11. Closer

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jalan cerita kehidupan memang tak selalu bisa di mengerti.
Kadang dekat dengan apa yang terpikir olehku, tapi kadang begitu jauh dari pikiranku.

***

Ruang UGD rumah sakit tampak dipenuhi oleh beberapa orang.

Iya.

Pada akhirnya setelah Dae Hae pingsan mereka semua pergi ke rumah sakit.

Dae Hae sedang menerima perawatan dari dokter ditemani oleh Karina sementara Johnny, Taeyong, Hyunjin dan kedua temannya juga sedang menerima perawatan pada luka di wajah mereka.

Renjun, Yangyang, Eunwoo, Rowoon dan Minghao menunggu di luar ruangan.
Renjun tampak merengut menatap ke dalam ruangan tempat Dae Hae dirawat. Bagaimana mungkin lagi-lagi hal buruk terjadi saat mereka bertemu?

"Lo kok udah tahu nama tuh cewek Ren?" tanya Yangyang pada Renjun.

"Udah, kan kapan hari dikenalin sama profesor Kim sama lo juga, lupa?"

Yangyang terlihat mengingat-ingat dan Renjun harus sedikit berbohong bagaimana dia bisa mengenal Dae Hae dari Jaemin dan Jeno.

Ngomong-ngomong soal Jaemin dan Jeno, Renjun ragu apakah harus memberitahu mereka. Atau malah profesor Kim? Tapi jika menghubungi ptofesor sepertinya itu tidak sopan mengingat dia tidak tahu bagaimana hubungan mereka sebenarnya.

Dokter keluar dari ruangan dan langsung dihadang oleh Renjun.

"Bagaimana dokter, dia baik-baik saja?"

"Apakah disini ada walinya?"

Mereka saling menatap karena jujur tidak ada yang menghubungi keluarga Dae Hae.

"Kami semua temannya, apakah ada hal serius?" tanya Eunwoo.

"Tidak, hanya saja pasien menyebut nama Renjun. Adakah yang bernama Renjun disini?"

"Hah?!"

"Gue?!" Renjun dengan terkejut menunjuk dirinya sendiri. Kenapa namanya disebut?

Dokter itu kini menatapnya lalu mengatakan padanya untuk membawa Dae Hae pulang setelah infusnya habis.

Renjun yang sama sekali tidak tahu dan tidak paham situasi hanya diam menatap kepergian dokter itu lalu tatapannya mengarah ke ruang dimana Dae Hae dirawat.

"Lo beneran nggak kenal sama tuh cewek Ren? Tapi kok dia sebut nama lo sih?" tanya Yangyang.

"Gue juga nggak tahu, lo tahu sendiri kita ketemu dia kapan hari di kampus karena profesor Kim, Kenapa gue?" jawab Renjun pada teman-temannya.

"Ren, kayaknya bener deh ucapan lo waktu itu." celetuk Yangyang.

"Apaan?"

"Dia gadis pembawa celaka."

Dan Renjun tertegun, bener kan...
Dia selalu sial setiap kali bertemu dengannya.

Setelah itu Johnny dan Taeyong keluar dari UGD dengan plester luka di beberapa bagian wajah mereka.
Kemudian disusul Hyunjin dan kedua temannya keluar dengan kondisi yang sama. Hyunjin melewati mereka dengan tatapan ketidaksukaan yang jelas, dan saat matanya bertemu dengan Renjun dia mendekat beberapa langkah kemudian pergi begitu saja bersama Felix dan Bangchan.

"Hahh, gue nggak nyangka kita berakhir dengan berada di rumah sakit." keluh Minghao pada yang lain, "Ini karena lo berdua ikut campur urusan orang."

"Ya nggak, namanya juga menolong orang yang kesusahan Hao." desah Taeyong yang kini duduk di sebelah Minghao.

"Menolong orang yang kesusahan dan menyusahkan diri sendiri lo."

"Trus gimana nih?" tanya Rowoon.

"Kalian balik duluan aja nggak apa-apa. Gue mau ketemu dokternya untuk kasih kabar keluarganya." jelas Renjun.

"Mau ditemenin?" tawar Yangyang.

"Nggak usah deh Yang, kalian pasti capek so balik aja duluan. Thanks ya untuk hari ini." ucap Renjun yang akhirnya memilih tinggal sebentar.

Setelah semua temannya pergi termasuk Karina yang sejak tadi menemani Dae Hae, Renjun masuk ke ruang rawat tempat gadis itu berada.

Dae Hae memejamkan mata namun tidak tidur karena saat Renjun masuk, dia membuka mata.

Dagu kanannya diplester dan lengan kanannya juga tampaknya terluka karena diperban.

Dia tersenyum kecil saat Renjun melangkah mendekat.

"Lo apaan sih pake sebut nama gue segala?" sungut Renjun begitu berada tepat dihadapan Dae Hae.

"Yah Renjun, kenapa kok malah marah?" jawab Dae Hae pelan dengan ekspresi kecewa dan sedih.

"Ya harusnya lo panggil keluarga lo, atau kakak lo, kenapa gue?"

"Kamu kan temenku."

"Kan ada temen lo tadi? Siapa tadi namanya...Karina kan?"

"Karina juga butuh istirahat Ren, dia masih shock dan aku nggak mau ngrepotin dia."

"Tapi lo ngrepotin gue."

Dae Hae mencebik sedih mendengar ucapan Renjun dan itu membuat Renjun sedikit merasa kasihan.

"Yaudah lo telepon kakak lo sana, gue mau ngasih tahu tapi nggak ada nomornya."

"Jangan kasih tahu kak Jeno!"

Renjun menatap Dae Hae heran, lalu menghembuskan napas lelah.

"Terus mau lo gimana? Gue nggak mau ya bertanggung jawab! Bukan gue juga pelakunya. Apa gue telepon Jaemin aja?"

"Jangan!"

"And then?"

"Kak Jeno pasti marah besar liat aku kayak gini. Yang ada dia akan nyari geng Hyunjin dan berantem. Aku nggak mau."

"Ya bagus kan? Harusnya lo seneng udah dibelain kakak lo itu."

"Aku nggak suka kak Jeno berantem. Serem."

"Mau lo apa sih?"

"Kamu temenin aku bentar mau kan? Ya...? Please—"

Renjun menghela napas panjang, kepalanya pusing. Dia lalu menarik kursi dan mendudukkan diri di samping tempat tidur pasien.
Dia juga lelah dan tidak ingin berdebat lagi sekalipun sekarang dia sedang membayangkan tiduran di kamarnya.

"Mereka tadi siapa dan kenapa lo terlibat sama orang-orang seperti mereka?" tanyanya pada akhirnya.

Dae Hae terdiam dan menunduk, "Hyunjin itu temen aku sejak SMA. Sebenernya dia anak yang baik, tapi aku rasa setelah kita masuk universitas dia jadi berbeda."

"Dia pacar lo?" tanya Renjun tapi setelah itu dia teringat profesor Kim, "Atau dia mantan pacar lo?"

"Bukan keduanya sih, kita temenan aja. Cuma akhir-akhir ini Hyunjin sering ketemu aku di kampus."

"Gitu doang?"

"Apanya?" Dae Hae menatap Renjun heran, dan wajah innocent-nya itu imut sekali, sayangnya cowok di depannya nggak menyadari itu.

"Cerita lo udah gitu doang? Dia temen lo dan cuma gitu aja. Ngapain tadi berantem?"

Dae Hae terdiam dan menatap jemarinya yang saling bertaut diatas selimut.

"Yaudah kalau nggak mau jawab, gue pulang." Renjun menghela napas dan beranjak namun tangan kurus Dae Hae dengan cepat menahan lengannya.

"Temenin dulu Ren, jangan pulang."

"Lah lo ditanya diem aja, ngapain gue nungguin orang diem? Lebih baik gue pulang trus tidur gue capek."

Dae Hae masih diam dan tangannya masih menahan lengan Renjun. Dengan sedikit sentakan Renjun berusaha melepaskan lengannya namun saat melihat wajah Dae Hae yang memelas, bibirnya ysng mencebik dan pipinya yang menggembung entah kenapa Renjun akhirnya menghela napas kesal dan kembali duduk.

"Terus gue harus gimana? Nanti pas pulang kakak lo juga akan tahu kalo lo luka gini. Jadi percuma menunda, lo telepon deh. Atau gue minta tolong Jaemin." ketusnya masih dengan nada dingin.

"Nggak usah, nanti aja dijelasin pas pulang. Papa sama kakak pasti bakalan heboh kalau dateng kesini."

"Yaudah terserah."

Jam menunjukkan pukul sebelas malam saat akhirnya Dae Hae dan Renjun keluar dari rumah sakit.

Setelah perdebatan yang cukup lama akhirnya Renjun mengantar Dae Hae pulang.

Tadi Jaemin sudah mengirim chat terus menerus dan juga berkali-kali menelepon meski tidak dijawab oleh Renjun. Tapi bagaimanapun Renjun sudah menjelaskan pada sang kakak apa yang telah terjadi dan tentu saja bisa dipastikan Jaemin kalang kabut panik.

Renjun sudah sangat lelah dan jengkel dengan malamnya yang bisa dikatakan rusak. Dia ingin segera pulang.

Sepanjang perjalanan Dae Hae dan Renjun hanya diam, terlalu lelah untuk bicara yang berujung perdebatan lagi.

Dae Hae yang sepertinya sudah sangat lelah akhirnya tertidur, untung saja mereka telah menentukan rute tujuan pada mobil sehingga Renjun tidak perlu membangunkan gadis itu.

Mobil Renjun berhenti di depan pelataran dengan pagar tinggi. Sedikit ragu namun akhirnya Renjun menjalankan mobilnya memasuki pelataran yang luas itu. Dan setelahnya dia bingung harus membangunkan gadis itu atau mengetuk pintu rumah dan membiarkan keluarganya yang membangunkannya.

Ddrrrrtt...ddrrrttt

Ponsel di sakunya bergetar karena panggilan dari Jaemin.

"Ren, kamu dimana?"

"Depan rumah keluarga Lee, tapi gue nggak yakin juga sih."

"Lah kok begitu? Kamu sama Dae Hae kan?"

"Iya, tapi dia tidur. Gue cuma ikutin navigasi dari mobil."

"Yaudah, aku bentar lagi nyampe. Tunggu disitu."

Jaemin mematikan telepon dan Renjun kembali diam menunggu. Dilihatnya lagi gadis yang sedang tertidur pulas di sampingnya.

"Kayaknya lo harus mandi kembang tujuh rupa deh, biar semua kesialan lo hilang. Heran gue, tiap ketemu kenapa selalu sial sih?" gumamnya lirih kemudian diraihnya kemeja cadangannya yang ada di kursi belakang lalu diselimutkannya ke tubuh Dae Hae. Untung Renjun selalu membawa baju cadangan di dalam mobilnya, setidaknya itu selalu berguna.

Tak lama mobil Jaemin memasuki pelataran dan berhenti tepat di belakang mobil Renjun.
Bersamaan dengan itu pintu rumah keluarga Lee terbuka dan menampakkan sosok Lee Jeno yang berlari keluar.

Jeno menghampiri begitu Jaemin keluar dari mobilnya, begitu pula Renjun yang keluar dan menghampiri Jaemin.

"Mana Dae Hae?!" tanya Jeno langsung pada Renjun dan harus Renjun akui kali ini Jeno tampak mengerikan.

"Tidur di mobil."

Tanpa menunggu, Jeno langsung membuka pintu mobil Camaro merah  dan menghela napas panjang melihat kondisi adiknya.
Diangkatnya tubuh Dae Hae dan digendongnya masuk ke dalam rumah sementara Jaemin dan Renjun mengikuti.

Dengan hati-hati Jeno menidurkan Dae Hae di kamarnya, mengamati luka di dagu dan ditangan adiknya kemudian menghela napas panjang.
Jeno berbalik kini menatap Renjun yang berdiri di samping Jaemin.

"Apa yang terjadi? Kenapa Dae Hae luka?" tanyanya sedikit gusar.

"Jeno, pelan-pelan ya ngomongnya. Jangan marah-marah." Jaemin menepuk pelan pundak Jeno yang tampaknya memang siap untul marah.

"Gimana nggak marah? Lo liat keadaan Dae Hae kan?!"

"Tapi jangan marah-marah sama Renjun, kita dengerin dulu penjelasannya." Jaemin benar-benar berusaha menenangkan Jeno sementara Renjun menatap keduanya dengan tatapan datar.

"Oke, jelasin kenapa Dae Hae bisa luka. Kalo lo bohong, habis lo sama gue." ucapnya mengancam.

Renjun menatap Jeno sepersekian detik sebelum akhirnya menjawab.

"Gue nggak tahu jelasnya, gue cuma nggak sengaja ketemu Dae Hae. Dan dia sedang dalam keadaan nggak baik."

Jeno menatap dengan pandangan menuntut penjelasan lebih. Begitu juga Jaemin yangmasih jelas kelihatan khawatir.

"Lebih jelasnya tanya adik lo aja nanti. Intinya gue nggak sengaja ketemu dia ribut sama—"

Belum selesai Renjun bicara, Dae Hae terbangun. Jeno langsung duduk disamping adiknya, menanyakan apakah Dae Hae masih merasa sakit.
Setelah meyakinkan kakaknya bahwa dia baik-baik saja, Dae Hae menatap Renjun.

"Dae Hae, karena kamu udah bangun sekarang bisa jelasin ke kakak apa yang terjadi? Kenapa kamu nggak menghubungi kakak? Kamu tahu betapa khawatirnya kakak pas di telepon Jaemin dan bilang kamu di rumah sakit?"

Dae Hae yang mendengar omelan sang kakak hanya diam dan menunduk. Dia tahu pasti kakaknya akan bersikap seperti ini.

"Maafin aku kak, aku nggak mau kak Jeno khawatir kayak gini. Pasti bakalan marah dan lagi aku nggak apa-apa."

"Gimana kakak nggak marah dan khawatir? Kamu apanya yang nggak apa-apa, hah? Kamu terluka masuk rumah sakit!"

"Jen, jangan dibentak dong Dae Hae-nya..." tegur Jaemin saat suara Jeno berubah semakin meninggi membuat Dae Hae beringsut takut.

Jeno mengusap wajahnya kasar kemudian menggenggam tangan Dae Hae lembut.

"Maafin kakak yang terlalu overprotektif ya. Kakak cuma—terlalu sayang sama kamu dan nggak mau hal buruk terjadi sama kamu. Apa yang akan papa dan mama katakan kalau kakak nggak becus jagain kamu?"

"Maaf ya kak, aku cuma bisa bikin kak Jeno susah."

Jeno mengusap kepala Dae Hae pelwn dengan sayang, "Nggak kok, kamu nggak nyusahin."

"Jaem, pulang yuk. Kita nggak perlu liat adegan kakak-adik ini kan?" ucap Renjun yang menatap Jaemin dengan kesal, sungguh dia sangat lelah dan ingin tidur.

"Jen, kalau gitu gue sama Renjun pulang dulu ya." pamit Jaemin.

"Bentar Jaem, gue masih butuh penjelasan adik lo." cegah Jeno yang membuat Renjun mengerang kesal.

"Apa lagi? Lo tanya adik lo deh, gue kan udah bilang nggak tahu apa-apa dan kebetulan aja ada disana."

"Kak, aku nggak apa-apa kok. Nggak ada yang perlu dijelaskan. Biarin Renjun sama kak Jaemin pulang."

Jeno terdiam dan menimbang, dia sangat ingin mengetahui kejadian sebenarmya tapi sepertinya ini bukan waktu yang tepat.

"Oke, lo hutang penjelasan ke gue." ucap Jeno pada akhirnya.

"Ya terserah, gue mau pulang. Yok Jaem pulang."

Renjun menarik tangan Jaemin dan berjalan keluar dari kamar Dae Hae tapi sebelum sampai pintu Dae Hae memanggil.

"Ren tunggu! Terimakasih untuk hari ini, kak Jaemin juga makasih udah khawatir sama aku."

"Iya Dae Hae, sama-sama." jawab Jaemin tersenyum sementara Renjun masih diam dengan wajah kesalnya sampai Jaemin.

"Okay, no needs to thanks."

Keduanya kemudian pulang setelah diantar oleh Jeno sampai halaman.

Sampai dirumah Renjun langsung pergi ke kamarnya sementara Jaemin mengikuti.

"Ren kamu nggak apa-apa? Luka nggak?"

"Nggak, kan bukan gue yang berantem." jawabnya sambil mengganti pakaian sementara Jaemin duduk di kursi belajarnya.

"Aku penasaran sih tapi kamu kayaknya capek."

"Gue capek banget, untung besok weekend."

"Yaudah deh, kamu istirahat aja." Jaemin beranjak dari duduknya mau kembali ke kamarnya.

"Lo mau kemana?"

"Ke kamar lah, istirahat juga."

"Jaem."

"Apa?"

"Gue mau coklat panas."

Sejenak Jaemin diam memproses ucapan adiknya sepersekian detik lalu tersenyum.

"Mau dibikinin?"

Renjun mengangguk dan naik ke atas tempat tidur masuk ke dalam selimut.

"Gue tunggu." ucapnya menatap sang kakak yang masih bengong di depan pintu.

Tersenyum lalu Jaemin pergi ke dapur untuk membuatkan coklat panas untuk Renjun.

Lucu.

Jarang sekali Renjun meminta sesuatu darinya seperti ini, biasanya ditawari pun Renjun menolak.

Jaemin kembali ke kamar dengan dua cangkir coklat panas.

"Thank you."

Renjun menyesap coklat panasnya sementara Jaemin duduk di kursi belajar melakukan hal yang sama.

"Jaem, lo kenal anak teknik nggak?"

"Nggak sih, kenapa?"

"Tadi yang gangguin Dae Hae kayaknya anak teknik."

"Tahu darimana?"

"Tadi Johnny sama Taeyong bilang gitu. Kirain lo kenal."

"Johnny dan Taeyong?"

"Oh! Mereka temen gue, tadi dikenalin sama Yangyang. Tadi kan gue jalan sama Yangyang dan temen-temennya yang ternyata beda jurusan semua."

"Banyak temen dong kamu sekarang?"

Renjun tersenyum samar, "I hope so."
Diletakkannya cangkir coklat yang sudah kosong lalu berbaring menyamping menghadap Jaemin yang menatapnya sambil menyesap coklatnya.

"Trus siapa tadi yang ribut? Kok sampe Dae Hae yang kena luka?"

"Namanya Hyunjin sih kalau nggak salah. Sama temen-temennya juga, tadinya gue sama yang lain lewat trus denger ada yang ribut sampe teriak." tatapan Renjun menerawang dan pikirannya berkelana seandainya tadi dia tidak diam saja di ujung gang pasti dia lebih cepat tahu kalau itu Dae Hae. Dan mungkin mencegah gadis itu terluka.

"Nggak tahu apa masalahnya tapi Dae Hae sama Hyunjin ini ribut trus Johnny sama Taeyong dateng buat melerai dan akhirnya malah berantem. Dan disitu Dae Hae kena lemparan kursi dari Hyunjin."

Jaemin diam mendengar penjelasan Renjun, coklat di gelasnya sudah habis. Baru kali ini mereka bicara panjang lebar seperti ini.

Dilihatnya adiknya itu sudah menguap dengan mata nyaris terpejam.
Jaemin tersenyum, merapikan selimut Renjun lalu keluar kamar setelah mematikan lampu.

Dikamarnya, Jaemin tidak segera tidur dan mengambil ponselnya yang berada di atas nakas.

"Renjun udah cerita, ulah Hyunjin dan geng nya." - ketiknya lalu mengirimnya pada seseorang.

Setelah memastikan pesannya terkirim Jaemin kemudian mengistirahatkan tubuhnya.
Sungguh dia panik saat Renjun menghubunginya tadi dan mengatakan dia berada di rumah sakit bersama Dae Hae. Dia tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada adiknya, tidak selama Renjun bersamanya.

.
.
.

Renjun benar-benar memenuhi keinginannya untuk menghabiskan waktu weekend-nya dengan peralatan lukis barunya.

Dia bahkan sudah meminta pada papa nya untuk menggunakan ruang kaca di halaman belakang rumah mereka sebagai studio kecilnya.

Renjun sudah sibuk sejak pagi bahkan ketika papa nya menawarkan bantuan, dia menolak dan memilih mengerjakan semuanya sendirian.

Jaemin sudah pergi sejak pagi entah kemana, karena saat Renjun turun untuk sarapan bersama kakaknya itu sudah pergi.

"Kamu yakin tidak mau dibantu?" tanya papanya sekali lagi memastikan.

"Nggak usah Dad, Ren bisa sendiri lagipula udah lama nggak begini."

"Oke, tapi kalau butuh apa-apa panggil Dad ya. Dad ada di ruang kerja kalau kamu perlu."

"Okay Dad,"

Setelah papanya pergi ke ruang kerja, Renjun kembali menata semua kanvas, cat, kuas dan memulai kegiatannya.
Namun baru tigapuluh menit dia menggoreskan kuasnya, terdengar suara bel pintu depannya.

Siapa? — pikirnya berhenti sejenak, nggak mungkin Jaemin sih karena buat apa dia pencet bel rumah sendiri.

Renjun kemudian beranjak dan keluar dari studio kecilnya, menyeberangi pinggiran kolam dan melintasi dapur menuju ke depan rumah. Di rumah sebesar ini memang tidak ada asisten rumah tangga, hanya ada paman dan bibi yang membersihkan rumah dan datang di jam tertentu.

Ketika Renjun membuka pintu dia dibuat kaget melihat siapa yang ada didepannya.

"Lo? Ngapain dirumah gue?"

"Hai Ren," Dae Hae tersenyum menunjukkan ringisannya yang membuat mata sipitnya nampak segaris saat tersenyum. Mengabaikan ekspresi terkejut Renjun, Dae Hae menatap laki-laki dihadapannya itu senang.

"Pertanyaan gue belom lo jawab, ngapain disini?" tanya si pemilik rumah heran.

"Mau ketemu kamu."

"Ngapain? Bukannya lo masih sakit, repot banget kesini segala."

"Mau say thank you." jawab Dae Hae lalu mengulurkan sebuah paper bag kepada Renjun.

"Apa ini?"

"Tanda terimakasih dari aku buat kamu." jawabnya lalu memaksa tangan Renjun untuk menerimanya.

Renjun menghela pasrah menatap gadis dihadapannya itu, "Oke gue terima meski seharusnya lo nggak perlu begini. Dan lagi, harusnya lo say thank you sama Jhonny dan Taeyong, mereka yang udah berantem bantuin lo bukan gue."

"Iya ini aku juga bawa hadiah buat mereka, tapi kan aku nggak tahu rumahnya." jelas Dae Hae, "Mau anterin?" tanyanya masih dengan senyum.

"Gue juga nggak tahu." jawabnya karena memang dia tidak tahu menahu tentang teman-teman barunya itu.

"Yahh, gimana dong?" tanya Dae Hae kecewa.

"Yaudah, besok gue anter ketemu mereka di kampus." jawabnya malas dan masih menatap gadis di hadapannya itu dengan tatapan bertanya, "Apa lagi?"

Dae Hae berkedip beberapa kali mendengar pertanyaan Renjun, "Nggak disuruh masuk nih? Capek berdiri di depan pintu dari tadi." keluhnya.

Renjun memiringkan kepalanya bingung namun kemudian tubuhnya menyingkir dari depan pintu mengisyaratkan agar gadis itu masuk.
Dan tepat saat itu papanya muncul dari arah dapur.

"Siapa Ren? Sepertinya tadi ada yang pencet bel depan," tanya papa nya yang kemudian melihat Dae Hae.

"Oh, Dae Hae? Sudah lama nggak main kesini, sama siapa?"

"Halo om Kyuhyun!" Dae Hae mengangguk menyapa si tuan rumah dengan ringisannya yang lucu.

"Iya om, Dae Hae lama nggak main kesini soalnya kak Jeno nya
sibuk nggak mau anterin. Ini aja Dae Hae maksain kesini sendirian, hehe."

"Sendirian? Tapi Jaemin nggak ada dirumah sudah pergi dari tadi pagi, om pikir sama kakakmu."

"Dae Hae mau ketemu Renjun kok om."

"Lho, sudah kenal? Dimana?"

Ketiganya lalu duduk diruang tamu meski Renjun ingin sekali segera kembali ke studionya.

"Dae Hae satu kampus sama Renjun om, jadinya kenal."

"Tapi bukannya kamu ambil jurusan musik? Dan setahu om, Renjun ambil seni rupa." tanya Kyuhyun heran.

"Oh, itu soalnya Renjun sekelas sama teman dekatnya Dae Hae om. Jadinya kenal apalagi pas tahu kalau Ren adiknya kak Jaemin." jawabnya masih dengan tersenyum.

Temen dekatnya?
Siapa?
Profesor Kim?

Renjun hanya diam melihat papa nya berbincang dengan Dae Hae. Ternyata memang keluarganya kenal dekat dengan keluarga Jeno.

"Oke, om mau kembali bekerja. Kalian bisa lanjut ngobrolnya." pamit Kyuhyun lalu beranjak dan kembali ke ruang kerjanya. Meninggalkan dua orang yang hanya saling menatap diam dengan ekspresi yang berbeda.

Dan akhirnya Renjun mengajak Dae Hae menuju ruang kaca.

Akward. Dan gue beneran nggak ngerti ngapain dia kesini.—batin Renjun.

"Wah! Ini tempat kamu melukis? Jadi peralatan yang kamu borong kemarin untuk studio ini?" tanya Dae Hae antusias dan tampak melihat-lihat peralatan yang masih berserakan.

"Terus hasil lukisan kamu mana?" tanyanya menoleh kearah Renjun.

"Belum ada, ini gue baru mau mulai masih bingung juga mau gimana dekorasinya biar nyaman." Renjun berjalan lalu meraih berbagai macam kuas yang tadi diletakkannya begitu saja diatas meja.

"Oh! Jadi kamu mau bikin studio lukis ya? Boleh aku bantuin?" tanya Dae Hae.

Renjun mengernyitkan dahi sejenak tidak habis pikir dengan sikap gadis dihadapannya itu. Kenapa dia selalu merepotkan diri begini?

"Boleh kan?" tanyanya memastikan namun saat melihat Renjun tidak merespon apapun dia menunduk kecewa, "Jadi nggak boleh ya?"

Renjun menghela pelan, bingung harus bagaimana merespon gadis ini. Kalau ditolak sepertinya tidak sopan dan belum lagi jika papa nya tahu pasti akan ditanya.

"Hm, bukannya nggak boleh tapi gue bisa sendiri kok. Lagian ntar lo repot abis sakit gue dimarahi kakak lo."

"Ih enggak, lagipula kak Jeno nggak tahu kalau aku kesini kok. Jadi aku bantuin ya?"

Renjuk akhirnya mengangguk dan melanjutkan kegiatannya menata kanvas dan bersiap melukis sementara Dae Hae mulai menata peralatan yang berserakan.


.
.
.

"Jadi gimana?"

"Tenang udah gue kasih paham dan gue peringatan juga. Eksekusinya gue serahin ke lo."

Disebuah bangunan yang tidak terpakai di area pabrik kosong pagi itu ada sedikit keributan.

Bukan keributan masal yang menjadi perhatian orang, hanya saja tampak sekelompok geng motor tadinya tengah berkelahi dengan seorang pemuda.

Tapi pemuda itu kini terlihat berada keluar dari bangunan kosong itu sendirian, entah dimana sekelompok geng yang memukulinya tadi.

Pemuda itu duduk diatas motornya tampak sedikit luka di tangan dan wajahnya. Dia sedang menunggu seseorang yang kemudian datang dengan motornya.

Keduanya tampak berbincang lalu pemuda yang baru datang itu masuk kedalam bangunan kosong sendirian dan yang satunya masih menunggu di atas motornya.

Menunggu dengan tenang sekalipun terdengar suara teriakan dan debum bentur benda keras di dalam sana.

.
.
.
.

Bersambung.

Halo semuanya!
Huhuhu, maaf  ya dengan update yang amat sangat terlambat ini!
Semoga kalian nggak ninggalin cerita ini yaa.... :'(

Ada banyak kegiatan RL yang bikin aku nggak bisa update.
Jadi maaf bangetttt.

Semoga kalian masih mau baca dan setia nungguin JaemRen ya.

Dan untuk penebusan dosa, aku update 2 chapter sekaligus buat kalian!

Gomawo, thankyou, terimakasih semuaaaa!

Salam cinta.
Mamanya JaemRen.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro