19. Dimulai.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku akan berusaha keras melindungi apa yang kusayangi.

.
.
.

Hari ini adalah hari ketiga sejak Renjun menerima tugas pribadi dari profesor Kim. Dan dia sudah menyelesaikan separuhnya, jadi dia semakin bersemangat.

Dia berada diruang lukisnya seharian saat tidak ada jadwal kelas atau terkadang menghabiskan waktu disana sebelum berangkat dan sepulang dari Skyndia. Sampai Jaemin dan papanya harus menyusul Renjun ketika waktu makan karena anak itu tidak keluar dari sana.

"Ngerjain apaan sih, serius banget sampe lupa makan." Jaemin mengomel di depan pintu karena ini sudah kesekian kalinya dalam tiga hari adiknya itu begini.

"Hm, gue ada tugas."

"Harus banget sampe lembur gitu ngerjainnya? Mata kuliah dari siapa sih?"

"Bukan tuntutan tugas kok, gue aja yang mau ngerjain ini semaksimal mungkin." Renjun beranjak dari duduknya, melepas semua atributnya dan meletakkan peralatannya di tempat semula.

Berjalan ke arah Jaemin yang berdiri dengan tangan terlipat di depan pintunya. Dia tidak ingin Jaemin atau Daddy nya menunggu lebih lama lagi.

"Sorry, gue lupa waktu kalo udah disini."

"Hhh, jangan terlalu capek ngerjain tugasnya nanti malah sakit." omel Jaemin yang kemudian mengikuti langkah sang adik kembali ke dalam rumah untuk makan malam.

"Iya iya, berisik."

"Eh, Ren nanti setelah makan ikut aku mau?"

"Kemana?"

"Rumah Jeno, ada Lucas sama Hwiyong juga disana."

"Hwiyong siapa?"

"Oh, temen aku satu lagi. Baru balik dari luar negeri dan ini rencananya kita mau menyambut dia sih."

"Nggak ikut deh, gue nggak kenal sama circle lo."

"Makanya ikut biar makin kenal, ya ya?"

Renjun memutar bola matanya, Jaemin selalu seperti ini jika punya keinginan padanya, terus menerus bicara dan merengek, membuatnya risih. Kadang dia berpikir Jaemin lebih mirip anak kecil daripadanya.

"Yaudah iya."

Mendengar itu Jaemin meringis lebar dan memeluk adiknya itu yang langsung dibalas oleh perlawanan dan dorongan dari Renjun.

Papa mereka sudah menunggu ketika keduanya memasuki ruang makan, oh ngomong-ngomong ibu mereka sudah kembali ke London satu minggu yang lalu. Jadi sekarang ketika jam makan malam, papa mereka berusaha untuk sudah ada dirumah menemani mereka.

"Akhirnya anak Daddy keluar dari sarang." ucapnya saat kedua putranya mulai duduk.

"Dad, sorry... Renjun jadi lebih sering ada di ruang lukis padahal Dad berusaha pulang tepat waktu biar bisa makan bareng."

"Nggak apa-apa, Dad senang kalau kamu bisa menikmati waktumu."

"Tapi aku juga jadinya dicuekin tau, Pa." gerutu Jaemin.

"Lo juga seringan pergi sama Jeno daripada dirumah." balas Renjun tidak mau kalah.

Cho Kyuhyun hanya tersenyum mendengar kedua putranya ribut, dia menyukai suasana ramai ini. Kemudian mereka mulai makan malam yang sudah dimasak olehnya itu. Jangan salah, Cho Kyuhyun adalah pria yang cukup handal di dapur.
Efek dari bertahun-tahun mengurusi Jaemin sendirian.

.
.
.

Keduanya kini dalam perjalanan menuju rumah Jeno. Jaemin sangat senang dan bersemangat bisa pergi bersama Renjun.

"Emang nggak apa-apa ramean di rumah Jeno?"

Jaemin yang sedang menyetir menolehkan wajahnya sekilas pada Renjun, "Nggak apa-apa kok, selama ini juga seringnya begitu. Om Donghae malah seneng kalau kita kesana soalnya orangtua Jeno sering pergi jadi ya sekalian biar Jeno nggak banyak kelayapan katanya."

"Oh."

"Kamu kenapa nggak ngajak temen-temen kamu kerumah? Pasti dibolehin sama Papa kok, biar rumah rame juga."

Renjun hanya diam mendengar perkataan Jaemin.

Bagaimana mungkin dia mengajak teman-temannya ke rumah sementara statusnya dengan Jaemin adalah rahasia? Belum lagi temannya adalah modelan Yangyang yaitu seseorang dengan mulut cerewet. Tidak, Renjun tidak ingin hal buruk terjadi karena kecerobohannya.

"Nggak usah, temen gue ramean. Bakal berisik ntar."

Jaemin tersenyum mendengar jawaban Ren, sebenarnya diam-diam dia sudah meminta Lucas untuk menyelidiki siapa saja yang menjadi teman Renjun.
Memastikan mereka bukan anak-anak bermasalah yang akan membawa pengaruh buruk untuk adiknya.

Dan dia sudah mendapatkan informasi pribadi mereka mulai dari yang namanya Yangyang, Johnny, Taeyong, Rowoon, Minghao, dan yang lainnya. Mereka anak-anak dengan latar belakang yang baik jadi Jaemin tidak masalah.

Sesampainya disana tentu saja sudah heboh teman-teman Jaemin menyambut mereka. Renjun jadi berpikir kalau circle kakaknya benar-benar berisi orang-orang aneh yang cocok dengan Jaemin, melihat bagaimana Lucas orang yang heboh sementara Jeno dan Hwiyoung yang memiliki wajah tidak ramah rupanya bisa jadi sedikit gila jika sudah bersama sahabatnya. Dan jangan lupakan keabsurdan Jaemin.

Renjun jadi merindukan Mark.

Kemudian tidak lama Dae Hae bergabung dengan mereka dan menemani Renjun yang lebih memilih diam bermain ponsel di sofa.

"Seneng deh liat kamu main kesini sama kak Jaemin. Jadi rame rumahnya, hehe." Dae Hae membuka percakapan dengan mengulurkan sepotong muffin pada Renjun.

"Oh, gue juga dipaksa dateng sama Jaemin tadi." Renjun menerima muffin dari Dae Hae dan menggigitnya sedikit. Dia tidak begitu menyukai makanan manis kecuali buatan ibunya.

"Kamu boleh main kesini sering-sering kok." ucap Dae Hae pelan namun masih terdengar di telinga Renjun.

"Hah, apa?"

"Enggak kok, Renjun bosan nggak? Mau ke studio lukisku?"

"Lo ada studio juga dirumah?"

Gadis itu mengangguk kemudian beranjak mengajak Renjun pergi dari ruang tengah meninggalkan kakak-kakak mereka yang super berisik. Mereka menuju ke lantai bawah yang ada disamping rumah. Sebuah tempat yang penuh dengan berbagai lukisan dan benda-benda seni lainnya.

"Ini semua hasil karya lo?" tanya Renjun mengamati lukisan-lukisan di lantai dan sebagian sudah disusun di dinding.

"Iya, aku suka ngelukis juga disini. Kadang paman Heechul datang kesini sih bantuin aku."

"Profesor Kim?" tanya Renjun yang diangguki oleh gadis itu. Renjun sedikit merasa tidak enak karena dugaan ngawurnya pada gadis ini mengenai hubungannya dengan profesor Kim. Benar-benar bodoh rasanya.

"Sorry ya."

"Em, apa?" Dae Hae menoleh dan menatap Renjun bingung.

"Nggak kok." sahut Renjun lirih sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Ada banyak buku seni disana yang kemudian diambil oleh Renjun dan dibacanya sembari bersandar pada jendela. Sementara Dae Hae menunjukkan beberapa buku menarik padanya.

"Eh, tapi lo kan anak musik? Kenapa suka melukis?" tanya Renjun setelah ingat bahwa gadis ini bukan mahasiswi seni rupa.

"Iya, soalnya papa ingin aku jadi pianis gitu. Aku juga suka musik sih, kalau melukis memang hobi aku bakat dari mama." jawab Dae Hae ringan. Renjun baru menyadari kalau gadis ini selalu bersemangat saat membicarakan hobinya.

"Jadi lo ngelakuin keduanya?"

"Iya."

Renjun mengangguk sebagai respon, dia tidqk tahu harus berkomentar apa. Gadis ini cukup berbakat jika memang melakukan dua hal bersamaan dengan baik seperti ini. Kesan pertamanya tentang gadis ini dulu perlahan terpatahkan.

"Bikin sketsa juga?" tanyanya kemudian saat melihat beberapa lembar sketsa wajah di atas meja.

"Iya."

Keduanya kemudian terdiam sibuk dengan pemikiran masing-masing sampai tiba-tiba Jeno muncul di depan pintu dengan ekspresi kesal.

"Ngapain disini berduaan?"

"Aku nunjukin studioku ke Renjun, kak." jawab Dae Hae yang kemudian berdiri melangkah ke arah kakaknya.

"Nyari kesempatan banget." omel Jeno dengan mata menyipit pada Renjun.

"Apa?" tanya Renjun yang enggan membalas kekesalan Jeno. "Adik lo yang ngajak, bukan gue."

Mendengus kesal, Jeno kini melayangkan tatapannya pada Dae Hae yang justru meringis dengan mata sipitnya.

Keempatnya kembali ke ruang tengah untuk makan malam bersama. Mereka sudah memesan makanan antar cepat saji tadi. Mereka berkumpul di sekeliling meja diruang tengah, duduk di lantai beralaskan karpet bulu berwarna abu.

Ditengah-tengah makan yang sangat ramai meski hanya berisi enam orang, ponsel Renjun yang diletakkan diatas meja bergetar tanda sebuah pesan masuk. Bukan hanya sekali tapi beberapa kali sampai Renjun yang semula berniat mengabaikannya akhirnya merasa terganggu membukanya.

Dan pesan yang datang memunculkan perubahan ekspresi pada Renjun. Dia meletakkan potongan ayamnya dan seketika mengeraskan rahang.

Pesan itu berisi foto teman-temannya, Yangyang, Johnny, Taeyong, Minghao, Roowon, Eunwoo, serta beberapa foto saat mereka bersama. Entah kapan atau siapa yang mengambil foto itu, namun isi pesannya membuat Renjun kehilangan ketenangan dan kesabarannya.

'Enak ya lo disini. Punya banyak temen.'

'Gue liat mereka hanya orang biasa yang nggak tau siapa lo sebenarnya.'

'Mereka nggak bakalan mau punya temen kayak lo yang anak haram hasil selingkuhan.'

'Lo juga nggak tau malu sekarang tinggal sama bokap dan kakak tiri lo.'

'Nggak tau malu. Benalu.'

'Menurut lo, kalau temen-temen lo tau siapa lo sebenernya mereka bakalan ninggalin lo atau nggak?'

'Pasti iya sih, jijik soalnya.'

'Lo tuh nggak pantes bahagia.'

Dan jika Renjun bisa mengendalikan dirinya sekarang itu adalah sesuatu yang luar biasa karena dalam dirinya sekarang berbagai macam emosi sudah muncul.

Erick.

Bagaimana si brengsek itu bisa mendapat kontak barunya?

Dan lagi ternyata dia mengamati Renjun dan teman-temannya selam ini. Padahal sejak kenunculan Erick, Renjun sudah berusaha untuk tidak sering bersama mereka.

Karena Renjun tahu bahwa orang seperti Erick pasti akan memanfaatkan orang-orang disekitarnya untuk menjatuhkannya.

Sial.

Renjun marah, dia ingin sekali menghajar wajah Erick sekarang. Membuatnya babak belur sampai tidak berbentuk lagi.

Namun ada sebersit rasa takut terselip dihatinya. Bagaimana jika teman-temannya tahu seperti yang dikatakan Erick?
Dia tidak ingin kehilangan teman-temannya itu sekalipun mereka belum lama bersama namun Renjun tidak ingin itu terjadi.

Perubahan wajahnya disadari oleh sang kakak yang duduk  di sebelahnya.

"Kenapa?" tanya Jaemin pelan menatapnya khawatir.

Renjun menoleh saat Jaemin menyentuh punggung tangannya pelan. Ditatapnya sang kakak yang selalu khawatir padanya itu. Kemudian Renjun menggeleng.

"Nggak kok. Nanti gue pulang duluan ya?"

"Kenapa? Kamu ada urusan lain atau mau pergi sama teman-temanmu yang lain?"

"Bukan itu."

"Kamu nggak nyaman disini?"

"Nggak gitu, gue nggak apa-apa."

"Bohong. Siapa yang kirim pesan?" tanya Jaemin yang entah kenapa terdengar serius.

"Bukan siapa-siapa, gue pulang sekarang." ucap Renjun yang beranjak namun tangannya ditahan oleh sang kakak.

Tentu saja sikap keduanya menarik perhatian empat yang lain sekarang.

"Kamu kenapa?" tanya Jaemin kali ini dengan suara yang lebih keras.

"Nggak apa-apa Jaem, gue baik-baik aja. Lepasin gue sekarang."

Namun Jaemin adalah orang yang keras kepala dan dia tidak akan melepaskan apapun yang mengganggu pikurannya. Terutama menyangkut Renjun.

"Kamu bilang dulu ada apa."

"Gue kan udah bilang kalo gue nggak apa-apa."

Jeno yang paham betul sikap Jaemin akhirnya berdiri dan menengahi keduanya.

"Jaem, udah. Adek lo bilang nggak apa-apa, percaya aja sih."

"Kamu nggak ngerti Jeno, dia ini bohong, dia pasti kenapa-napa."

"Bisa nggak sih lo percaya aja sama gue? Temen lo aja bisa ngerti." kemudian dengan sekali sentak Renjun melepaskan genggaman Jaemin pada tangannya dan berlalu keluar rumah keluarga Lee setelah sebelumnya mengatakan 'Sorry' pada semuanya.

Renjun sebenarnya merasa tidak enak pada teman-teman Jaemin terutama Jeno. Bagaimanapun mood-nya selalu rusak jika berkaitan dengan Erick.

Dan perihal kakaknya, Renjun madih belum bisa jujur ataupun terbuka mengatakan semua kegelisahannya pada sang kakak.

Renjun menghubungi uncle Vernon untuk segera menjemputnya di rumah keluarga Lee.

Maafin Renjun ya Dad.
Ren janji nggak akan membuat Dad malu dan terbebani.

.
.
.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro