20. Perseteruan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kamu harus mulai jujur karena sekalipun aku tahu kenyataannya jika kamu tidak mau bicara maka aku tidak bisa berbuat apa-apa.

-Jaemin-

Pagi ini Jaemin kebingungan mencari keberadaan Renjun yang sampai waktu makan pagi tidak muncul di meja makan. Bahkan saat dia mengetuk kamarnya sedari pagi tidak ada jawaban dari dalam.

Jaemin mengira mungkin Ren masih tidur atau sedang berada di kamar mandi jadi tidak mendengar panggilannya. Tapi adiknya itu tidak kunjung terlihat dimanapun.

"Ren belum turun, Pa? Tadi aku ketuk pintunya juga nggak jawab."

Papanya yang sedang menyiapkan menu di hadapannya itu meletakkan piring dihadapannya sebelum menatapnya tenang namun entah kenapa perasaan Jaemin tidak tenang.

"Kalian semalam pergi bersama kan?" tanya sang papa masih dengan tenang sementara Jaemin mengangguk.

"Iya, Pa."

"Kalian berantem?"

Tentu pertanyaan sang papa membuat Jaemin terkejut dan refleks menggeleng.

"Nggak kok Pa, Jaemin sama Ren nggak berantem atau apapun! Hanya saja-"

"Kenapa?"

"Ren minta pulang duluan, tapi Jaemin nggak tahu kenapa. Jaemin udah nanya tapi Ren buru-buru pergi."

Kyuhyun mengangguk pelan sebelum menghela, "Adek kamu semalam minta ijin menginap di Wayland Mansion. Papa sudah konfirmasi juga dengan Vernon dan adek kamu disana."

"Kenapa?"

"Papa tidak tahu, nanti sebelum ke kantor Papa akan kesana."

"Jaemin ikut ya!"

"Nggak. Kamu ada kelas pagi."

"Pa, please-"

"Kamu ke kampus."

Ucapan final sang papa membuat Jaemin akhirnya mengalah dan menurut meski kini ekspresi wajahnya merengut kesal.

.
.
.

"Mau kemana?" tanya Hwiyong saat melihat Jaemin bergegas keluar setelah kelas selesai.

"Mau ke fakultas seni dulu, sampai ketemu ntar!"

Dan Jaemin sudah menghilang dari pandangan matanya beberapa detik setelah menjawabnya.

Hwiyong merasa sikap Jaemin sedikit aneh, dan dia berencana menanyakannya pada Jeno dan Lucas nanti.

Sementara itu Jaemin sampai di fakultas seni dan menuju kelas Renjun, namun dia tidak menemukan adiknya itu disana.

"Hei, sorry." ucapnya saat menghentikan langkah seseorang dengan wajah kecil sumringah yang diketahuinya bernama Yangyang.

"Kamu tahu Renjun dimana, nggak?"

Yangyang mengernyitkan dahi menatap Jaemin, dia belum pernah melihat orang lain mencari Renjun sebelum ini.

"Siapa? Ngapain nyari Renjun?"

Jaemin mengerjap, tentu saja teman-teman Renjun belum mengenalnya.

"Aku Jaemin kakaknya Renjun, kamu Yangyang kan?"

Tatapan Yangyang semakin menyipit, "Lo tahu nama gue?" tanyanya yang dijawab anggukan oleh Jaemin.

Jadi kamu tahu Renjun dimana nggak?" tanya Jaemin sekali lagi sedikit tidak sabar.

"Lo bilang tadi kalau lo kakaknya tapi nggak tahu adek lo kemana, kok gue jadi curiga?"

Jaemin menghela, "Nanti saya jelaskan ke kamu, jawab dulu pertanyaan saya."

"Renjun nggak masuk hari ini. Dan dia belum membalas pesan gue dari tadi."

Tentu Jaemin terkejut mendapati adiknya bahkan tidak masuk ke kampus. Kemudian setelah bertukar nomor ponsel dengan Yangyang dan berjanji untuk saling memberi kabar tentang Renjun, dia segera kembali ke tempat teman-temannya menunggu.

"Lo darimana sih?"

"Dari fakultas seni kan lo, nyariin Renjun?" Jeno yang kini hapal sikap Jaemin pada Renjun langsung dapat menangkap gerak gerik sahabatnya itu.

"Dia nggak masuk hari ini."

"Kalian kenapa deh semalem? Gue bingung tiba-tiba adek lo pergi." kali ini Lucas ikut bertanya sementara Hwiyoung sedari tadi diam menyimak.

"Gue juga nggak tahu dia kenapa, semalem dia bahkan nggak pulang." jawab Jaemin yang kini mondar mandir cemas.

"Seriusan dia sampe nggak pulang?"

Jeno yang sejak tadi melihat sikap Jaemin akhirnya menghela tidak sabar. "Semalem gue sempat liat sekilas pas adek lo buka ponselnya." jujurnya yang memang semalam Renjun duduk diantara dia dan Jaemin.

"Trus lo liat apa?" fokus Jaemin kini sepenuhnya teralih padanya.

"Ya gue nggak tahu persisnya karena gue juga nggak niat ngintip tapi gue liat ada orang yang kirim dia foto-foto temen-temennya."

"Ahelah, bisa jadi itu emang temen-temennya kirim di percakapan grup." sela Lucas.

"Gue rasa bukan sih karena pas gue lirik lagi ada pesan yang dikirim dan gue sempat liat 'lo tuh nggak pantes bahagia' sejenis kalimat itu kayaknya sih."

Jaemin tentu semakin terkejut mendengar penuturan Jeno. Siapa yang berani mengirimkan pesan seperti itu pada adiknya?

"Lo yakin, Jeno?" tanyanya memastikan.

"Gue nggak seratus persen bisa bilang iya itu ancaman atau bukan tapi gue yakin dengan yang gue lihat."

"Adik lo punya musuh?" kali ini Hwiyoung yang bertanya setelah sekian lama hanya diam mengamati.

"Setahu gue, nggak. Ini bahkan belum satu tahun kepindahannya. Dan dia nggak banyak interaksi selain sama teman-temannya." jawab Jaemin ragu karena selama pengawasannya memang tidak ada hal mencurigakan.

"Apa mungkin dari orang yang beberapa waktu lalu lo minta gue selidiki itu? Anak pindahan dari universitas lama adik lo di London." dan jawaban Lucas ini seketika menyadarkan Jaemin.

Dia lupa akan hal itu, padahal kemunculan anak pindahan itu sempat membuat Renjun berubah beberapa waktu lalu.

"Bentar deh Jaem, karena gue baru datang kayaknya gue perlu mempertanyakan ini. Kenapa lo sepeduli ini sama dia padahal lo bilang cuma sepupu kan?" tanya Hwiyoung akhirnya setelah merasa sikap khawatir Jaemin berlebihan untuk hubungan sepupu.

Yang ditanya terdiam dan saat melirik Jeno, sahabatnya itu mengangguk pelan. Menyerahkan keputusan padanya.

"Oke, sebelumnya gue minta kalian nggak berpikiran negatif atau apapun. Dan gue harap kalian cukup bijaksana jaga informasi yang sebenernya rahasia karena gue percaya sama kalian. Keep in a secret."

Jaemin menghela pelan sebelum melanjutkan, "Renjun adalah adik tiri gue, bukan sepupu."

Jeno yang sudah tahu hanya diam tanpa perubahan ekspresi apapun sementara Hwiyoung terlihat cukup kaget begitu juga Lucas.

"Pantesan lo sering minta gue untuk menyelidiki ini itu yang berkaitan sama Ren, gue sempet ngerasa perhatian lo emang aneh untuk seorang sepupu." ucap Lucas.

"Ya, dia adik gue. Dan gue sayang banget sama dia, kalian hanya perlu ingat hal itu karena status hukum nggak penting buat gue. Dia adik gue, sedarah sama gue dan gue sayang sama dia." tegas Jaemin sekali lagi karena dia tidak ingin status 'saudara tiri' dipermasalahkan oleh siapapun.

Ketiga sahabatnya mengangguk dan itu sudah cukup membuatnya yakin. Karena dia percaya penilaian para sahabatnya.

"Thanks guys. Kalau gitu gue pergi duluan." ucapnya beranjak menuju pintu.

"Lo mau kemana?"

"Ke mansion Bunda, gue mau memastikan Renjun ada disana."

.
.
.

Renjun baru selesai mengikuti kelas online karena dia tidak datang ke kampus hari ini.

Dia tidak ingin interaksinya dengan teman-temannya justru menjadi ancaman. Dia cukup tahu orang seperti Erick akan melakukan apapun untuk mengganggunya. Dan Ren tidak mau siapapun terlibat.

Dia sudah meminta pada uncle Vernon agar menempatkan penjaga di sekita teman-temannya secara diam-diam.
Paling tidak itu satu-satunya cara untuk menjaga mereka.

Ponselnya berbunyi, setelah melihat siapa yang menghubungi dia dengan cepat menjawabnya.

"Mark?"

"Hei, sorry baru liat pesan lo."

"Nggak apa-apa, gue yang minta maaf gangguin lo lagi."

"Apaan sih? Lo sobat gue dan lo nggak pernah ganggu gue Ren. Okay?"

"Iya."

"Jadi si Erick bikin ulah apalagi? Dia ngancem lo?"

"Mark, misal gue sendiri yang berhadapan sama dia pasti udah gue habisin dia kayak dulu. Masalahnya dia tahu gue disini nggak akan ngelakuin itu karena ada Dad, jadi dia mengancam gue bakalan ganggu temen-temen gue disini. Gue nggak bisa biarin itu."

"Okay, tenang dulu. Lo yakin dia bakalan sejauh itu disana? I mean kan dia juga orang baru disana kayak lo."

"Lo tau kan kalau mamanya orang Korea juga? Kemarin gue sempet ketemu dia sama mamanya pas gue dinner sama keluarga gue. Sial!"

Kemudian bunyi langkah kaki dan sedikit kegaduhan terdengar dari luar kamarnya, mengalihkan perhatian Renjun sesaat.

"Bentar Mark, kayak ada suara ribut diluar."

Renjun baru beranjak dari kursinya ketika pintu kamarnya menjeblak terbuka dengan Jaemin berdiri di depannya. Tentu saja Ren sedikit kaget apalagi sang kakak tampak seperti baru saja lari maraton dan berantakan.

Dibelakang Jaemin beberapa penjaga tampak takut menatap ke arah Renjun.

"Maaf tuan muda."

"Tuan muda Jaemin memaksa masuk."

Dua penjaga itu tampak gelisah sebelum akhirnya Renjun mengangguk mengiyakan dan menyuruh mereka pergi.

Jaemin masih berdiri disana dengan sorot mata yang belum pernah dilihat Renjun sebelum ini. Tatapan emosi dan mendominasi.

"Ngapain lo kesini?" tanya Renjun yang entah kenapa sedikit gelisah melihat sang kakak.

"Kamu masih nanya kenapa? Kamu yang kenapa Ren?! Kamu sebegitunya benci sama aku sampe-sampe menyuruh penjaga menghalangi aku masuk?!"

"Nggak gitu, gue cuma-"

"APA? NGGAK SUKA FAKTA KALAU AKU TUH KAKAK KAMU? IYA?! KAMU MENGANGGAP AKU INI ORANG ASING YANG HARUS KAMU JAGA JARAKNYA?!"

Jaemin akhirnya tidak bisa lagi menahan emosinya dan meluapkan perasaannya pada sang adik yang terlihat sangat terkejut.

"KAMU MALU PUNYA SAUDARA KAYAK AKU?! SEBEGITU TIDAK BISA DIANDALKAN AKU SEBAGAI KAKAK KAMU, HAH?!"

Jaemin sudah melangkah dengan penuh emosi dan berhenti tepat didepan sang adik, lalu meraih kaos depan Renjun.

"AKU INI APA BUAT KAMU REN?!" masih dengan ledakan emosinya Jaemin menatap adiknya itu dengan nanar.

Sungguh dia tidak berniat marah seperti ini, dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk sabar sampai adiknya itu mau membuka diri padanya nanti.

"Ren?"

Terdengar suara samar Mark dari ponsel yang masih tersambung dalam genggaman Renjun.

"Mark, gue tutup dulu ya."

Setelah mematikan ponselnya, Renjun merasakan genggaman tangan Jaemin pada kaosnya semakin mengerat. Kakaknya itu kini menunduk.

"Mark...? Lagi?" kemudian Jaemin tertawa lirih dengan sumbang, matanya sudah terasa panas.

"Kamu lebih memilih untuk menceritakan segalanya pada Mark? Memilih untuk percaya sama Mark daripada aku?"

Jaemin menatap kedua mata Renjun.

"Kamu beneran nggak menganggap aku sebagai saudara kamu ya? Bagi kamu aku ini nggak lebih dari orang asing? Iya gitu kah Ren?"

Renjun terlalu terkejut hingga tidak bereaksi sejak tadi. Dia tidak pernah melihat kakaknya marah selama ini. Kemana perginya sosok Jaemin yang selalu tersenyum padanya?

Dan sosok sang kakak yang kini ada dihadapannya itu sedikit membuatnya takut.

"Gue nggak gitu, Jaem-"

"Lalu apa? Kenapa kamu nggak pernah terbuka sama aku? Kenapa kamu nggak bisa percaya sama aku? Kenapa kamu harus selalu menjaga jarak dari aku?!"

Renjun meraih pelan tangan Jaemin yang mencengkeram kaosnya, namun sang kakak sepertinya tidak berniat melepaskannya.

"Lo kenapa sih, datang tiba-tiba trus marah-marah kayak gini."

"Kamu nggak tau kenapa aku marah? Aku begini karena sikap kamu ke aku Ren! Kamu yang nggak pernah menganggap hubungan kita sebagai saudara itu penting!"

"Jaem, lepasin gue dulu."

"Nggak! Kamu perlu tau, aku udah berusaha sabar selama ini nungguin kamu terbuka sama aku! Nunggu kamu percaya sama aku! Nunggu kamu untuk bener-bener anggep aku kakak! Tapi apa?! Kamu nggak pernah peduli itu. Kamu cuma peduli Mark!"

"Apasih lo, kenapa bawa-bawa Mark. Dia nggak ada urusannya sama lo."

"Nggak ada urusan kamu bilang?" Jaemin menfhela napasnya kasar.

"ADA! MARK SELALU ADA URUSANNYA DENGAN SEMUA INI KARENA GUE CEMBURU SAMA DIA! GUE CEMBURU ADEK GUE LEBIH DEKET KE DIA DARIPADA KAKAKNYA SENDIRI!" sembur Jaemin dengan napas memburu, tenggorokannya sampai terasa sakit karena semua teriakannya.

Renjun mengerjap dan terkejut dengan ucapan sang kakak. Dia sama sekali tidak menduga Jaemin berpikir seperti itu.

Cengkraman tangannya mengendur, kepalanya kini terkulai di bahu sang adik, napasnya tersengal diantara isakannya, dan air mata yang sejak tadi ditahannya kini mulai luruh.

Renjun?

Dia hanya diam, tidak menduga sang kakak akan mengatakan semua hal itu dan dia sama sekali tidak menduga Jaemin berpikir seperti itu padanya.

Benar.

Semua yang dikatakan Jaemin tentangnya memang benar.

Dia selalu menjaga jarak dengan sang kakak.

Dan kini melihat bagaimana perasaan Jaemin padanya entah kenapa membuatnya merasa bersalah.

"Sorry..."

Hanya kata itu yang bisa dipikirkannya sekarang, dia tidak tahu apa sebutan untuk perasaannya yang campur aduk.

Tangannya perlahan terangkat dan melingkari bahu sang kakak. Membiarkan Jaemin meluapkan emosi dan perasaannya.

.
.
.

Bersambung.

*Halooo~
Apakah masih ada ysng nungguin adek kakak ini? Apakah kalian masih mampir untuk baca JaemRen?
Maafin aku ya yang update nya lamaaaaa 😭😭😭

Semoga kalian masih nungguin dan baca. Semoga update an ini bisa mengobati kerinduan kalian.
See you babay.

Salam hangat,
Mamanya JaemRen.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro