dan mengajaknya keluar.

"Jangan sentuh-sentuh gue." Renjun mengibaskan tangannya melepaskan diri dari Yangyang.

"Dihh, dipegang doang nggak di apa-apain padahal." gerutu Yangyang.

"Gue nggak suka skinship."

Keduanya berjalan keluar dari galeri menuju ke gedung fakultas. Dan itu membuat Renjun menggerutu kesal mengingat jarak yang jauh dari gedung satu ke gedung lain.

Matahari cukup terik siang itu dan Renjun yang benci panas ditambah Yangyang yang berisik dengan riang gembira, menekuk wajahnya kesal.
Dia harus ke cafetaria, dia butuh minum.

***

Renjun menyelesaikan kelasnya sampai sore menjelang. Dia lelah sekali sekarang, dia ingin cepat pulang dan tidur.

"Ren, kita jadi keluar makan?" tanya Yangyang pada Renjun yang masih membereskan catatannya.

"Gue capek Yang, besok aja ya?"

"Yaelah Ren, padahal gue udah nungguin mau pergi sama lo..." rengek Yangyang, "Ishh, nggak asik."

Renjun terkekeh melihat tingkah Yangyang, "Janji deh besok beneran. Sorry ya."

"Yaudah iya, untung lo ganteng jadi di maklumin."

"Balik sekarang kan?" Renjun sudah beranjak menuju keluar kelas.

"Iya gue juga balik deh, mau anter gue ke gedung fashion?" tanya Yangyang, "Mager gue kesana sendirian mana udah hampir malem."

"Ngapain ke sana? Bukannya tadi lo nebeng temen di fakultas teknik?"

"Iya tadi berangkat bareng Taeyong, trus sekarang pulangnya mau bareng Minghao aja."

Renjun menatap Yangyang.

"Lo nggak bisa pulang sendiri? Nebeng mulu!" ucap Renjun sedikit heran.

"Heheh, gue nggak suka sendirian. Makanya gue selau barengan." ucap Yangyang dengan senyum khasnya.

Renjun hanya bisa menggelengkan kepala heran dengan tingkah absurd Yangyang.

Sekarang keduanya sudah berada di gedung jurusan fashion.
Cukup menarik bagi Renjun yang baru pertama memasuki gedung ini. Tampak banyak manequin di setiap ruang yang mereka lewati dan Renjun melihat ada banyak tempat spot yang digunakan untuk foto.

"Minghaoooo!" teriak Yangyang memanggil seorang laki-laki yang keluar dari salah satu ruangan.

"Udah pulang?" tanya Minghao pada Yangyang.

"Iyaaa, gue nebeng dong!" ujar Yangyang dengan tidak tahu malunya.

"Kebiasaan deh lo, udah ditinggal Taeyong pulang?" lanjut Minghao bertanya kemudian tatapannya beralih pada Renjun. "Temen baru lo? Tumben temenan sama adik tingkat."

Mendengar itu Renjun menatap Minghao dengan alis menukik tajam, "Gue bukan adik tingkat ya! Gue temen sekelasnya Yangyang."

"Oh, sorry-gue kira lo adik tingkat soalnya mungil banget." lanjut Minghao menahan senyumnya.

Renjun memberengut mendengar ucapan Minghao, "Ya udah, gue balik ya Yang."

"Oke, thank you Ren! See you tomorrow!"

Kemudian Renjun meninggalkan dua orang itu dan kembali menuju parkiran.

Sampai di tangga depan langkahnya terhenti, ada sebuah suara mengerang yang sepertinya berasal dari ujung tangga. Dia menolehkan kepalanya namun tidak mendapati siapa-siapa karena memang kampus sudah sepi.

Dihh, apaan ya? Gue nggak lihat siapa-siapa tapi kayaknya ada suara-batin Renjun.

Renjun turun selangkah demi selangkah dan suara itu semakin jelas.

Ogah gue mikir yang nggak-nggak tapi gue beneran denger suara.

Apa gue telepon Jaemin ya?

Renjun baru mengeluarkan ponselnya dari saku ketika dilihatnya seseorang duduk membelakanginya di tangga bawah. Sepertinya itu sumber suara yang didengarnya.

"Huwaaaaa...!!!"

Tiba-tiba sosok itu mengerang dan bergerak tak tentu arah membuat Renjun kembali mundur.

Sial, apaan sih?! Orang apa bukan ya?

"Huaaa!!! Hiks... hiks... huhuhu...!"

Renjun terkejut hingga jatuh terduduk di tangga mendengar jeritan nyaring itu, membuat sosok itu mendongak kearahnya.

Oh damn!

"S-siapaaa... tolong..." sosok itu menatap Renjun dan berusaha merangkak naik.

"Pergi lo! Gue nggak ada maksud apa-apa ya, gue cuma mau lewat!" Renjun beringsut mundur.

Sosok itu menyibakkan juntaian rambutnya yang menutupi wajahnya dan mendongak menatap Renjun.

"Lo?!"

"Kamu?!"

Sama-sama terkejut keduanya saling menunjuk.

"Lo ngapain sih disitu?! Lo mau bikin gue mati jantungan?!" sembur Renjun menatap gadis di depannya.

"Maaf..." gadis itu menunduk, sementara Renjun menelisik si gadis.

"Lo abis ngapain sih?! Udah kayak zombie tahu nggak? Beneran sial mulu gue ketemu lo!"

"Kenapa marah-marah sih? Aku juga nggak mau kejadian kayak gini. Auww...!" gadis itu mencoba berdiri tapi kemudian jatuh terduduk.

"Kenapa?"

"Sepertinya kakiku terkilir. Nggak bisa gerak..." gadis itu mengurut pergelangan kakinya dan meringis menahan sakit.

"Kok bisa? Lo cosplay jadi zombie beneran?" Renjun beranjak berdiri dan berjalan mendekati gadis di depannya itu.

Menatap heran yang bercampur kesal dan perasaan kaget yang masih tersisa.
Baju berantakan, rambut berantakan, dan Renjun melihat pergelangan kaki gadis itu yang memang memar.

"Lo tuh beneran sumber celaka ya?! Bego ya jatuh di tempat kayak gini?"

"Issh! Kamu kenapa marah sama aku?! Aku juga nggak minta buat jatuh di tangga! Kamu pikir aku sengaja bikin memar seperti ini?" gadis itu menatap Renjun kesal dan terlihat seperti akan menangis, tangannya terus memegangi pergelangan kakinya.

Renjun mendengus kesal dan berniat untuk segera turun, tapi dia ingat ucapan mamanya untuk selalu peduli dan membantu orang yang membutuhkan selagi kita mampu.

Dengan sangat enggan dan kesal dia menoleh kembali dan mengulurkan tangannya.

"Cepetan berdiri gue bantuin!"

Gadis itu menatap Renjun dengan tatapan matanya yang sipit namun tajam seolah Renjun adalah orang yang sangat bodoh.

"Kalau aku bisa berdiri tentu sudah dari tadi aku melakukannya. Kamu pikir aku ngapain duduk disini kalau bisa berdiri?" sungutnya kesal.

Renjun mendecak kesal kemudian berjongkok di depan gadis itu.

"Naik."

"A-apa?"

"Lo mau pulang nggak? Tadi bilangnya nggak bisa berdiri trus mau duduk disini sampai kapan?! Besok pagi? Yaudah kalo itu mau lo, gue pergi."

"Bukan gitu! T-tapi kan..."

"Buruan naik ke punggung gue, atau gue tinggal."

Dengan pelan kemudian si gadis menurut dan naik ke punggung Renjun, mengalungkan kedua lengannya di leher Renjun.

"Auhh! Sakitt..."

"Kenapa?"

"Kakiku sakit sekali." ringisnya menahan sakit.

"Yaudah tahan, gue anter ke rumah sakit dulu." Kemudian Renjun menuruni tangga perlahan dengan si gadis yang memeluk lehernya erat.

"Bisa agak longgarin nggak?"

"Apa?"

"Tangan lo di leher gue. Lo mau cekik gue dari belakang?"

"Maaf... tapi beneran ini nggak apa-apa? Parkirannya jauh kan?"

"Nggak usah banyak nanya deh. Udah baik gue mau nolong lo. Lagian ngapain sih jam segini lo masih kelayapan disini pakai jatuh di tangga segala? Udah nggak ada orang di kampus."

"Tadi baru selesai kumpulin tugas dari profesor Kim."

Profesor Kim?
Beneran bucin nih cewek-batin Renjun.

"Emang profesor Kim juga ngajar di sini? Ini kan gedung fashion."

"Oh, nggak bukan gitu. Aku ke sini mau nyari kakakku, tadi dia bilang mau ketemu temen disini."

"Kakak? Lo punya kakak kuliah disini juga? Wait- trus ngapain lo nggak minta kakak lo nolongin sih?!" tanya Renjun yang auto ngegas setelah mendengar penjelasan si gadis.

"Kakakku udah pulang ternyata."

"Ya ampun trus kenapa nggak telepon?!"

"Ponselnya habis baterai..." jawab si gadis pelan, "Kalau kamu keberatan nggak apa-apa, turunin aja aku disini."

Keduanya sudah sampai di parkiran yang juga sudah lumayan sepi karena sudah malam juga, hampir jam 7 malam.

"Denger ya, gue bukan tipe orang yang setengah-setengah kalau melakukan sesuatu. Jadi sekarang lo diem aja dan berterimakasih karena gue udah nolongin lo."

Renjun membuka pintu mobilnya dan menurunkan si gadis pelan dari punggungnya. Menyuruhnya masuk ke mobil.

Dan masih dengan wajah jutek dan galaknya Renjun mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit terdekat.

Kaki gadis itu terkilir cukup parah kata dokter, jadi sebaiknya tidak digunakan untuk berjalan selama beberapa hari.

"Yaudah, karena lo udah mendapat perawatan yang bener, gue pergi." ujar Renjun setelah dokter pergi.

Gadis itu menatap Renjun, sebenarnya kasihan juga sih karena dia kelihatan menahan sakit dan cemas.

"Udah, gue pergi."

"Tunggu!" gadis itu menarik ransel Renjun, menahannya. "Makasih udah bantuin aku, maaf bikin kamu repot."

"Tuh nyadar juga. Gue emang orang baik kok."

"Namaku Lee Dae Hae." gadis itu mengulurkan tangannya pada Renjun. "Kita udah sering ketemu tapi nggak tahu nama masing-masing."

Ragu Renjun menatap gadis di depannya namun perlahan tangannya kemudian terulur membalas jabat tangan.

"Gue Ren, Kim Renjun."

Gadis itu kemudian tersenyum, membuat mata sipitnya seolah menghilang.

"Salam kenal Ren, semoga ke depannya kita bisa ketemu dalam keadaan baik ya. Aku merasa bersalah selalu bikin kamu kesel. Tapi sekali lagi makasih udah bantuin aku hari ini."

Canggung, Renjun kemudian melepas jabat tangan mereka.

"Gue harap gitu, gue nggak mau sial karena ketemu lo mulu. Yaudah gue pergi sekarang, cepet sembuh lo." ujarnya kemudian berlalu keluar ruangan meninggalkan si gadis tanpa sadar masih tersenyum.

Galak sih, tapi baik kok.

.
.
.
.


"Kok pulangnya telat banget, darimana?" tanya Jaemin yang sibuk di dapur.

"Dari kampus lah, mau kemana juga gue nggak tahu jalan disini." Renjun merebahkan dirinya di sofa ruang tengah, sungguh dia capek hari ini. Lagi-lagi lelah karena hal yang tidak ada urusan dengan dirinya.

Terlintas di kepalanya si gadis pembawa celaka yang tersenyum padanya tadi.

Aelahh, ngapain gue kepikiran tuh cewek? Harusnya dia udah baik-baik aja kan?
Lagian harusnya keluarganya udah dateng jemput dia kan?

"Isshhh!"

"Kamu kenapa Ren?" tanya Jaemin yang melihat adiknya uring-uringan di sofa. "Udah makan malam?"

"Nggak kenapa-kenapa, Dad belum pulang?"

"Udah kok, lagi mandi kayaknya. Nungguin kamu buat makan malam sama-sama katanya."

"Loh, kalian berdua belum makan malam?"

"Belum kan nungguin kamu, katanya kemarin mau makan sama-sama?" tanya Jaemin tersenyum menatap adiknya itu.

Renjun langsung bangun dari duduknya dan meraih ranselnya.

"Kemana kamu?"

"Gue mau mandi lah. Bilangin Dad bentar ya!" ucapnya kemudian berlari menaiki tangga menuju kamarnya.

Jaemin hanya memandangi adiknya yang bersemangat dan merasa senang, ya kehadiran Renjun di rumah membawa suasana yang berbeda baginya juga papanya.
Rumah ini lebih hidup.

Dan sesuai keinginan Renjun akhirnya mereka bertiga makan malam bersama meski waktu makan malam sudah terlewat. Namun Kyuhyun dan Jaemin sama sekali tidak keberatan.

Selesai makan malam ketiganya berada di ruang keluarga, hanya duduk bersantai dan melewatkan waktu bersama malam itu.

Renjun duduk disamping ayahnya yang tentu saja kembali bekerja meski hanya mengecek laporan dari data di tabletnya. Sementara Jaemin rebahan di sofa memainkan ponselnya.

"Kamu nggak jadi keluar? Tadi bukannya kamu ijin papa mau pergi sama Jeno?" tanya Kyuhyun pada Jaemin saat melihat anaknya itu rebahan santai.

"Nggak jadi pa, adiknya Jeno sakit jadi perginya ditunda dulu." jawab Jaemin.

"Ren, kalau kamu bosan dirumah ajak saja kakak kamu pergi. Papa nggak melarang kok, asal kamu pamit dulu." kali ini Kyuhyun menoleh menatap Renjun yang bermain game disampingnya.

"Iya Dad, nanti kalau aku pergi pasti pamit dulu. Tapi Ren nggak tahu mau kemana soalnya belum hapal dan tahu hal-hal menarik disini."

"Jalan-jalan sama aku yuk! Aku tunjukin tempat-tempat bagus di Seoul." sahut Jaemin yang kini meringis menatap ayah dan adiknya.

"Tuh, ajakin kakak kamu pergi. Dia kalau sudah pergi sama teman-temannya pasti nggak tahu waktu. Kamu ikut aja Ren." kali ini Kyuhyun ikit tersenyum dan mengusak kepala Renjun pelan.

"Iya Dad, kapan-kapan aja soalnya Renjun capek banget hari ini."

"Kamu ngapain aja di kampus? Tadi masuk siang kan?" tanya Kyuhyun melirik putranya itu sebelum kembali mempelajari laporannya.

"Tadi Ren bantuin temen di kampus, ada kecelakaan kecil."

"Kecelakaan apa? Kok aku nggak tahu?" tanya Jaemin yang kini fokus pada adiknya. "Temenmu Yangyang?"

"Hm, bukan Yangyang. Dia bukan temen juga sih, cuma tahu aja. Dan tadi gue bantuin pas dia celaka."

"Anak papa baik ya? Jadi bangga sama kamu, udah nggak berantem lagi dong?"

"Nggak gitu Dad, kan kita harus bantuin orang lain yang kesusahan selagi kita mampu, gitu sih yang selalu Mom bilang ke Ren." ujar Renjun yang tersenyum kemudian memeluk lengan sang ayah. "Aku bukannya udah nggak berantem Dad, cuma belum nemu lawannya aja." ringisnya pelan.

"Kamu yaaa, jangan berantem lagi! Dad nggak mau ya kamu kayak gitu." Kyuhyun meletakkan tabletnya kemudian tangannya yang bebas kini memeluk putranya itu.

Sementara Jaemin menatap ayah dan adiknya itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Tersenyum namun sorot obsidiannya mengartikan lain, entah apa.

"Ren seneng bisa deket Dad kayak gini. Thanks ya Dad, sudah mengajak Ren kesini."

Kyuhyun menatap putranya itu hangat, tepat di obsidian coklat yang bening itu. Mata bersinar seperti anak kelinci yang menggemaskan. Di tangkupnya wajah mungil itu dengan kedua tangan besarnya yang hangat.

"Maaf karena papa tidak pernah ada untuk kamu selama ini, tidak bisa di sisi kamu dan menjaga kamu. Maaf ya kamu selalu menahan segalanya sendirian. Pasti berat sekali ya?" ucapnya dalam kemudian membelai kepala putranya itu lembut.

Renjun menunduk, menghindari menatap sang ayah. Selalu saja ayahnya tahu isi hatinya, tahu segala sesuatu tentang dirinya sekalipun selama ini mereka hanya sesekali bertemu.

"I'm fine Dad, I always try to be good son for you and Mom, forgive me for everything was I done. And thanks for all of your love for me."

"As always son, I 'll be there for you."

Kemudian setelah hening sesaat, keduanya saling melempar senyum dan Renjun memeluk ayahnya sekali lagi dengan erat.

"Ekhemm! Ekhemm!"

Keduanya menoleh pada si pembuat suara.

"Jadi aku di cuekin nih?" celetuk Jaemin, "Jadi sedih karena lihat deep talk-nya kalian."

Kyuhyun tersenyum kemudian mengulurkan tangannya pada Jaemin, "Sini deh anak papa yang cemburuan ini. Cemburu sama adik kamu nih?" godanya saat Jaemin duduk di sampingnya.

"Nggak cemburu pa tapi mau dipeluk juga." ringisnya kemudian memeluk sang ayah.

"Papa merasa bahagia saat bersama kalian seperti ini. Jadi begini ya rasanya saat mama kalian manja-manjaan sama kalian?" celetuk sang ayah yang membuat keduanya meringis.

"Kita sayang kok sama papa seperti sayang kita ke Bunda." ucap Jaemin yang kemudian melepas pelukannya dan menatap ayah dan adiknya.

"Pa, kok aku nggak bisa menghubungi Bunda sih? Udah sejak sebelum Bunda kesini malahan, tapi aku baru beneran ngerasa sekarang." keluhnya pada sang ayah.

"Kenapa baru bilang sekarang? Ponsel kamu rusak? Nanti deh papa belikan yang baru."

"Bukan rusak pa, anehnya Jaemin hanya nggak bisa menghubungi ponselnya Bunda aja. Untuk yang lainnya bisa kok, kemarin Renjun telepon Bunda juga bisa. Kenapa ya?"

"Papa juga bisa kok menghubungi mama kalian."

Diam diam Renjun meringis dan menundukkan wajahnya.
Dia lupa, dia sudah memblokir nomor Jaemin di ponsel mama nya tiga hari sebelum keberangkatannya kesini.
Dan sepertinya mama nya belum menyadari kalau kontak Jaemin terblokir.

Gue lupa, duhh... sorry Jaem.
Nanti aja deh minta tolong ke om Jae bukain blokirnya.

"Palingan ada gangguan, tunggu aja pasti besok udah bisa." ucapnya dengan wajah datar agar sang ayah dan kakaknya tidak curiga.

"Tapi udah sebulan lebih Ren..."

"Besok gue benerin deh."

"Emang kamu bisa?"

"Maybe... udah lo tenang aja."

Harus cepet-cepet menghubungi om Jae nih, gawat juga kalau Mom tahu."

Om Jae kok nggak bales sih?


Renjun tersenyum diam-diam membaca chat nya dengan om Jaehyun.
Untung saja sekarang disana masih siang, jadi dia bisa menyuruh om Jae-nya mengatasi masalah ini.

"Coba sini liat hape lo."

Jaemin menatap adiknya yang tiba-tiba saja meminta hape padanya.

"Mau ngapain?"

"Tadi katanya mau telepon Mom, sini gue benerin."

"Beneran bisa emang? Aku utak atik nggak bisa."

"Kasih dulu ke gue, sini."

Menurut, Jaemin mengulurkan ponselnya pada Renjun yang kemudian mengutak atik sebentar dan menyerahkannnya kembali.

"Lo coba deh."

"Bisa?"

Renjun mengedikkan bahunya kemudian kembali menyandarkan kepalanya di bahu sang ayah.
Menyembunyikan senyumnya diam-diam.

Dilihatnya Jaemin tersenyum lebar saat panggilan teleponnya berhasil.

Karena lo udah baik sama gue, sesekali gue bantuin juga deh.

.
.
.

Bersambung.

Hai semuanya! Apakah kalian masih betah bacanya? ;') makasih ya buat yang massih baca atau sekedar mampir.

Ohiya, maaf kalau alurnya lambat.
Disini Jaemren lebih ke family romance ya?
Soalnya takut bikin romance ke mereka, tapi entah jika ditengah jalan ada yang berubah hehehe..

Pokoknya mau lebih banyakin keuwuan Jaemren sebagai adik-kakak.
Bromance? Maybe...

Sampai ketemu next chapter semuanya... ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro