10. Kebetulan yang mengerikan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hubungan itu nggak ada yang tahu. Kadang nggak ada alasan juga, kenapa, dimana, dan bagaimana.
Pokoknya tiba-tiba aja.
Dan itu sepertinya terjadi antara aku dan kamu.

Lee Dae Hae.

Credit pict. from pinterest.

"Heh, darimana kamu kenal dia?"

"Di kampus lah kak, kan kita sekampus. Ihh, masih nggak nyangka kalau dia adiknya kak Jaemin. Sumpah mereka beda banget ya kak." Dae Hae terus saja mengoceh panjang lebar mengenai Renjun dan Jaemin sementara sang kakak yang duduk mengemudi di sebelahnya hanya diam dengan ekspresi wajah terganggu dan kesal.

"Nggak usah deket-deket dia."

"Kenapa? Aku malah makin mau deket sama dia setelah tahu kalau Renjun adiknya kak Jaemin."

"Nggak. Dia bukan Jaemin dan kakak nggak suka."

"Kakak apaan sih, nanti kalau kak Jaemin tahu dia bakalan sedih loh kakak ngomong gitu."

"Terserah, pokoknya nggak boleh." kali ini Jeno menatap adiknya dengan serius. Entah kenapa sejak pertama kali bertemu, first impression-nya pada Renjun sudah buruk. Dia nggak suka.

"Terserah aku juga dong." Dae Hae tidak mau mengalah dan balas menatap sang kakak kesal.
Keduanya memang sering seperti ini, adu mulut karena perbedaan argumen yang ujung-ujungnya keduanya saling melempar lirikan tajam meski malah terlihat lucu karena mata sipit mereka.

"Yaudah, kakak udah peringatin kamu pokoknya. Awas aja kalau macam-macam."

.
.
.
.

"Ren, kok diem aja dari tadi?"

"Hm-nggak kok."

Jaemin melirik sang adik yang duduk di sampingnya sementara dia sendiri fokus mengemudi. Mereka sedang dalam perjalanan ke tempat makan seusai pulang dari toko lukis.
Sejak pertemuan tidak sengaja mereka bersama Jeno dan Dae Hae sebenarnya Renjun jadi sedikit pendiam. Dan Jaemin ingin sekali menanyakan sesuatu pada Renjun, sesuatu yang sangat ingin dia tanyakan.

"Kamu udah kenal sama Dae Hae?" akhirnya pertanyaan itu terlontar juga dari mulutnya.

"Iya."

"Kok bisa? Sejak kapan?" dan lagi-lagi mulut Jaemin tidak bisa mengerem ucapannya.

"Nggak sengaja, karena kecelakaan."

"Yang kamu bilang kemarin?"

"Bukan. Pas hari pertama gue masuk kampus, dan sejak saat itu tiap kali gue ketemu dia pasti celaka."

"Maksudnya?"

"Hm, apa ya... tiap kali gue ketemu dia tuh selalu aja kena sial. Gue juga heran yang pasti gue nggak suka sama dia."

"Kebetulan aja mungkin."

"Mana ada kebetulan berkali-kali. Kecuali yang terakhir dia jatuh ditangga bisa dibilang dia yang kena sial"

"Oh..." ada keraguan di suara Jaemin. Ada sesuatu hal yang mengganjal di kepalanya tentang sesuatu yang dilihatnya bebrapa minggu yang lalu. Tentang Dae Hae yang pulang bersama Renjun. Tetapi melirik Renjun yang sekarang fokus bermain ponsel, Jaemin menggigit bibirnya, menimbang untuk bertanya atau tidak pada sang adik.

"Mm-Ren..."

"Apa?"

"Nggak jadi deh. Kapan-kapan aja." jawabnya tersenyum dan menghasilkan lirikan kesal dari sang adik.

"Tapi Jaem, seriusan dia adiknya Jeno?"

"Iya."

"Pantes sih, sama-sama ngeselin."

"Ren, Jeno tuh baik lho... begitu juga Dae Hae. Kamunya aja yang belum kenal deket sama mereka."

"Ngapain juga kenal deket? Ogah."

Jaemin melirik adiknya yang kini menatap jendela kaca dengan merengut. Sepertinya hubungan Jeno-Renjun yang tidak baik dan juga Renjun-Dae Hae yang entah apa, membuat Jaemin kembali berpikir.
Dia tidak ingin Renjun sendirian seperti saat di London, sekarang ada dia dan juga teman-temannya. Dan Renjun harus setidaknya akrab dengan mereka.

Diluar gerimis sudah mulai turun dan
setelah perjalanan cukup panjang, keduanya berhenti di restoran cepat saji karena Renjun sudah mengeluh panjang lebar kalau perutnya sudah sangat lapar.
Dan lagi-lagi Jaemin menikmati semua rengekan serta omelan adiknya.

Renjun yang sedang melahap ayam spicy-nya mengalihkan atensinya saat ponselnya bergetar dan menampilkan sebuah nama. Diraihnya benda pintar itu cepat.

"Hai Mark!" sapanya diiringi sebuah ringisan kecil yang membuat sang kakak melirik dengan sedikit mengernyit.

"Hehehe, iya sepi banget nggak ada lo disini. Gue berasa sendirian kemana-mana padahal biasanya ada lo yang ngikutin gue."

"Oh my God! Gue berasa kesenengan banget denger lo kangen sama gue."

"Bukan kangen ya! Gue ngerasa sepi aja."

"Sama aja Ren! Dasar lo tuh ya! Btw, lo lagi ngapain?"

"Lagi makan sama Jaemin, abis belanja."

"Wow, sejak kapan seorang Renjun suka belanja? Dan lagi sekarang lo makan? Ini bukannya udah jam 8 ya disana?"

"Berisik deh! Gue laper jadi ya makan, trus iya gue barusan belanja sama Jaemin, beli kanvas sama alat lukis, cat dan banyaklah."

"Oh kirain belanja apa ternyata nggak jauh dari lukis melukis."

"Lo sendiri ngapain? Nggak ada kelas jam segini?" tanya Renjun yang asik menyeruput colanya tanpa menyadari sang kakak sedang menatapnya diam.

"Ada kelas masih satu jam lagi. Gue kesepian nggak ada lo, apa gue susulin aja lo ke sana?" kemudian terdengar tawa Mark.

"Jangan macem-macem deh, segitunya lo kangen sama gue."

Jaemin yang entah kenapa jadi tidak berselera makan mendorong french friesnya menjauh kemudian beranjak dari duduknya.

"Mau kemana" tanya Renjun yang mendongak menatap sang kakak.

"Pesen buat take away aja. Gue capek mau cepet pulang." jawab Jaemin datar dan berjalan menujun konter tanpa menghiraukan adiknya yang masih asik bertelepon. Dan tidak butuh waktu lama untuk pesanannya selesai.
Jaemin menghampiri Renjun yang kini tertawa-tawa entah berbincang apa sama Mark.

"Pulang yuk Ren."

"Eh Mark, udahan dulu ya. Gue sama Jaemin mau pulang."

Renjun segera mengekori Jaemin yang sudah lebih dulu berjalan keluar. Agak aneh sih mengingat sepanjang mereka bersama tadi sepertinya wajah Jaemin terus dihiasi senyuman tapi sekarang mendadak diam dan datar.

Begitu sampai dimobil Renjun menghentikan tangan Jaemin yang membuka sisi pintu kemudi.

"Gue aja yang nyetir, lo istirahat sana."

"Nggak usah."

"Muka lo kusut gitu, gue aja yang nyetir."

Jaemin menuruti apa yang dikatakan Renjun dan membiarkan adiknya itu menyetir. Dia duduk bersandar dan memilih untuk menatap rintik hujan diluar jendela.

Kali ini Renjun sedikit bertanya-tanya kenapa tiba-tiba Jaemin terlihat kesal. Padahal sejak tadi dia juga memperhatikan kalau sang kakak baik-baik saja. Masa sih dia bad mood karena kecapekan?

Diliriknya Jaemin yang sedang menutup mata di sebelahnya, meski Renjun tahu sang kakak tidak tidur.
Dia mengemudikan mobilnya agar segera sampai dirumah dan mereka bisa segera istirahat.

Akhir pekan nanti Renjun berencana menggunakan seharian waktunya untuk melukis dengan peralatan barunya.

Dan ketika akhirnya mobilnya memasuki halaman rumah mereka yang luas, Renjun menghentikan mobilnya pelan. Berpikir untuk membangunkan Jaemin tapi saat dilihatnya sang kakak sepertinya benar-benar tertidur, dia memutuskan turun lebih dulu lalu mengeluarkan barang belanjaaannya.
Sepertinya papa mereka sudah pulang melihat mobilnya sudah terparkir di garasi.

"Jaem, bangun. Udah sampe rumah nih." Renjun menepuk pelan lengan Jaemin yang kemudian mengerjap.

"Hm?"

"Udah dirumah, masuk sana."

Renjun memperhatikan saat Jaemin berjalan masuk, mengekori di belakangnya. Papa mereka sedang ada di ruang tengah saat keduanya berjalan masuk.

"Baru pulang?"

"Iya pa, Jaemin ke kamar dulu ya." pamit Jaemin yang sempat berhenti sejenak menjawab kemudian naik menuju kamarnya ke lantai dua.

"Kakak kamu kenapa?"

"Nggak tahu Dad, tadi tiba-tiba gitu pas dari makan di restoran. Kayaknya capek deh udah Ren ajak belanja." jawab Renjun yang menghempaskan diri duduk di samping papanya.

"Emangnya belanja apa aja?"

"Hmm, tadi Ren cuma pergi ke toko peralatan lukis aja abis itu makan. Tapi Ren tadi beli peralatan banyak banget, hehe."

"Seneng dong? Jaemin nggak belanja?" tanya papanya yang kini menghentikan pekerjaannya dan menumpukan kepalanya pada lengan yang tersandar di sofa menatap sang putra.

"Tadi sih bilangnya nggak mau, jadi cuma anterin aku aja. Tapi nggak tahu kenapa tiba-tiba diem gitu."

Papanya diam sejenak tampak berpikir kemudian, "Setelah belanja ngapain?"

"Makan di restoran cepat saji. Apa Jaemin nggak suka menu nya ya?" gumam Renjun.

"Sepertinya bukan itu deh, soalnya setahu papa Jaemin itu bukan pemilih soal makanan. Selain itu dia seneng banget bisa pergi sama kamu hari ini. Nggak berantem kan?"

"Nggak kok Dad, tadi pas makan juga kayaknya jaemin seneng kok, trus Ren nggak perhatiin soalnya lagi teleponan sama Mark."

Sejenak papanya diam kemudian tersenyum, tangannya terulur untuk mengusak rambut halus Renjun. Dia tahu kenapa putra sulungnya berubah mood tiba-tiba.

"Coba deh kamu bawain dia segelas coklat panas, siapa tahu dia sembuh capeknya. Jangan lupa say thank you ya." ujar papanya sembari tersenyum membuat Renjun mengerutkan dahi cemberut. Tapi kemudian setelah diam menimbang sesaat dia mengangguk.

"Yaudah, Ren bikinin dulu." ucapnya kemudian beranjak ke dapur untuk membuat coklat panas.

Kyuhyun mengamati sosok renjun yang menghilang menuju dapur, kemudian menghela napas panjang dan tersenyum.

"Kamu nggak pernah tahu kalau kakak kamu itu cemburu sama sahabat kamu, dia merasa diduakan sama adik kesayangannya."

Renjun membawa coklat panas yang dibuatnya ke atas menuju kamar Jaemin. Renjun berdiri ragu di depan pintu kamar sebelum akhirnya mengetuk pelan.

"Jaem, lo udah tidur?"

Tidak ada jawaban dari dalam kamar Jaemin, jadi Renjun membukanya sedikit dan melongokkan kepalanya dari celah pintu.

"Jaem, gue masuk ya?"

Renjun berjalan mendekati tempat tidur dimana Jaemin berbaring menyamping membelakangi pintu. Renjun kemudian duduk di pinggiran ranjang dan menggoyangkan lengan Jaemin pelan.

"Gue bawain coklat panas tuh, biar capek lo ilang."

Jaemin masih bergeming ketika Renjun menaikkan kakinya ke atas tempat tidur dan duduk bersila di samping Jaemin.

"Sorry ya, lo pasti capek nganterin gue." kemudian hening, Renjun terdiam memainkan ujung bantal dengan jemarinya lalu menghela pelan.

"Hari ini menyenangkan karena gue bisa pergi bareng lo. Nggak nyangka juga sih gue akan ngerasa se-happy ini, rasanya seperti kembali ke masa kecil dimana gue punya semua hal yang gue inginkan.

Udah lama juga gue nggak pergi sendirian, palingan dibeliin Mom atau om Jae sih dulu. Kadang juga pergi bareng Mark." ucapan Renjun terjeda saat melihat gerakan kecil dari sosok di balik selimut.

"Gue baru menyadari ini pertama kalinya gue pergi berdua sama lo. Dan gue merasa happy hari ini karena lo, thanks ya. Semoga lo nggak kapok nganterin gue lagi nanti, dan gue harap lo nggak sakit kecapekan karena gue. Kalau udah bangun diminum tuh coklat panasnya, udah repot-repot gue bikinnya tahu."

Kemudian Renjun beranjak dari tempat tidur dan berjalan keluar menuju kamarnya sendiri.

Dan setelah pintu kamar Jaemin tertutup, sosok yang sejak tadi terbaring diam kini menyibak selimut yang menutupi tubuhnya kemudian berbalik berbaring menatap pintu kamarnya yang tertutup.
Jaemin tidak tidur sebenarnya. Dia hanya pura-pura tidur saat Renjun memasuki kamarnya, dia sedang bermain dengan ponselnya tadi.
Diraihnya ponsel di bawah bantalnya yang menampilkan chat-nya dengan Jeno yang terputus.

Dia mendengar semua ucapan Renjun tadi, dan yang membuatnya pura-pura tidur adalah rasa kesal dan egoisnya karena Mark.

Childish?

Ya dia memang kekanakan jika menyangkut perasaannya pada adiknya.

Lagi-lagi dia belum bisa mengatasi kecemburuannya pada sahabat adiknya itu. Jaemin merasa Mark lebih mendominasi Renjun darinya.
Merasa Renjun tidak membutuhkannya jika sudah ada Mark disisinya dan Jaemin tidak suka pemikiran itu.
Jaemin mengetikkan sesuatu lagi pada Jeno, hanya pada sahabatnya itu dia bisa berkeluh kesah termasuk soal Renjun yah meski tanggapan Jeno selalu dingin.

Sekarang di kepalanya terngiang ucapan Renjun tadi yang mengatakan bahwa hari ini pun Renjun merasa senang karena pertama kali menghabiskan waktu bersamanya.

Jaemin menoleh dan menatap segelas coklat panas diatas nakas, tangannya kemudian terulur dan meraihnya. Disesapnya pelan coklat panas itu, manis dan melegakan.
Jaemin memikirkan bahwa sikapnya ini memang sedikit keterlaluan.
Haruskah dia mengatakan isi pikiran dan perasaannya pada renjun agar adiknya itu mengerti? Tapi bagaimana jika Renjun malah menganggapnya sebagai kakak yang aneh dan kemudian membencinya?

Dia tidak bisa berpikir jernih sekarang, kemudian tangannya yang bebas meraih ponselnya lagi, kali ini dia memilih menghubungi sang bunda. Ya bundanya mengerti perasaannya pada adiknya.


Jaemin menghela napas panjang, benar kata bundanya kalau harusnya dia bisa lebih jujur pada adiknya tentang hal-hal yang nembuatnya kesal.

Lagipula bukankah dia juga ingin adiknya lebih jujur padanya?

Tapi Jaemin takut sikap protektifnya hanya akan membuat Renjun ilfil padanya.

Kemudian dia kembali membuka ponselnya, kali ini dia ingin bicara pada Jeno.


Jaemin kali ini merasa kesal bicara pada Jeno. Apa benar sikapnya memang berlebihan pada Renjun?
Dia hanya ingin menjadi satu satunya kakak yang baik untuk Renjun, apa itu salah?

Jaemin sendiri tidak tahi kenapa dia seprotektif dan sesayang itu pada adiknya.

.
.
.
.

"Renjuuunn"

Merasa dipanggil, sang pemilik nama pun menolehkan kepalanya ke belakang dan mendapati seorang gadis sipit tengah tersenyum memamerkan deretan giginya yang putih dan juga tangannya yang melambai riang.
Renjun menatap tak percaya pada sosok yang menyapanya itu. Gadis itu kini berjalan menghampirinya dengan langkah ringan dan senyum yang masih menghiasi wajahnya.

"Hai Renjuunn!"

"Apa sih? Jangan sok akrab sama gue." tukas Ren ketus.

"Kok jahat ih, aku kan mau akrab sama adiknya kak Jaemin hhmmphh!!"

Renjun refleks menutup mulut gadis di hadapannya itu dengan tangannya, menoleh ke sekeliling memastikan tidak ada yang mendengar ucapan gadis ini barusan. Kemudian setelah memastikan keadaan aman Renjun melepaskan tangannya.

"Apa sih Ren?! Kenapa mulut aku di bekap gitu, kamu tuh beneran adiknya kak Jaemin bukan.."

"Ssshhh!! Diem lo!" Renjun refleks kembali membekap mulut gadis dihadapannya itu. kemudian membawa gadis itu ke salah satu bangku di bawah pohon di sisi gedung.

"Lo jangan sekali-kali bilang ke siapa pun kalo gue adiknya Jaemin! JANGAN PERNAH!" ucapnya penuh penekanan membuat gadis dihadapannya itu menatapnya heran dan menarik tangan Renjun yang membekap mulutnya.

"Kenapa? Kan kamu emang adiknya kak Jaemin?"

"Iya gue adiknya dan gue nggak mau orang lain tahu kalau gue adiknya. Paham?"

"Nggak. Kenapa nggak boleh?"

"Bisa nggak sih lo nurut aja?"

"Kasih tahu alasannya dulu, kenapa nggak boleh?"

Renjun menghela napas kesal, kenapa gadis dihadapannya ini selalu saja membuatnya kesulitan? Bahkan dengan fakta gadis ini adalah adik Lee Jeno semakin membuat Renjun kesal, dia tidak ingin menjelaskan hubungannya dengan Jaemin kepada sembarang orang apalagi orang yang tidak dikenalnya.

"Lo mau kita jadi teman akrab kan? Oke, tapi lo harus merahasiakan hubungan gue sama Jaemin." tawar Renjun pada akhirnya dengan setengah hati dan terpaksa.

"Kok gitu?"

"Kalo lo nggak mau yaudah. Nggak usah sok kenal sama gue." ucap Renjun pada akhirnya kemudian berbalik untuk pergi. Dia tidak mau repot-repot menambah masalah apalagi dengan gadis ini.

"Tunggu! Ren!" gadis itu berlari mengejar Renjun kemudian menahannya dengan menarik ujung kemeja belakangnya, "Oke iya, aku rahasiakan ini. Emang yang nggak boleh tahu siapa aja?"

"Semua orang kalau perlu."

"Kak Jaemin tahu kamu melakukan ini?"

"Tahu."

"Nggak marah?"

"Nggak."

Gadis itu diam sesaat dan keduanya kini berjalan beriringan membuat beberapa orang menatap mereka.
Sampai akhirnya gadis itu berpamitan pada Renjun menuju kelasnya.

Renjun sebenarnya tidak paham kenapa dia harus melakukan hal ini terlebih dengan gadis itu. Semoga saja gadis itu memang bisa menutup mulutnya.

Di kelas dilihatnya Yangyang sudah datang dan sedang ngobrol bersama teman sekelas mereka yang Renjun juga tidak kenal.

"Tumben udah dikelas." sapanya pada Yangyang membuat si pemilik nama mendongak.

"Eh Renjun! Iya nih, tadi Johnny berangkat pagi soalnya."

"Siapa lagi Johnny?" tanya Renjun yang ikutan duduk di samping Yangyang.

"Temen gue anak teknik juga. Tadi gue bareng dia."

"Nebeng mulu lo, heran gue." ucap Renjun membuat Yangyang meringis.

"Ren nanti pulang kita jalan yokk!" ajak Yangyang tiba-tiba,

"Kemana?"

"Ada deh, nanti gue kenalin sama temen-temen gue yang lain." ucap Yangyang masih dengan senyum yang tak pernah absen dari wajahnya saat dia bicara,

"Oke."

.
.
.

"Jenoo, lo masih marah soal kemarin?" tanya Jaemin yang sekarang mengikuti Jeno ke perpustakaan. Sementara yang ditanya sejak tadi hanya diam.

"Kalian berdua kenapa sih? Berantem?" tanya Lucas yang juga ada bersama mereka sejak tadi terheran melihat sikap kedua sahabatnya hari ini.

"Jenooo..."

"Yakan gue dianggurin, emang dasar lo berdua." gerutu Lucas yang kemudian lanjut mengerjakan tugasnya yaitu tidur.

"Berisik lo. Diem ya ini perpustakaan." jawab Jeno datar.

"Ayolah Jeno, jangan ngambekan gitu dong. Gue cuma punya lo doang buat berkeluh kesah tentang Ren." bisik Jaemin sepelan mungkin.

"Mending lo kerjain tugas deh daripada ngrecokin gue."

"Jennnn..."

"Luc, bangun deh lo juga kerjain tugas. Awas aja lo tinggal copas tugas gue ntar."

"Lima menit bentar deh Jeno, plisss lo jangan berisik biar gue cepet tidur trus cepet bangun trus ngerjain tugasnya." jawab Lucas dari balik buku yang menutupi wajahnya.

Jeno mendesah melihat kelakuan satu sahabatnya itu dan memilih mengabaikan Jaemin yang masih menatapnya merajuk.

Jeno tidak marah sih, lebih tepatnya merasa kesal karena Jaemin benar-benar bersikap bodoh menyangkut adiknya.

Oke Jeno harus mengakui kalau dia juga kadang bersikap sama pada Dae Hae tapi kan wajar karena adiknya itu perempuan dan harus dia jaga.

Tapi Jaemin? Adiknya itu seorang laki-laki yang bisa menjaga diri sendiri, tidak perlu kawalan atau perlindungan apapun dari Jaemin apalagi mengingat sikapnya yang judes, galak dan tidak sopan itu. Jeno yakin adik Jaemin lebih dari mampu menjaga diri.

Itulah yang membuat Jeno kesal.

Setelah mendapat pengabaian dari Jeno akhirnya Jaemin menyerah lalu menarik buku tugasnya dan mulai mengerjakannya.

Jaemin sungguh tidak mengerti kenapa Jeno tidak menyukai Renjun.

Padahal adiknya itu imut, gemes, dan lucu. Duh Jaemin jadi kangen galaknya Renjun karena tadi dia berangkat lebih dulu dan meninggalkan sarapan untuk menghindari adiiknya.
Dia masih merasa sedikit kesal.

Jaemin ingin hubungan Jeno dan Renjun menjadi lebih baik dan tentu saja akrab.

"Luc, ntar pulang kampus kita jalan yukk." bisiknya pelan ke telinga Lucas.

"Oke siap! Gue mah ayok ajaa!" teriak Lucas yang tiba-tiba bangun dari posisi tidurnya dan menatap Jaemin dengan senyum sumringah.
Tidak peduli pada tatapan para penghuni perpustakaan yang terganggu karena teriakannya.

"Sumpah ya lo, giliran yang begini aja lo gercep!" dengus Jeno yang juga kesal pada dua sahabatnya ini.

"Jeno sayang, hidup itu jangan dibawa serius. Ntar cepet tua." kekehnya kemudian segera membuka bukunya untuk mengerjakan tugas setelah mendapat lirikan tajam Jeno.

.
.
.

Renjun sedang berada di parkiran gedung teknik bersama Yangyang menunggu teman-temannya.

Yangyang berencana hangout bersama teman-temannya dan juga Renjun.

"Lama deh temen-temen lo." gerutu Renjun yang sedang sibuk dngan ponselnya.

"Minghao udah otw kok, Johnny sama Taeyong baru kelar kelas, Jungwoo juga udah jalan kesini." jawab Yangyang lagi-lagi dengan meringis.

"Lo ngajakin berapa orang sih?" tanya Renjun setelah mendengar nama-nama yang disebutkan Yangyang.

"Cuma empat orang kok, enam sama kita."

Dan Renjun hanya bisa terperangah mendengar ucapan Yangyang.

"Semuanya beda fakultas?"

"Ehehe, iya."

Renjun merotasikan matanya mengetahui betapa Yangyang lebih absurd dari dugaannya. Melihat sikap Yangyang begini memang sepertinya dia mudah berteman dengan siapa saja.

"Eh, itu mereka. Berangkat yukk!" ucapnya saat melihat dua mobil datang dari arah depan.

Renjun menyalakan mobilnya setelah dua mobil yang dimaksud Yangyang mengklakson.

.
.
.

Game center.

Renjun masih tidak percaya dia akhirnya melangkahkan kakinya ke tempat seperti ini.

Bukannya gimana gimana sih, hanya saja Renjun sama sekali tidak pernah bermain game. Mark yang suka dan Renjun seringkali menolak ajakan Mark untuk pergi ke tempat seperti ini.

Renjun lebih menyukai tempat yang tenang.

Tapi disinilah dia bersama Yangyang dan teman-temannya.

"Aseekk, kita main sepuasnya!" ujar Yangyang begitu mereka masuk.

"Mau main apa Ren? Silahkan dipilihhh!" tambahnya lagi, melangkah mendahului teman-temannya yang lain.

Masing-masing dari mereka mulai berpencar ke tempat yang mereka suka sementara Renjun hanya celingukan dan memilih mengekori Yangyang.

"Kenapa Ren? Lo mau maen apaan?"

Yang ditanya cuma diam dan celingukan kesana kemari. Dia benar-benar tidak tahu game.

"Gue nonton kalian aja, gue nggak pernah maen game." jawab Renjun yang seketika membuat keenam temannya menoleh.

'Are you kidding me?!" Yangyang menatapnya terperangah tak percaya.

"Beneran nggak pernah?"

"Wahh, nggak bisa dipercaya."

"Nah sekarang lo cobain deh, pasti ketagihan."

Renjun menggeleng dan meringis, lalu mendudukkan dirinya di salah satu sofa.
Keenam teman barunya hanya saling menatap kemudian memutuskan untuk bermain, membiarkan Renjun yang kini sibuk dengan tab nya.

Sebenarnya Renjun cukup menikmati berada di sini memperhatikan teman-temannya yang ramai bermain.

Teman-teman.

Renjun bahkan tidak pernah membayangkan akan memiliki sekelompok teman untuk diajak menghabiskan waktu bersama seperti ini. Dia tidak memiliki teman akrab selain Mark.

Sepertinya dia harus berterimakasih pada Yangyang nanti karena sudah membantunya memiliki 'teman'.

Dan mereka mengakhiri permainan setelah waktu menunjukkan lewat jam makan malam serta protes dari perut masing-masing.

"Gue seneng banget hari ini setelah seharian ngerjain tugas seabrek." ucap Eunwoo yang diangguki oleh yang lain.

"Gue juga, capek seharian."

"Udah lama juga kita nggak main begini."

"Lo semua sok sibuk sih! Kayak gue dong dibawa santai kemana-mana." ucap Yangyang sambil mengunyah sepotong ayam.
Ya kini mereka berada di sebuah tempat makan untuk mengisi perut yang terabaikan.

"Lain cerita kalo lo Yang, mana pernah lo pake itu otak lo? Kasian tau istirahat mulu." celetuk Taeyong yang langsung dibalas lirikan oleh Yangyang.

"Pernah ya anjir, gini-gini gue juga mikir. Dikit sih tapi, hehehe... "

"Eh, btw gue nggak pernah liat temen lo ini sebelumnya. Fakultas apa?" kali ini Johnny bertanya dan menatap Renjun.

"Ah, dia pindahan nih! Satu fakultas sama gue kok, eh dari tadi belom kenalan secara resmi ya?" oceh Yangyang sementara orang yang dibicarakan hanya diam dan sesekali tersenyum.

"Oohh... pantesan nggak pernah liat."

"Gue Kim Renjun. Satu fakultas dan sekelas sama Yangyang." ucap Renjun kemudian mengangguk menatap mereka satu persatu.

"Dia Jhonny dan sebelahnya itu Taeyong mereka anak fakultas teknik. Trus itu Eunwoo anak kedokteran, sebelahnya Rowoon anak hukum, trus itu lo udah pernah ketemu Minghao anak fashion design." jelas Yangyang.

Setelah berbincang dan ngobrol banyak hal, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar ke daerah pertokoan yang lumayan ramai.

Hal baru yang menyenangkan bagi Renjun, tentu saja.

Namun saat melintasi jalan yang berada di area cafe, di sebuah lorong kecil dan agak gelap terdengar teriakan dan suara ribut.
Awalnya samar, namun begitu mereka sampai mendekati lorong sempit itu suara itu semakin jelas.

Jhonny yang berjalan di depan bersama Taeyong refleks berhenti.

"Kalian denger nggak sihh?"

"Denger, kayaknya dari lorong ini. Orang berantem bukan sih?" tanya Taeyong.

"Kayaknya iya deh, udah nggak usah ikut campur. Kita jalan aja." Eunwoo yang kelihatan sedikit khawatir menatap lorong gelap itu tapi kemudian mendorong teman-temannya untuk terus berjalan.

"KYAAAAAA!!! LEPASSINNN!"

Dan suara teriakan yang cukup nyaring membuat mereka seketika berhenti.
Saling menatap dan menoleh ke arah lorong tadi.

"Suara cewek kan?"

"Iya..."

"Kita liat deh, perlu ditolongin apa nggak." Johnny berbalik dan beejalan menuju lorong tadi.

"Eh, Jhon! Jangan cari masalah deh!" Yangyang segera mengejar kemudian disusul yang lain.

Renjun menyusul paling akhir, dia heran kenapa mereka harus mengurus sesuatu yang mungkin akan jadi masalah nantinya.

Di ujung lorong di bawah tiang lampu tampak tiga orang laki-laki dan dua orang gadis.

Si laki-laki terlihat menarik lengan gadis di depannya sementara kedua temannya terlihat menahan lengan gadis satunya.

"LEPASIINN!! NGGAK MAU!"

"Sampe kapan lo bakal hindarin gue?"

"AKU UDAH BILANG NGGAK MAU!!"

Gadis itu nampaknya menolak entah apa yang diinginkan laki-laki di hadapannya dan laki-laki itu tampak tak ingin melepaskannya.
Gadis itu meronta dan temannya yang ingin menolong juga dipegangi oleh dua yang lain.

"Hei, bisa nggak sih untuk nggak kasar sama cewek?" ucap Johnny membuat mereka menoleh.

"Lah, itu Hyunjin bukan sih?" tanya Taeyong yang diangguki Jhonny setelah memperhatikan beberapa saat.

"Nggak usah ikut campur deh! Lo mau jadi jagoan?" laki-laki bernama Hyunjin itu menoleh dan menatap Jhonny dkk, tapi tangannya tak sedikitpun melepas gadis dihadapannya.

"Lo sendiri nggak capek jadi orang brengsek ya?" jawab Jhonny yang dengan tenang berjalan mendekat diikuti Taeyong sementara Yangyang, Eunwoo, Minghao dan Rowoon agak jauh dibelakang.
Maklum, cuma Jhonny dan Taeyong yang jago berantem diantara mereka.

"Bukan urusan lo berdua ya! Nggak di kampus nggak diluar tetep sok jagoan ya lo berdua! Anjing emang!" kali ini teman Hyunjin yang bertubuh lebih kecil menyahut, wajahnya nampak tidak suka menatap Jhonny dan Taeyong.

"Gue nggak sok jagoan hanya saja sebagai orang berperikemanusiaan gue nggak suka liat lo kasar sama cewek.
Gue juga nggak tahu apa urusan kalian tapi dari yang gue liat tuh cewek nggak suka dengan apa yang lo semua lakuin."

"BANYAK MULUT LO! ANJING!!"

"Gue berusaha ngomong baik-baik ya, jangan salah paham."

"BANGSAT!!"

Hyunjin mendorong lepas gadis di hadapannya hingga gadis itu tersungkur dan melangkah cepat menyerang Jhonny.
Sementara dua temannya melakukan hal yang sama menyerang Taeyong.

Perkelahian yang akhirnya terjadi diluar perkiraan mereka.
Jhonny melawan Hyunjin sementara Taeyong melawan dua teman Hyunjin yang bernama Felix dan Bangchan.

Yangyang, Eunwoo, Minghao dan Rowoon panik melihat perkelahian dihadapan mereka dan berusaha untuk melerai.
Untung saja lorong ini cukup remang sehingga tidak terlihat dari jalan, jika tidak bisa dipastikan akan ada orang yang melapor.

"Dasar brengsekk!!!" Hyunjin melayangkan pukulan pada wajah Jhonny namun meleset.

Meski tiga lawan dua tapi perkelahian ini terlihat seimbang.

Dan jauh di ujung lorong Renjun berdiri disana, bersandar malas pada dinding menatap kegaduhan yang dilakukan teman-temannya.

Bukannya dia takut atau apa, hanya saja dia sudah berjanji pada ayah dan ibunya untuk tidak membuat atau terlibat masalah apapun lagi.

Dan disinilah dia, mencoba menahan diri untuk tidak peduli dan membuang waktu yang merugikannya.

"Kyaaaaa!!! Akkhhhh!"

Sebuah jeritan melengking membuat Renjun menoleh dan melihat salah satu gadis itu tersungkur karena terkena pukulan kursi. Sepertinya Hyunjin yang melemparnya untuk melukai Taeyong namun malah terkena gadis itu. Yangyang dan lainnya berlari mendekat begitu juga Renjun.

"Lo nggak apa-apa? Gue nggak bermaksud melukai lo!"

Hyunjin tampak berjongkok panik memegangi bahu gadis dihadapannya yang sepertinya terluka dan berdarah.

"Minggir lo brengsek! Tae, bawa mereka ke rumah sakit!" suara Jhonny terdengar tak kalah panik.

"Ini salah lo bajingan! Kalo lo nggak ikut campur ini nggak akan terjadi!"

"Nyalahin gue, lo sadar! Lo yang kasar sama nih cewek, dasar bajingan!"

Gadis itu tampak kesakitan sementara temannya tampak menangis ketakutan.

"Dasar kalian brengsek! Kalau kalian nggak maksa ini semua nggak akan terjadi." ucap gadis satunya terisak.

"Gue nggak bermaksud jahat ke kalian Karina, gue cuma mau-"

Ucapan Hyunjin terputus saat darah mengalir dari hidung gadis yang satunya membuat semua orang yang ada disana panik bukan main.

"Eunwoo! Lo kan anak kedokteran, bantuin elahhh!"

"Ya gue terlalu shock, kita bawa ke rumah sakit!"

"Gue yang akan bawa mereka! Pergi lo semua!" Hyunjin berusaha membawa gadis itu namun gadis itu malah nampak semakin ketakutan.

"Aku nggak mau sama kalian ya Hyunjin! Dasar brengsek!" gadis bernama Karina itu menangis dan memeluk temannya.

Taeyong dan Eunwoo mendekat dan membantu dua gadis itu untuk berdiri, namun sepertinya gadis satunya sudah nyaris tak bertenaga untuk berdiri.

"Sebaiknya lo pergi sebelum gue lapor pihak berwajib." kali ini Rowoon berbicara dengan kedua teman Hyunjin.

Keduanya dengan muka masam dan kesal kemudian menarik Hyunjin untuk segera pergi namun Hyunjin menolak.

Renjun yang berada paling jauh dari kerumunan itu mulai mendekat, sudah merasa jengah.

"Kalo kalian nggak mau menarik perhatian dengan semua kerusuhan ini sebaiknya kalian hentikan dan pergi. Mau biarin anak orang mati kehabisan darah?" ucap Renjun dingin menatap Hyunjin dan teman-temannya.

Matanya berpindah menatap dua gadis yang pucat itu-

"DAE HAE?!"

Gadis yang nyaris pingsan itu menoleh tanpa daya pada suara yang memanggil namanya.

"R-ren... hhh-"

Renjun merangsek maju dan menankap tepat saat tubuh Dae Hae terkulai pingsan.

.

.
.

.

Bersambung.

Hai yeorobun semua 😭😭😭
Maaf updatenya lamaa.

Chapter kali ini lumayan panjang ya? Aku juga nggak menyangka bakalan sepanjang ini.

Padahal targetnya nggak lebih dari 4000 kata tapi kali ini terpaksa lebih :')
Soalnya mau diputus agak diatas nggak bisa, harus ngabisin scene berantem ini, huhu...

Semoga nggak bikin kalian bosen bacanya. 🥺
Makasihhh buat yang masih mau baca dan menunggu update an nya,huhu...

Peluk kalian banyak-banyak
💕🤗

Ohiya, disini kalian pasti bertanya tanya kenapa anak-anak Straykids muncul jadi antagonis semua.
Maaf yaaa...
Bukannya aku pilih kasih atau hate mereka cuman di kepalaku kali ini vibes mereka cocok jadi bad boy.

Jadi maaf yaa...
Sayang STAY banyak banyak!

See u next chapter yeorobun!

Salam sayang
-mamanya Jaemren-

Kenalin ini cast baru yang udah muncul dichapter ini.

Hyunjin.
Fakultas teknik.
Ganteng, populer dan jago berantem. Punya geng berisi tiga orang yaitu dia, Felix dan Bangchan.

Felix.
Fakultas teknik.
Cowok kecil yang galak, imej nya lebih buruk dari Hyunjin tapi tersamarkan oleh penampilannya yang kecil mungil.
Jago berantem.

Bangchan.
Fakultas teknik.
Musuh abadi Taeyong sejak jadi maba.
Jago berantem.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro