12. Sebuah Rasa Takut

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tidak semua yang terlihat oleh mata adalah kebenaran.
Karena kadang kebenaran yang sesungguhnya bersembunyi dibalik sebuah kesalahpahaman.

***



Renjun menepati janjinya pada Dae Hae menemui Johnny dan Taeyong untuk mengucapkan terimakasih di kampus.

Tentu saja keduanya terkejut karena tidak menyangka gadis yang ditolongnya akan membalas seperti ini.

Mereka berkumpul di kafetaria saat ini termasuk Yangyang, Minghao, Eunwoo, Rowoon.
Dan tentu saja Yangyang paling heboh ketika melihat Renjun datang dengan Dae Hae, dia hampir saja berteriak kalau Renjun tidak menghadiahinya tatapan tajam memperingatkan untuk diam.

"Nggak perlu repot-repot begini sih, kita pasti akan melakukan hal yang sama kalau ada yang butuh pertolongan." ucap Johnny yang merasa tidak enak karena harus menerima hadiah.

"Iya, beneran nggak apa-apa kok. Lagian kita udah biasa gitu." lanjut Taeyong yang duduk disamping Johnny.

"Tapi aku beneran merasa berterimakasih karena kalian. Jadi nggak apa-apa."

"O-oke deh, kita terima ya. Thanks."

"Oke, karena udah selesai lo bisa balik sendiri kan?" tanya Renjun yang sejak tadi diam melihat teman-temannya.

"Iya, aku mau kembali tapi nunggu Karina kesini aja." jawab Dae Hae yang kini kepalanya celingukan mencari sosok sahabatnya itu.

Melihat sikap Renjun pada Dae Hae yang bisa dibilang dingin, Yangyang menginjak kaki Renjun dibawah meja membuat sang empunya melotot.

Lo anterin ke kelas lah.- begitu kira-kira arti tatapan Yangyang namun hanya ditanggapi oleh kedikan malas dari Renjun.

Tak lama terlihat Karina datang menghampiri meja mereka, dan kemudian mengajak Dae Hae pergi. Namun tiba-tiba ada orang lain yang datang menghampiri mereka.

"Hai cantik! Mau ke kelas kan? Kakak ganteng ini siap nganterin kalian dengan selamat!"

"Loh, kak Lucas ngapai kesini?" tanya Dae Hae saat melihat sahabat kakaknya itu tiba-tiba datang dan menawarkan diri.

"Gue disuruh kakak lo untuk mengawal lo selama di kampus. Dia sedang ada kelas jadi gue kesini." jelas Lucas panjang lebar lalu matanya bertemu dengan Renjun, senyumnya merekah dan mengangguk akrab.

"Hai adik sepupunya Jaemin! Lo disini juga?" sapanya yang mendapat anggukan dan seulas senyum dari Renjun.

"Jadi gimana nih, mau balik sekarang atau gimana?" tanyanya lagi.

"Yaudah sekarang aja kak." kemudian Dae Hae menoleh pada Renjun dan yang lain, "Sekali lagi terimakasih ya kalian, Renjun aku ke kelas duluan ya."

"Oke."

Dan setelah Dae Hae, Karina dan Lucas pergi, Renjun langsung diserbu tatapan penasaran dari teman-temannya.

"Apa?"

"Lo bilang nggak mau kenal sama tuh cewek dan seinget gue lo sering kesel sama tuh cewek, tapi kok sekarang kayaknya deket?" tanya Yangyang memulai interogasinya.

"Deket apanya, gitu doang."

"Eh Ren, lo kenal sama Lucas?" tanya Rowoon.

"Iya, kenapa?"

"Nggak kenapa-kenapa sih, cuma dia itu sosial butterfly-nya kampus dan agak misterius juga. Dikelas nggak ada yang bener-bener deket sama tuh anak." jelas Rowoon.

"Dia sekelas sama lo kan?" tanya Minghao, "Nggak nyangka aja gue, bocah slengek macam dia ambil jurusan hukum."

"Iya juga sih, belum lagi reputasi yang beredar bilang dia itu anak bermasalah. Tapi setahu gue malah nggak pernah bikin masalah." jawab Rowoon.

Renjun memperhatikan teman-temannya berbincang, dia sendiri tidak tahu banyak tentang teman-teman kakaknya dan baru tahu kalau Lucas adalah anak jurusan hukum sama dengan Rowoon.

"Oh iya, tadi pagi gue ketemu Hyunjin dan gengnya. Mereka keliatan banyak luka berantem padahal kemarin pas dirumah sakit kayaknya nggak gitu deh." kali ini Taeyong berucap menatap teman-temannya.

"Iya, gue ketemu. Kalo nggak salah Bangchan sampe agak pincang jalannya."

"Kayaknya itu bukan karena kita, mereka kan memang hobi berantem dimana aja sama siapa aja."

Dan saat itu pintu kafetaria terbuka diikuti masuknya orang yang mereka bicarakan.

Memang sepertinya mereka babak belur karena banyak plester menempel di rahang, sudut bibir, dan kening serta beberapa lebam. Hyunjin, Bangchan dan Felix tampak sangat mengenaskan.

Tapi tak satupun anak di kafetaria yang berani menatap ketiganya, hingga akhirnya tatapan mereka bertemu dengan Renjun dan yang lain.

Lagi lagi tatapan Hyunjin terkunci pada Renjun, begitu lama hingga rasanya membuat siapapun yang melihatnya merasa sesak tidak nyaman. Dan setelahnya tanpa mengatakan apapun Hyunjin dan temannya berjalan menjauh ke area kafetaria yang lainnya.

"Tapi kali ini kayaknya agak parah, dan tumbenan mereka tetep ngampus."

"Iya juga, tapi nyadar nggak sih tadi tatapan Hyunjin tuh ke elo Ren?"

"Bener! Bukan ke gue atau Johnny yang udah adu jotos sama dia, tapi malah ke Renjun."

"Nggaklah, kebetulan aja." sahut Renjun malas, sungguh apapun itu dia akan menjauhi keributan seperti janjinya pada sang mama.

.
.
.

Siang itu Renjun dibuat kaget karena Jaemin menunggunya di depan kelas.
Bahkan dia tidak memberitahu sebelumnya.

"Ngapain disini?"

"Ya mau ketemu kamu lah."

"Kan bisa pake chat atau telepon." decaknya kesal dan membawa sang kakak menjauh dari area kelas.

"Yaudah apa, cepet bilang."

"Kok galak sih Injun, gemes deh!" Refleks Jaemin mengusak rambut Renjun.

"Lepasin nggak? Diliat orang!"

"Iya iya..."

"Udah, kenapa mau ketemu?"

"Ah, tadi papa telepon katanya kita suruh cepet pulang tapi mampir dulu ke butik langganan papa."

Renjun mengerutkan kening, "Ada apa?"

"Nanti ada acara perusahaan jadi papa mau kita datang, nanti fiting baju dulu."

"Oh..."

Renjun menyahut ragu, masih memproses apa yang dikatakan Jaemin.

Dad mau ikut aku datang juga?-batin Renjun karena ini pertama kalinya dia ke acara formal selain acara Mom-nya.

"Yaudah aku cuma mau bilang itu, nanti kesananya barengan ya."

"Gue bawa mobil."

"Iya tahu, kan bisa barengan tapi sendiri-sendiri."

"Iya."

.
.
.

Pukul 7 malam Jaemin dan Renjun sudah siap untuk pergi ke acara perusahaan bersama papa mereka.

"Sudah siap semua kan?"

"Iya Dad, udah kok. Ren seneng deh bisa pergi sama Dad ke acara formal gini."

"Dad udah lama pengen ajak kamu seperti ini. Bosen ditemenin Jaemin terus."

"Ih papa! Jadi udah bosen sama Jaemin mentang-mentang udah ada Ren?" sahut Jaemin pura-pura kesal dan cemberut membuat papa-nya tergelak.

"Nggak gitu, kalian berdua kesayangannya papa."

Setelah tiga puluh menit mereka sampai di gedung tempat acara. Ketiganya disambut dan segera naik agar acara bisa segera dimulai.

Renjun mengikuti langkah papa dan kakaknya dengan gugup. Ini pertama kalinya dia akan ada dihadapan banyak orang bersama papa nya. Meski sebenarnya jauh dalam hatinya dia takut apa yang akan terjadi.

Karena yang pasti akan ada banyak relasi bisnis, bagaimana Dad akan memperkenalkannya? Atau malah dia tidak diperkenalkan?

Pemikiran keduanya entah kenapa terasa menyakitkan dan dia memutuskan untuk fokus kembali.

Acara berlangsung dengan lancar, papa nya memberikan sambutan, berbicara panjang lebar sementara Jaemin dan Renjun duduk di meja yang telah disediakan.

Renjun sebenarnya merasakan beberapa orang menatapnya penuh tanya namun dia mencoba mengabaikannya melihat papa dan Jaemin begitu senang.

Setelah banyak sambutan acara sedikit melonggar karena para tamu mulai menikmati jamuan makan.

Jaemin dan Renjun juga ikut menikmati sementara papa-nya sibuk berbincang dengan satu orang dan orang lainnya tanpa henti. Maklum saja di acara seperti ini tentu harus membangun banyak hubungan.

Ketika akhirnya papa mereka menghampiri, keduanya tersenyum.

"Kyu, selamat atas pembukaan cabang barunya."

Sosok tampan dalam balutan suit warna hitam datang menghampiri meja mereka dengan senyuman lebar.

"Oh, Donghae! Kukira kau tidak datang, terimakasih!" Kyuhyun bangkit dan menyambut pria tampan yang datang dengan seorang anak laki-laki tampan di belakangnya.

"Lee Jeno! Sudah lama om tidak bertemu." sapa papa mereka pada sosok Jeno yang tersenyum.

"Iya om, sibuk dengan tugas kuliah."

"Sering-sering datang ke rumah ya!"

"Iya om."

"Kyu dia siapa?" tanya pria tampan yang sepertinya papa nya Jeno.

"Ah, perkenalkan. Dia Renjun putra keduaku. Ren, ini om Lee Donghae dan putranya Lee Jeno."

Renjun bangkit tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

"Halo Renjun, senang bertemu setelah selama ini papa kamu cuma cerita aja tentang kamu ke om." jawab om Donghae tersenyum.

"Iya om, sama-sama saya juga senang bisa bertemu dengan om."

Akhirnya mereka bergabung di satu meja menikmati jamuan makan malam.

Renjun tidak menyangka sambutan yang diberikan keluarga Jeno padanya cukup hangat dan bersahabat. Tidak seperti bayangannya yang seburuk penolakan atau tatapan tidak suka mengingat dia hanya seorang anak sambung.

Ternyata om Donghae adalah sahabat papa dan juga mama nya. Jadi sepertinya cukup wajar jika om Donghae bersikap ramah dan hangat.

Setelah makan kedua ayah mereka beranjak untuk berbincang dengan relasi lain, meninggalkan Jeno, Jaemin dan Renjun bertiga.

"Lo nggak ngomong mau ikut bokap lo kesini." ucap Jaemin pada Jeno.

"Tadi papa bilangnya mendadak, sebenernya nggak niat ikut juga sih tapi ya akhirnya ikut." jawab Jeno seadanya lalu melempar pandangannya pada Renjun.

"Jaemin ah!"

Sebuah seruan membuat ketiga pemuda itu menoleh kearah sumber suara. Sepasang suami istri yang cukup berumur namun berkharisma tersenyum menghampiri mereka.

"Nenek, kakek!"

"Aduh cucu kesayangan nenek! Tampan sekali! Sudah lama tidak bertemu ternyata semakin tampan ya." ucap sang nenek yang memeluk Jaemin dengan penuh rindu dan senyum menghiasi wajahnya begitu juga sang kakek.

"Halo nenek, halo kakek." sapa Jeno sopan.

"Ada Jeno juga! Lama tidak bertemu ya, kamu juga sudah makin dewasa! Ini siapa?" tanya sang nenek saat pandangannya jatuh pada Renjun.

"Eh, nenek lupa? Ini Renjun nek, adik Jaemin lah, kan sekarang dia tinggal disini sama aku dan papa." jawab Jaemin.

"Renjun? Adik kamu...?" nyonya Cho menatap Renjun dan kemudian senyum yang sedari tadi menghiasi wajahnya perlahan menghilang digantikan ekspresi dingin.

"Oh, anak itu?" ucap nyonya Cho dingin, Renjun menyadari perubahan pada ekspresi tuan dan nyonya Cho namun dia tersenyum dan mengulurkan tangan untuk berjabat.

"Senang bertemu anda nyonya Cho, dan tuan Cho." ucapnya masih dengan senyum yang berusaha dipertahankannya.

Tuan dan nyonya Cho membalas jabat tangan Renjun sekilas kemudian berpaling pada Jaemin.

"Dimana ayahmu? Aku perlu bicara padanya."

Dan saat itu papa mereka datang.

"Ayah, Ibu! Kalian baru datang?" sambut Kyuhyun lalu memeluk kedua orangtuanya.

"Macet sekali jalanan menuju kesini." jawab sang ayah.

"Ada yang ibu ingin katakan." ucap nyonya Cho yang sekilas menoleh pada Renjun lalu menarik putranya beberapa langkah menjauh.

"Kenapa tidak mengatakan pada ibu jika anak itu tinggal bersamamu sekarang? Dan lagi kenapa kau mengajaknya kemari? Apa yang dikatakan orang jika mereka tahu siapa dia? Kau terang-terangan mau mempermalukan keluarga kita?"

"Ibu, kenapa harus berpikir sejauh itu? Aku memang tidak mengatakan pada ibu mengenai kepindahannya karena kurasa itu hakku. Lalu aku mengajaknya kesini karena dia juga putraku bu, bagaimana mungkin aku meninggalkannya sendirian dirumah?" bantah Kyuhyun yamg sudah menduga ibunya pasti akan kesal.

"Putramu? Kau masih menganggapnya begitu?"

"Dia memang putraku bu, apa yang salah?"

"APA YANG SALAH KATAMU?! Pemikiranmu yang salah karena anak itu—" amarah nyonya Cho terhenti ketika ada beberapa tamu yang menghampiri mereka.

Renjun mendengarnya.

Meski mereka menjauh namun ucapan nyonya Cho masih bisa di dengarnya. Untung saja tidak ada orang lain di sekitar meja mereka yang mungkin mendengar pertengkaran kecil sang pemilik acara.

Jaemin menatap Renjun dengan tatapan panik dan kemudian meraih jemari sang adik menggenggamnya.

"Injun, maafin nenek ya? Jangan dimasukkan ke hati, nenek nggak bermaksud jahat atau gimana kok."

Renjun meremat jari Jaemin sesaat sebelum kemudian melepasnya.

"Gue tahu kok." jawabnya dengan seulas senyum tipis di sudut bibirnya.

"Eh, anak-anak tampan! Lee Donghae, Cho Kyuhyun, kalian benar-benar memiliki berlian sebagia pewaris ya?" seorang wanita dan pria menghampiri Jaemin dan Jeno. Tertawa dan menatap mereka seraya berbicara pada Kyuhyun dan Donghae.

Kemudian disusul beberapa orang lagi datang dan lagi-lagi mengelukan pujian dan basa basi yang sama.

Renjun ada disana berdiri disamping Jaemin dan Jeno namun dia seolah tak terlihat. Tak seorangpun mengenalnya, menyapanya atau bertanya padanya.

Sementara dilihatnya sang papa sedang sibuk berbincang.

"Oh, tunggu sebentar. Siapa anak tampan ini? Sepertinya aku belum pernah melihatnya?" tanya seorang wanita bergaun merah menunjuk pada Renjun.

Beberapa orang ikut mengarahkan pandangan matanya pada Renjum sekarang.

"Iya aku juga belum pernah lihat sebelumnya. Dari keluarga mana?"

Kyuhyun yang menyadari pertanyaan itu segera berjalan mendekati Renjun dan Jaemin.

"Tentu saja kalian belum mengenalnya, ini debutnya datang di acara formal. Dia adalah—"

Degup jantung Renjun semakin tidak beraturan sekarang, tangannya gemetar. Napasnya kini mulai pendek pendek, tidak. Jangan sekarang.

"Tuan Cho selamat atas pembukaan cabang barunya. Saya datang mewakili Ailey's company mengucapkan selamat."

Renjun mendongak, melihat seseorang yang datang menginterupsi, yaitu Vernon Chwe orang kepercayaan mamanya yang dia lupakan berada di Korea. Orang yang menyelamatkan situasinya.

Perhatian orang yang sebelumnya terarah padanya kini sepenuhnya beralih pada Vernon.

Kyuhyun yang masih diam mencerna keadaan hanya tersenyum, mengangguk dan mengucapkan terimakasih.

"Maaf, tapi bisakan saya bicara dengan tuan muda Wayland?" ucap Vernon merujuk pada Renjun.

Membuat perhatian orang-orang kembali pada Renjun kemudian ber'oh' kecil dengan pemahaman baru mereka.

"Putra keluarga Wayland ternyata."

"Iya, pantas saja belum pernah melihatnya. Tampan sekali."

"Sepertinya seumuran dengan putra tuan Lee dan tuan Cho."

"Sepertinya mereka berteman melihat mereka bertiga duduk bersama."

Setidaknya itulah gumaman beberapa tamu yang terdengar saat Renjun berjalan mengikuti Vernon menjauh dari acara.

Mereka berhenti saat memasuki sebuah ruangan lain, ruang kosong yang berada di sisi lain ruang acara.

"Anda tidak apa-apa tuan muda?" tanya Vernon memastikan saat melihat ekspresi kaku dan pucat di wajah Renjun.

"U-uncle Vernon."

"Ya tuan muda, apa yang bisa saya lakukan?"

Renjun mencengkeram erat dadanya, mengatur napasnya yang pendek pendek dan tertahan sejak tadi. Keringat dingin mengalir dari pelipisnya tanpa disadari.

Melihat itu Vernon mendudukkan Renjun di sebuah kursi, mengusap keringatnya dengan sapu tangan lalu menggenggam kedua tangan tuannya yang dingin.

"Mom, I need my mom." gumam Renjun sedikit meracau lirih.

"Tunggu disini sebentar tuan muda, saya akan memanggil beberapa orang untuk membantu." Vernon segera mengambil ponsel dari sakunya lalu menghubungi entah siapa dan keluar meninggalkan ruangan.

Renjun kembali meremat dadanya, berusaha mengatur napasnya meski kini kepalanya terasa berdenyut pusing. Entah kenapa suara-suara di kepalanya tidak mau berhenti.

"Akhh, Mom..." sengalnya.

Kepalanya terasa berdentum dan keringat dingin terus mengalir dari pelipisnya.

Renjun terjatuh dari kursinya, dia tidak bisa menahannya lagi. Ini sudah lebih dari 10 menit tapi ini tidak kunjung berhenti.

"Hei! Lo nggak apa-apa?!"

Jeno tiba-tiba berada disampingnya, menangkapnya dan mendudukkannya kembali ke kursi.

"Bentar." Jeno berlari keluar lalu kembali dengan segelas air putih.

"Minum dulu." ucapnya mengulurkan gelas yang langsung diterima Renjun yang kemudian meminum isinya hingga habis.

"Thanks."

"Lo nggak apa-apa?" tanyanya lagi.

Renjun diam kembali mengatur napasnya. "Feel better."

Jeno menatap Renjun dalam diam.

"Kenapa lo disini? Kok lo tahu gue disini."

"Gue denger dari tuan Vernon pas ngomong sama om Kyuhyun."

Tak lama Vernon datang bersama beberapa orang bodyguard.

"Tuan muda, kita pulang sekarang ke rumah utama."

"Tidak, aku pulang bersama Jaemin dan Dad saja."

"Ini perintah nyonya, dan anda butuh istirahat dan perawatan."

Renjun memejamkan matanya dan menghela napas pelan.

"Tapi uncle—"

"Saya sudah bicara dan mendapatkan ijin dari tuan Cho. Ya?"

"Okay."

Renjun beranjak dan menoleh pada Jeno, "Thanks ya, makasih udah nolongin gue. Nitip Jaemin ya."

Jeno mengangguk dan menatap Renjun yang berjalan keluar dan menghilang dari pintu.
Jeno kembali duduk dan menghela napas, kepalanya kembali mengingat beberapa saat sebelum dia datang.

Flashback on.
Tiga puluh menit sebelumnya.

Jeno bisa melihat perubahan suasana sesaat setelah kakek dan nenek Jaemin datang. Dia tidak tahu bagaimana hubungan keluarga mereka, tapi jika dilihat sekarang sepertinya tidak baik.

Dan perubahan berikutnya terjadi saat nyonya Cho berbicara dengan intonasi cukup keras didengar dari tempatnya berdiri. Untungnya saat itu tidak ada orang selain mereka.

Ucapan nyonya Cho memang cukup tajam untuk didengar, mungkin seharusnya tidak diucapkan di hadapan banyak orang.
Dan Jeno sebagai orang asing yang notabene bukan keluarga cukup terkejut mendengarnya.

Diliriknya Jaemin dan Renjun saat itu, dan ekspresi panik serta ketakutan tergambar jelas di wajah Renjun.

Anak itu berusaha tersenyum.

Kejadian setelahnya tidak kalah menegangkan saat beberapa tamu mulai menanyakan identitas Renjun.
Jeno sendiri cukup tegang mengingat Renjun memiliki marga Kim bukan Cho. Jaemin sudah tampak panik dan Renjun masih berusaha tersenyum dengan tenang.

Dan saat om Kyuhyun mulai bicara, Jeno melihat bagaimana kedua saudara itu sangat tegang lalu datanglah tuan Vernon yang mengalihkan perhatian.

Tapi itu bukan situasi yang melegakan karena saat Renjun melewatinya dia terlihat pucat dan gemetar.

Sepertinya om Kyuhyun dan Jaemin masih terkejut dengan kejadian barusan. Hingga beberapa tamu kembali mengalihkan perhatian mereka dengan pertanyaan basa basi.

Jeno ingin kembali menemani ayahnya karena Jaemin sekarang bersama tuan dan nyonya Cho atau lebih tepatnya dibawa paksa oleh mereka.

Namun langkah Jeno terhenti ketika dilihatnya tuan Vernon nampak bergegas panik mendekati om Kyuhyun.

"Maaf tuan, saya harus membawa tuan muda kembali lebih dulu."

"Apa maksudmu?"

"Saya akan membawanya ke rumah utama. Ini perintah nyonya besar."

"Tidak. Renjun akan pulang bersamaku, aku tahu Hyuri akan salah paham dengan situasi tadi, tapi-"

"Tuan muda terkena gangguan panik."

"Apa?!"

"Tuan muda mengalami gangguan panik setelah kejadian tadi, dan dia butuh perawatan."

"Apa maksudmu?!"

"Saya tidak yakin anda tidak mengetahuinya, namun tuan muda Renjun memiliki riwayat gangguan kepanikan sejak lama. Sudah lama tidak kambuh, namun saya rasa kejadian sebelumnya memancing kembali kambuhnya."

Om Kyuhyun tampak sangat terkejut begitu juga dengan Jeno yang tanpa sengaja mendengar pembicaraan itu dari balik pintu.

Jeno mencari Jaemin namun dia tidak melihat keberadaan sahabatnya itu.
Om Kyuhyun tampaknya masih meminta penjelasan dari tuan Vernon.

Dan Lee Jeno tidak tahu kenapa kakinya melangkah cepat keluar ruangan. Menyusuri lorong, mengecek beberapa ruangan kosong di lantai yang sama hingga disanalah dia melihat Renjun.

Anak itu terlihat sangat rapuh, tengah meremat dadanya, mengatur napasnya yang pendek pendek. Dan tiba-tiba saja Renjun terjatuh dari kursinya membuat Lee Jeno tanpa sadar berlari menangkapnya.

Seberapa parah tingkat kepanikan Renjun yang bahkan tidak menyadari kehadirannya yang tiba-tiba?

Flashback off.

.
.
.

TMI? Jeno menggelengkan kepalanya yang ikut merasa tegang atas kejadian barusan.

Melihat situasi tadi, Jaemin pasti tidak tahu sama sekali mengenai keadaan Renjun karena sepertinya om Kyuhyun juga baru mengetahuinya.

Jeno juga tidak tahu kenapa tadi dia berlari begitu saja mencari keberadaan Renjun.

Mungkin karena dia peduli pada Jaemin?
Tapi Jeno menyadari kekesalannya pada Renjun selama ini tiba-tiba menghilang saat dilihatnya Kim Renjun berusaha tersenyum saat suasana berubah menegangkan.

Tersenyum saat mendengar ucapan nyonya Cho, dan berusaha tersenyum dihadapan orang-orang yang mempertanyakan dirinya.

Apakah dia bodoh?

Apakah hatinya tidak sakit saat presensinya tidak diketahui dan diakui?

Ya sepertinya bodoh adalah hal genetik dalam keluarga mereka karena baik Jaemin atau Renjun sama-sama bodoh dalam hal tertentu.

Lee Jeno menghela napas.

Ini lebih jauh dari apa yang dipikirkannya.

Dia ingin memastikannya pada Jaemin nanti setelah bertemu dengan sahabatnya itu.

Jeno akan menyimpan informasi ini sendirian. Atau mungkin dia bisa bertanya kepada ayahnya?

.
.
.
.

Bersambung.

Halo semuanyaaaa~
Semoga sehat selalu ya!

Dan juga semoga masih setia bacain cerita ini ^^ hehe

Hmm, udah masuk konflik ya?
Btw, di cerita ini aku bakal masukin konflik pertama dalam keluarga Jaemren ya karena cerita ini kan lebih ke Family-Romance ya?

Sabar, tetap akan ada kehidupan romance tapi ntar dulu ya?
Let me tell you about JaemRen family.

Disini kalian akan aku bawa menyusuri bagaimana 'Divorce' mempengaruhi mental anak-anak.

Bagaimana mereka harus mengatasi perasaan kehilangan, merasa dikhianati, lalu membangun sebuah kepercayaan dan kembali melanjutkan hidup.

Ehhhh, tapi jangan dipikir berat ya yeorobun!

Aku nggak akan biki konflik berat kok! *nggak kuat aku nanti mikirnya!

Heheheheehe...

Yauda kayaknya aku kebanyakan ngomong, padahal aku mau chapter ini jadi bonus karena keterlambatan update, tapi malah sedih...

Huhuhu... maafin ya?
Sampai ketemu di next chapter semuanya!! Makasih udah mampir dan baca!!

Sayang kalian banyak-banyak.

Salam hangat.
Mamanya JaemRen

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro